Anda di halaman 1dari 27

Kiki Candra Mahendra

Topik : Financial Literacy terhadap Spending Habits dan Investment Behavior

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini banyak tantangan yang akan dihadapi salah satunya yaitu
pola hidup konsumtif. Pemenuhan kebutuhan hidup merupakan sifat dasar manusia, Kebutuhan
tersebut meliputi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan tersier merupakan
kebutuhan hiburan, namun sekarang kebutuhan primer seolah-olah tersaingi dengan kebutuhan
tersier. Menurut Mowen (2008) mendefinisikan bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidup,
seseorang didorong oleh kebutuhan sosial di sekitarnya sehingga mempengaruhi perilaku dalam
berkonsumsi dan akhirnya menimbulkan gaya hidup baru yang dikenal sebagai perilaku
konsumtif atau dengan kata lain spending habits. Menurut Mitchell (2008), spending adalah
sesuatu yang dinilai menyenangkan dalam mengeluarkan atau membelanjakan uang dan habits
merupakan kebiasaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa spending habits merupakan kebiasaan
mengeluarkan atau membelanjakan uang. Kebiasaan ini akan berpotensi menimbulkan tingkat
konsumtif yang tinggi dan berdampak buruk terhadap pengelolaan keuangan.
Selanjutnya menurut Budiati (2018) Generasi Y atau sering disebut millenials adalah
generasi penerus dari generasi X dan paling mencolok karena generasi ini lahir berdampingan
dengan internet. Generasi X lahir pada tahun antara 1965-1980 dimana generasi ini mulai akrab
dengan pengelolaan keuangan seperti investasi, sedangkan Generasi milenial lahir pada tahun
kelahiran 1980 hingga 1995. Menurut syaifudin (2020) perilaku belanja Generasi X agak
berbeda dengan generasi Y yakni dengan mencari informasi lewat smartphone/gadget, tetapi
transaksi jual belinya dilakukan secara offline atau langsung ke penjual atau toko atau pasar,
dalam berbelanja akan mengutamakan prioritasnya sehingga cenderung tidak konsumtif.
Pembelanja online terbesar adalah generasi milenial (Marketers, 2018). Dalam riset juga terlihat
bahwa berdasarkan usia, 50 persen pembelanja yaitu generasi milenial (Marketers, 2018). Hal ini
terjadi karena adanya koneksi internet yang memberi dampak gaya hidup untuk selalu terikat
dengan internet sehingga menyebabkan terjadinya pembelian online (Kompas, 2018). Selain itu
Menurut Risma (2021) bahwa di masa pandemi saat ini terjadi peningkatan investor dari
kalangan milenial karena mudahnya dalam bertransaksi melalui online, sejalan dengan hal
tersebut maka terjadi peningkatan kesadaran financial literacy pada generasi millennial. Serta
didukung dengan fasilitas untuk memperoleh pengetahuan financial literacy saat ini cukup
mudah diakses menggunakan aplikasi ataupun secara online.
Selain itu perkembangan dunia pendidikan serta tingkat partisipasi belajar pada zaman
generasi X dan Y mungkin ada perbedaan yang cukup signifikan, sehingga ilmu yang diperoleh
akan meningkatkan sensitivitas mereka mengenai bagaimana cara mengelola keuangan atau
financial literacy, yang nantinya sangat berpengaruh terhadap pola kebiasaan dalam konsumsi.
Pendidikan ini merupakan suatu proses pembelajaran seseorang dari tingkat SD, SMP, SMA dan
Sarjana. Semakin tinggi tingkat pendidikan kita semakin bijak dan pintar dalam mengambil suatu
keputusan dan berfikir secara rasional.
Program for International Student Assessment (2012) mengemukakan literasi keuangan
sebagai pengetahuan dan pemahaman atas konsep dan risiko keuangan, berikut keterampilan,
motivasi, serta keyakinan untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk
membuat keputusan keuangan yang efektif, meningkatkan kesejahteraan keuangan individu dan
masyarakat, serta berpartisipasi dalam bidang ekonomi. Maka dapat disimpulkan bahwa literasi
keuangan adalah pengetahuan mengenai keuangan yang dimiliki seseorang untuk mampu
membuat keputusan keuangan yang efektif dalam mengelola keuangannya. Hal tersebut akan
memberi dampak pada Spending habits yang merupakan kebiasan mengeluarkan atau
membelanjakan uang. Dari spending habits ini akan menimbulkan tingkat konsumtifitas yang
tinggi dan berdampak buruk terhadap pengelolaan keuangan.
Kesadaran dalam spending habits seseorang dilihat dari tingkat financial literacy yang
dimiliki seseorang. Kemampuan literasi keuangan mencakup pengetahuan dan keterampilan
dalam pengambilan keputusan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Imawati (2013) yang menyatakan seseorang dapat mengelola keuangan dengan benar,
dilihat dari literasi keuangan yang baik. Apabila pengetahuan seseorang akan keuangan kurang,
seseorang tersebut akan mengalami kerugian karena berperilaku boros dan konsumtif.
Kurangnya pengetahuan akan keuangan juga menyebabkan seseorang sulit melakukan investasi.
Selain itu Literasi keuangan membantu individu untuk meningkatkan tingkat pemahaman
mereka tentang masalah keuangan yang memungkinkan mereka untuk memproses informasi
keuangan dan membuat keputusan tentang keuangan pribadi. Literasi keuangan berhubungan
langsung dengan kesejahteraan individu. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mereka
dengan tingkat literasi keuangan yang rendah menghadapi masalah dengan masalah yang
berkaitan dengan keuangan pribadi seperti tabungan, pinjaman, investasi, perencanaan pensiun,
dll. Selama beberapa tahun terakhir, lanskap keuangan telah berubah menjadi kompleks dengan
diperkenalkannya banyak hal baru. produk keuangan. Sulit bagi orang biasa untuk memahami
risiko yang terkait dengan produk keuangan ini. Untuk memahami risiko dan pengembalian yang
terkait dengan produk-produk ini, tingkat literasi keuangan minimum adalah suatu keharusan.
