Narasumber 00:00:00 Tapi tinggal di Jerman? Samia 00:00:03 Tinggal di Belanda. Narasumber 00:00:04 Suami juga di Belanda? Samia 00:00:06 Suami saya udah 5 tahun di Belanda ada kuliah, terus kita baru menikah ini bulan dulu. Narasumber 00:00:16 Kemarin ini? Samia 00:00:17 Dan menetap di Belanda. Narasumber 00:00:19 Emmm. Nice story ya. Samia 00:00:21 Jadi kalaudi Jogja, alhamdulillah ya deg-degan banget soalnya dirumah mama. Narasumber 00:00:31 Kalau culturenya? Samia 00:00:38 Ya alhamdulillah ya sesuai perjalanan. Awalnya itu waktu apa pertama kali saya datang ke sini itu, sebenarnya saya itu lahir dan besar di Perancis tapi ada keturunan dari Tunisia. Waktu saya pertama kali kesini itu ada pertukaran, 2 semester. Habis itu ya tertarik di Indonesia, kemudian S2 di Perancis tapi ya bolak-balik ya. Lalu S2 saya penelitian tentang perempuan juga. Dan sekarang sudah 3 tahun lebih saya penelitian S3 saya. Narasumber 00:01:32 Tapi kuliahnya S3 di Perancis apa Belanda? Samia 00:01:35 Duanya, kuliah di Perancis tapi ada riset di laboratorium Belanda. Karena kalau sejarah itu kebanyakan di Belanda. Jadi kesana baru ketemu suami lagi lalu menikah. Narasumber 00:01:55 Lalu bapak ibu? Samia 00:01:56 Mama saya di Perancis, papa juga di Perancis. Jadi ikut kalau ada seperti ini, kayak kemarin Muhammadiyah. Narasumber 00:02:04 Makanya saya itu ga asing. Tapi kan kalau orang asing itu wajah agak sama ya, mirip. Samia 00:02:50 Alhamdulillah kemarin ikut ke Solo. Narasumber 00:02:54 Full? Samia 00:02:55 Iya. Narasumber 00:02:56 Tapi gada kendala bahasa. Samia 00:02:57 Tapi setelah itu drop saya. Jadi apa ya sudah aktif tidurnya jam 1 jam capek banget karena baru landing juga dari Eropa. Gada waktu istirahat sama sekali. Abis landing langsung mulai. Alhamdulillah luar biasa juga apa banyak diskusi banyak observasi, habis itu sebenarnya saya ada juga acara mau ke Bandung gitu tapi akhirnya apa suami temani saya itu naik mobil ke Semarang, terus ke Jepara di pesantren habis itu kita mau ke Bandung, tapi dia apa drop saya drop sebelumnya jadi saya rawat aja dulu dirumah. Narasumber 00:04:10 Itu yang organisasi gerakannya apa? Aisyiyah? Samia 00:04:14 Iya. Tapi sebenarnya itu kalau Aisyiyah rajin, arsip-arsip gampang. Tapi itu susah cari data-data, arsip mereka. Narasumber 00:04:35 Karena mereka kultural. Samia 00:04:40 Makanya saya senang banget waktu diundang sama Aisyiyah sebagai sejarawan. Narasumber 00:04:48 Pernah ke museum Muhammadiyah yang di UAD? Samia 00:04:52 Belum. Ini baru kan? Udah? Narasumber 00:04:55 Udah buka. Samia 00:04:57 Karena kemarin saya datang itu nyiap-nyiapin itu. Di dalam mana? Narasumber 00:05:05 Di Universitas Ahmad Dahlan. Samia 00:05:35 Kemarin kan saya ke Jakarta lagi main di. Narasumber 00:05:40 Suaminya Mbak Hajar ya itu juga sejarawan. Samia 00:05:43 Saya itu sering apa berdialog. Narasumber 00:05:50 Sama dia ininya disertasinya juga. Samia 00:05:53 Itu dia. Narasumber 00:05:55 Geneologi mualiman. Karena kan ini sekolahnya bersejarah, akhirnya kan jadi dua, mualimin, mualimah terus kemudian berpisah oleh semua alamat kita sendiri- sendiri. Terus saya hanya mereview genologi, karena mereview sebenarnya nih mualimat itu sekolah apa sih gimana sebenarnya untuk meyakinkan saja. Kenapa ada the women school, untuk apa. Samia 00:06:46 Dan apa yang beda antar mualimin dan mualimat? Narasumber 00:06:50 Secara visi misi itu sama, sama, visi misinya sama ada tiga poin sebagai kader ulama, kader pemimpin, dan kader pendidik, maka di google mapnya kan female teacher. Walaupun saya mencoba menerjemahkan kepada anak-anak konteks pendidik, ya kalau zaman dahulu pendidik itu ya teach tapi saya sampaikan kepada anak-anak bahwa untuk tips bisa menjadi guru itu tidak harus mengajar di dalam kelas. Didalamnya harus ada jiwa pendidikan bagaimana memberikan ilmu. Jadi karena kan kalau zaman dahulu wanita terbaik adalah yang mengajar begitu ya persepsinya kan selalu begitu nah kalau sekarang kan semakin berkembang nih perempuan berkembang itu kan semakin luas tidak banyak dan dimanapun kamu berada tetaplah jadi teacher. Teacher itu bukan mengajar di dalam kelas saja itu saya pahamkan kepada anak-anak juga itu. Pilihannya itu macam-macam teknik elektro, sipil teknik sipil dan desain komputer jadi banyak variasi pemilihan. Gambaran bahwa cara berpikir anak-anak kami ini dan anak perempuan itu memang sudah out of the box. Karena kan dia tidak berpikirannya satu ini gitu ya, tapi udah banyak banyak ilmu yang dulu mungkin banyak dilalui oleh mereka berani tembus ke situ. Misal juga mindset sekolah di luar negeri orang selalu mengkhawatirkan ketika perempuan harus sekolah di luar negeri baik dari budaya keluarganya untuk khawatir dan sebagainya. Tapi sekarang anak-anak ada banyak yang mimpinya memang sudah bagaimana saya sekolah di luar negeri. Bagi saya itu sudah perubahan pemikiran yang dulu sekolah di Indonesia saja berkumpul sama