Oleh:
Herlin Sela Sarundaitan
16014101033
Supervisor Pembimbing:
dr. Jose M. Mandei, Sp.A (K)
PERIODE KKM:
14 November 2016 –22 Januari 2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus dengan judul “DBD derajat III + Efusi Pleura Sinistra” telah
dikoreksi, dibacakan, dan disetujui pada tanggal 2017
Mengetahui,
Residen Pembimbing
dr.Rinwiati Tamaka
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
Host alami DBD adalah manusia, agen nya adalah virus dengue yang
termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe
yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den -4 2, ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Stegomiya
albopictus (dulu Aedes Albopictus), yang terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia3. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak memberikan perlindungan memadai
terhadap serotipe lain tersebut.
3
merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian pada
anak.4
Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi mulai dari yang
ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok. Pada
kasus ringan dapat tidak ada gejala, tetapi gejala khas pada DBD adalah adanya
demam 2 – 7 hari mendadak tinggi, suhu tubuh naik tinggi dan tidak membaik
dengan obat penurun panas diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri
seluruh tubuh, atralgia, nyeri kepala, beberapa pasien mengeluhkan adanya nyeri
tenggorokkan atau mata merah. Gejala lain yang dapat timbul adalah adanya
pembesaran hepar sampai pada keadaan berat yaitu syok. 7-8
Syok pada pasien DBD dikenal dengan istilah Dengue Syok Sindrom
(DSS) yaitu terjadinya kegagalan peredaran darah karena kehilangan plasma
darah akibat peningkatan permeabilitas kapiler darah. Syok yang biasanya terjadi
pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke 7
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Kewaspadaan terhadap tanda
4
awal syok pada pasien DBD sangat penting, karena angka kematian pada DSS
sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan pasien DBD tanpa syok. 9-10
5
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : AT
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/ Umur : 16 Juni 2016 / 2 tahun 5 bulan
Lahir di : Rumah sakit
Partus : Spontan letak belakang kepala
Berat badan lahir : 2460 gr
Kebangsaan : Indonesia
Suku : Minahasa
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Maumbi Jaga III
Masuk rumah sakit : 02 Desember 2016 Jam 16.00 WITA
Nama Ayah :-
Umur :-
Pekerjaan/ Pendidikan :-
Perkawinan :-
Alamat :-
6
FAMILY TREE
2 tahun 5 bulan
ANAMNESIS
Anamnesis diberikan oleh
Keluhan Utama : Kaki tangan dingin sejak 6 jam SMRS
Demam sejak 3 hari SMRS
Pasien merupakan rujukan RS Bhayangkara
dengan diagnosis DBD derajat III
Riwayat penyakit Sekarang : Penderita datang dengan keluhan kaki tangan
dingin sejak 6 jam SMRS. Demam sejak
selasa siang, 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan tinggi pada perabaan,
demam turun dengan obat penurun panas,
namun tidak sampai normal, kemudian naik
lagi. Penderita merupakan pasien rujukan dari
RS Bhayangkara dengan diagnosis DBD
derajat III . Penderita juga mengalami
perdarahan gusi (+), muntah (+) sejak 2 hari
SMRS, frekuensi 5x/ hari dengan volume ¼
gelas air kemasan, BAB kehitaman disangkal
penderita. Penderita sudah dirawat di RS
Bhayangkara sejak tanggal 1 Desember 2016.
