Disusun Oleh :
PGMI A / Smt V
2019
LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN AKHLAK
Abstrak
Akhlak merupakan perilaku yang melekat pada diri manusia. Akhlak yang
baik perlu diterapkan agar kehidupan manusia tetap berjalan dengan nyaman dan
tidak menimbulkan banyak pelanggaran dan penyelewengan. Akhlak yang baik
perlu ditanamkan pada diri manusia sejak belia agar akhlak tersebut menjadi
karakter yang melekat pada diri manusia. Dalam penanaman akhlak tersebut
terdapat beberapa langkah pembinaan yang perlu dilakukan. Langkah-langkah
pembinaan akhlak tersebut adalah Musyarathah (Penetapan Syarat), Muraqabah
(Pengawasan), Muhasabah (Introprksi), Mu’aqabah (Menghukum Diri Atas Segala
Kekurangan), Mujahadah (Bersungguh-sungguh), Mu’atabah (Mencela Diri).
A. Pengantar
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kami rahmat serta hidayah – Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas kelompok dari mata kuliah Akhlak Tasawuf dengan
judul “Latngkah-langkah Pembinaan Akhlak ” dengan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan menggunakan beberapa referensi yang
berkaitan dengan materi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Nur Hidayat, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf
yang telah memberikan arahan dan juga bimbingan.
Makalah ini sudah disusun dengan maksimal oleh penulis dengan
kemampuan yang ada. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna. Oleh sebab itu penulis berharap pembaca memberikan kritik
serta saran yang membangun. Semoga kedepannya makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca, khususnya di bidang
pendidikan.
B. Latar Belakang
Akhlak merupakan perbuatan manusia yang dilakuakannya setiap
saat. Di jaman sekarang, akhlak merupakan salah satu landasan penting dan
perlu diteguhkan dalam hidup bermasyarakat. Akhlak seakan menjadi
kriteria pedoman manusia dalam penilaian baik dan buruknya seseorang.
Kepribadian dan perbuatan yang baik oleh manusia akan menghasilkan
akhlak yang baik juga. Akhlak yang baik harus ditanamkan kepada manusia
sedari dini agar akhalk terpuji tersebut mengakar kuat dan menjadi karakter
yang telah melekat dengan diri manusia.
Akhlak yang baik lahir dari pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan
oleh setiap individu. Dalam membangun akhlak yang baik terdapat
beberapa langkah dalam pembinaan akhlak sebagai acuan untuk
meningkatkan akhlak yang baik dan terpuji.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja langkah-langkah dalam pembinaan akhlak?
2. Bagaimana penjelasan dalam setiap langkah-langkah tersebut?
D. Kerangka Teori
Langkah-langkah
Pembinaan Akhlak
1
Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm 164-166.
talah ditetapkan, memperketat hisab pada jiwa lebih penting daripada
perhitungan keuntungan dunia,
Maka manusia yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh
lalai dalam melakkan muhasabah terhadap jiwanya, memperketat dalam
berbagai gerak, diam, lintasan dan langkah-langkahnya. Apabila seorang hamba
setelah shalat subuh maka hendaknya ia meluangkan hatinya untuk menetapkan
syarat terhadap jiwanya. Seandainya Allah mematikan aku maka aku akan
berandai, “Sekiranya Allah mengembalikan aku ke dunia sehari saja, maka aku
akan beramal saleh”. Seandainya jiwa manusia telah meninggal dan kemudian
dikembalikan lagi kedunia, maka jangan menyia-nyiakan hari tersebut. Karena
satiap nafas adalah mutiara yang tidak ada nilainya. Maka bersungguh-
sungguhlah untuk mengumpulkan bekal dan menghindari dari kemalasan,
kelesuan dan santai yang dapat menyebabkan tidak dapat merah derajat “iltiyin
sebagaimana orang yang telah mendapatkannya.2
B. Muraqabah (Pengawasan)
Muraqabah atau merasa diawasi yaitu upaya diri untuk senantiasa merasa
terawasi oleh Allah (muraqabatullah). Menghadirkan muraqabatullah dalam diri
adalah dengan cara mewaspadai dan mengawasi diri sendiri. Jika hal tersebut
ada pada diri seorang muslim maka dalam dirinya terdapat “waksat” yaitu
pengawasan yang melekat yaitu ia akan aktif mengawasi dan mengontrol dirinya
sendiri karena ia sadar senantiasa berada di bawah pengawasan Allah seperti
yang dinyatakan dalam Al-Quran dan Hadis, yang artinya yaitu:
1) “Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hadid ayat 4). “ dan
seseungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat
lehernya” (QS. Qaf ayat 16).