keluarga, tapi kan sekarang sudah berani keluar. Tapi kalau dari tadi kembali ke pertanyaannya ada perbedaannya mualimin dan mualimat, kalau dari sisi visi misi sama, kalau mualimin kan pemimpin dan penting itu sama. Perbedaannya memang kalau di mualimin itu khusus laki-laki santrinya kalau di mualimat khusus perempuan. Nah makanya kan saya tadi ada geneologi itu kan saya kenapa dulu itu dipisah, kenapa harus dipisah, apakah karena persoalan pendidikan Islam bahwa perempuan dan laki-laki memang dipisah atau memang perempuan ini memang punya misi khusus yang mungkin akan berbeda. Maka salah satu tagline our school itu kan sekolahnya calon pemimpin Putri Islam. Pendidikan enam tahun calon pemimpin Putri Islam. Berarti memang ada kurikulum yang memang khusus berorientasi kepada kepemimpinan perempuan. Jadi bukan berarti perempuan malah di inferior kan ketika dipisah, tetapi justru dia mendapatkan laboratorium khusus, memiliki pemilikan modern. Jadi saya merasa ketika di Muhammadiyah ini dipisah, ya putra- putri dipisah itu bukan dalam kategori untuk disingkirkan, tetapi justru untuk di gembleng di dalam melaksanakan laboratorium dia bisa memiliki mindset maju Karena kalau ada laki-laki secara kultur kan yang menang ini secara budaya setempat ini harus digembleng gitu dan saya rasa itu bagus karena menghasilkan, kalau anak-anak mualimat itu leading dalam segala bidang. Bahkan ketika disandingkan dengan misalkan ini ada organisasi mualimin dan organisasi mualimat organisasi yang dimulai jauh bisa lebih terorganisir dengan baik artinya untuk membuktikan bahwa memang laboratorium perempuan ini memang jadi dan bisa diandalkan. Samia 00:12:08 Dan kalau dalam laboratorium khusus ini, apa yang yang ditambah mungkin dari mualimin itu dan mualimat? Narasumber 00:12:20 Kalau secara umum, secara kurikulum sebenarnya sama ya. Tapi ada-ada sisipan- sisipan yang mungkin berbeda misalkan gini kalau bicara tentang ilmu fiqih itu karena pasti berbeda kalau di sini mungkin akan pada tambahannya ya bagi perempuan. Samia 00:12:52 Tapi kalau fiqih perempuan ga diajar di mualimin? Narasumber 00:12:57 Ada juga. Kalau di kita ada kegiatan-kegiatan info normal di luar kelas, misalkan ada pelatihan kepemimpinan, kemudian konseling. Samia 00:13:25 Kalau konseling itu biasanya konseling apa? Narasumber 00:13:30 Konseling sepurki. Kegiatan seperti itu secara tidak langsung itu pasti akan tersisih, akan tersisih dengan perempuan gitu loh misalnya leadership ya pasti akan berbicara tentang kepemimpinan perempuan, ketika bicara konseling juga pasti akan ada sisi yang akan dibicarakan jadi menguatkanlah. Jadi memang kalau keilmuan secara kurikulum, tetapi memang ada kegiatan-kegiatan informal lainnya yang memang lebih ruang ekspresi, ekspresinya lebih. Ketika mereka berkumpul yang ada kegiatan organisasi bareng nih kadang saya bilang, jangan sampai kamu merasa jadi apa tuh hanya tambahan, kita jangan sampai, karena kamu juga memiliki kompetensi. Ya bagus kalau sekarang gitu karena sama-sama kompetensi, kompetensi yang sama. Samia 00:14:57 Dan kalau kurikulum sendiri, dari dulu Islam kan berkembang ya, berubah-ubah. Apa faktor-faktor yang yang bisa itu menjadi alasan untuk merubah kurikulum? Narasumber 00:15:15 Kurikulum di Indonesia itu kan ada adanya ada kurikulum dari negara yang paten. Ada kurikulum yang memang kita bisa renew ya. Nah kurikulum yang seperti itu itu kan intern dari dari sekolah kita sendiri yang mualimat ataupun mualimin gitu kan akan sendiri-sendiri itu. Nah faktor-faktor perubahannya kan pasti apa namanya perkembangan pemikiran itu jelas gitu ya kemudian kebutuhan dari peserta didik kita, kalau misal contoh begini kalau dulu kita tidak bicara tentang digital, kalau sekarang kita sudah bicara tentang digital ini seperti itu ya hal-hal yang akan berubah gitu ya. Samia 00:16:09 Dan yang membangun itu sekarang itu apa ketua itu? Narasumber 00:16:15 Jadi di kita kan ada badan pembina harian, semacama yayasan ini kan membawahi muallimin dan mualimat. Samia 00:16:25 Itu namanya apa? Narasumber 00:16:28 Jadi kalau namanya ini Badan Pembina Harian Madrasah Mu'allimin dan Mualimat. Seperti terus digital itu kelas, model kelas, kalau sekarang ada kelas internasional yang berkurikulum Cambridge, sehingga kan itu sebagai bagian dari perkembangan. Kemudian ada kurikulum muandalah, karena anak-anak yang mau ke Timur Tengah ke Al-Azhar kan harus punya sekolah itu harus berkurikulum muandalah karena tuntutan zaman kebutuhan dan sebagainya sehingga kita banyak berkembang di situ. Samia 00:17:18 Ada banyak yang setelah lulus dari sini ke Al Azhar? Narasumber 00:17:23 Ada, lumayanlah kalau dikatakan banyak ya belum lebih ya setiap tahun ada. Menjadi ketua PCIA, pimpinan cabang Aisyiyah di Mesir itu beruntun dari mualimat. Samia 00:17:50 kalau kita kembali ke konsep kader Apakah itu bisa menjadikan Apa itu menjadi kader ulama Narasumber 00:18:02 Oke kader ini