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit keluarga : Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam
keluarga
7
Anamnesis Kehamilan dan Ante Natal : ANC secara teratur sebanyak 8x di puskesmas,
suntikan TT 2x, dan selama hamil, ibu dalam
keadaan sehat. Partus spontan letak belakang
kepala
Kepandaian/Kemajuan bayi
Pertama kali membalik : 3 bulan
Pertama kali tengkurap : 5 bulan
Pertama kali duduk : 6 bulan
Pertama kali merangkak : 7 bulan
Pertama kali berdiri : 9 bulan
Pertama kali berjalan : 12 bulan
Pertama kali tertawa : 5 bulan
Pertama kali berceloteh : 5 bulan
8
Pertama kali memanggil mama : 8 bulan
Pertama kali memanggil papa : 8 bulan
Imunisasi Dasar
DASAR ULANGAN
I II III I II III
BCG +
POLIO + + +
DPT + + +
CAMPAK +
HEPATITIS B + + +
Pemeriksaan fisik
Keadaan umun : Tampak sakit PB: 91 cm / BB : 14 kg
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Baik
Sianosis :(-)
Anemia :(-)
9
Ikterus :(-)
Kejang :(-)
Tensi : 80/60 mmHg
Nadi : 124 x/m, kecil, lemah
Respirasi : 28 x/m
Suhu : 37,90 C
Kejang, tipe, lamanya :(-)
KULIT
Warna : Sawo Matang
Efloresensi :(-)
Pigmentasi :(-)
Jaringan parut :(-)
Lapisan Lemak : Cukup
Turgor kulit : Kembali cepat
Tonus : Eutoni
Edema :(-)
Lain-lain :(-)
KEPALA
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar : Menutup
Mata : - Exopthalmus/Enopthalmus : ( -/- )
- Tekanan bola mata : Normal pada perabaan
- Conjunctiva : Anemis ( - )
- Sclera : Ikterik ( - )
- Corneal Refleks : Normal (+/+)
- Pupil : Bulat isokor diameter
3mm/3mm, Refleks
Cahaya +/+
- Lensa : Jernih
- Fundus : Tidak dievaluasi
- Visus : Tidak dievaluasi
- Gerakan : Normal
10
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Sekret -/-
Mulut : - Bibir : Sianosis ( - )
- Lidah : Beslag ( - )
- Gigi : Carries ( - )
- Selaput mulut : Mukosa mulut basah
- Gusi : Perdarahan ( + )
- Bau Pernapasan : Foetor ( - )
Tenggorokan : - Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
- Pharynx : Hiperemis (-)
Leher : - Trakea : Letak di tengah
- Kelenjar : Pembesaran Kelenjar Getah
Bening (-)
- Kaku kuduk :(-)
Thoraks : - Bentuk : Simetris
- Rachitic Rosary :(-)
- Ruang Intercostal : Normal
- Precordial bulging :(-)
- Xiphosternum :(-)
- Harrison’s groove :(-)
- Pernapasan Paradoxal :(-)
- Retraksi : ( + ) SC minimal
Jantung : - Detak jantung : 124 x/m
- Iktus cordis : Tidak tampak
- Batas kiri : Linea mid clavicularis
sinistra
- Batas kanan : Linea parasternalis
dextra
- Batas atas : ICS II -III
- Bunyi jantung apex : M1 > M2
- Bunyi jantung aorta : A1 < A2
- Bunyi jantung pulmonal : P1 < P2
- Bising :(-)
11
Paru – Paru : Inspeksi : Simetris kanan = kiri,
retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan, kiri redup
Auskultasi : Sp. pada paru kiri
Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising Usus ( + ) Normal
Palpasi : Lemas, hepar = 2-2 cm bac,
lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
RESUME
Anak perempuan, usia 2 5/12 tahun, BB: 14 kg, PB: 91 cm. MRS tanggal 02 Desember
2016, jam 16.00 WITA, dengan keluhan:
- Kaki tangan dingin sejak 6 jam SMRS
- Demam sejak 3 hari SMRS
- Penderita merupakan rujukan dari RS Bhayangkara dengan diagnosis DBD
derajat III + efusi pleura sinistra
12
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (+) SC minimal
Cor : SI-II reguler, bising (-)
Plm: Sp. pada paru kiri, Rh(+/+), Wh (-/-)
Abd : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar = 2-
2 cm bac, lien = ttb, timpani
Ext : Akral dingin, Capillary Refil Time > 2”
Diagnosis : DBD derajat III + efusi pleura sinistra
Penatalaksanaan : - O2 nasal 1-2 l/m
- IVFD RL 20 ml/kgBB secepatnya = 280 ml secepatnya
(sebanyak 2 kali)
- IVFD FFP 10 ml/kgBB = 140 ml/jam
- Inj. Ceftriaxone 1 x 1 gr IV
- Paracetamol 3 x 1 ½ cth
- Oralit ad lib
- PCV/ 4jam (44%)
- Diuresis/ jam
- X – Foto thoraks RLD
HEMATOLOGI
13
MCHC 30.0- 40.0 33,2
KIMIA KLINIK
SGPT < 43 60
IMUNOSEROLOGI
14
FOLLOW UP
03/12/2016
15
PCV/4 jam
TNRS/jam
Diuresis/jam
04/12/2016
05/12/2016
16
Inj. Furosemide 2 x 3,5 mg IV
Paracetamol 3 x 1 ½ cth
Oralit ad lib
Aspar K 3 x 1 tab
PCV/6 jam
TNRS/jam
Diuresis/jam
07/12/2016
17
Inj. Ceftriaxone 1 x 1 gr IV (6)
Inj. Furosemide 2 x 3,5 mg IV
Paracetamol 3 x 1 ½ cth (k/p)
Oralit ad lib
Aspar K 3 x 1 tab → stop
Curcuma 3 x 1 tab
18
BAB III
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini akan di bahas mengenai seorang anak perempuan
umur 2 tahun 5 bulan, berat badan 14 kilogram, tinggi badan 91 cm, dengan
diagnosis masuk Demam Berdarah Dengue Derajat III + efusi pleura sinistra.