2
Nur Hidayat, hlm 166-168.
2) Nabi saw. bersabda “ jangan engkau mengatakan engkau sendiri,
sesungguhnya Allah bersamamu. Dan jangan pula mengatakan taka da
yang mengetahui isi hatimu, sesungguhnya Allah metahui.” (HR.
Ahmad)
ٰ َ َ َ َّ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ
١٤ ألم يعلم بِأن ٱّلل يرى
Seorang hamba tidak akan terlepas dari tiga keadaan : dalam ketaatan,
atau dalm kemaksiatan atau dalam hal yang mubah. Muraqabah dalam
ketaatan ialah dengan ikhlas, menyempurnakan, menjaga adab dan
melindunginya dari berbagai catatan. Dalam kemaksiatan, maka
muraqabah-nya adalah dengan taubat, melepaskan, malu, dan sibuk
melakukan tafakur. Jika dalam hal mubah, maka muraqabah-nya adalah
dengan menjaga adab kemudian mensyukuri nikmat yang telah didapat.
Seorang hamba harus mengontrol dirinya dalam semua waktu nya dalam
ketiga hal tersebut. Jika telah menyelesaikan berbagai kewajiban dan
mampu melakukan berbagi keutamaan maka hendaknya ia mencari amal
yang paling utama untuk ditemuninya.3
C. Muhasabah (Intropeksi)
Muhasabah adalah menganalisa terus menerus atas hati berikut
keadaannya yang selalu berubah. Muhasabah juga berarti usaha seorang Muslim
untuk menghitung, mengkalkulasi diri seberapa banyak dosa yang telah
dilakukan dan mana-mana saja kebaikan yang belum dilakukannya.
Selama muhasabah, orang yang merenung pun memeriksa gerakan hati yang
paling tersembunyi dan paling rahasia. Dia menghisab dirinya sendiri sekarang
tanpa menunggu hingga Hari Kebangkitan.
Jadi muhasabah adalah sebuah upaya untuk selalu menghadirkan
kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengah dihisab, dicatat oleh
Malaikat Raqib dan Atid sehingga ia pun berusaha aktif menghisab dirinya
terlebih dulu agar dapat bergegas memperbaiki diri.
3
Nur Hidayat, hlm 168-173.
Nabi SAW bersabda dalam sebuah Hadits Shahih: Sesungguhnya aku memohon
ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.”4
Tentang firman Allah: “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat
menyesali (dirinya sendiri)” (QS. al-Qiyamah ayat 2).
4
Khoiri, Alwin dkk. 2005. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga
Said Hawa, Al2004. -Mustakhlas fi Tazkiyah al- Anfus, Cetakan ke 8 , Terj.Annur Rafiq
Shaleh Tahmid, Jakarta: Rabani Press
dihisab”, maka mu’aqabah dianalogikan dengan ucapan tersebut yakni “Iqablah
dirimu sebelum kelak engkau diiqab”. Umar Ibnul Khathab pernah terlalaikan
dari menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid karena sibuk mengawasi
kebunnya. Lalu karena ia merasa ketertambatan harinya kepada kebun
melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka ia pun cepat-cepat
menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal
serupa itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa
jumlah rakaatnya saat shalat karena melihat burung terbang. Ia pun segera
menghibahkan kebunnya beserta seluruh isinya, subhanallah.