Individu yang melek finansial dapat memanfaatkan produk dan layanan keuangan ini secara
efektif dengan mengevaluasi risiko dan pengembalian terkait dan akhirnya memilih produk yang
paling sesuai untuk mereka. Dengan demikian, individu yang melek finansial dapat
memanfaatkan produk dan layanan keuangan secara efektif.
Untuk itu Financial Literacy ini sangat mempengaruhi investment Behavior seseorang,
Perilaku investasi adalah persepsi investor untuk berpikir tepat dan akurat saat memilih produk
dan layanan keuangan untuk investasi. Bisa juga sebaliknya menyatakan bahwa, itu adalah
perilaku seorang investor terhadap pilihan investasi mereka. Investasi adalah bagian dari
kehidupan seseorang tanpa memandang usia, pekerjaan, pendapatan dan status keluarga. Pola
pikir orang berbeda karena tersedianya berbagai jalur investasi seperti saham, obligasi, emas
batangan, deposito tetap, reksa dana, real estate, dll. di masyarakat. Kebiasaan berinvestasi
seorang individu tergantung pada tahap mereka dalam siklus hidup menurut Chakraborty &
Digal (2011). Menurut Chaturvedi & Khare, (2012) mengemukakan bahwa usia, pendidikan,
pekerjaan dan tingkat pendapatan individu mempengaruhi perilaku investasi mereka. Kesadaran
responden terhadap pilihan investasi tradisional jauh lebih tinggi daripada pengetahuan mereka
tentang sekuritas perusahaan, reksa dana, saham ekuitas, dan saham preferen. Mereka juga
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesadaran investor yaitu; pekerjaan,
pendidikan dan tingkat pendapatan mempengaruhi tingkat kesadaran investor terhadap berbagai
jalur investasi.
Menurut Mottola (2014) dapat dilihat bahwa Tingkat literasi keuangan generasi milenial
sangat rendah yaitu 24 persen dibandingkan generasi sebelumnya. Generasi milenial tidak
memiliki tujuan keuangan yang jelas meskipun berpenghasilan tinggi. Generasi ini lebih buruk
pengelolaan keuangannya dari generasi sebelumnya. Artinya meskipun berpenghasilan tinggi
tidak menjamin hidupnya lebih baik dari generasi sebelumnya. Kondisi literasi keuangan
Indonesia menurut Otoritas Jasa Keuangan masih tergolong rendah. Menurut World Bank hal
tersebut terjadi karena 50 persen dari penduduk Indonesia tidak memiliki akses layanan jasa
keuangan. Literasi keuangan milenial masih berada dibawah literasi keuangan nasional, dimana
literasi keuangan nasional tahun 2016 sebesar 29,66 persen, sedangkan tingkat literasi keuangan
milenial hanya mencapai 28,3 persen. Akan tetapi seiring perkembangan zaman apabila dilihat
dari faktor usia dan generasi, generasi millenial lebih cenderung memahami banyak informasi
tentang financial literacy yang akses informasinya mudah diakses oleh mereka apalagi
merupakan generasi yang akrab dengan internet, seperti pengetahuan mengenai investasi dengan
berbagai macam jenis, tingkat risiko, dan tujuannya.
Pada penelitian sebelumnya hanya berfokus pada pengukuran indeks literasi keuangan
terhadap spending Habits pada pelajar menurut Yudasella (2019), mahasiswa menurut Prihastuty
(2018), dan karyawan menurut Putri (2019). Selain itu ada keterbatasan pada penelitian
sebelumnya, apabila kita membahas mengenai spending Habits sebaiknya narasumber telah
memiliki pendapatan tetap sendiri, untuk opsi tambahan dapat menggunakan para mahasiswa
atau pelajar yang masih menerima pemasukan uang dari orang tua sebagai objek, serta objek
karyawan saja yang cakupannya masih terlalu luas. kebaruan pertama pada penelitian ini yakni
adanya pengaruh literasi keuangan terhadap perilaku konsumtif dan investasi antar generasi X
dan Y, untuk itu penelitian ini akan menambahkan generasi sebagai variabel moderasi.
Pada penelitian literasi keuangan sebelumnya pengukuran operasional pada sebagian besar
penelitian tentang literasi keuangan berfokus pada dimensi kognitif dan bergantung pada ukuran
tes dari apa yang orang ketahui atau pahami tentang konsep keuangan. Pendekatan objektif untuk
pengukuran literasi keuangan ini paling sering dilakukan oleh para ekonom dan peneliti lain
dengan menggunakan serangkaian pertanyaan tes pilihan ganda atau pertanyaan tes benar-salah
yang tertanam dalam kuesioner yang juga mencakup pertanyaan tentang karakteristik demografis
dan menanyakan tentang perilaku keuangan dan kegiatan berdasarkan penelitian Hastings,
Madrian, dan Skimmyhorn (2013); Hilgert, Hogarth, dan Beverly (2003); Lusardi dan Mitchell
(2014). Lalu kebaruan yang kedua pada Penelitian ini akan berfokus pada dua jenis pengukuran
operasional literasi keuangan dengan bagian pertama dari ukuran adalah tes objektif dan
didasarkan pada jawaban yang benar dan salah untuk pertanyaan tes, bagian kedua dari ukuran
adalah evaluasi subjektif dan berfokus pada apa yang orang pikir mereka ketahui tentang
keuangan pribadi berdasarkan penilaian diri dari literasi keuangan mereka. Sehingga saya ingin
membuktikan apakah saat ini ada perbedaan financial literacy antara generasi X dan Y, apabila
mereka ini lahir di zaman yang berbeda dalam mendapatkan sebuah pengetahuan mengenai
literasi keuangan yang nantinya akan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi dan perilaku
investasi nya. Saya berharap Generasi Y lebih memiliki literasi keuangan yang lebih baik
sehingga dapat meminimalisir perilaku konsumtif, serta dapat diuji pengaruhnya terhadap
perilaku investasi dengan mempertimbangkan periode, risiko, dan tujuan di balik mengambil
inisiatif untuk berinvestasi di jalan tersebut, sehingga dapat memproses informasi keuangan dan
membuat keputusan tentang keuangan pribadi dengan baik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah:

