Anda di halaman 1dari 3

Perempuan, Berkarir dan Berpendidikan

Aku sepakat bahwa berkarir adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan. Utamanya, aku lebih
senang menyebutnya sebagai pekerjaan kehidupan yang menyenangkan. Harus menyenangkan karena
kalau tidak, bisa-bisa kita tidak bahagia. Bayangkan kalau teman hidupmu adalah sosok yang tidak
membuatmu bahagia, pagi, siang, malam ketemu dia dan kita mendadak pengen melarikan diri dari
bumi saking ilfeelnya. Anggap saja pekerjaan itu seperti teman hidup. Ya walaupun lebih rumit resign
bersama teman hidup dibandingkan resign dari pekerjaan lalu cari kerja lagi. (Hihi, secara tidak langsung
jomblo bias disamakan dengan pengangguran).

Itulah kenapa kalau menentukan taraf bahagia jangan terlalu tinggi-tinggi amat. Titik kepuasan
itu saru, tak dapat kita cari sampai selesai dimana titik kejenuhan itu tiba. Itulah hakikatnya manusia,
tumbuh bersama ketidakpuasannya akan banyak hal. Terkecuali untuk mereka yang tak pernah berhenti
bersyukur. Menyederhanakan segala bentuk kemewahan yang mereka ciptakan dalam angan. Ada yang
terjebak, terlupa, tapi banyak yang tersadar karena tersentuh oleh nuraninya sendiri. Kuharap, kita pun
begitu. Menerima apa-apa yang sudah ditakdirkan Tuhan. Mengubah apa yang masih bias diubah dan
sungguh tak perlu repot-repot memaksakan segala hal yang memang tak bias diubah. Tak perlulah
punya banyak hal, menjawab seluruh ingin, sungguh itu tak perlu. Yang kita perlukan hanya berbagi
banyak sekali, menaklukan keserakahan kita agar tak terlalu banyak memberimakan ego.

Lalu kemudian….

Apa pencapaian terbesar dalam hidupmu sebagai seorang perempuan? Apakah berpendidikan
hanya sebuah jalan untuk mencapai karirmu? Atau hanya sekedar peraih gelar agar namamu lebih
bermartabat di mata seluruh penduduk bumi? Lebih jauh lagi, apakah sebetulnya orientasimu dalam
berkarir adalah alat untuk mencapai kesetaraan gender agar kehormatanmu sebagai wanita tidak lagi
diinjak-injak seenaknya oleh kaum lelaki?

Ah, kurasa bukan itu pertanyaan yang tepat. Juga tidak ada jawaban yang epic untuk
menyelesaikannya.Terlalu membawa propaganda☹

Pencapaian seorang perempuan bukan hanya sebatas perkara menghidupi dan dihidupi.
Berkarir adalah sebuah kesepakatanmu dengan dirimu sendiri bersama berbagai alasan yang terlalu
pribadi untuk digeneralkan dengan banyak manusia di muka bumi ini. Bukan tentang prestise, alat, atau
apalah itu yang terlalu melibatkan derajat diri. Sungguh bukan itu lagi letak terpenting dari definisi
perempuan dan karirnya menurutku. Silahkan setuju atau menentangku, tapi beginilah adanya
kemerdekaan berfikirdi jalanku~

Lalu apa pertanyaan yang paling tepat yang patut dipertanyakan kepada para perempuan dan
dunia perkarirannya?

Pertanyaannya adalah….

Apa hakikat berkarir bagi seorang perempuan?

Buatku, berkarir adalah sebuah pilihan. Pilihan yang tidak perlu dicampur-urusi dengan berbagai
paradoks yang seolah menciderai hakikat di baliknya. Yasudahlah, jangan salahkan perempuan-
perempuan yang asik di dapur, ngurusin anak, bersama kegiatan kerumahtanggaannya yang tidak
pernah selesai, sepagi apapun mereka memulai aktivitas. Kelompok perempuan yang terlalu larut dalam
kesibukan pekerjaan, jarang kumpul bersama keluarga dan hinggap di rumah, tapi sekalinya ngajakin
liburan bisa keliling Eropa. Perempuan-perempuan yang aktif dalam kegiatan sosialnya, asik
memperjuangkan hak-hak orang lain meski sering lupa soal hak keluarga di rumah yang terlewatkan.
Atau bahkan perempuan-perempuan yang memilih untuk memberikan sumbangsih terbesarnya kepada
umat, mengabdikan seluruh hal miliknya sebagai lading sedekah. Sungguh, seluruh pilihan hidup
seorang perempuan ada di atas otoritasnya sendiri.

Berkarir menurutku adalah sebuah upaya membentuk kemandirian seorang perempuan.


Perempuan yang berani mandiri secara finansial, berpenghasilan, berpendirian, punya etos kerja yang
baik kurasa adalah perempuan-perempuan yang hebat. Mengerti sebuah nilai-nilai profesionalitas,
kerjasama, dan dunia perkariran yang identik dengan wawasan yang luas.

Kan menarik sekali kalau dalam hidup yang Cuma sekali ini kita dapat sisakan jejak pengalaman
mengabdi pada banyak hal lewat jenjang perkariran. Apalagi kalau dunia perkariran itu dapat mengubah
banyak hal, memperbaiki masa depan orang lain, hingga yang terpenting adalah ada yang berubah
menjadi lebih baik karenanya.

