Anda di halaman 1dari 7

Kondisi objektif kemahasiswaan dan perguruan tinggi di ruang lingkup HMI

Cabang Palembang
Perguruan tinggi merupakan sumberdaya konstruktif sekaligus energi transormasi bagi
setiap organisasi kemahasiswaan. Dari sisi esoteris, perguruan tinggi menyediakan database
mahasiswa untuk dikelola dan dikembangkan oleh organisasi kemahasiswaan, baik yang
berstatus organisasi mahasiswa internal maupun eksternal, kemudian ditinjau dari sisi eksoteris,
perguruan tinggi merupakan medan belajar yang liberative dengan segala sarana prasarana
didalamnya, mulai dari interaksi belajar para civitas akademika yang sangat terbuka untuk
berdialektika gagasan, aktivitas kurikuler yang mendorong keterampilan organizer dan bahkan
berpolitik secara nilai. Sejak genealogi perkembangan ilmu pengetahuan dan sains, majelis
belajar dan penelitian, senantiasa meberikan sumbangsih nya terhadap kemajuan peradaban,
sebut saja seperti Academia, Stoa, Lyceum serta Baitul Hikmah telah mempelopori instansi
Pendidikan untuk mewadahi insan pembelajar mengembangkan fungsi nalar dan membentuk
paradigma tentang kosmologis, maka tidaklah berlebihan jika di suatu bangsa yang menaruh
apresiasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan sains, maka bangsa tersebut dimungkinkan dapat
menjadi mercusuar dan episentrum peradaban. Manifestasi mutakhir Lembaga belajar dan sarana
riset periode ancient age terdahulu, kini telah mengalami transmutasi yang disebut sebagai
perguruan tinggi atau kampus. Jika akademi belajar yang telah dirintis manusia manusia
terdahulu berhasil membuka cara pandang dari bentuk mitologis ke logosentris, maka tugas tugas
perguruan tinggi saat ini untuk dapat mengembangkan warisan formulasi tersebut untuk dapat
dikembangkan menjadi teknologi dan mengarahkan fungsi aksiologis dari teknologi dan ilmu
pengetahuan agar mendatangkan kemashlahatan bagi kemanusiaan.
Berdasarkan UU No 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, pemerintah telah
menetapkan garis pokok Haluan perguruan tinggi dengan berbagai ketentuan yang mengatur
tentang pelaksanaan, tujuan, fungsi dan unsur unsur terkait. Pada Bab I mengenai Ketentuan
Umum, Pasal 4 tentang Fungsi, sebagaimana tekmatub dalam point a dan Pasal 5 tentang Tujuan
point a, masing masing berbunyi : Fungsi perguruan tinggi adalah untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian Tujuan perguruan tinggi untuk mengembangkan
potensi mahasiswa untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha
Esa dan berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan
berbudaya untuk kepentingan bangsa (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39063/uu-no-12-
tahun-2012 ). Dari rujukan regulasi tersebut, mendeskripsikan secara eksplisit bahwa, dalam
rangka pelaksanaan nya, Perguruan Tinggi merupakan Lembaga yang dimandatkan untuk
mengelola dan membina sumberdaya manusia untuk mengembangkan potensi, baik secara
akademik maupun keterampilan, sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemudian
diperuntukan demi kepentingan bangsa yang bermartabat.
Pada skup spasial, Palembang bukan saja sekedar ibukota Provinsi Sumatera Selatan,
jauh daripada itu, kota Palembang menjadi pusat study bagi para pelajar dari seluruh penjuru
daerah di Sumatera Selatan. Posisi strategis kota Palembang sebagai titik temu antar penjuru
kebudayaan dan masyarakat telah berlangsung sejak kedatuan Sriwijaya, melalui catatan prasasti
kedukan Bukit, yang menerangkan bahwa Dapunta Hyang mendeklarasikan berdirinya era baru
di daerah itu pada rangka tahun 682 M, kemudian imperium baru yang mengisi peradaban di
Palembang, melalui kehadiran kesultanan Palembang Darussalam, suatu kerajaan Islam yang
telah banyak mewarnai aspek religio-kultural kebudayaan Palembang kontemporer. Warisan
budaya tinggi yang digariskan oleh kesultanan Palembang Darusalam, menjadi salahsatu