kan anak atau peserta didik yang memiliki kompetensi yang bagus. Dan kader ini adalah anak-anak yang siap meneruskan perjuangan visi dan misi dari sebuah institusi. Sehingga kader ini memang harus memiliki ya dengan visi misi dari jangan keluar, sesuai dengan visi misi sekolah gitu [Musik] kemudian misal kemarin disebut kadar ulama kadar pemimpin kadar pendidik karena memang keinginannya bahwa mualimat ini bisa meneruskan menjadi kader ulama. Kan kalau kita persepsikan dalam wadahnya kan ulama walaupun ulama itu orang yang berilmu gitu adalah konteks ini.Tetapi dia memiliki kompetensi secara tekstual ataupun konteks manual dalam bidang keagamaan. Pemimpin memang kita tafsirkan sebagai anak yang memiliki kemampuan skill Sebagai seorang pemimpin, menggerakkan, mampu kerja sama kemudian kader pendidik ini memang anak-anak yang kita Arahkan untuk bisa memanage dalam sebuah kelas walaupun kalau kita tafsirkan kelas itu nggak hanya ada di kelas sekolah gitu ya Jadi kalau di mualimat itu ada anak-anak itu ada program mubaligh hijrah program program mubaligh hijrah ini mengirimkan anak-anak selama 20 hari saat bulan Romadhon ke masyarakat, di tingkat local, lokal itu berarti ya DIY Jawa Tengah, tingkat nasional itu provinsi baik di Aceh, Lombok dan sebagainya dan tingkat internasional tingkat internasional itu yang beberapa tahun yang lalu itu ada di Thailand dan Malaysia. Program ini cukup bagus karena satu bahwa kewajiban apa ya berdakwah itu tidak hanya untuk laki- laki jadi untuk perempuan juga tapi mereka menebar ilmu di masyarakat menebar ilmu di masyarakat selama 20 hari itu termasuk ke luar negeri Samia 00:21:25 Dan itu semacam program dakwah? Narasumber 00:21:30 kalau kita bicara misalkan perempuan kalau kita bicara yang konvensional kan mungkin gaboleh ya. Samia 00:21:40 Tapi yang bikin saya kemarin wah, saya juga seorang muslim, dari budaya Indonesia yang besar di di Prancis tapi masih di dalam konteks minoritas tapi kan kalau kita juga melihat dalam sejarah mualimat itu awal-awal yang baru lulus dari mualimat Tuh disuruh eee ngajar itu jauh ya mungkin dulu masih di dalam Indonesia sekarang di luar negeri. Narasumber 00:22:10 Nah ini yang menarik di luar negeri. Satu karena berbeda paham Islamnya apa sih pemikiran Islamnya, beda fiqih. itu kan pasti akan berbeda ini pemahaman pemikiran Syafi'i apa ini. dan saya pernah menemani sampai di Taiwan ini Malaysia dan Taiwan anak-anak ini ketika dia keluar negeri dengan menghadapi berbeda pemikiran ini menjadi pembelajaran tersendiri buat anak mualimat jadi nah disitulah fungsi dari leadership ulama itu memiliki keilmuan yang banyak gitu ya karena ternyata penting nih karena pemikiran orang itu kan berbagai macam dan Bagaimana kita cara menghargainya. Samia 00:23:05 Dan kalau ibu bilang itu ke masyarakat langsung di sana, itu mereka kemana aja? Narasumber 00:23:12 Yang di luar negeri? Samia 00:23:14 Yang ke Taiwan dan lain. Ada jaringan atau? Narasumber 00:23:19 Ada jaringan jadi misal kalau di Malaysia kita menawarkan metode-metode mengaji. Jadi kita akan mengajarkan tentang metode-metode mengaji terus kemudian sama ya di Taiwan juga, kalau di Taiwan memang banyak fokus ke pekerja perempuan yang berasal dari Indonesia. Kalau satu sisi anak-anak itu mengajarkan tentang ilmu agama di para perempuan ini, tapi sisi yang lain itu banyak sekali cerita kehidupan diri mereka. Ada pekerja di Taiwan itu kan bekerja sebagai chef. Everyday dia masak babi daging yang haram, kan dia berfikir saya itu sudah haram. Ternyata selama ini dia hanya di lingkup mualimat yang paham keislamannya sama semuanya, muslim, tidak ada tantangan gitu ya, ketika di hadapan di luar kan dia harus berpikir itu gitu loh harus ini, apa yang harus dijelaskan kepada karyawan- karyawan ini gitu kan perlu ilmu. Belum lagi bicara ketika mereka bilang begini ke pekerja-pekerja perempuan, semacam kepala rumah tangga karena mereka bekerja, suaminya ada di Indonesia mengurus anaknya ada ya. Karena yang perempuan bekerja di luar negeri, suaminya mengurus sawah sebagai farmers dan mengurus anaknya. Kalau di Malaysia kan mayoritas juga muslim, cuman beda paham aja, maka disitu perlu toleransi. Ketika misalkan di Muhammadiyah tidak memakai apa misalnya sesuatu yang berbeda ya maka pada saat di situ, kita akan mengikuti alur yang ada di situ karena kan bukan masalah akidah, jadi masih sangat bisa untuk ditoleransi lah. Samia 00:26:05 Di program itu umur mereka berapa? Narasumber 00:26:10 Umurnya berarti kalau Aliyah itu sekitar 14 sampai 17. Samia 00:26:18 Masih muda ya. Punya kesempatan seperti ini luar biasa ya. Itu di founding dari mualimat found atau ada sponsor? Narasumber 00:26:30 Full ya, tapi kalau ke luar negeri kadang ada support ada sponsor. Samia 00:26:46 Saya itu cukup surprise ya. Satu hal yang dalam sejarah yang marginalisasi perempuan belum bisa menjadi kader itu apa, karena kan kalau kita menjadi mau menjadi