Disusun oleh:
Nama : Berliana Kartikasari
NIM : P27224022006
Kelas : Profesi Kebidanan
LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
Nama : Berliana Kartikasari
NIM : P27224022006
Kelas : Profesi Kebidanan
Disetujui:
Pembimbing Lapangan
Tanggal :
Di :
(Rini Utami, S.ST.,Bdn)
NIP. 197105151993012002
Pembimbing Institusi
Tanggal :
Di :
(Ari Kurniarum, SSiT.,M.Kes)
NIP. 19750111 20011 2 001
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
Nama Pasien : Ny. A Nama Suami : Tn.S
Umur : 24 tahun Umur : 28 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Macanan
2. Keluhan utama ibu : Ibu mengatakan baru saja melahirkan tanggal 8 September
2020 . Ibu ingin konsultasi KB yang dapat digunakan pasca melahirkan.
3. Riwayat perkawinan
a. Status perkawinan : menikah
b. Suami ke- :1
c. Usia saat kawin : 23 tahun
d. Lama perkawinan : 3 tahun
4. Data Kebidanan
a. Riwayat Menstruasi : Ibu mengatakan bahwa ibu pertama kali menstruasi
saat kelas 6 SD (± 12 tahun). Biasanya ibu mengalami menstruasi selama 7
hari. Dalam 1 bulan ibu menstruasi sekali, secara teratur. Jenis darah yang
biasa keluar adalah kental dan terdapat gumpalan pada hari pertama sampai
hari kedua, lalu mulai mengencer saat hari ketiga hingga selesai. Ibu biasa
ganti pembalut sebanyak 3 sampai 4 kali per hari saat menstruasi. Ibu tidak
memiliki keluhan lainnya tentang menstruasinya.
b. Riwayat Obstetri :
Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang Lalu
109
No Kehamilan UK Th. Jenis Tempat Penolong Penyulit
Partus Partus Partus
1. I (abortus) 3 mgg 2016 Kuretase RS Dokter BO
2. II 37 mgg 2020 Spontan BPM Bidan tdk ada
110
6) Hipertensi : ibu mengatakan tidak pernah hasil tensinya lebih dari
140/90 mmHg dan tidak pernah merasakan pegal-pegal pada
tengkuknya.
7) Epilepsi : ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit ayan atau
kejang yang disertai pengeluaran air liur berbusa dari mulut.
a) Lain-lain : Ibu mengatakan selama ini tidak pernah menderita
penyakit hubungan seksual, infeksi saluran genetalia,
b) Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu mengatakan bahwa dari
keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti jantung, diabetes,
maupun hipertensi, penyakit menular seperti hepatitis, TBC, serta
penyakit serius lainnya.
8) Data Kebiasaan Sehari-hari
Kebutuhan Keterangan Keluhan
Nutrisi :
Makan Ibu memiliki kebiasaan makan
3 kali sehari dengan porsi
makan ½ piring nasi, lauk, dan
sayur. Jenis makanan yang
dikonsumsi dalam 1 hari biasa
Tidak ada
sama (ibu biasa memasak sekali
sehari). Untuk konsumsi buah,
ibu terbilang jarang
mengkonsumsi buah. Ibu tidak
memiliki alergi terhadap jenis
makanan apapun
Minum Konsumsi air putih ibu sehari
hanya 4-5 gelas, ibu rutin
mengkonsumsi teh setiap pagi.
Eliminasi:
BAK Ibu biasa BAK 5-7 kali per hari
dengan warna kuning khas
Tidak ada keluhan
urine dan bau khas urine.
BAB Ibu biasa BAB 1 hari sekali,
konsistensi padat lunak.
111
Istirahat:
Tidur malam Ibu biasa tidur ± 5 jam, Ibu merasa kurang
Tidur siang Ibu tidak terbiasa tidur siang. tidur dan sering
Biasanya ibu tidur siang jika mengantuk pada
benar-benar kelelahan saja. siang hari
Personal hygiene: Ibu mandi sebanyak 2 kali per
hari, keramas 2 hari sekali,
Tidak ada keluhan
gosok gigi setiap mandi, dang
anti baju 1 – 2 kali per hari.
