LUKAS 17:1-6
Ada satu kata yang sebenarnya sangat akrab dalam kehidupan kita tatkala kita
hendak memutuskan, mengambil dan melakukan sesuatu. Kata itu ialah “kesempatan.
Kehidupan kita seharusnya dapat memanfaatkan setiap arus pasang yang ada.
Penundaan terkadang akan menggagalkan berbagai rencana kita, bahkan tujuan
kehidupan kita sendiri, akan tetapi penundaan ini bukan berarti sebuah kegagalan,
karena seringkali kesempatan akan datang untuk kedua kalinya dalam kehidupan ini
dan akan menjadi milik kita bila:
Kita cukup sabar menantinya. Hal ini berarti ketika kita menunggu kesempatan
yang berikutnya, maka sebuah pembaharuan harus dilakukan dalam kehidupan dan
bukan dengan menopang dagu serta jatuh pada keputusasaan.
Jika kita mau mencarinya. Seringkali kita membuat sebuah kesalahan penting
dengan menanamkan dalam jiwa kita, bahwa apa yang akan kita raih telah dirraih oleh
orang lain, padahal kita dituntut untuk selalu mencari setiap kemungkinan yang ada
disekeliling kita.
Kita harus mengetuk pintunya. Jangan merasa rendah diri jika apa yang kita miliki
serba terbatas. Tunjukkanlah kita memiliki kesungguhan dalam kehidupan ini, karena
dengan demikian kita akan mulai dengan mengetuk dalam keseriusan. Sebab dunia ini
penuh dengan berbagai kesempatan yang bersembunyi di belakang pintu. Jadi mari
kita mengetuk pintunya.
Lukas 17:1-6, adalah sebuah bagian dalam pengajaran Yesus yang sungguh
menuntut sebuah keseriusan dalam menyikapi hidup yang dipenuhi dengan berbagai
kesempatan dalam setiap kemungkinan.
Bagian ini, khususnya ayat yang ke-2 adalah sesuatu yang sungguh mengerikan
yang diusulkan oleh Yesus dalam memberlakukan sebuah hukuman bagi orang-orang
penyesat, karena mengikatkan batu kilangan atau batu yang dipakai untuk menggiling
gandum, ialah batu bulat dan datar dengan memiliki diameter 45 cm adalah juga batu
yang sangat berat, sehingga tatkala diikatkan di leher dan dilemparkan ke dalam laut
maka ini akan menyebabkan kematian secara perlahan bagi orang yang
mengalaminya. Tetapi lebih jauh dari pada itu, Yesus menyerukan agar para murid
mewaspadai diri mereka sendiri, sebab jangan-jangan hal ini telah terdapat di antara
mereka. Dalam ayat ke-3, Yesus memulaikannya dengan kalimat “Jagalah dirimu!”.
Hal ini benar-benar menuntut kewaspadaan terhadap diri sendiri, agar diri sendiri
dimampukan untuk melakukan hal yang lebih berat lagi yaitu sebuah pengampunan.
Pengampunan ini ditujukan bagi siapa saja yang melakukan dosa dalam pengertian
kesalahan terhadap diri kita. Tetapi pengampunan ini harus didahului dengan sebuah
teguran, agar orang yang melakukan kesalahan dan dosa dapat menyadari dengan
baik apa yang sementara ia lakukan, kemudian hal ini berlanjut pada penyesalan.
Penyesalan adalah sesuatu yang sulit diukur oleh orang lain sehingga hal ini
membutuhkan sebuah pembuktian dan penilaian dalam kesabaran.
Yang dimaksudkan dengan kesabaran ini ialah sejauh mana kita mampu
memberikan pengampunan kepada orang lain, seberapa besarpun kesalahan yang
sudah ia lakukan, karena tuntutan Yesus dalam ayat ke 4 ialah kita harus memberikan
pengampunan sampai segala sesuatu boleh disempurnakan oleh Allah sendiri.
Sekali lagi hal-hal yang dikemukakan oleh Yesus ini adalah sesuatu yang
sungguh teramat berat bagi para murid yang mendengarkannya, bahkan bagi gereja di
saat ini. Menyadari kelemahan dan kekurangan mereka, maka para murid berkata
“tambahkanlah iman kami”. Ini adalah merupakan sebuah doa yang seharusnya
dibarengi dengan kerendahan hati dengan menyadari keterbatasan kita dalam
pelayanan yang adalah milik Tuhan, bukan sebaliknya merasa besar dan mampu
melakukan segala sesuatu dan akhirnya terjebak dalam dosa kesombongan. Yesus
kemudian melanjutkan pengajarannya dalam menjawab permintaan para murid untuk
menambahkan kekuatan iman mereka.
Yesus menggunakan bahasa perumpamaan tentang iman yang harus dimiliki oleh
orang percaya, yang hendaknya sama dengan biji sesawi, tetapi maksud Yesus bukan
masalah besar dan kecil, banyak dan kurang tetapi kualitas sebuah iman yang dimiliki
oleh para murid, nantinya akan membuat ia mampu melakukan sesuatu untuk
kemuliaan kerajaan, yang hendaknya sama dengan biji sesawi, tetapi maksud Yesus
bukan masalah besar dan kecil, banyak dan kurang tetapi kualitas sebuah iman yang
dimiliki oleh para murid, nantinya akan membuat ia mampu melakukan sesuatu untuk
kemuliaan Kerajaan Allah.
Sebagai gereja kita dituntut untuk menjadi teladan yang mendatangkan kebaikan
bagi orang lain siapapun itu, karena bila tidak demikian maka kita hanya akan menjadi
batu sandungan bagi orang lain dan bisa jadi kita akan membawa kesesatan bagi
kehidupan orang lain. Bila kita diharuskan menjadi teladan itu berarti kita harus mampu
melakukan apa yang diminta oleh Yesus kepada kita sebgai murid, yaitu memberikan
pengampunan yang sungguh tatkala ada orang yang melakukan kesalahan, bahkan
lebih jauh dari pada itu kita harus berani untuk menyatakan kesalahan mereka yang
melakukan dosa atau kesalahan dengan teguran.
Bila kita menyadari bahwa kita kurang berani untuk melakukannya atau kita tidak
mampu untuk menuruti kehendak Yesus, maka berdoalah untuk meminta
pertolongannya “Tuhan tambahkanlah iman kami, Tuhan tambahkanlah keberanian
kami”