ulama itu harus ada jaringan, kita harus ke luar negeri bertemu dengan orang yang berbeda, tapi hal seperti itu bisa buka pintu baru. Narasumber 00:27:20 Karena kalau di kita ulama tidak berdasarkan keturunan. Samia 00:27:55 Saya juga sempat baca, satu visi dari mualimat itu ada konsep berkemajuan. Dalam konteks ini untuk santri yang sudah lulus ya, apa itu menjadi perempuan berkemajuan? Narasumber 00:28:30 Ini juga jadi salah satu dari pimpinan pusat Aisyiyah, perempuan yang berkemajuan Kalau kita tafsirkan memang perempuan yang memiliki wawasan yang luas gitu ya. Jadi memiliki wawasan wawasan pemikiran yang luasnya sehingga dia itu menjadi pribadi yang bisa toleransi yang tinggi. Samia 00:29:18 Dengan satu toleransi, apakah juga ada hubungan dengan beberapa kelompok yang lebih konservatif? Narasumber 00:29:32 Kami tuh cukup sangat terbuka, kita berusaha terbuka betul ya baik dengan muslim maupun non-muslim. Salah satu kerja sama kita di sekolah dengan Thailand itu non- muslim. Kita bekerja sama bahkan semacam kegiatan bersama dan anak-anak kita sudah terbiasa. Jadi tidak karena dia non-muslim terus dia inferior atau tidak kita hargai ataupun yang lebih konservatif. Artinya kita cukup terbukam prinsip di agama menghormati dengan siapapun itu kita tanamkan kepada anak-anak, mau agama apa, mau dia paham apa, kita welcome aja. Samia 00:30:44 Dan dengan beberapa isu sosial, seperti perempuan sebagai imigran dengan kondisi mereka. Kalau kita ambil konteks sekarang mungkin dengan kekerasan seksual, apa mualimat ada diskusi tentang itu? Narasumber 00:31:27 Kita informasikan disini banyak kegiatan informal. Kemudian guru bimbingan konseling pun itu juga menyampaikan misalkan ada isu-isi tentang pelecehan sosial dan sebagainya itu kita sampaikan gitu, kita sampaikan sebagai pembelajaran untuk santri-santri kita. Samia 00:32:00 Itu untuk kegiatan informal ya. Dan bagaimana ya kongres mualimat yang mulai tahun 2017, mualimat ga terlibat? Narasumber Belum, kalau Aisyiyah kan sudah ya. Samia Lalu apa yang menjadi pembeda visi dengan yang lain? Narasumber 00:33:30 Saya gabisa berkata banyak karena saya tidak terlibat disitu ya. Tapi sepemahaman saya misalkan walaupun Aisyah ataupun Muhammadiyah cukup open ya terhadap terhadap isu-isu seperti itu ya, tapi kalau saya nggak bisa berkata karena memang tidak terlibat Samia 00:33:54 Dan kenapa tidak mau terlibat? Narasumber 00:33:56 Bukan tidak mau, tidak ada kesempatan, tidak ada undangan dan kita tidak berpikir kesitu. Samia 00:34:09 Tapi kemarin ada beberapa dari Aisyiyah yang hadir sebagai individu. Kalau ibu mau membantu saya waktu ada kongres itu di Medan kalau saya nggak salah 1924 dan memilih nama mualimat dalam bahasa Arab itu kenapa? Narasumber 00:35:00 Karena kan namanya ganti-ganti ya dari qismul aqra, kemudian pondok Muhammadiyah, kweekshcool karena dengan Belanda, kemudian mualimin untuk perempuan, mualimat untuk laki-laki. Samia 00:35:49 Dan kalau mungkin ibu ada juga figures, dari santri yang lulus dari sini tuh mereka sebenarnya kerja di manaz? Apakah ada data-data kayak 20% disini? Narasumber 00:36:10 Kalau data mungkin, tapi saya belum sampai persentase. Kalau dari data ada yang memang dosen. Samia 00:36:24 Kalau dosen itu di universitas? Narasumber 00:36:26 Iya di universitas. Samia 00:36:35 Disini mulai dari usia berapa sampai berapa? Narasumber 00:36:40 12-17 sih sebenarnya, tapi kan ada yang anak antara masuknya di 13 tahun keluarnya di 18, ada yang 12 tahun keluarnya di 17. Ada dosen, kemudian ada polisi juga, ada kemudian pengusaha juga, ada pengusaha itu pedagang dan sebagainya ya itu juga dalam hukum juga ada. Samia 00:37:20 Kalau ustadz, ustadzah juga itu termasuk dosen? Apa yang berbeda dengan dengan ustadzah dengan mubalira? Narasumber 00:37:35 Yang menjadi perbedaan, kalau kita tuh memahaminya begini ya kalau di khususnya di mualimat bahwa seorang anak maupun ustadzah, semuanya memiliki kewajiban untuk berdakwah itu jadi semua harus jadi mubalik. Jadi semuanya kayak misalkan nama program kami, mau mubaligh hijrah sebenarnya kan itu menggambarkan bahwa mau jadi guru, mau jadi dokter juga, ya dokter yang mubaliknya, guru-guru yang memang mau mubalik itu jadi kan ada guru kan macam-macam guru fisika, guru bahasa dan sebagainya. Jadi semuanya memiliki kewajiban untuk menjadi mubaligh yaitu menyebarluaskan ilmu agama biasanya kan seperti itu. Jadi kita tidak mendefinisikan bahwa mubaligh itu bagian dari sebuah pekerjaan mubaligh itu adalah sebagian dari kewajiban bagi setiap muslim. Samia 00:38:55 Dan apakah di dalam kurikulum juga ada mata pelajaran juga tentang? Narasumber 00:39:00 Ada namanya ilmu komunikasi dan manajemen dakwah. Samia 00:39:10 Dan kalau dalam, ada sejarah kan itu apakah itu dibahas seperti itu. Narasumber 00:39:22 Sejarah itu macam-macam ya. Jadi sejarah Indonesia, ada yang sejarah Islam. Kemudian apakah bisa dibicarakan tentang sejarah perempuan