Aktifitas Ibu merupakan ibu rumah
tangga yang memiliki jam kerja
8 jam per hari. Selepas bekerja
ibu melakukan aktifitas sebagai
ibu rumah tangga,
B. DATA OBYEKTIF
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis
b) Vital sign : TD : 110/70 mmHg S : 367 C
N : 80 x/ menit R : 22 x/ mnt
c) Tinggi badan : 157 cm
d) Berat badan : 63 kg
2) Pemeriksaan Fisik Sistematis
a) Kepala
112
Rambut : hitam, tidak ada ketombe, tidak ada allopesia
Muka : tidak oedem, tidak pucat
Mata : conjungtiva merah muda, sklera putih
Hidung : tidak ada polip, tidak mengeluarkan sekret
Telinga : simetris, tidak ada serumen
Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada caries dentis, gusi merah muda
dan tidak berdarah
b) Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar gondok atau pun kelenjar
limfe.
c) Dada dan Axilla : Mammae dan axilla simetris, tidak teraba benjolan.
ASI lancar. Putting Menonjol
d) Punggung : Normal, tidak tampak tanda-tanda abnormal.
e) Abdomen : Tidak tampak luka pada bagian abdomen ibu, tidak ada
benjolan abnormal ataupun nyeri tekan. Involusi uterus tidak teraba
f) Anogenital
(1) Vulva vagina
Varises : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Nyeri : tidak ada
Kelenjar bartolini : tidak terdapat massa
PPV :lochea rubra
(2) Anus : tidak terdapat hemoroid
(3) Terdapat luka jahit perineum, dalam keadaan bersih, terjahit
secara jelujur
g) Ekstremitas : Tidak tampak varises maupun oedema pada ekstremitas
atas dan bawah
C. ANALISA DATA
1. Diagnosa Kebidanan
Ny. A umur 24 tahun P2A1 post partum hari ke 35 akseptor KB MAL
2. Masalah
Ibu belum mengetahui KB yang dapat digunakan setelah melahirkan atau
pada masa nifas.
113
Suami mempunyai kebiasaan merokok
Ibu kurang istirahat
D. PENATALAKSANAAN
1. Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
serta kondisi ibu saat ini.
Rasionalisasi : Asuhan nifas menghargai hak ibu nifas untuk berpartisipasi
dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan
masa nifasnya. Seorang tenaga kesehatan tidak mungkin akan terus menerus
mendampingi dan merawat ibu nifas, karenanya ibu perlu mendapatkan
informasi dan pengalaman yang berhubungan dengan masa nifasnya agar
dapat merawat dirinya dengan benar. (Kuswanti, 2014)
Hasil : Ibu dan sudah mengetahui hasil peeriksaan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
2. Memberikan informasi tentang alat kontrasepsi dan jenis-jenis alat
kontrasepsi secara menyeluruh yakni :
a) Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen
(Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur
oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang
telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).
b) Tujuan KB
Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara
pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati,
2013).
Tujuan program KB lainnya yaitu untuk menurunkan angka kelahiran
yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka diadakan
kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda,
dan menghentikan) maksud dari kebijakaan tersebut yaitu untuk
menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak
114
kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua (Hartanto,
2002).
c) Jenis – Jenis Kontrasepsi
(1) Metode Kontrasepsi Sederhana
Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan
alat. Metode kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe
Laktasi (MAL), Couitus Interuptus, Metode Kalender, Metode
Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu
perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan metode
kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup
serviks dan spermisida (Handayani, 2010).
(2) Metode Kontrasepsi Hormonal
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu
kombinasi (mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik)
dan yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal
kombinasi terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan
kontrasepsi hormon yang berisi progesteron terdapat pada pil, suntik
dan implant (Handayani, 2010).
(3) Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu
AKDR yang mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan
yang tidak mengandung hormon (Handayani, 2010). AKDR yang
mengandung hormon Progesterone atau Leuonorgestrel yaitu
Progestasert (Alza-T dengan daya kerja 1 tahun, LNG-20
mengandung Leuonorgestrel (Hartanto, 2002).
(4) Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode
Operatif Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP). MOW
sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip metode ini adalah
memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopii sehingga
mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP
sering dikenal dengan nama vasektomi, vasektomi yaitu memotong
atau mengikat saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak
dapat keluar atau ejakulasi (Handayani, 2010).
115
Rasionalisasi : Tujuan penyuluhan tentang alat kontrasepsi adalah
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik
praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi
perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk
dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan pemahaman penggunaan alat
kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan individu (Depkes, 2007).