dayatarik bagi islamologi, karena pada periode kejayaan nya, Kesultanan Palembang Darussalam
pernah melikiki icon cendikiawan, dengan penguasaan lintas ilmu, seperti Tasawuf, Fiqh dan
kajian Sosial-humaniora, nama nya tersohor sampai ke daratan luas dunia Melayu, sosok tersebut
dikenal sebagai Syekh Abdussamad Al-Palimbani. Beberapa karya monumental beliau adalah
Tuhfah al-Ragibtn ft Sayan Haqfqah Iman al-Mukmin wa Ma Yafsiduhu fi Riddah al-Murtadin
suatu tulisan tentang revivalisme tasawuf, suatu pembahasan mengenai pelurusan konsepsi
tasawuf, karena pada saat itu marak praktif tasawuf yang mengabaikan aktivitas syariat, kitab
lainya adalah Hidayah al-Salikin, salahsatu karya beliau yang sering dijadikan rujukan dalam
mempelajari tasawuf, dinukil dari beberapa karya imam Al-Ghazali kemudian dielaborasi untuk
menjelaskan metode penyucian bathin dan penghayatan ibadah sesuai syariat islam
(http://malaya.or.id/2015/08/08/mengenal-syeikh-abdush-shamad-al-palimbani/) .
Eksistensi kesultanan Palembang Darussalam sebagai genetic induk bagi kebudayaan
Palembang kontemporer, sangat dominan mewarisi sifat sifat turunan yang melekat dalam jati
diri kemasyarakatan, seperti penggunaan busana khas, hukum adat dan corak arsitektur
bangunan. Palembang sebagai episentrum kota diantara cakupan daerah Sumatera selatan,
menyimpan kesan historis yang dalam dan dijadikan sebagai kawasan administrasi pemerintahan
provinsi. Dari 17 kabupaten/kota di Sumtera Selatan, konsentrasi Pendidikan Tinggi Negeri dan
swasta terpusat di kota Palembang, terhitung ada 3 Perguruan Tinggi Negeri besar yang berada
di kota Palembang, diantaranya adalah; Universitas Sriwijaya (Sebagian terdapat di Inderalaya),
UIN Raden Fattah dan Politenik Negeri Sriwijaya (POLSRI), belum lagi universitas ternama
yang cukup popular sebagai rujukan berkuliah, juga terdapat di kota Palembang. Dalam hal ini
menunjukan bahwa ketimpangan pemerataan Perguruan Tinggi Negeri di provinsi Sumatera
Selatan sangat tinggi, namun disisi lain heteregonitas perguruan Tinggi di Palembang,
menyebabkan keniscayaan dinamika pergerakan mahasiswa semakin kuat.
Sebagaimana deklarasi Tridarma Perguruan tinggi yang berisi; pendidikan, dan
pengajaran, penelitian dan pengembangan serta Pengadbian kepada masyarakat, mengisyaratkan
bahwa aktivitas dari civitas akademika tidak harus melulu tentang pembelajaran teoritis dan
saklek belajar tentang kajian fakultatif, terdapat banyak opsi untuk pengembangan kualitias diri
mahasiswa selain orintasi study, karena wilayah perguruan tinggi merupakan ruang eksperimen
multidimensional. Disversifitas ruang belajar dapat terdiri dari lembaga pengembangan
kekaryaan (UKM dan UKK), BEM, dan DPM untuk Lembaga kemahasiswaan tataran internal
kampus, ketersediaan opsi tersebut bukan sekedar pelengkap administrasi belaka, namun
disajikan untuk meningkatkan mutu suatu perguruan tinggi, boleh jadi sebagai persyaratan
akreditasi atau lebih konkret lagi ditujukan dalam rangka mengajarkan kepada mahasiswa
dinamika kebangsaan, karena banyak yang menilai bahwa kampus merupakan miniature negara.
Selain organisasi internal kampus, terdapat macam pula organisasi ekstra kampus seperti; HMI,
PMII, GMNI, GMKI, PMKRI, LMND, SEMI, FMN dan KAMMI, dari beragam entitas tersebut,
memiliki perbedaan latarbelakang dan orientasi gerakan, mulai dari Nasionalisme religious,
purifikasi keagamaan, Islam kultural kebangsaan, sosialisme-demokratis serta diskursus
resistensi kelas. Hampir keseluruhan sample organisasi diatas hidup dan tumbuh di setiap
Perguruan Tinggi di Palembang bahkan turut mewarnai dinamika gerakan mahasiswa. Dalam
skala internal, organisasi mahasiswa ekstra kampus menjalankan konsep perkaderan untuk
menopang regenerasi dan produktivitas keorganisasian. Pada pelaksaan nya, kaderisasi dilakukan
dengan cara latihan kepemimpinan dasar, muatan konten materi pun beragam mulai dari
pengenalan ideologi gerakan, outbond serta diskusi interaktif. Untuk skala eksternal nya,