Betapapun manusia telah menghisab dirinya tetapi ia tidak terbebas sama
sekali dari kemaksiatan dan melakukan kekurangan berkaitan dengan hak Allah
sehingga ia tidak pantas mengabaikannya, jika ia mengabaikannya maka ia akan
mudah terjatuh melakukan kemaksiatan, jiwanya menjadi senang kepada
kemaksiatan, dan sulit untuk memisahkannya. Hal ini merupakan sebab
kehancurannya, sehingga harus diberi sanksi. Apabila ia memakan sesuap subhat
dengan nafsu syahwat maka seharusnya perut dihukum dengan rasa lapar.
Apabila ia melihat orang yang bukan muhrimnya maka seharusnya mata
dihukum dengan larangan melihat. Demikian pula setiap anggota tubuhnya
dihukum dengan melarangnya dari syahwatnya.
Kami menyebutkan hadits Abu Thalhah, ketika hatinya tidak khusu’
karena memperhatikan seekor burung di kebunnya lalu ia menshadaqahkan
kebunnya sebagai kafarat hal tersebut. Demikian pula ‘Umar memukul kedua
kakinya dengan cemeti setiap malam seraya berkata: Apa yang telah kamu
perbuat hari ini?
Demikian pula sanksi orang-orang yang bersikap tegas terhadap jiwa
mereka. Hal yang mengherankan bahwa manusia menghukum budak, istri dan
anak manusia atas akhlak buruk yang mereka lakukan dan keteledoran mereka
terhadap suatu perintah, dan manusia memaafkan mereka niscaya urusan mereka
akan rusak dan mereka tidak mentaatinya, tetapi kemudian manusia membiarkan
nafsu syaitan yang merupakan musuh terbesar bagi manusia menyelimuti
jiwanya. Sekiranya manusia berfikir mendalam niscaya manusia menyadari
bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan akhirat, karena di
dalamnya terdapat kenikmatan abadi yang tiada ujungnya.5
E. Mujahadah (Bersungguh-sungguh)
Mujahadah merupakan upaya keras untuk bersungguh-sungguh
melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala larangan dan mengerjakan
apa saja yang diperintahkannya.6
Rasulullah SAW terkenal dengan mujahadahnya yang luar biasa dalam
ibadah sampai kaki beliau bengkak karena terlalu lama berdiri. Namun ketika
seseorang menanyakan “Bukankah seluruh dosamu yang lalu dan yang akan
datang akan datang?” beliau menjawab, “Salahkah aku bila menjadi abdan
syakuran (hamba yang senantiasa bersyukur?”.
Diriwayatkan dari seseorang dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra bahwa ia
berkata : “Aku pernah sholat subuh di belakang Ali ra. Ketika salam, ia menoleh
kesebelah kananya dengan sedih hati lalu diam hingga terbit matahari kemudian
membalik tangannya seraya berkata:
“Demi Allah, aku melihat para sahabat Muhammad SAW, dan
sekarang aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka sama sekali.
Mereka dahulu berdebu dan pucat pasi, mereka melewatkan malam hari
dengan sujud dan berdiri karena Allah, mereka membaca kita Allah dengan
bergantian pijakan kaki dan jidat mereka, apabila menyebut Allah, maka
mereka bergetar seperti pohon bergetar tertiup angin,mata mereka
mengucurkan air mata membasahi pakaian mereka, dan orang-orang
sekarang seakan-akan lalai (bila dibandingkan dengan mereka)”. 7
Dengan mengingat makna sumpah dan janji manuasia atas Allah SWT,
semestinya manusia akan menjalani hidup dengan bersungguh-sungguh.