1. Apakah ada perbedaan literasi keuangan antara generasi X dan Y?

2. Apakah ada perbedaan perilaku investasi antara generasi X dan Y?


3. Apakah literasi keuangan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi generasi X dan Y?
4. Apakah literasi keuangan berpengaruh terhadap perilaku investasi generasi X dan Y?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji apakah perbedaan generasi berpengaruh terhadap literasi keuangan


2. Untuk menguji apakah ada perbedaan perilaku investasi antara generasi X dan Y
3. Untuk menguji apakah literasi keuangan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi
generasi X dan Y
4. Untuk menguji apakah literasi keuangan berpengaruh terhadap perilaku investasi generasi
X dan Y
1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi praktisi maupun akademisi di
bidang keuangan. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian terutama
di bidang pengendalian Spending Habits terhadap personal finance untuk generasi milenial.
Lalu secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan
mengenai Financial Literacy dan Spending Habits serta bagaimana penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Financial Literacy

Menurut Imawati (2013) literasi keuangan adalah pengetahuan dan pemahaman


mengenai konsep keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan keuangan. menurut Lusardi
(2014) Literasi keuangan merupakan aspek penting kehidupan masyarakat termasuk semua
generasi dalam mencapai kesejahteraan. Apabila pengetahuan seseorang akan keuangan kurang,
seseorang tersebut akan mengalami kerugian karena berperilaku boros dan konsumtif.
Kurangnya pengetahuan akan keuangan juga menyebabkan seseorang sulit melakukan investasi.
Menurut Dikria (2016) Apabila diaplikasikan dalam kehidupan milenial, masalah keuangan
terjadi karena kesalahan dalam mengelola keuangan seperti membeli barang yang tidak
diperlukan, akibatnya uang yang digunakan untuk investasi maupun menabung, sudah habis
karena membeli barang. Menurut Fattah (2018) menyatakan bahwa semakin tinggi literasi
keuangan maka akan semakin rendah perilaku konsumtif seseorang begitu juga sebaliknya.

2.2. Spending Habits

Menurut Mitchell (2008), spending adalah sesuatu yang dinilai menyenangkan dalam
mengeluarkan atau membelanjakan uang dan habits merupakan kebiasaan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa spending habits merupakan kebiasaan mengeluarkan atau membelanjakan
uang. Kebiasaan ini akan berpotensi menimbulkan tingkat konsumtif yang tinggi dan berdampak
buruk terhadap pengelolaan keuangan. Sehingga spending habits harus dikelola dengan baik agar
tidak terjadi pemborosan atau kebiasaan buruk, untuk itu pengetahuan dan melek literasi
keuangan sangat diperlukan melihat di indonesia saat ini masih terjadi kesenjangan antar
generasi.

2.3. Perilaku Investasi

Perilaku investasi adalah persepsi investor untuk berpikir tepat dan akurat saat memilih
produk dan layanan keuangan untuk investasi. Bisa juga sebaliknya menyatakan bahwa, itu
adalah perilaku seorang investor terhadap pilihan investasi mereka. Investasi adalah bagian dari
kehidupan seseorang tanpa memandang usia, pekerjaan, pendapatan dan status keluarga. Pola
pikir orang berbeda karena tersedianya berbagai jalur investasi seperti saham, obligasi, emas
batangan, deposito tetap, reksa dana, real estate, dll. di masyarakat. Kebiasaan berinvestasi
seorang individu tergantung pada tahap mereka dalam siklus hidup menurut Chakraborty &
Digal (2011). Alasan di balik peningkatan tabungan adalah peningkatan pendapatan,
pertumbuhan PDB dalam perekonomian dan ketersediaan pilihan investasi baru dan menarik
menurut Samudra & Burgate (2012). dan menurut Chaturvedi & Khare (2012) mengemukakan
bahwa usia, pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan individu mempengaruhi perilaku
investasi mereka.