organisasi ektra kampus banyak turut serta dalam upaya rekayasa sosial, mulai dari pembinaan
masyarakat, aksi massa mengawal kebijakan public hingga kerja kemitraan dengan instansi
birokrasi.
Animo mahasiswa dalam berorganisasi sempat mengalami stagnasi dan penurunan minat,
hal ini dipengaruhi oleh regulasi Perguruan Tinggi melalui Permendikbud No 49 tahun 2014
yang menegaskan bahwa ambang batas maksimal study S1 berjangka 5 tahun, walau tak lama
kemudian terbit Permenristekdikti No 44 Tahun 2015 yang mengembalikan batas study S1
maksimal 7 tahun (https://www.hukumonline.com/klinik/a/ketentuan-drop-out-mahasiswa-jika-
melebihi-maksimal-masa-studi-lt580ebfdbe4538). Kegamangan mahasiswa menyikapi
pemberlakuan yang sempat dikeluarkan tersebut, jelas mempengaruhi psikologi dan berdampak
anxiety syndrome, karena batas study tidak cukup memungkinkan mereka turut serta aktif
beroganisasi sembari menjalankan amanah akdemik, dan jika pilihan tersebut diambil maka
resiko yang dihadapi sangat berat dengan bayang bayang drop out. Mahasiswa dengan
latarbelakang saintek merupakan korban langsung akibat kebijakan ini, kepadatan jadwal kuliah
dan praktikum ditambah lagi rentang waktu singkat untuk menyelesaikan study, memicu
keterbatasan bahkan absen nya kalangan tersebut mengikuti organisasi. Meskipun ujicoba
regulasi kuliah 5 tahun tidak berlangsung lama, stigma dan ketakutan mahasiswa dalam
beroganisasi nyatanya masih berimpact kuat, kebanyakan mahasiswa generasi milenial, tidak
cukup berminat terhadap organisasi, bahkan untuk kuliah sekalipun tidak banyak yang serius
mendalami disiplin ilmu yang dipelajari. Orientasi kerja yang tidak terikat waktu yang ketat
disertai adaptasi terhadap platform digital, telah merubah mindset generasi ini beroientasi pada
peminatan profesi berbasis digital, sehingga konsern belajar dan bidang yang digeluti banyak
mengarah pada hardskill berbasis teknologi. Dengan membaca peluang perkembangan zaman
serba terhubung, dan permintaan pasar yang dominan terhadap jasa dan pelayanan digital,
menimbulkan preferensi mahasiswa untuk mencari kebutuhan tersebut agar pasca kampus,
keterampilan yang dimaksud dapat dikelola sebagai modal bisnis plan, atau sederhana nya modal
keterampilan tersebut dapat berguna untuk dijadikan syarat lamaran bekerja di suatu korporasi.
Tipologi tentang generasi memberikan gambaran karakter tiap tiap periode
perkembangan zaman. Menurut Bertha Lubis ( dalam William Strauss dan Neil Howe, 1991 teori
generasi banyak dijadikan rujukan dalam memetakan karakter per periode perkembangan zaman,
pembagian geenrasi tersebut antara lain ; Pra-baby boom, Baby boom, generasi X, Y dan Z).
Generasi yang menempati status kemahasiswaan sekarang diisi oleh banyak dari Generasi Z,
kalangan ini terlhair dan tumbuh disaat perkembangan informasi-teknologi mengalami
popularitasnya, dan kebiasaan menggunakan perangkat digital berbasis internet merupakan
aktivitas keseharian dan melekat dalam kepribadian generasi Z. Generasi mahasiswa desawa ini
yang juga merupakan Generasi Z memiliki proyeksi dan paradigma tekno-sentris yang kuat, hal
ini dapat dilihat dari aktivitas keseharian yang serba mengkonsumsi internet, bahkan target karier
mereka pun akan sangat kuat mengarah pada keprofesian serba digital, maka tidaklah
mengeherankan kalau pegiat konten creator, data analyst serta digital marketing banyak digeluti
oleh kalangan pemuda dan mahasiswa dari generasi Z. Branding public terhadap kompetensi
digital tentu mejadi trending bagi para mahasiswa, sehingga rolemodel keterampilan haruslah
pula mengacu pada aspek digital. Jadi jikalau event dan kegiatan kemahasiswaan hendak
meningkatkan daya tarik mahasiswa kontemporer, mesti memperhatikan selera pasar kekinian,
namun dengan mengedepankan prinsip universalitas nilai kepelajaran, yang akademis, kritis,
interested serta bermanfaat untuk keterampilan jangka panjang.

