Anda di halaman 1dari 7

ASUMSI DASAR TENTANG PERILAKU

PAPER
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tingkah Laku Manusia Dalam Lingkungan Sosial (HBSE)

Dosen Pengampu
Dra. Yana sundayani M.Pd

Oleh:
KELOMPOK 4
1. Ade Kurnia (2104073)
2. Endang Sulistawati (2104134)
3. Siti Nur’aini Leksana (2104254)
KELAS : 2A PEKERJAAN SOSIAL

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2022
1. Perilaku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku merupakan suatu tanggapan
ataupun reaksi dari setiap individu terhadap suatu rangsangan atau lingkungan (Setiawan,
2019). Perilaku adalah sebuah respon yang muncul dari diri sendiri terhadap obyek atau
benda yang berada disekitarnya (Notoatmodjo, 2014 dalam (Prakoso & Fatah, 2018)).
Ada beberapa asumsi dasar yang merupakan landasan bagi teori-teori mengenai perilaku
yaitu:
1.1. Manusia dapat dipelajari sebab perilaku manusia alamiah, dan seperti gejala gejala
alam lainnya maka perilaku manusia pun dapat kita pelajari, di samping itu kita
memilki pikiran atau akal yang dapat kita gunakan untuk mengenal diri-sendiri dan
dunia di sekitar kita.
1.2. Kita mengenal dan menerima adanya hukum kuasalita (sebab-akibat): tiada sesuatu
di alam ini yang terjadi dengan sendirinya atau tanpa sebab-musabab
1.3. Sebab akibat selalu berganda; biasanya berbagai faktor penyebab, demikian pula
akibatnya, selalu beroperasi secara serempak. Karena itu cara yang sebaiknya untuk
mempelajari tingkah laku adalah secara "multifungsional" bukan secara "linear".
1.4. Ada faktor-faktor penyebab yang dapat digolongkan sebagai faktor internal dan ada
pula yang faktor eksternal: keduannya saling berinteraksi sehingga menjadi
keberfungsian kehidupan, dengan perkataan lain keberfungsian dalam kehidupan
manusia dimungkinkan oleh terjadinya interaksi antara faktor-faktor internal dan
eksternal.
1.5. Ada faktor penyebab yang fundamental yang hakekatnya mendasar dan berlangsung
terus; ada pula faktor penyebab yang datangnya kemudian slan pengaruhnya
langsung (precipitating).
1.6. Di balik setiap perilaku selalu ada motivasi dan tujuan: motivasi dan tujuan ini bisa
sadar (conscious), tak sadar (unconscious), maupun prasadar (preconscious):
motivasi dan tujuan-tujuan semacam itu bisa saling bersesuaian, tetapi sebaiknya bisa
saling bertentangan.
1.7. Konteks keseluruhan situasi maupun lingkungan langsung memengaruhi tingkahlaku.
1.8. Kenyataan atau realita selalu lebih lengkap dan lebih kaya jika dibandingkan dengan
gambaran yang dapat dilukiskan oleh pikiran atau nalar kita; tak mungkin kita dapat
menangkap totalitas kenyataan; kemampuan manusia terbatas.
2. Teori Johari Window
Pada tahun 1955, Joseph Luft dan Harry Ingham (dalam Eka Wartana, 2012:90)
memperkenalkan konsep Johari Window yang merupakan diagram untuk
menggambarkan dan memperbaiki self awareness dan mutual understanding antar
individu. Nama Johari diambil dari gabungan kedua nama orang tersebut yaitu Jo dan
Harry, yang akhirnya disingkat menjadi Johari. Menurut Eka Wartana (2012:90),
model Johari Window adalah alat yang sederhana dan sangat bermanfaat untuk
menggambarkan kesadaran diri (self awareness), serta peningkatannya. Johari Window
ini juga bisa dipakai untuk membina saling pengertian antar individu di dalam satu grup
maupun antar grup.
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Newstrom & Rubenfeld
(1983:117), model permainan Johari Window dapat digunakan untuk membantu
meningkatkan kesadaran dan pemahaman individu. Menurut Newstrom & Rubenfeld
(1983:117), model permainan Johari Window dapat digunakan untuk menggambarkan
interaksi antara apa yang diketahui atau tidak diketahui untuk diri sendiri dan orang
lain. Menurut Newstrom & Rubenfeld (1983:118), model permainan Johari Window
dapat diaplikasikan atau diterapkan di pelatihan, konseling atau di ruang kelas.
Joseph Luft dan Harrington Ingham (dalam Eka Wartana, 2012:90)
mengembangkan konsep Johari Window sebagai perwujudan bagaimana seseorang
berhubungan dengan orang lain yang digambarkan sebagai sebuah jendela. Terminologi
kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan orang lain. Personal untuk
diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam analisa Jendela johari.
Selanjutnya, orang lain berarti objek lain dari kelompok pribadi. Jendela Johari juga
berhubungan dengan teori intelegen emosional, emotional Intelligence theory (EQ), dan
kesadaran individu serta peningkatan EQ. Dalam kebanyakan training atau pelatihan,
proses memberi dan menerima feedback adalah unsur terpenting. Melalui proses
feedback tersebut, kita bisa melihat/mengenal orang lain, dan demikian sebaliknya.
Individu lain juga belajar bagaimana pandangan kita terhadap mereka. Feedback
menginformasikan kepada individu ataupun kelompok, baik secara verbal maupun non-
verbal dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan kepada
yang lain bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya, dan
apa yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan
sebagai reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi
dan perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi
mereka (menerima feedback). Ketika Jendela Johari digunakan untuk membangun
hubungan antar kelompok 'personal' dikategorikan sebagai kelompok dan 'orang lain'
menjadi kelompok lain.
“Jendela‟ tersebut terdiri dari 4 area diantaranya area terbuka, area buta, area
tersembunyi, dan area gelap/tidak diketahui.
2.1 Area terbuka (Open Area) adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang dirinya
dan juga diketahui oleh orang lain. Antara dirinya dan orang lain, terdapat
kesesuaian pandangan. Pendapatnya tentang dirinya sama dengan pendapat orang-
orang lain.
2.2. Area Buta (Blind Area) adalah apa yang tidak diketahui oleh seseorang tentang
dirinya, tapi diketahui oleh orang lain.
2.3. Area Tersembunyi (Hidden Area) adalah apa yang hanya diketahui oleh dirinya,
dan tidak diketahui oleh orang lain. Hal ini merupakan rahasia dirinya.
2.4. Area Gelap, Tidak Diketahui (Unknown Area) adalah apa yang tidak diketahui oleh
seseorang tentang dirinya yang juga tidak diketahui oleh orang lain. Bila ada
pemicu, apa yang tidak diketahui akan beralih ke area terbuka.