ini kita memiliki asrama. Semua asrama itu dinamakan istri dan anak Nabi Muhammad. Jadi maka asrama kita ada 13, ada asrama Aisyah, ada asrama Siti Khadijah, ada asrama pokoknya, ada asrama Sofia, ada asrama Mariqibtiya, Aminah, Musaiba, Hafsha. Ada event dimana anak-anak itu, mereka memiliki event jadi mereka akan menjelaskan asrama dia itu siapa, itu kan Halimah itu dia siapa dia. Samia 00:40:54 Dan kalau tokoh-tokoh dari Aisyah itu juga? Narasumber 00:40:57 Nah ini gedung nih Siti Walidah, kemudian di sana itu Siti Bararah ada gedung di sana itu ada Munjiah. Munjiah itu itu kan orator perempuan itu, makanya gedung itu gedung khusus anak-anak organisasi. Samia 00:41:25 Kenapa saya tanya ini apakah itu tokoh-tokoh seperti itu sebagai model juga untuk anak-anak santri di sini? Dibangun seperti model? mereka itu bisa terinspirasi. Narasumber 00:41:35 Dibangun seperti itu. Ini tantangan buat kita ya mereka kan melihat figur jaman dulu ya. Maka kita biasanya menjelaskannya pemikirannya, bagaimana misalkan Munjiah, umur berapa kemudian bisa memimpin kongres perempuan. Samia 00:42:20 Mungkin untuk anak-anak jaman sekarang agak susah ya. Narasumber 00:42:27 Iya, dengan gambar-gambar jaman dahulu. Makanya biasanya kita melombakan dari itu dari misalkan lomba-lomba lah, lomba-lomba yang figur ya seandainya aku Munjiah. Atau kita menonton film kepada anak-anak gitu loh termasuk figur Ahmad Dahlan gitu kan tergantikan dengan figur-figur sekarang. Samia 00:43:17 Dan seperti kemarin kan hari ibu kan, apakah ada juga kegiatan? Narasumber 00:43:22 Untuk secara spesifik tidak ya, karena yang ditonjolkan kan bukan masalah kongres perempuannya itu kan peran ibunya. Jadi pemahaman anak itu ke ibu. Ada figur bahwa ibuku hebat. Tetapi bukan pada pemahaman kongres perempuannya. Ibu kan yang multitasking. Jadi kita ga hanya di event khusus ya, misalnya hari ibu kita buat apa. Samia 00:45:49 Seperti hari Kartini. Kalau hari Kartini kan pakai kebaya gitu. Kalau dalam fiqih perempuan bagaimana. Karena kan anak itu masuk umur tapi 14 tahun ya jadi sudah sebagai perempuan kan kita sudah haid bisa memahami yaitu sampai usia 17 tahun. How is divided of fiqih-fiqih perempuan? Narasumber 00:46:35 Nanti kan di materi fiqihnya kan ada banyak ya. Jadi di pertama itu solat, kemudian ada fiqih perempuan. Jadi kalau yang dasar itu biasanya ada di MTs. Fiqih zakat kemudian pernik fiqih pernikahan gitu. Samia 00:47:12 Dan biasanya itu buku-buku yang menjadi referensi apa aja yang dibagi. Narasumber 00:47:20 Iya iya memang dari dari kita sendiri, dari mualimin. Biasanya kita dengan melihat buku dari kementerian ya dan dari Kementerian Agama, cuma kan biasanya dari Kementerian Agama kan tidak lengkap karena kan kita perspektifnya Muhammadiyah nih jadi harus ditambah dengan sedikit. Samia 00:47:48 Untuk isinya berbeda dengan pesantren ya. Kan mereka itu lebih fokus kayak kitab kemudian kalau di sini, enggak semua dikit-dikit gitu mereka itu mayoritasnya kitab kuning dan itu menjadi satu satu masalah besar kan karena kitab kuning itu ada beberapa yang itu perspektif perempuan sangat old school. Tapi kalau di sini itu ya terinspirasi dari Kementerian Agama. Narasumber 00:48:25 Muhammadiyah ya, karena rujukannya kan sekolahnya harus Muhammadiyah. Kalau disini dari tarjih. Samia 00:48:35 Apakah sudah ada santri yang lulus dari sini dan habis itu duduk di tarjih? Narasumber 00:48:48 Santri dari sini di majelis tarjih. Saya sebut ada ya karena memang gini generasinya kan ada macam-macam ada yang memang duduknya di majelis tabligh, ada yang duduknya ada di majelis pembinaan kader gitu ya. Jadi nah di Muhammadiyah itu kan ada ada yang misalkan dari ada yang memang jadi di sini jadi dari mualimah itu ada sekolah namanya sekolah ulama tarjih. Nah itu memang memang walaupun dari berbagai macam ya tetapi ada. Samia 00:49:25 Itu untuk mualimat dan mualimin bisa diakses? Narasumber 00:49:30 Iya ataupun untuk luar keluar pondok-pondok Muhammadiyah di luar. Tiga tahun, tapi nanti ditambah langsung ke lanjut ke Universitas Muhammadiyah, jadi mereka dapat S1 habis itu lanjut. Samia 00:49:50 Apa yang berbeda antara mualimat dan sekolah ulama tarjih? Narasumber 00:49:54 Kan mereka lanjutan lanjutan di atasnya kita jadi lebih spesifik. Fiqihnya lebih banyak tarjihnya lebih banyak. Samia 00:50:05 Kalau ibu sendiri dulu lulusan dari mualimat? Narasumber 00:50:10 Tidak. Jadi saya dari sekolah government biasa, tapi saya aktif di Muhammadiyah, Dulu IMM, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, bawahnya ikatan remaja Muhammadiyah, kalau Ikatan Pelajar Muhammadiyah dari organisasi Muhammadiyah kemudian ada di Aisyiyah. Samia 00:50:35 Apa yang membuat ibu semangat terlibat di Muhammadiyah? Narasumber 00:50:43 Ya setiap penelitian begini, saya kan sering diteliti begini ya kasusnya sama tentang perempuan yang menarik di mualimat itu adalah saya merasa begini kan sekolah