2.4. Faktor yang mempengaruhi Financial literacy pada spending habits dan Investment
Behavior

2.4.1. Penghasilan

penghasilan merupakan pendapatan dari apa yang mereka dapatkan melalui hasil
kerja mereka maupun penggajian mereka terhadap hasil kerja mereka. Penelitian menurut
Mittal (2009) menjelaskan bahwa penghasilan memiliki hubungan dengan sikap
spending habits seseorang, hasil penelitiannya menunjukan bahwa semakin tinggi
penghasilan maka dapat mempengaruhi juga sikap spending habits. Jika seseorang
memiliki penghasilan diatas rata-rata maka orang tersebut lebih cenderung percaya diri
dalam membelanjakan uangnya. Serta dengan semakin tingginya penghasilan maka status
ekonomi cenderung tinggi yang akan berjalan lurus dengan tingkat financial literacy
seseorang. Selanjutnya dalam hal investment behavior, menurut Thulasipriya (2014)
mengidentifikasi bahwa variabel seperti pendapatan bulanan, pengeluaran, tabungan dan
sektor pekerjaan individu secara signifikan berhubungan dengan tingkat investasi. Juga
menurut Bhushan (2014) bahwa pendapatan juga dipengaruhi oleh individu dalam
berinvestasi karena orang yang memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi akan lebih
memilih untuk berinvestasi di pasar saham sedangkan kelompok dengan tingkat
pendapatan yang lebih rendah dan rata-rata lebih memilih untuk berinvestasi di asuransi
dan deposito bank
2.4.2. Jenis Kelamin

Perbandingan antara laki-laki dan perempuan memiliki porsi yang cukup berbeda,
laki-laki lebih mempertimbangkan menabung dan berinvestasi daripada berbelanja. Laki-
laki memiliki pemahaman lebih tinggi dalam mengambil keputusan dibandingkan
perempuan. menurut Kirkbesoglu (2015) perempuan lebih memikirkan egonya dalam
pengambilan keputusan tanpa mempertimbangkan jangka panjangnya. Perempuan
cenderung lebih konsumtif, sehingga sangat sulit melakukan investasi. Porsi pengeluaran
mereka yang signifikan terjadi dalam hal shopping, fast food, pengeluaran internet, serta
investasi dan transportasi. Serta dalam hal Investasi Penelitian dari Thulasipriya (2014)
ini juga memeriksa keterlibatan gender dalam keputusan investasi dan menemukan
bahwa laki-laki memiliki tingkat investasi yang lebih tinggi daripada perempuan.

2.4.3. Pendidikan

Pendidikan adalah tingkat dimana memperoleh pengetahuan melalui lembaga


maupun sekolah-sekolah. Pendidikan ini merupakan suatu proses pembelajaran seseorang
dari tingkat SD, SMP, SMA dan Sarjana. Semakin tinggi tingkat pendidikan kita semakin
bijak dan pintar dalam mengambil suatu keputusan dan berfikir secara rasional. penelitian
yang dilakukan oleh Deaves (2006) mengatakan bahwa responden yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih memiliki kepastian dalam financial literacy dan berinvestasi.
Selain itu menurut Bhushan & Medury (2013) menemukan bahwa karyawan yang
bekerja di berbagai universitas Himachal Pradesh berinvestasi di hampir semua jalur
investasi yang tersedia bagi mereka. Namun, kebanyakan dari mereka cenderung
berinvestasi pada instrumen investasi yang aman.

2.4.4 Kelompok Usia atau Generasi

Menurut Budiati (2018) Generasi Y atau sering disebut millenials adalah generasi
penerus dari generasi X dan paling mencolok karena generasi ini lahir berdampingan
dengan internet. Generasi milenial lahir pada tahun kelahiran 1980 hingga 1995. Menurut
penelitian Patil (2014) mengemukakan bahwa dengan meningkatnya standar hidup orang
dewasa, maka mereka telah diberdayakan lebih banyak uang dan mendapat lebih banyak
daya beli. Hal ini terkait dengan dua karakter dasar yang mempengaruhi perilaku belanja
generasi muda, yaitu preferensi belanja online dan kesadaran merek meningkat. Akan
tetapi saat ini generasi milenial lebih cenderung memiliki financial literacy yang baik
sehingga lebih mengetahui prioritas. Sedangkan generasi X merupakan generasi yang
baru akrab dengan investasi sehingga memiliki financial literacy yang cukup baik serta
memiliki perilaku spending habits dalam berbelanja kurang peduli dengan adanya trend
dan tidak mengutamakan adanya merek. Selain itu dalam hal Investasi diidentifikasi dari
penelitian bahwa usia dan selera risiko berbanding terbalik yang berarti orang tua lebih
memilih untuk berinvestasi dalam investasi bebas risiko, karena pilihan investasi
tradisional jauh lebih tinggi daripada pengetahuan mereka tentang sekuritas perusahaan,
reksa dana, saham ekuitas, crypto dan saham preferen. yang mungkin masih terlalu rumit
untuk dipahami dan dipelajari.

2.5. Pengembangan Hipotesis

2.5.1 pengaruh Penghasilan terhadap financial literacy dan spending habits

penghasilan merupakan pendapatan dari apa yang mereka dapatkan melalui hasil
kerja mereka maupun penggajian mereka terhadap hasil kerja mereka. Penelitian menurut
Mittal (2009) menjelaskan bahwa penghasilan memiliki hubungan dengan sikap
spending habits seseorang, hasil penelitiannya menunjukan bahwa semakin tinggi
penghasilan maka dapat mempengaruhi juga sikap spending habits. Jika seseorang
memiliki penghasilan diatas rata-rata maka orang tersebut lebih cenderung percaya diri
dalam membelanjakan uangnya. Serta dengan semakin tingginya penghasilan maka status
ekonomi cenderung tinggi yang akan berjalan lurus dengan tingkat financial literacy
seseorang. Dengan penghasilan yang tinggi maka akses untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai financial literacy akan semakin besar, sehingga penghasilan dapat
dikelola dan dibagi-bagi sesuai kebutuhan dan skala prioritas.