A. Tantangan dan ancaman perkaderan HMI Cabang Palembang di era kontemporer.


Sumber mata air dari regenerasi keanggotaan sekaligus pintu masuk penerimaan
anggota baru dalam struktur keorganisasian HMI difasilitasi dan dilaksanakan oleh
pengurus Komisariat. Komisariat dapat dibentuk dalam cakupan universitas ataupun
fakultas, dengan minimal jumlah anggota 25+1, tugas wajib komisariat adalah
menyelenggarakan Basic Training, suatu aktivitas perkaderan formal sebagai ajang
rekruitmen anggota baru. HMI Cabang Palembang sejauh ini terdiri dari 24 komisariat
penuh dan 4 komisariat persiapan, dengan masing masing tersebar diberbagai daerah
kabupaten/kota, diantaranya; Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi
Banyuasin, Kabupaten OKI, Kabupaten OI, Kabupaten Muara Enim dan Kota
Prabumulih. Kemudian penyebaran komisariat di perguruan tingggi tersebut juga
beragam, mulai dari Perguruan Tinggi Negeri, terdiri dari; Universitas Sriwijaya, UIN
Raden Fattah, AKN Banyuasin dan POLSRI. Untuk komisariat yang terdiri dari
Perguruan Tinggi Swasta ; STIHPADA, STIHURA, UMP, Universitas PGRI, UKB,
Universitas Bina Darma, IAIQI, YPPS Prabumulih, UNISKI, STIA Balaputeradewa.
Konflik kontra-produktif yang berujung dualism kepengurusan dalam tuhuh HMI
Cabang Palembang 2018, merupakan preseden buruk sepanjang kepengurusan HMI
Cabang Palembang. Secara suprastruktur, hal ini juga dilandasi oleh perpecahan ditingkat
PB HMI, yang terbagi menjadi dua versi kepengurusan, antara R.Saddam Al-Jihad
dengan Arya Kharisma Hardi, sehingga dampak tersebut berimbas juga ke tingkat
pengurusan bawah, yang masing masing memanfaatkan situasi tersebut untuk berpatron
kepada dua versi kepengurusan PB HMI. Pada tingkat kepengurusan HMI Cabang
Palembang, versi kepengurusan terdikotomi antara kepengurusan Eko Hendiyono dan
Sigit Muhaimin, masing masing membaiat diri mereka sebagai ketua umum dengan jalur
SK kepengurusan yang berbeda. Polemic yang terjadi, menyebabkan polarisasi faksi
antara komisariat. Segregasi antar faksi tersebut, memicu ketegangan karena berlomba
klaim legitimasi, walaupun secara temporal, konflik dualisme di awal awal kepengurusan
sempat menimbulkan gairah adu pengaruh, melalui kompetisi keaktifan dalam
menjalankan program, tapi dampak destruktif nya jauh lebih dominan dibanding
konstruktif, karena menyasar langsung kepada arus bawah jenjang kepengurusan, yaitu
komisariat. Komisariat yang berbeda faksi kepengurusan, tidak jarang saling
menghembuskan sentiment dan saling boikot, baik berupa pelaksanaan program kegiatan
hingga ke tingkat pentrainingan, tentu dalam hal ini terdapat pula dilematis dari pihak
komisariat yang bersikap netral,
Secara geografis, penyebaran komisariat dibawah jajarah HMI Cabang
Palembang seperti berbentuk Federasi, sudah hal pasti disversitas tersebut mempengaruhi