perempuan basisnya perempuan semua gitu ya. Dan saya merasa di sini tidak perempuan yang di inferiorkan gitu, tapi memang diciptakan itu ini sekolah perempuan yang memang dimajukan kalau sepanjang sepemahaman saya ketika di beberapa pesantren itu kan cenderung perempuan agak di mundur ya, gitu ya sebagian gitu ya pokoknya di belakang atau ya kamu sebagai tambahan tapi kalau di sini rasa itu justru dikader untuk maju kayak gitu. Samia 00:51:30 Dan menurut ibu itu faktor yang membuat ini berbeda? Narasumber 00:51:35 Karena Muhammadiyah butuh. Karena dalam sejarahnya perempuan-perempuan Muhammadiyah kan semuanya aktif, semuanya aktif dalam sejarahnya itu kan semuanya memiliki peran dalam negara sehingga mungkin berpikirnya ini harus generasi penerusnya gitu ya, dan di Aisyiyah pun seperti itu yang dibangun gitu loh, bahwa perempuan harus memiliki peran aktif baik dalam agama masyarakat ataupun bangsa, sehingga mereka harus punya kader. Saya merasa begitu ya bahwa mualimat itu tidak untuk menjadi mundur, tetapi menjadi perempuan yang maju akan progresif gitu ya, sehingga itu. Yang kedua ketika bicara di mualimat itu karena perempuan semua saya seperti mencerdaskan kaum saya sendiri. Jadi kayak ada yang semangat itu karena kaum saya sendiri loh yang saya cerdaskan gitu ya di tengah banyak perempuan-perempuan yang kadang banyak tertindas dengan kasus-kasus pelecehan, ketika hamil duluan korbannya juga perempuan juga siapa yang ngurus anaknya kan perempuan juga gitu jadi kadang itu kayak ada semangat, ih kamu nggak boleh jangan sampai kena kayak gitu deh, jadi kamu harus mandiri, kamu punya daya tawar punya daya tawar terhadap yang lain lebih tinggi jadi pemahaman keilmuan juga gitu ya, semangat begitunya. Samia 00:53:18 Ibu kuliah dimana? Narasumber 00:53:20 Di Ahmad Dahlan, kemudian di UNY manajemen Pendidikan. Tapi karena organisasinya bener, banyak organisasi ini ya dulu kan di ketua imawati. Ketua Imawati waktu itu hanya ketua khusus divisi perempuan ini beberapa kali berikut gabung beberapa LSM, apa tuh kajian-kajiannya ketika masuk di mualimat asik. Pemimpin Putri islam itu saya rasa ketika bicara pemimpin nggak ada pemimpin di belakang. Oh ini yang diinginkan mualimat, tidak harus memiliki jabatan, tapi dia harus mampu mengkoordinir, harus mampu membuat inovasi gitu ya seperti itu makanya di mualimat kegiatan organisasi anak-anak itu sangat dikembangkan sangat dikembangkan sehingga setiap malam libur gitu ya semakin banyak kegiatan. Samia 00:55:00 Kalau Sabtu Minggu ada kegiatan juga? Narasumber 00:55:04 Sabtu Minggu kan kita tidak libur, liburnya Jumat. Beberapa problem asli gini kan gurunya juga banyaknya perempuan atau laki-lakinya juga ada. Perempuannya banyak perempuan yang produktif masih hamil masih menyusui, ada beberapa toleransi yang harus kita berikan karena kita sekolah perempuan gitu ya, mereka punya anak-anak juga gitu anaknya dia sendiri itu bukan hal yang mudah bagi kami, misalkan menyusui nih, mereka kan juga harus pumping yang istilahnya menyimpan ASI dan sebagainya gitu biasanya mereka akan ada di UKS unit kesehatan sekolah, tapi itu secara khusus itu tidak kita bunyikan. Kita mau kerjasama dengan candy garden sebelah sini taman pendidikan. Ketika bapak ibu membawa putri-putrinya mereka bisa kesana gitu, mau bekerjasama karena semakin produktif kalau dulu tidak begitu banyak karena dulu anaknya sudah pada berhentilah, kalau sekarang banyak yang muda gurunya. Samia 00:56:58 Dan guru-guru disini ada juga yang lulus dari mualimat? Narasumber 00:57:00 Banyak. Samia 00:57:20 Dan ada berapa banyak mualimat di wilayah ini? Narasumber 00:57:26 Satu. Karena kan ini di bawah pimpinan pusat jadi satu. Tapi kalau mungkin nama mungkin ada yang bisa sama ya tapi kita tidak seperti Gontor, satu dua tiga. Kadang Gontor putri nitipin lulusannya di sini. Samia 00:58:04 Oh oke. Jadi satu ada berapa santri di sini? Narasumber 00:58:07 1235 mungkin ya sekarang oke dan itu datang dari berbagai macam provinsi. Samia 00:58:20 Itu juga bisa menjadi satu kesempatan untuk belajar ya untuk untuk santri di sini kan karena pasti itu datang dengan budaya berbeda. Tapi sudah 1 tahun ibu disini? Narasumber 00:58:50 Lebih, sudah 15 tahun bekerja. Samia 00:59:00 Apakah ibu melihat ada some change dalam mungkin? What kind of fenomena yang baru atau? Narasumber 00:59:30 Fenomena yang baru tidak signifikan Ya maksudnya kalau dari sisi keaktifan perempuannya tetap aktif makanya kan ada beberapa alumni karena ini kan usianya sudah cukup lama ya karena kita ada pertemuan alumni. Mereka selalu bilang bahwa saya diajarkan kepemimpinan di mualimat dan keagamaan. Karena taglinenya Putri Islam, ada Islamnya mungkin agamanya itu yang yang berubah adalah yang tadi saya bilang kita harus berubah dengan kurikulum cambridgenya yang kita harus berubah dengan kurikulum digitalnya itu perubahannya di situ kalau dulu mungkin ya cuma menulis saja sekarang anak