H1: Penghasilan berpengaruh positif terhadap financial literacy dan spending habits

2.5.2. pengaruh Pendidikan terhadap financial literacy

Pendidikan adalah tingkat dimana memperoleh pengetahuan melalui lembaga


maupun sekolah-sekolah. Pendidikan ini merupakan suatu proses pembelajaran seseorang
dari tingkat SD, SMP, SMA dan Sarjana. Semakin tinggi tingkat pendidikan kita semakin
bijak dan pintar dalam mengambil suatu keputusan dan berfikir secara rasional. penelitian
yang dilakukan oleh Deaves (2006) mengatakan bahwa responden yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi lebih memiliki kepastian dalam financial literacy dan
berinvestasi. Dengan pendidikan yang baik maka selama menempuh studi mereka akan
dapat mengetahui bagaimana cara mengelola pemasukan dengan baik, lalu dari situlah
mindset dalam financial planning akan mulai terbentuk bisa melalui pengalaman, relasi,
mentor, dll.

H2: Pendidikan berpengaruh positif terhadap financial literacy

2.5.3. pengaruh usia terhadap financial literacy dan spending habits

Pada penelitian ini variabel generasi menjadi topik yang akan diangkat. Generasi
Y atau sering disebut millenials adalah generasi penerus dari generasi X dan paling
mencolok karena generasi ini lahir berdampingan dengan internet. Generasi milenial lahir
pada tahun kelahiran 1980 hingga 1995. Menurut penelitian Patil (2014) mengemukakan
bahwa dengan meningkatnya standar hidup orang dewasa, maka mereka telah
diberdayakan lebih banyak uang dan mendapat lebih banyak daya beli. Hal ini terkait
dengan dua karakter dasar yang mempengaruhi perilaku belanja generasi muda, yaitu
preferensi belanja online dan kesadaran merek meningkat. Akan tetapi saat ini generasi
milenial lebih cenderung memiliki financial literacy yang baik sehingga lebih
mengetahui prioritas. Sedangkan generasi X merupakan generasi yang baru akrab dengan
investasi sehingga memiliki financial literacy yang cukup baik serta memiliki perilaku
spending habits dalam berbelanja kurang peduli dengan adanya trend dan tidak
mengutamakan adanya merek. Sehingga variabel generasi ini masih bergantung pada
faktor dan variabel yang lain dalam menentukan pengaruhnya terhadap financial literacy
dan spending habits maka dari itu perlu penelitian lebih lanjut.

H3: usia berpengaruh negatif terhadap financial literacy dan spending habits
2.5.4 pengaruh financial literacy terhadap spending habits

para pekerja antar generasi memegang peranan penting dalam meningkatkan


perekonomian suatu negara. Mereka terlibat dalam kegiatan keuangan dan pengambilan
keputusan dalam kehidupan sehari-hari sampai mereka pensiun. Oleh karena itu, untuk
mencapai kepuasan finansial dan kesejahteraan yang mengarah pada kepuasan hidup,
individu harus memiliki pengetahuan yang memadai atau memadai yang berhubungan
dengan keuangan. Hal ini didukung oleh Sabri & Juen (2014) yang menyatakan bahwa
individu yang menunjukkan kepercayaan pensiun yang tinggi adalah orang yang melek
finansial dan mempraktikkan manajemen keuangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
dapat diketahui bahwa pengetahuan keuangan memiliki hubungan positif dengan
spending habits dalam kebiasaan belanja. Ketika pengetahuan keuangan masyarakat
meningkat, mereka akan membuat perilaku yang paling diinginkan dalam kebiasaan
belanja dan menghindari diri mereka untuk terlibat dalam kesulitan keuangan. Rendahnya
literasi atau pengetahuan keuangan akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat
seperti rendahnya simpanan uang akan memberikan kesulitan bagi mereka ketika mereka
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam situasi keuangan yang
kritis. Dengan demikian, literasi keuangan dapat dikatakan memberikan pengaruh
terhadap kebiasaan spending habits seseorang.

H4: financial literacy berpengaruh negatif terhadap spending habits

2.5.5 pengaruh financial literacy terhadap Perilaku Investasi

Menurut Bashir & Nisar (2013) mengidentifikasi bahwa informasi akuntansi,


literasi keuangan dan pengembalian yang diharapkan memiliki pengaruh yang signifikan
dan positif terhadap pengambilan keputusan Investment Behavior. Selain itu, responden
dengan pengalaman lebih banyak memiliki kinerja yang lebih baik daripada kandidat
yang berpengalaman rendah dalam hal berinvestasi. Setiap orang memiliki kesempatan
yang sama untuk memilih opsi investasi dengan mempertimbangkan periode, risiko yang
termasuk dalam opsi, dan tujuan di balik mengambil inisiatif untuk berinvestasi di jalan
tersebut. Perilaku investasi seorang individu dapat mengkonversi investasi secara
produktif menurut Sarkar & Sahu (2018). Sehingga dengan kita memiliki Financial
Literacy yang baik diharapkan dapat memahami risiko dan pengembalian yang terkait
dengan produk-produk ini, tingkat literasi keuangan minimum adalah suatu keharusan.
Individu yang melek finansial dapat memanfaatkan produk dan layanan keuangan ini
secara efektif dengan mengevaluasi risiko dan pengembalian terkait dan akhirnya
memilih produk yang paling sesuai untuk mereka. Dengan demikian, individu yang
melek finansial dapat memanfaatkan produk dan layanan keuangan secara efektif; tidak
akan tertipu oleh penjual yang menjual produk keuangan yang tidak cocok untuk mereka.