Known to Self Unknown to Self

Known to Others Open Self Blind Self

Unknown to
Hidden Self Unknown area
Others

Gambar 1.1. Model Johari Window (Inge Hutagalung, 2007:16)

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa model Johari Window


merupakan salah satu model permainan yang dapat digunakan untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh individu dari sudut pandang diri
individu itu sendiri dan orang lain dalam kelompoknya, sehingga dapat membantu
meningkatkan kesadaran dan pemahaman diri individu.
3. Praktik Johari Window
Menurut Suwardjo dan Eva (2011:97), pelaksanaan permainan Johari Window adalah
sebagai berikut :
3.1 Kelas dibagi kelompok (misal masing-masing kelompok 12 orang).
3.2 Masing-masing anggota kelompok mengisi daftar isian yang telah disiapkan oleh
konselor.
3.3 Setiap kelompok membentuk lingkaran kecil, kemudian daftar isian yang telah
diisi diputar ke kanan. Hitungan satu berarti daftar isian berpindah ke teman
sebelah kanan, kemudian masing-masing peserta mengisi daftar isian sesuai
dengan apa yang dia ketahui tentang pemilik daftar isian tersebut. Setelah semua
mengisi, daftar isian digeser ke kanan satu langkah untuk kembali orang lain
mengisi begitu seterusnya sampai daftar isian kembali ke pemilik masing-masing.
3.4 Langkah selanjutnya adalah masing-masing peserta memetakan feedback (umpan
balik dari teman) ke dalam Johari Window. Johnson (dalam Supratiknya, 1995:21)
menyatakan bahwa umpan balik dari orang lain yang dipercaya dapat
meningkatkan pemahaman diri individu, yakni membuat individu sadar pada
aspek-aspek diri serta konsekuensi-konsekuensi perilaku individu yang tidak
pernah disadari sebelumnya.

4. Instrumen Citra Diri


4.1 Bagaimana saya memandang diri sendiri?
4.1.1. Bagaimana saya melihat, merasakan dan menganggap diri saya.
4.1.2. Orang yang barhasil dalam kehidupan dan pergaulan adalah orang yang
“confortable” thd dirinya (menyukai dan tidak menyesali diri dan
kehidupannya).
4.1.3. Citra Diri (konsep diri) terbentuk dari pembawaan yang kuat untuk percaya
dan menyenangi diri; pengalaman-pengalaman hidup serta reaksi-reaksi orang-
orang terhadap diri kita.
4.1.4. Citra diri berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang.