Manusia muslim panyang merendahkan martabatnya dengan bermalas-malas,
mengemis, membuang kesempatan dan waktu, mengambil keuntungan di atas
5
ibid
6
Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm 175.
7
Nur Hidayat, hlm 178.
kerugian orang lain dan sebagainnya. Manusia muslim selalu diharapkan Allah
untuk hidup produktif, kreatif, inovatif, dan adaptif, sehingga menimbulkan
kenyamanan hidup, kemakmuran ekonomi, dan keadilan untuk semua
masyarakat. 8
Beberapa indikator doktrin kerja keras, antara lain:
a. Perintah sedikit tertawa dan banyak menangis. (QS At-Taubah:82)
b. Nasib suatu kaum tidak akan berubah hingga mereka mengubah
keadaannya sendiri. (QS Ar-Rad:11)
c. Orang yang suka meminta akan menghadap Allah dengan muka tanpa
daging. (HR Bukhari dan Muslim)
d. Malam adalah waktu untuk beristirahat dan siang adalah waktu untuk
mencari nafkah. (QS An-Naba:10-11)
e. Perintah untuk menyebar di muka bumi dan mencari karunia Allah
(bekerja) setelah beribadah. (QS Al-Jum’ah:10)
f. Yang lebih bekerja keras di siang hari, malamnya diampuni. (HR Ahmad)
g. Setiap orang yang bekerja harus kompeten, amanah, dan professional. Bila
urusan diberikan kepada sembarsng orang akan hancur. (HR Bukhari) 9
8
Yasir Abdul Rahman, “Implementasi Konsep Muahadah Mujahadah, Muraqabah,
Muhasabah Dan Mu’aqabah Dalam Layanan Customer,” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Islam, June 2, 2014, hlm 124.
9
Yasir Abdul Rahman, hlm 125.
10
Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, hlm 179.
karena itu, tindakan mu’atabah dapat membuka hati manusia untuk menerima
kebenaran dan hakikat ketuhan denga hidayah dan petunjuk Allah. Mu’atabah
juga adalah proses mendidik diri mencapai ke jiwa yang mutma’inah. 11
Dalam melakukan mu’atabah hendaknya mengetahui terlebih dahulu
bahwa musuh bebuyutan dalam diri manusia adalah nafsu yang ada di dalam diri
manusia. Ia diciptakan denan karakter suka memerintahkan pada keburukan,
cenderung pada kejahatan, dan lari dari kebaikan. Manusia diperintahkan agar
menyucikan, meluruskan dan menuntunnya dengan rantai paksaan untuk
beribadah kepada Tuhan, dan mencegahnya dari berbagai syahwatnya dan
menyapihkanya dari berbagai kelezatanyya. Maka hendaklah manusia tidak lupa
sekalipun sesaat untuk mengingatkannya, hendaknya seorang hamba sibuk
menasehati orang lain jika ia sibuk terlebih dahulu menasehati dirinya sendiri.12
11
Mardzelah Makhsin, “AMALAN HISBAH KENDIRI DALAM PENDIDIKAN
ISLAM: KAJIAN TERHADAP MURID-MURID SEKOLAH MENENGAH DI
KEDAH,” The Online Jurnal of Islamic Education, January 2014, hlm 6.
12
Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, hlm 179.
BAB III
KESIMPULAN
Abdullah, M
Mardzelah Makhsin. “AMALAN HISBAH KENDIRI DALAM PENDIDIKAN
ISLAM: KAJIAN TERHADAP MURID-MURID SEKOLAH
MENENGAH DI KEDAH.” The Online Jurnal of Islamic Education,
January 2014.
Nur Hidayat. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
Yasir Abdul Rahman. “Implementasi Konsep Muahadah Mujahadah, Muraqabah,
Muhasabah Dan Mu’aqabah Dalam Layanan Customer.” Jurnal Ekonomi
Dan Bisnis Islam, June 2, 2014.