H5: financial literacy berpengaruh positif terhadap Investment behavior

2.6. Kerangka Penelitian


BAB 3
METODE PENELITAN

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah generasi X dan Y dengan tahun kelahiran antara
1981 sampai dengan 1995 yang telah memiliki sumber penghasilan mandiri. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Metode ini dipilih karena peneliti
mengetahui dengan baik populasi yang hendak diteliti dan merasa yakin akan sampel
yang dipilih yaitu dengan menggunakan persyaratan telah memiliki personal income.

3.2 Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan data primer dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Peneliti
melakukan pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner secara langsung dan
kuesioner online yang dibuat dengan google form kemudian link-nya dibagikan melalui
kontak WhatsApp dan email.

3.3 Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu financial literacy. Variabel ini akan
diukur dengan mengadopsi beberapa pertanyaan dari Allgood (2016).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu spending habits dan perilaku investasi.
Variabel spending habits dan perilaku investasi ini akan diukur dengan mengadopsi
beberapa pertanyaan dari Nor Fazleena et al. (2018) dan Allgood (2016).
3.4. Definisi Operasional Variabel

3.4.1 pengukuran profil responden

Faktor demografi terdiri dari jenis usia/generasi, penghasilan, pendidikan. Jenis kelamin,
diukur menggunakan skala nominal, yaitu Penghasilan, berhubung belum ada patokan
baku mengenai klasifikasi tingkat penghasilan, maka tingkat penghasilan diasumsikan
untuk dikategorikan menjadi 3, yaitu:

● < Rp 2.000.000,00 : Kategori Penghasilan Rendah


● Rp 2.000.000,00 – Rp 6.000.000,00 : Kategori Penghasilan Sedang
● > Rp 6.000.000,00 : Kategori Penghasilan Tinggi

Pendidikan, diukur menggunakan skala nominal, yaitu : SD, SLTP, SLTA, Sarjana (S1,
S2, S3). Variabel pendidikan ini akan dikelompokan menjadi 2 kategori, dimana SD,
SLTP dan SLTA dimasukan dalam kategori pendidikan rendah. Sedangkan untuk sarjana
dimasukan dalam kategori pendidikan tinggi. Dan usia diukur menggunakan skala
nominal, yaitu generasi X lahir pada tahun (1965-1980) saat ini berusia sekitar 41-56
pada 2021 dan generasi Y lahir pada tahun (1981-1996) saat ini berusia sekitar 25-40
pada 2021

3.4.2. Financial Literacy

Bagian pertama dari ukuran adalah tes objektif didasarkan pada jawaban yang
benar dan salah untuk pertanyaan tes, yang telah menjadi cara tradisional untuk
mengukur dan mempelajari literasi keuangan dalam penelitian sebelumnya. Bagian
kedua dari ukuran adalah evaluasi subjektif dan berfokus pada apa yang orang pikir
mereka ketahui tentang keuangan pribadi berdasarkan penilaian diri dari literasi keuangan
mereka. tes objektif dan penilaian subjektif tampaknya lebih berharga dan berwawasan
luas untuk menjelaskan perilaku keuangan daripada penggunaan informasi tes saja
sebagai ukuran literasi keuangan.
Pada penilaian sampel dibagi menjadi kelompok "actual-hi" dan "actual-lo"
menggunakan skor tes komposit dan kemudian membagi sampel menjadi "perceived-hi"
dan "perceived-lo" berdasarkan penilaian diri. Dengan dibagi kedalam beberapa
kelompok : literasi keuangan aktual dan persepsi tinggi; literasi keuangan aktual yang
dirasakan tinggi dan rendah; persepsi keuangan yang rendah dan literasi keuangan aktual
yang tinggi; dan, persepsi keuangan yang rendah dan literasi keuangan aktual yang
rendah. Selain itu Responden survei diminta untuk menilai sendiri pengetahuan keuangan
mereka secara keseluruhan berdasarkan skala tujuh poin dengan peringkat satu sangat
rendah dan peringkat tujuh sangat tinggi. Item subjektif ini memberikan wawasan tentang
bagaimana responden memandang tingkat literasi keuangan mereka tanpa harus
menjawab pertanyaan tes.

3.4.2.1. Actual financial literacy

● Q1 = Misalkan Anda memiliki Rp.1.000.000 di rekening tabungan dengan tingkat bunga


2% per tahun. Setelah 5 tahun, menurut Anda berapa banyak uang yang akan Anda miliki
di tabungan? (a) > 1,1jt; (b) tepat 1,1jt; (c) < 1,1jt; (d) tidak tahu

● Q2 =Jika tingkat bunga di rekening tabungan Anda adalah 1% per tahun dan inflasi
adalah 2% per tahun. Setelah 1 tahun, berapa banyak yang dapat Anda beli dengan uang
di rekening anda? (a) lebih dari hari ini; (b) persis sama; (c) kurang dari hari ini; (d) tidak
tahu

● Q3 = Jika suku bunga naik, apa yang biasanya terjadi pada harga obligasi? (a) harga akan
naik; (b) harga akan turun; (c) harga akan tetap sama; (d) tidak ada hubungan antara
harga obligasi dan tingkat bunga ; (e) tidak tahu.

● Q4 = Pinjaman dengan jangka waktu 15 tahun biasanya membutuhkan pembayaran


bulanan yang lebih tinggi daripada pinjaman berjangka waktu 30 tahun, tetapi total bunga
yang dibayarkan selama masa pinjaman akan lebih sedikit. (a) benar; (b) salah

● Q5 = Saham memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan obligasi dan reksadana


pendapatan tetap (a) benar; (b) salah.