Diagnosis demam berdarah dengue derajat III ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
Penderita ini memenuhi kriteria diagnosis Derajat III yang ditetapkan oleh
WHO 2011, antara lain :
19
1. Demam yang berlangsung 2 – 7 hari, onset akut, tinggi terus menerus.
(Penderita mengalami demam selama 3 hari dan turun bila minum obat
penurun panas, namun tidak mencapai suhu normal, dan naik lagi).
2. Pendarahan spontan (Penderita mengalami perdarahan gusi).
3. Trombositopenia (Jumlah trombosit < 100.000) . (Pada penderita juga
ditemukan trombositopenia dengan kadar trombosit 15 x 103/uL)
4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma.(Pada penderita nilai hematokrit
didapatkan 44% dan ditemukan adanya efusi pleura).
5. Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat & lemah, tekanan nadi
menurun, atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab,
dan anak tampak gelisah. (Pada penderita ini didaptkan tekanan darah
turun 80/60 mmHg, nadi lemah dan tidak kuat angkat, kaki dan tangan
dingin serta kulit lembab, capillary refill time ≥ 2 detik)
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura.
Pada pemeriksaan rontgen foto dada pasien ini didapatkan efusi pleura di
hemithoraks sinistra. Derajat luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya
penyakit. Efusi pleura adalah akumulasi cairan pada cavum dalam pleura berupa
eksudat, transudat, dan darah. Efusi pleura pada DSS dapat terjadi karena adanya
kebocoran plasma dari kapiler-kapiler pleura akibat peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
Anak yang menderita DSS perlu dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care
Unit) untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik dan
memberikan tindakan suportif intensif.
20
Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa
perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan
syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma
dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, perembesan
plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun (time of fever defersence).
Pemeriksaan nilai hematokrit merupakan indikator yang sensitif untuk mendeteksi
derajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan yang diberikan harus
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit. Perlu diperhatikan bahwa
kebocoran plasma pada demam berdarah dengue bersifat sementara, sehingga
pemberian cairan jumlah banyak dan jangka waktu lama dapat menimbulkan
kelebihan cairan dengan segala akibatnya.
Bila syok belum teratasi diberikan koloid dalam hal ini pasien diberikan
fresh frozen plasma sebanyak 10 ml/KgBB (140 ml) diberikan dalam 1 jam.
Darah, fresh frozen-plasma dan komponen darah lain diberikan untuk
mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor
pembekuan untuk mengoreksi koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan
terlebih dahulu sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah dalam jumlah besar
dan cepat adalah infeksi blood-borne, hipotermia dan hipokalsemia, karena
clearance sitrat tidak adekuat sehingga dapat mengganggu fungsi miokard.
Sejalan dengan pemberian cairan observasi umum, tekanan darah, nadi dan
pemeriksaan hematokrit setiap 4 jam terus dilakukan12,13. Setelah syok teratasi
tensi sudah 90/60 maka tetesan cairan infus kristaloid diturunkan menjadi
10ml/KgBB/Jam.
Pemberian oksigen harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Terapi
simtomatis diberikan terutama untuk kenyamanan pasien, seperti pemberian
antipiretik, ranitidin sebagai penurun asam lambung untuk keluhan nyeri perut,
21
dan istirahat.13 Terapi simptomatik pada pasien ini diberikan parasetamol
untuk mengatasi demam dengan dosis sebanyak 3 x 500 mg PO (apabila suhu >
38 C).
22
DAFTAR PUSTAKA
23
11. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan
Tatalaksana Infeksi Virus Dengue Pada Anak. Jakarta : badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2014.
12. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Sari Pediatri :
Vol 4 ; No 4.2003. 156-162.
13. American Heart Asssociation-American Academic of Pediatrics: Pediatric
Advanced Life Support. Dallas:AHAAAP, 2007.
24