computer Samia 01:00:30 Tapi itu kan dunia digital ya, saya bilangin itu membawa masalah-masalah juga yang baru. Digital itu kita kasih HP anak-anak di sini itu ya bisa ada dia dm yang dari laki-laki apa pesan-pesan yang. Narasumber 01:01:00 Itu jelas ya. Jadi kita itu kan memang memberikan jadi memberikan, misalnya selama pandemi kan memang kita dipaksa ya untuk digital, tapi manajemen anak menggunakan HP itu memang kalau secara umum kita kan aturannya memang nggak belum boleh. Jadi tapi di asrama ada HP, karena untuk komunikasi dengan orang tua. Tapi secara umum kan memang harus dimanage karena mereka masih kecil untuk siswi yang sudah tingkat terakhir itu boleh pegang laptop. Tentu otomatis kan dia akan tahu ya kita merasa bahwa mereka yang sudah akhir mau lulus ini harus paham dunia di luar bagaimana, ada kesulitan bagaimana memanajemen laptop dan sebagainya itu tapi punya waktu punya timing. Kapan mereka pakai dan kapan mereka tidak pakai ada yang masih bermasalah ada masa masih harus kita kontrol kita. Sadarkan itu ya juga ada, tapi kita memang bekeli anak-anak yang memang sudah mau lulus, kenapa diizinkan selain masalah ujian-ujian yang sudah melalui digital gitu ya dari negara dan dari lembaga-lembaga yang lain tetapi juga untuk mereka punya wawasan yang luas gitu karena mereka mau lulus kan, udah mau selesai dari mualimat, belum lagi kalau mereka searching ke perguruan tinggi luar negeri. Samia 01:02:35 Disini asramanya disini semua. Narasumber 01:02:40 Ada di Kauman. Samia 01:02:42 Jadi mereka boleh keluar dari pesantren? Narasumber 01:02:46 Boleh, karena memang untuk menuju ke asramanya saja dia harus menyeberang jalan, itu kan ada asrama Tahfidz nyebrang. Jadi nah ini yang menjadi unik ya kalau di beberapa pondok pesantren itu kan satu kompor. Nah kalau di kita nggak, ini sekolah ini di sini ada asrama, di situ ada asrama, itu ada rumah penduduk ada rumah penduduk ada asramanya gitu. Itu menjadi keunikan tersendiri ya supaya kita tinggal mengambil positif dan negatifnya. Secara negatifnya mungkin kita tantangannya lebih berat karena anak-anak itu kan bisa kemana saja dan bisa menangkap apa saja gitu ya, tetapi positifnya adalah anak kita itu apa namanya pengalamannya lebih luas Ada beberapa orang tua yang kadang shock di awalnya nonton misalkan anak saya ke Malioboro ke mall, bagi sebagian orang tua nanti kalau mereka gimana-gimana melihat ini melihat itu bagaimana begitu ya itu kan kekhawatiran mereka ya apalagi kita dekat dengan kota kan pusatnya Jogjakarta deket banget ada satu, ada kekhawatiran dari orang tua beberapa orang tua gitu, tapi bagi kami bagi kami ini adalah proses pembelajaran dia akan dia lihat dan dalam kenyataan kehidupan dia akan melihat itu bagaimana bekal yang ada di dalam itu. Nah itulah ada nilai-nilai yang ditanamkan di asrama, kenapa harus dikontrol kalau misalkan boleh keluar itu berapa dan kenapa dan kenapa biasanya begitu. kalau kekhawatiran banyak yang Kadang khawatir mereka tapi kan kita punya aturan main juga kan, misalkan pulang nggak boleh, kalau kita kan sekolahnya dari jam 7 sampai jam 3, jam 15.00 kan jam 3 sore, kemudian ada ekstrakurikuler sampai jam 5. Jadikan waktu untuk keluar itu sempit habis itu magrib. Bada magrib itu ada pembelajaran, pembelajaran itu dari mengaji baca Alquran, Tahfidz terus kemudian speech ada Bahasa. Karena pada speech ini ya speech ini kan jadi ini juga menjadi bagian yang memang harus dilakukan oleh semua anak. Leadership juga semacam seperti itu jadi nanti sampai isya sampai setelah isya dan mereka belajar mandiri, belajar sendiri-sendiri nanti bangun jam 3 jam setengah empat nanti untuk tahajud dan sebagainya ya ibadah ya ibadah sampai pagi. Samia 01:06:05 Kalau mau keluar hari Jumat aja ya? Narasumber 01:06:08 Iya hari Jumat. Itu pun kalau kadang masih ada kontrol ya masih kadang dikontrol Kalau nggak ya kalau ada pelanggaran ya mereka akan di pemahaman dipanggil untuk dipahami. Samia 01:06:25 Yang khas itu disini diajarin untuk memimpin. Jadi apa ilmu pengetahuan Islam itu ada of course tapi the follow bagaimana itu dengan ilmu ini bisa mencuci memiliki yang bagus karena itu yang dalam masyarakat. Narasumber 01:06:55 Mau jadi hanya ibu rumah tangga pun harus mampu memimpin, terus memanage anak-anaknya. Jadi kemampuan leadership itu bagi-bagi kita itu kayak faktor utama yang untuk menjadi leader sih menjadi leader juga harus memiliki ilmu jadi walaupun apapun nanti jabatannya dia tidak bekerja sebagai hanya house wife saja itu harus mampu dia memimpin gitu kan mengatur seperti ini suaminya bekerja saya harus manage terus. Samia 01:07:30 Pesantren seperti Gontor, apa yang berbeda dengan mualimat? Narasumber 01:07:40 Salah satu putrinya pendiri Gontor itu dulu disini. Secara kultural kita memiliki kedekatan ini ya apa yang menjadi berbeda kalau di Gontor itu kan memang bahasa yang paling sangat menonjol Jadi mereka bahasa Inggris sama bahasa