Hasil : Ibu sudah lebih mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Sebagai bahan evaluasi sejauh mana pemahaman ibu mengenai informasi
yang disampaikan adalah ibu mampu mengulang kembali penjelasan yang
telah disampaikan. Ibu akhirnya tertarik untuk menggunakan alat
kontrasepsi MAL.
3. Menjelaskan lebih lanjut mengenai kontrasepsi MAL
1) Pengertian MAL
MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara
eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau
minuman apapun lainnya (Setya & Sujiyatini, 2009). MAL
menggunakan praktik menyusui untuk menghambat ovulasi sehingga
berfungsi sebagai kontrasepsi. Apabila seorang wanita memiliki seorang
bayi berusia kurang dari 6 bulan dan amenore serta menyusui penuh,
kemungkinan kehamilan terjadi hanya sekitar 2%. Namun, jika tidak
menyusui penuh atau tidak amenorea, risiko kehamilan akan lebih
besar. Banyak wanita akan memilih bergantung pada metode
kontrasepsi lain seperti pil hanya progesteron serta MAL (Everett,
2007).
2) MAL dapat digunakan sebagai kontrasepsi bila :
a) Menyusui secara penuh, lebih efektif jika pemberian ASI lebih dari
8 kali per hari
b) Belum haid
c) Umur bayi kurang dari 6 bulan
(Saifuddin et al, 2006)
3) Cara Kerja MAL
Proses menyusui dapat menjadi metode kontrasepsi alami karena
hisapan bayi pada puting susu dan areola akan merangasang ujung-
ujung saraf sensorik, rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus,
hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat
116
sekresi prolaktin namun sebaliknya akan merangsang faktor-faktor
tersebut merangsang hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon
prolaktin. Hormon prolaktin akan merangsang sel–sel alveoli yang
berfungsi untuk memproduksi susu. Bersamaan dengan pembentukan
prolaktin, rangsangan yang berasal dari isapan bayi akan ada yang
dilanjutkan ke hipofise anterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin
melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat
menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadilah proses involusi.
Oksitosin yang sampai pada alveoli akan merangsang kontraksi dari sel
akan memeras ASI yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke
sistem duktulus yang selanjutnya mengalirkan melalui duktus laktiferus
masuk ke mulut bayi (Anggraini, 2010). Hipotesa lain yang
menjelaskan efek kontrasepsi pada ibu menyusui menyatakan bahwa
rangsangan syaraf dari puting susu diteruskan ke hypothalamus,
mempunyai efek merangsang pelepasan beta endropin yang akan
menekan sekresi hormon gonadotropin oleh hypothalamus. Akibatnya
adalah penurunan sekresi dari hormon Luteinizing Hormon (LH) yang
menyebabkan kegagalan ovulasi (BKKBN, 1991).
4) Keuntungan Kontrasepsi MAL
a) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan
pascapersalinan).
b) Tidak mengganggu senggama.
c) Tidak ada efek samping secara sistemik.
d) Tidak perlu pengawasan medis.
e) Tidak perlu obat atau alat.
f) Tanpa biaya.
(Handayani, 2010)
5) Ketebatasan MAL
a) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui
dalam 30 menit pasca persalinan.
b) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.
c) Efektifitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan
6 bulan.
d) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV
dan HIV/AIDS.
117
(Setya, & Sujiyatini, 2009)
6) Yang seharusnya tidak menggunakan KB MAL
a) Sudah mendapat haid setelah bersalin.
b) Tidak menyusui secara eksklusif.
c) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.
d) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam
(Setya & Sujiyatini, 2009; Saifuddin, dkk, 2006).
Rasionalisasi : Tujuan penyuluhan tentang alat kontrasepsi adalah
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek
belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku
manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih
mandiri dalam mencapai tujuan pemahaman penggunaan alat kontrasepsi
yang sesuai dengan kebutuhan individu (Depkes, 2007).
Hasil : Ibu semakin mantap untuk melakukan KB dengan MAL sampai 6
bulan kedepan.
4. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi
Rasionalisasi : Nutrisi Ibu, Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang
dalam masa menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun
jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat
gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Unsur gizi dalam 1
liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi ditambah
1 butir telur. Jadi diperlukan makanan tambahan disamping untuk keperluan
dirinya sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur
(Sulistyawati, 2009). Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi akan
sangat memengaruhi produksi ASI. Ibu menyusui harus mendapatkan
tambahan zat makanan sebesar 800 kkal yang digunakan untuk memproduksi
ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri. Pemberian ASI sangat penting karena
ASI adalah makanan utama bayi. Dengan ASI, bayi akan tumbuh sempurna
sebagai manusia yang sehat, bersifat lemah lembut, dan mempunyai IQ yang
tinggi. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung asam dekosaheksanoid
(DHA). Bayi yang diberi ASI secara bermakna akan mempunyai IQ yang
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang hanya diberi susu bubuk.
(Sulistyawati, 2009)
Hasil : Ibu bersedia untuk makan makanan bergizi selama proses menyusui
118
5. Memberikan konseling pada suami untuk tidak merokok disekitar ibu karena
dapat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi MAL akibat produksi ASI
yang lebih sedikit.
Rasionalisasi : Kerugian dari konsumsi rokok bukan hanya dirasakan oleh
perokok aktif itu sendiri, melainkan juga pada lingkungannya. Pada bayi baru
lahir, lingkungan perokok juga memberikan efek yang tidak baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alibekova dkk (2016)
lingkungan perokok secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan bayi baru lahir. Hasil dari penelitian itu menjelaskan bahwa ibu
dengan pasangan perokok biasa memiliki tingkat depresi dan kecemasan lebih
tinggi mulai dari kehamilan hingga 6 bulan kelahiran bayi (postpartum). Hal
ini disebabkan oleh gangguan neurotransmitter pada ibu dan bayi akibat
terpapar oleh asap rokok yang mengandung banyak kandungan buruk,
contohnya nikotin. Meningkatnya tingkat stress pada ibu dikarenakan
berkurangnya waktu kehadiran pasangan untuk membantu dalam mengurus
bayi (pasangan memilih menghindari ibu dan janin saat merokok). Dari rasa
depresi tersebut mengakibatkan terhambatnya hormon prolactin yang
memproduksi ASI untuk bayi, sehingga asupan ASI pada bayi dengan orang
tua perokok relative lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang orang
tuanya bukan seorang perokok.
Hasil : Suami bersedia melakukan ajuran bidan dengan tidak merokok
disekitar ibu dan bayi.
6. Motivasi ibu untuk meningkatkan personal hygienenya terutama di daerah
genetalia.
Rasionalisasi : Menurut Denise (2006), untuk menghindari infeksi perineum
perlu dilakukan perawatan vulva yang disebut vulva hygiene. Vulva hygiene
adalah membersihkan alat kelamin wanita bagian luar. Manfaat vulva hygiene
untuk menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman,
mencegah munculnya keputihan, bau tak sedap dan gatal – gatal serta
menjaga pH vagina tetap normal. Munculnya infeksi perineum dapat
merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir, infeksi tidak
hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu
sendiri baik panjang maupun kedalaman dari luka (Suwiyoga, 2004).
119
Hasil : Ibu dapat menjelaskan kembali bagaimana cara melakukan vulva
hygiene yang benar dan bersedia melakukannya dirumah.
7. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup
Rasionalisasi : Pada saat nifas, ibu dianjurkan untuk : 1) Istirahat yang
cukup untuk mengurangi kelelahan. 2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi
tidur. 3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan. Mengatur
kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada
siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam.
Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat : Mengurangi jumlah ASI.
Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan.
Depresi. (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009)
Hasil : Ibu bersedia untuk beristirahat cukup.
8. Anjurkan ibu untuk datang kembali satu minggu lagi untuk kontrol pada
tanggal 16 feb 2021 atau apabila ada keluhan.
Rasionalisasi : Pemerintah memberikan kebijakan sesuai dengan dasar
kesehatan ibu nifas, yaitu pelayanan ibu nifas mulai 6 jam sampai 42 hari
pasca bersalin oleh tenaga kesehatan paling sedikit 3 kali kunjungan masa
nifas dengan tujuan menilai kesehatan ibu dan bayi, mencegah kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu dan bayi, deteksi adanya gangguan masa
nifas, menangani masalah yang timbul pada ibu dan bayi serta
memprogramkan KB pada ibu nifas yang belum menggunakan KB. (Depkes,
2009)
Hasil : Ibu bersedia melakukan kunjungan ulang sesuai yang dijadwalkan.