● Q6 = Sejumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya sebagai kewajiban dari
tertanggung atas keikutsertaanya di asuransi disebut Premi Asuransi. (a) benar ; (b) salah
3.4.2.2. Perceived Financial Literacy

● Bagaimana Anda menilai pengetahuan Anda berkaitan dengan tabungan dan investasi?
● Bagaimana Anda menilai pengetahuan Anda berkaitan dengan asuransi?
● Bagaimana anda menilai pengetahuan keuangan anda secara keseluruhan?

Skala likert : 1-5; 1 = sangat buruk, 5 sangat baik

3.4.3. Spending Habits

Silahkan memberi tanda centang/ checklist (√ ) pada kolom tanggapan responden, Dengan
menggunakan skala 1-5, berikan penilaian Anda terhadap pernyataan-pernyataan berikut.
Pilihlah rentang jawaban yang menurut anda paling sesuai atau paling menggambarkan diri anda.
1 = (Tidak pernah | Sangat Tidak Setuju), 5 = (Selalu | Sangat Setuju)

NO Pernyataan Tanggapan Responden

Tidak Pernah Selalu

1 Sebelum saya membeli sesuatu,


saya mempertimbangkan dengan
cermat apakah saya mampu
membelinya.

2 Saya selalu menyisihkan sebagian


uang terlebih dahulu untuk
tabungan, lalu melakukan belanja
sesuai kebutuhan

3 Saya akan menghabiskan uang


segera setelah saya
mendapatkannya.

4 Saya akan menghemat uang hanya


ketika saya ingin membeli sesuatu
dalam waktu dekat
5 Saya menetapkan tujuan keuangan
jangka panjang dan berusaha
untuk mencapainya.

6 Saya membayar tagihan tepat


waktu.

Total

NO Pernyataan Tanggapan Responden

Tidak Setuju Setuju

1 Saya merasa lebih puas


menghabiskan uang daripada
menyimpannya untuk jangka
panjang.

2 Saya siap menyisihkan


sebagian uang saya untuk
menabung atau melakukan
investasi

3 Menurut saya uang ada untuk


dihabiskan

Total

3.4.4. Perilaku Investasi

● Q1 : Seberapa sering Anda mengubah atau menyeimbangkan kembali investasi di


rekening tabungan Anda? Karena mungkin adanya perubahan keinginan dan kebutuhan
kita, serta adanya trend instrumen investasi yang berubah-ubah. (a) Setidaknya setahun
sekali ; (b) setiap beberapa tahun sekali ; (c) fleksibel sesuai keinginan

● Q2 : Apakah Anda saat ini memiliki aset investasi? (a) iya ; (b) tidak

Silahkan checklist/pilih sesuai dengan instrumen investasi pada produk keuangan yang anda pilih

NO Produk keuangan Tanggapan Responden

Melakukan Investasi Tidak Melakukan Investasi

1 Deposito

2 Rekening Tabungan

3 Saham

4 Reksadana Pendapatan
Tetap

5 Obligasi

6 Reksadana Pasar Uang

7 Asuransi Jiwa

8 Dana Pensiun

9 Mata Uang Kripto

10 Reksadana Saham

11 Tidak Memiliki

Total

3.5. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengujian instrumen dilakukan dengan cara melakukan uji validitas
dan reliabilitas pada setiap butir pertanyaan kuesioner.
3.5.1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen (Arikunto 2014:211). Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi.
Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Dalam penelitian
ini menggunakan uji validitas konstruk dengan bantuan SPSS. Rumus yang digunakan untuk
menguji validitas instrumen ini adalah Product Moment oleh Karl Pearson dengan taraf
signifikan 5%. Apabila r hitung > r tabel maka soal tersebut valid, sedangkan r hitung < r
tabel maka soal tersebut tidak valid.

3.5.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat diartikan sebagai tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen.
Reliabilitas tes berkenaan dengan pertanyaan apakah pertanyaan yang diteliti sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus Cronbach Alpha
dengan bantuan versi 22. Berikut ini interpretasi koefisien korelasi yang diungkapkan oleh
Sugiyono (2010:257):

Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat kuat

Sumber: Sugiyono (2010)

Dari penjelasan tersebut, maka kriteria pengujian adalah sebagai berikut:


1) Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60, maka data tersebut andal (reliabel)
2) Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,60, maka data tersebut tidak andal (tidak reliabel)
3.5.3. Uji Asumsi Klasik

3.5.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2012). Hal ini penting
dikarenakan berhubungan dengan ketepatan pemilihan uji statistik yang akan digunakan
dan data yang baik serta layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki
distribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan teknik uji Kolmogorov-
Smirnov. Taraf signifikansi (α) dalam uji ini adalah 5% atau 0,05. Apabila nilai taraf
signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal dan suatu
penelitian dapat dilanjutkan

3.5.3.2. Uji Linearitas

Menurut Ghozali (2012) uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model
yang digunakan sudah benar atau tidak. Uji linieritas dilakukan dengan bantuan program
komputer IBM SPSS versi 22.0. Uji linearitas dapat dilakukan melalui analisis compare
means. Hal ini bertujuan untuk menguji hubungan tiap variabel bebas terhadap variabel
terikat. Jika nilai linearity memiliki signifikansi > 0,05 model yang digunakan belum
tepat.

3.5.4. Uji Hipotesis

3.5.4.1. Analisis Regresi Logistik Model Logit

Regresi logistik model logit merupakan model regresi non-linear yang menghasilkan
sebuah persamaan dimana variabel dependen bersifat kategorikal. Kategori paling dasar
dari model tersebut menghasilkan bilangan biner, yaitu angka 0 dan 1. Angka yang
dihasilkan dapat mewakilkan suatu kategori tertentu yang dihasilkan dari penghitungan
probabilitas terjadinya kategori tersebut (Gujarati, 2003).