juga kultur akademik, kalender perkuliahan serta dinamika kemahasiswaan di masing
masing teritori dan lingkungan Perguruan Tinggi pun beragam. Pluralitas lingkungan
tersebut juga harus dimaknai dengan positif melalui pengapresiasian lokalitas identitas
komisariat, artinya pengurus setingkat cabang harus memiliki formulasi yang bersifat
desentralistik, terutama dalam hal aktivitas perkaderan. Sejatinya hubungan antar
fungsionaris Cabang dan Komisariat mampu berjalan sinergis, namun bukan berarti
dipahami secara rigid untuk mengintegrasikan seluruh aspek secara serampangan.
Terdapat beberapa catatan yang memang wajib berlangsung integrative, bertajuk grand-
design kebijakan, dengan mengusung nilai kolektif atasnama kebaikan marwah
organisasi, seperti langkah suksesi memberdayakan ormawa masing masing internal
kampus untuk dapat dipergunkan anggota HMI berproses , mempromosikan kader terbaik
untuk didelegasikan dalam event perlombaan, rekomendasi beasiswa, serta mendorong
peningkatan ke jenjang study yang lebih tinggi.
Aspek lokalitas komisariat sebagai identitas kolektif, sudah sepatutnya
terakomodir dalam program perkaderan, hal ini dimaksud agar kebutuhan organisasi
dapat sinergis dengan muatan disiplin ilmu fakultatif. Di dalam prinsip perkaderan HMI
sendiri telah menegaskan prisip integrative dalam melaksanakan aktivitas kaderisasi,
artinya pada visi perkaderan nya, HMI tidak melihat dikotomi antara materi
keorganisasian dengan dimensi akademik kemahasiswaan, baik dari rumpun ilmu sosial-
humaniora dan saintek, semuanya dapat dikolekasikan dalam bingkai perkaderan.
Sepanjang perjalananya dalam mewarnai kiprah pergerakan dan aktif terlibat dalam
wilayah kampus, HMI Cabang Palembang makin tahun terasa kehilangan pesona dimata
mahasiswa. Secara sampling, Universitas Sriwijaya di tahun 1990an kebawah, seluruh
fakultas terdapat komisariat sebagai elemen akar rumput pergerakan maahsiswa di
kampus, namun di awal millennium 2000an hingga sekarang, banyak fakultas yang
kehilangan komisariat di masing masing fakultas, terutama berlatar saintek. Jika di data
secara kasar, background komisariat yang terdapat dalam naungan HMI Cabang
Palembang masih sangat minim terdiri dari fakultas saintek dan fakultas terapan, alasan
mendasar yang menyebabkan presentase mahasiswa saintek dan terapan sedikit
bergabung sebagai anggota HMI, karena mereka kesulitan menyisihkan waktu
perkuliahan untuk dapat mengikuti proses recruitment. Pelaksanaan basic training dengan
durasi 6 malam, beresiko terhadap absensi matakuliah berjenjang ataupun praktikum,
sehingga mereka sulit untuk bertaruh dalam hal tersebut, ditambah lagi komposisi
dominan mahasiswa sekarang merupakan Gen-Z, yang notabene kurang tertarik terhadap
kegiatan yang konvensional dan kurang menonjolkan penempahan kualitas hardskill
untuk mereka pelajari. Stigma kuliah lulus cepat waktu, juga menjadi beberapa problem