Arab. kemudian sistem pengasuhan tidak berbeda, kalau disini ada instruksi tidak memakai kekerasan kekerasan. Jadi dalam educationnya itu tidak boleh memukul tidak boleh olahraga kemudian pakai sajadah, tapi di sana kalau di sana kan militer ya kalau persepsi saya, walaupun tidak ini ya saya tidak bisa katakan itu juga ya, nanti salah karena saya bukan orang Gontor ya. Misalkan ada anak bersalah misalkan itu kan kalau mereka kan di berdiri duduk di depan kalau di kita kan tidak, misalkan ada anak telat beberapa kali ini, telat beberapa kali lebih tradisional tapi kalau di mualimat yang jelas itu lebih kepada penyadaran terus friendly ya lebih kepada friendly itu pengasuhannya, pola pengasuhannya itu demokratis memang kalau di sini tuh hampir semua, untuk guru anak ataupun muslifah ketika anaknya bersalah tidak ada yang membentak. Semuanya misalkan kalau kamu salah sampai harus menandatangani salah ya karena kamu sadar itu salah dan kamu kenapa menandatangani berarti kamu ngerti bahwa kamu salah dan kita ajarkan juga konsekuensi dari setiap kesalahan akan memiliki konsekuensi. Samia 01:10:45 Seperti dewasa ke dewasa, berdiskusi ya. Yang saya lihat mirip sedikit dengan pesantren di Sumatra. Narasumber 01:11:35 Karena saya merasa juga begitu misalnya kayak gini kerudung di mualimat itu ada salah satu kerudungnya itu ala Minangkabau. Saya lagi penasaran gimana ya nanti kalau ada anak di sini,, saya lagi penasaran itu ada sejarah apa nih kerudung kalau zamannya Ahmad dan yang kayak Ahmad ada kayak sedikit caranya dan seperti ini tapi biasa aja udah ada yang pasti kayak gitu tapi mungkin setiap harinyakan ada yang berbeda harinya ada yang berbeda karena saya pernah lihat juga itu Samia 01:12:55 Agak sama itu, for me itu kalau di sana itu benar-benar anak-anak itu didukung untuk menjadi pemimpin juga, tapi in innnovation, in economy banyak juga apa latihan untuk berpidato dididik untuk masa sekarang gitu maksud saya itu masa sekarang kita butuh perempuan yang pemimpin dalam itu, kalian harus mampu gitu. Narasumber 01:13:34 Makanya kalau di asrama itu salah satu kita berpikir itu penting di sini, kayaknya itu kejadian di mubaligh selalu menarik misalkan pada saat ada Gunung Merapi Meletus. Dulu kan ada Gunung Merapi meletus ya ini kan kita mau balik kita di shelter tidak ada laki-laki, tidak ada laki-laki yang bisa menjadi imam shalat, tapi yang bisa ngimam itu kan perempuan nih anak-anak konfirmasi ke saya ini gimana ada bapak-bapak, tapi bapak-bapaknya nggak bisa sedangkan kami bisa menjadi imam solat. Samia 01:14:55 Seperti itu kerudungnya. Narasumber 01:15:00 Saya bicara mungkin ini mungkin apakah saya belum sejarawan apakah karena dianggap kerudung Minangkabau itu yang dalam persepsinya itu yang ideal. Kita ga pernah berdiri di sana. Samia 01:15:30 Saya walaupun dekat dengan beberapa tokoh Muhammadiyah, saya mau mandiri. Narasumber 01:16:00 Sama-sama merujuk kepada pemimpin Putri Samia 01:16:10 Itu bisa juga hipotesis. Narasumber 01:16:15 Perempuan-perempuan Aceh memang begitu, selalu perang, jadi secara secara kultur mereka memang memiliki ibu-ibu yang memang bergerak di lapangan. Nah kalau di Muhammadiyah saya rasa kalau sejarah sejarawan Muhammadiyah itu rata- rata adalah pemikir ya, jadi semuanya kan kongres pemikir perempuan itu jadi turun lapangan . Samia 01:17:00 Contohnya di sana ada ada waktu itu, anak-anak itu bikin robot yang bisa apa, kalau ada satu santri yang sakit robotnya itu bisa kayak kemari kesana dan rata-rata yang lulus dari pesantren itu ya kebanyakan juga kan seperti yang penerus. Lebih ke ya kita butuh apa aja masyarakat ini kita membangun generasi yang yang bisa memimpin menjadi leader. Narasumber 01:18:15 Kalau di Malaysia adalah ada juga di Malaysia namanya Science Girl School. Samia 01:18:40 Dan juga mereka banyak kirim santri ke luar negeri. Mereka itu ada kelas bahasa Jepang, Belanda, Jerman. Kalau ibu mau ada beberapa data lumayan dekat pemikir walaupun tidak dari Muhammadiyah, tapi kan dalam proses apa yang sama apanya yang berbeda biar kita bisa apa melihat seperti itu. Mungkin gitu satu juga masalah yang saya melihat itu banyak yang meneliti tentang perempuan itu di islam itu, apalagi yang dari luar negeri yang dari luar negeri itu rata-rata fokusnya itu kayak NU. Sehingga dapatnya informasi satu sisi dan dibahas tradisionalnya tradisional dan yang apa lebih ya kayak gitu. Tapi kan itu juga satu minoritas karena kalau dari sejarahnya mungkin itu kita yakin apa itu pesantren dunia putra putri di Padang Panjang gitu sama, karena sama aja itu sejarahnya itu panjang kan itu di diri itu. Karena itu belum jadi lebih ke sejarah mungkin kalau dalam perspektif sejarahnya di, apakah mungkin Ibu ada referensi buku atau dokumen-dokumen dari sini yang bisa membantu saya? Narasumber 01:21:39 Sebenarnya di tempatnya suaminya Bu Hajar juga ada itu, kayak ensiklopedia Muhammadiyah, ada yang terbaru soalnya.