Berkarir menurutku tidak sebatas cari penghasilan. Yang lebih penting dari itu, kita mencintai
pekerjaan tersebut. Ada hobi yang berhasil tersalurkan. Ada harga dari sebuah apresiasi diri yang
akhirnya tercapai sesaat setelah kita dapat melakukan sebuah kebermanfaatan yang menyenangkan.

Tapi tetap ingat…..

Mau sehebat apapun karir seorang perempuan. Mau setinggi apapun jenjang pendidikannya.
Seluar biasa apapun pengalaman dan perjalanannya, tetap saja seorang perempuan adalah perempuan.
Perempuan yang tetap hidup melekat bersama kodratnya, membebaskan pikirannya tapi tidak berarti
melupakan hal-hal paling esensial dalam hidupnya.

Perempuan dan karirnya adalah pilihan, bukan kewajiban.

Ketika perempuan memutuskan untuk berkarir, tentunya bukan hal yang jauh jika kita juga
memperbincangkan mengenai perempuan dan pendidikan. Perempuan dan pendidikan layaknya
tanaman dan tanah; tumbuh. Melihat kondisi saat ini, tampaknya kekhawatiran Ibu Kartini mengenai
masa gelap kaumnya sudah sedikit sirna. Sudah banyak perempuan Indonesia yang saat ini bisa dengan
bebas menuntut ilmu kemanapun dia ingin. Sudah banyak perempuan Indonesia masa kini yang aware
terhadap betapa pentingnya pendidikan. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak wanita indonesia yang
memiliki tambahan gelar sarjana, master, doktor hingga profesor pada namanya. Ibu Kartini sudah bisa
tersenyum bukan?

Tapi tampaknya wanita dan pendidikan selalu memiliki pertanyaan yang tak pernah lekang oleh
zaman. “Apa pentingnya sih wanita sekolah tinggi tapi berakhir di dapur juga?” Pertanyaan sederhana
yang membutuhkan penjelasan yang tidak sederhana. Well, kita akan sangat amat senang membahas
ini. Wanita tak semata-mata tentang dapur, kasur dan sumur akan tetapi lebih dari itu. Menurut
pemikiran saya, perempuan sangat dianjurkan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Kenapa?
Sederhananya karena perempuan merupakan sekolah pertama bagi anak, yang notabenenya penerus
bangsa. Mungkin terdengar naif, tapi yaa itu faktanya. Untuk mendidik anak maka perempuan harus
memiliki modal yang cukup, senjata yang apik disebut pendidikan.

Perlu digarisbawahi bahwa perempuan mengenyam pendidikan bukan untuk menandingi kaum
lelaki. Bukan lelaki yang kita lawan tapi pemikiran kolot serta adat-adat yang membuat perempuan
kehilangan nilainya. Memang tak dipungkiri bahwa tidak sedikit perempuan yang takut untuk
melanjutkan pendidikan tingginya dengan alasan “laki-laki akan minder”, “nanti tidak ada laki-laki yang
mau sama saya”, “nanti saya jadi perawan tua”, nanti ini nanti itu yang sebenarnya merupakan kata-kata
yang dibuat untuk menakuti kaum perempuan. Tiba-tiba jadi curiga kalo kata-kata itu semua diciptakan
oleh laki-laki eh wkwk gak deng becanda.

Menurut kita sih sebagai perempuan yang mengenyam pendidikan, kata-kata itu hanya omong
kosong belaka. My dear, jika laki-laki minder dengan derajat pendidikanmu, trust me he’s not the best
for you. Cari laki-laki lain saja yang menerima pendidikanmu. Bisa dibayangkan dong kalo sama
pendidikanmu saja dia minder lalu bagaimana dia bisa menempatkan diri untuk menjadi imammu?

Perempuan berpendidikan itu sudah seharusnya, perempuan yang dikenal dengan makhluk
yang lemah ini sudah sepantasnya dikuatkan dengan pengetahuan. Perempuan seperti kita ini harus
memiliki nilai, ya walaupun kita semua tahu tidak sedikit kaum lelaki bahkan kaum perempuanpun ikut
merendahkan nilai-nilai diri kita. Jangan ragu untuk meningkatkan kualitas diri kita, jangan takut untuk
mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Oh iya mau bilang juga, gak usah dengerin omongan orang
yang bisanya membuat kamu ragu sama diri kamu sendiri. Kamu hanya cukup percaya sama diri kamu
sendiri.

Berkarir maupun berpendidikan itu sebenarnya hanya hal-hal yang membuat kami para
perempuan menghargai apa yang sudah Tuhan anugrahi. Tujuan kami jelas, untuk meningkatkan nilai
diri bukan untuk menandingi kaum lelaki. Harapan kami mulia, mempersiapkan generasi negeri ini agar
menjadi orang baik. Hidup di bumi ini cuma sekali, masa iya mau disia-siakan hanya karena omongan
orang, pemikiran kolot dan adat istiadat yang sama sekali tidak berpihak? Silahkan direnungkan kembali
para perempuanku.

Anda mungkin juga menyukai