tambahan yang mempengaruhi cara pandang mahasiswa berorganisasi, himpitan biaya
UKT tinggi disertai dorongan para orangtua mahasiswa agar tidak menghabiskan
perkuliahan diluar aktivitas akademik turut menjadi alasan yang menghambat berkuliah
sambil berorganisasi.
Jika masih berpijak pada paradigma konservatisme , dan menutup diri terhadap
perkembangan fenomena mahasiswa dan dunia Perguruan Tinggi masa kini, HMI
Cabang Palembang dapat tergerus oleh zaman. Basis perkaderan dan gerbang rekruitmen
HMI terdapat di zona Perguruan Tinggi dan lebih spesifik Fakultas, maka pemetaan
terhadap Analisa kebutuhan wilayah tersebut merupakan keniscayaan, apabila strategi
yang digunakan tidak relevan dan taktik yang dijalankan tidak presisi, perlahan
komisariat di lingkungan HMI Cabang Palembang akan kekurangan sumberdaya dan
kalah saing terhadap organisasi ekstra kampus lainnya. Indicator kemunduran perkaderan
dan melemahnya bargaining posisition komisariat dapat ditinjau dari penyusutan
presentase peserta yang mengikuti basic training dan pengelolaan program kerja
komisariat yang sering melakukan repetisi agenda, gejala tersebut mengisyaratkan
keringnya gagasan transformatif dalam mengelola informasi untuk dijadikan solusi
pembaharuan mengatasi dekadensi power HMI Cabang Palembang di are kampus. Samar
terdengar nama kader HMI Cabang Palembang menghiasi timeline berita memenangkan
suatu perlombaan atau bahkan menorehkan prestasi akademik yang membanggakan.
Cerminan kualitas suatu instansi adalah kapasitas personalia dan anggota didalamnya,
andaikata parameter tersebut tidak terpenuhi, konsekuensi nya adalah keterasingan
ditengah tengah ruang public, nama besar HMI Cabang Palembang hanyalah tinggal
romantisme klasik bagi para actor dan saksi sejarahnya terdahulu.

no Tantangan Ancaman Analisa masalah Formulasi


transformative
1 Digitalisasi GAPTEK Konservatif Adaptif dan
inovatif
2 Durasi training inefisiensi Status quo Reformatif
3 Generalistik Homogenitas Eksklusif &isolative Variative-muatan
lokal
4 Graduate oriented Deregenerasi Mainstream schedule Student
need&interest
5 Inkompeten Kontra- Minim pelatihan dan Coaching class
produktif pendampingan
6 Degradasi power Alienasi Konsolidasi Sporadis Persaudaraan dan
gotong royong

Menyikapi problem dan fenomena yang berkembang di Perguruan Tinggi masa


kini, sudah saatnya elemen terkait dari jajaran pemangku kebijakan tingkat pengurus
HMI Cabang Palembang mereformasi format pentrainingan, mulai dari Pra
pentrainingan, Proses Pentrainingan serta Pasca Training.

B. Peluang dan tawaran konstruktif terhadap perkaderan HMI Cabang Palembang


Taantangan digital, efek covid, beban ukt, akreditas kampus tentang presentase kelulusan
maahsiswa, metode pelatihan old of date. 44 indikator kemunduran

Anda mungkin juga menyukai