4.2. Bagaimana saya berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan fundamental saya?


• Bagaimana cara kita memenuhi kebutuhan fundamental kita menunjukan
keberfungsian sosial kita.
• Faktor-faktor yang perlu diperhatikan tentang cara-cara dalam memenuhi
kebutuhan, antara lain :
4.2.1. Setiap orang memiliki kebutuhan akan sekuritas dan kebergantugan.
4.2.2. Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tumbuh dan bebas.
4.2.3. Setiap orang merupakan individu yang unik dan memiliki potensi yang unik
untuk tumbuh dalam kehidupannya.
4.2.4. Aspek–aspek potensial individu untuk tumbuh berinterelasi secara dinamik
membentuk keutuhannya.
4.4. Sistem nilai apa yang menjadi anutan saya, & bagaimana sistem nilai tersebut
mempengaruhi & membentuk tingkah laku & pergaulan saya dengan orang lain?
• Kelompok kebudayaan memiliki kecenderungan membentuk nilai-nilai dan
standar tingkah laku yang mengikat dan membentuk sikap, perasaan , cara
berfikir dan berperilaku anggotanya.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan peksos,:
a. Menyadari bahwa nilai peksos mrp nilai yang berjalan.
b. Menggunakan berbagai alat dan cara agar kita sadar dan peka terhadap
perbedaan sistem nilai kita dengan sistem nilai orang lain dan kelayan.
c. Berusaha mengevaluasi diri dan sistem nilai kita secara objectif dan rasional
d. Berusaha untuk mengubah nlai-nilai yang perlu dirubah sebagai hasil dari
evaluasinya.

4.4. Bagimana saya berhubungan dengan masyarakat tempat saya tinggal & bekerja?
a. Kita pada umumnya merupakan anggota dari kelompok, organisasi atau
kelompok masyarakat yang lebih luas.
b. Kita hendaknya memiliki kesadaran posisi yang diduduki di dalam masyarakat
atau di kelompok-kelompok sosial dimana kita menjadi anggotanya.
c. Kelompok cenderung mengatur anggotanya pada posisi tertentu, memaksakan
konformitas, menghukum anggota yang melanggar standar dan norma
kelompok.
d. Pekerja sosial harus mampu berhadapan dengan kelayan dengan masalah
dimana tekanan-tekanan tsb berpengaruh destruktif terhadap kelayannya.
4.6. Bagaimana gaya hidup saya?
• Cara-cara berfikir, merasa dan bertingkah laku, kesadaran nilai dan identitas
serta cara hidup sendiri.
• Ada 3 tipe kepribadian berdasarkan gaya hidup :
a. Individu yang menolak/ tidak suka menampilkan hak, pendapat, pikiran dan
perasaannya sendiri pada orang lain. (non assertiveness)
b. Individu yang suka menampilkan hak, pendapat, pikiran dan perasaannya
sendiri pada orang lain. ( assertiveness)
c. Individu yang menggunakan hak nya untuk mengekspresikan perasaan dan
pikiran, tetapi dengan cara-cara yang bersifat menyerang orang-orang
dengan siapa dia berinteraksi. (aggresiveness)
4.6. Apa pandangan hidup saya?
a. Hakekat keyakinan kita mengenai hidup, mengenai diri pribadi, mengenai
orang lain, mengenai masyarakat, dan mengenai interelasi dalam kehidupan
akan membentuk bagian yang amat penting mengenai kemampuannya untuk
bekerja secara efektif dengan orang lain.
b. Keyakinan tersebut merupakan kekuatan pendorong bagi upaya –upaya kita
dan memberikan makna pribadi yang penting bagi diri kita sehingga kita akan
senantiasa berusaha untuk mendapatkan kepuasan dan meningkatkan
kemampuan untuk mewujudkannya.
c. Keyakinan-keyakinan tersebut merupakan faktor yang amat penting yang
menentukan keefektifan kita dalam bekerja dengan orang lain.

Daftar pustaka

Anjanisari, P. T., & Asri, D. N. (2016). PENINGKATAN PEMAHAMAN DIRI MELALUI


MODEL PERMAINAN JOHARI WINDOW SISWA KELAS X AK 3 SMK SORE KOTA
MADIUN TAHUN PELAJARAN 2012/2013. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 3(2).

https://www.scribd.com/document/337664224/KELOMPOK-5-HBSE-Asumsi-Dasar-
Tentang-Perilaku-Manusia diakses Selasa, 20 September 2022 jam 18.00

Anda mungkin juga menyukai