120
BAB IV
PEMBAHASAN
121
Berdasarkan identifikasi beberapa masalah pada kasus Ny. A, maka untuk selanjutnya dipilih
satu permasalahan yang akan ditanggulangi. untuk itu perlu dilakukan penetapan prioritas
masalah dengan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, dan Growth), seperti
berikut:
No Masalah U S G Total
1. Belum memutuskan KB pasca 4 4 4 12
bersalin
2. Adanya perokok aktif dalam 3 3 3 9
lingkungan
3. Ibu kurang istirahat 3 3 4 11
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan prioritas masalah diatas, didapat hasil ibu belum memutuskan KB
pasca bersalin. Untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah nantinya
dapat digunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram).
122
Method Man
ed
Konseling tentang alat kontrasepsi
terkadang belum mencapai sasaran
secara menyeluruh Minimnya pengetahuan ibu tentang jenis
jenis alat kontrasepsi
Environment
4. Pemecahan Masalah
Adapun alternative pemecahan masalah tersebut adalah:
1. Memberikan ibu dan keluarga Metode Amenore Laktasi
Cara kerja dari Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah menunda
atau menekan terjadinya ovulasi. Pada saat laktasi/menyusui, hormon yang
berperan adalah prolaktin dan oksitosin. Semakin sering menyusui, maka
kadar prolaktin meningkat dan hormon gonadotrophin melepaskan hormon
penghambat (inhibitor). Hormon penghambat akan mengurangi kadar
estrogen, sehingga tidak terjadi ovulasi.
Penelitian oleh Ramos (2016) menemukan bahwa efektivitas MAL
selama amenore adalah 97% pada 12 bulan setelah melahirkan. Dimana
ibu yang menyusui secara eksklusif akan mengalami amenorrhea karena
meningkatnya kadar prolactin dalam tubuh sehingga menekan ovulasi.
Dari sampel yang diuji 86% wanita dengan metode MAL mengalami
amenorrhea pada 6 bulan pertama.
Metode Amenorea Laktasi (MAL) dapat dipakai sebagai alat
kontrasepsi, apabila Menyusui secara penuh (full breast feeding), lebih
efektif bila diberikan minimal 8 kali sehari. Belum mendapat haid dan
umur bayi kurang dari 6 bulan. Metode Amenorea Laktasi (MAL) tidak
123
direkomendasikan pada kondisi ibu yang mempunyai HIV/AIDS positif
dan TBC aktif. Namun demikian, MAL boleh digunakan dengan
pertimbangan penilaian klinis medis, tingkat keparahan kondisi ibu,
ketersediaan dan penerimaan metode kontrasepsi lain.
Pada penelitian Van der Wijden C, Manion C dalam jurnal
Lactational amenorrhoeamethod for family planning (Review) tahun 2015
mengemukakan metode MAL bisa dilakukan bila ibu memenuhi syarat
diatas, pemberian ASI eksklusif selama 1 bulan pertama dapat
meningkatkan kemudahan ibu untuk memberikan nutrisi yang cukup pada
bayi. Namun pada ibu yang sudah mendapat haid pasca nifas maka
dianjurkan untuk diimbangi metode kontrasepsi lainnya.
2. Menganjurkan suami untuk tidak merokok didalam rumah.
Kerugian dari konsumsi rokok bukan hanya dirasakan oleh perokok
aktif itu sendiri, melainkan juga pada lingkungannya. Pada bayi baru lahir,
lingkungan perokok juga memberikan efek yang tidak baik. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Alibekova dkk (2016) lingkungan perokok
secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi baru
lahir. Hasil dari penelitian itu menjelaskan bahwa ibu dengan pasangan
perokok biasa memiliki tingkat depresi dan kecemasan lebih tinggi mulai
dari kehamilan hingga 6 bulan kelahiran bayi (postpartum).
Hal ini disebabkan oleh gangguan neurotransmitter pada ibu dan bayi
akibat terpapar oleh asap rokok yang mengandung banyak kandungan
buruk, contohnya nikotin. Meningkatnya tingkat stress pada ibu
dikarenakan berkurangnya waktu kehadiran pasangan untuk membantu
dalam mengurus bayi (pasangan memilih menghindari ibu dan janin saat
merokok). Dari rasa depresi tersebut mengakibatkan terhambatnya hormon
prolactin yang memproduksi ASI untuk bayi, sehingga asupan ASI pada
bayi dengan orang tua perokok relative lebih rendah dibandingkan dengan
bayi yang orang tuanya bukan seorang perokok.
3. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup agar kebutuhan tidur ibu dapat
terpenuhi dan tidak mengganggu produksi ASI.
124
125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari pengkajian data mengenai asuhan
kebidanan Akseptor KB yaitu:
1. Berdasarkan data subjektif Asuhan Kebidanan Pada Ny.A 24 Tahun P1A0
Postpartum hari ke-35 ingin berkonsultasi mengenai KB pasca
melahirkan, ibu kurang istirahat dan terdapat kebiasaan merokok pada
suami.
2. Berdasarkan data objektif serta semua hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan keadaan umum Ny.A dalam batas normal.
3. Berdasarkan data subjektif dan data objektif asuhan utama maka diambil
diagnosa Ny. A 24 Tahun P1A0 Postpartum 35 hari akseptor KB MAL.
Masalah yang ditemukan yaitu ibu belum KB pasca melahirkan, ibu
kurang istirahat dan adanya perokok aktif (suami)
4. Dari analisa data tersebut dapat melaksanakan perencanan asuhan
kebidanan yang sesuai dengan manajemen pelayanan kebidanan
mengenai pada Ny. A 24 Tahun P1A0 Postpartum 35 hari Fisiologis
akseptor KB MAL dengan memberikan arahan konseling KB dan metode
MAL, serta menganjurkan ibu untuk istirahat cukup dan menganjurkan
suami untuk tidak merokok di dalam rumah
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanan pada
Ibu akseptor KB dan mahasiswa mampu menganalisa keadaan pada ibu
hamil dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.
126
CRITICAL APPRAISAL
127
Ya, pasien di follow up dengan jelas dan panjang. Data didapat dikaji
sejak pertama subjek masuk dalam penelitian yakni sejak hamil mulai dari
usia kehamilan 8 minggu (jadwal tecantum dalam tabel 7 halaman 13)
lalu dilanjuttkan pada masa menyusui sampai bayi berusia 8 bulan (tabel 8
halaman 14)
4. Apakah pasien dianalisis di dalam grup di mana mereka
dirandomisasi?
Ya, pasien dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen
dianalisis dalam grup dimana mereka dirandomisasi. Hal ini dibuktikan
pada data awal penelitian, dicatat secara lengkap pada halaman 6 tabel 2
yang berisikan karakteristik subjek penelitian mulai dari usia ibu, status
pernikahan, tingkat pendidikan, agama, pekerjaan ibu, suku asal ibu,
paritas, status ekonomi, dan status pangan. Setelah itu penilaian terdapat
pada tabel 3 dimana riwayat yang sudah tercamtum kolom tabel 2
dikaitkan dengan praktik menyusui baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen. Selanjutnya pada tabel 4 dan 5 pada halaman 7
dan 8 dilihat bagaimana pengaruh karakteristik yang dijelaskan pada tabel
2 berpengaruh terhadap intervensi yang diberikan dan dianalisis secara
statistik.
5. Apakah pasien, klinisi, dan peneliti blind terhadap terapi?
Ya, baik peneliti atau pun pasien sama sama pada awalnya tidak tahu
dimana akan diletakkan sebab metode yang digunakan adalah metode
probabilitas. Hal ini dijelaskan pada halaman 3.
128
7. Apakah karakteristik grup pasien sama pada awal penelitian?
Ya, karakteristik pasien sama baik secara demografis maupun
sosioekonomis. Hal ini tercantum pada pernyataan halaman 7.
The baseline distribution of the participants by demographic and
socioeconomic variables between the intervention and control arms of the
study is presented in Table 2. The distributions show no significant
difference in basic socio-demographic factors between the two arms.
129
B. Apa Hasil dari Penelitian Tersebut ?
1. Seberapa penting hasil penelitian ini ?
Penelitian ini penting sebab dapat menjadi referensi dalam memberi
asuhan pada ibu nifas dan juga referensi untuk menambah pengetahuan
dan metode meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
2. Seberapa tepat estimasi dari efek terapi ?
intervention control
No treatment 114 96
529 581
133
absolute risk increase home visit dilakukan, selisih
insidensinya degan kelompok
kontrol adalah 6.4 %
134
5. Apakah kita dan pasien kita mempunyai penilaian yang jelas dan
tepat akan value dan preferensi pasien kita?
Ya, pasien telah memahami value dari olahraga saat hamil.
6. Apakah value dan preferensi pasien kita dipenuhi dengan terapi yang
akan kita berikan?
Ya
135