Tabel 3.2 Probabilitas Model Logit (Gujarati, 2003)

Yi Probabilitas
0 1 – Pi
1 Pi

Total 1

Gujarati (2003) mengemukakan bahwa penggunaan dari model logit umumnya


digunakan pada data klasifikasi. Contoh dari penggunaan data tersebut seperti kategori
melakukan investasi. Jika tidak ber-investasi, nilainya adalah nol (0), dan jika
berinvestasi, nilainya adalah satu (1). Penentuan dari keputusan investasi tersebut
dipengaruhi oleh beberapa variabel independen. Variabel tersebut dapat berskala
nominal, ordinal, interval maupun rasio. Contoh dari variabel independen tersebut seperti
tinggi atau rendahnya tingkat literasi keuangan seseorang. Dengan kata lain keputusan
melakukan investasi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan terkait literasi keuangan yang
dimiliki.

Persamaan dari regresi logistik model logit diperoleh dari penurunan


persamaan probabilitas dari beberapa kategori yang akan diestimasi.
Persamaannya sebagai berikut: (3.1)
1
Pi=E ( Y =1 )∨X i = (β1+ β 2 X i )
1+e
Persamaan (3.1) dapat disederhanakan dengan cara mengasumsikan
(β 1 + β 2 X i ) menjadi Zi , sehingga akan menghasilkan persamaan sebagai berikut:
(3.2)
Zi
1 e
P i= (− Z )
= Z
1+e i
1+e i

Persamaan (3.2) dapat terlihat bahwa Zi berada dalam rentang -∞ hingga


+∞. Untuk Pi berada dalam rentang nol (0) hingga satu (1) dimana Pi memiliki
hubungan non-linear terhadap Zi . Hubungan non-linear dalam Pi terjadi terhadap
X dan ß. Hal tersebut pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan estimasi,
sehingga perhitungan regresi OLS (Ordinary Least Square) tidak dapat dilakukan.
Solusi dari permasalahan tersebut yaitu dengan cara melinearkan persamaan (3.1)
dengan menerapkan logaritma natural pada kategori nol (0). Persamaannya
sebagai berikut: (3.3)
1
1−Pi =
1+e Z i

Jika persamaan (3.3) di substitusi dengan persamaan (3.2) menjadi: (3.4)


Pi 1+ eZ i

=
1−Pi 1+ e(−Z ) i

Pi
Persamaan merupakan rasio kecenderungan atau odds ratio
1−Pi
terjadinya kategori dengan nilai satu (1). Dengan menerapkan logaritma natural
terhadap odds ratio tersebut, maka akan dihasilkan persamaan sebagai berikut:
(3.5)

Li=ln
( )
Pi
1−Pi
=Z i=β 1+ β2 X i

Dari persamaan (3.5) tersebut, Li merupakan log dari odds ratio yang linear terhadap X
dan parameter ß. Nilai dari β 1 merupakan intercept. Hal ini berarti bahwa probabilitas
keputusan pemberian pinjaman adalah sebesar β 1, ketika beberapa variabel lain bernilai
nol (0), seperti saat seseorang tidak memilih salah satu poin dari tujuan peminjaman.
Nilai dari β 2 dan seterusnya merupakan ukuran dari kontribusi masing-masing variabel
yang menjadi penentu variabel dependen. Jika nilai dari β 2 positif, maka peningkatan
nilai dari variabel tersebut sebesar satu satuan akan meningkatkan probabilitas keputusan
pemberian pinjaman sebesar β 2. Jika nilai dari β 2 negatif, maka peningkatan nilai dari
variabel tersebut sebesar satu satuan akan mengurangi probabilitas keputusan pemberian
pinjaman. Nilai dari β 2 yang besar berarti variabel tersebut memiliki pengaruh yang besar
terhadap probabilitas keputusan pemberian pinjaman, sedangkan β 2 yang kecil
mempunyai arti bahwa variabel tersebut relatif tidak signifikan dalam probabilitas
keputusan pemberian pinjaman.

3.5.4.2. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda merupakan analisis statistik yang menghubungkan antara dua atau
lebih variabel independen variabel dengan dependen Y (Lupiyoadi, 2015). Tujuan analisis ini
yaitu untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih dan membuat perkiraan
nilai Y atas X. Data yang biasanya digunakan untuk variabel independen berupa data yang telah
ada atau data sekunder maupun data pengamatan atau data primer (Lupiyoadi, 2015). Untuk
model pengujian pengaruh literasi keuangan terhadap spending habit dan perilaku investasi.
untuk uji pengaruh spending habit menggunakan Analisis Regresi Berganda sebagai berikut:

a. Persamaan Regresi Berganda

SP = β0 + β1APh + β2AhPl + β3AlPh + β4UG + ε

Dimana :

SP = Spending Habit

β0 = Konstanta

β1-4 = Koefisien regresi untuk tiap variabel X

APh = Literasi Keuangan Actual & Persepsi High

AhPl = Literasi Keuangan Actual High & Persepsi Low

AlPh = Literasi Keuangan Actual Low & Persepsi High

UG = Usia Generasi

ε = Residual error

3.5.4.3 Uji Determinasi (R2)

Uji determinasi (R2) menurut Ghozali (2018) merupakan uji yang digunakan untuk mengukur
sejauh mana kemampuan model dalam menerangkan beragam variabel dependen. Nilai
determinasi (R2) juga berguna sebagai metode untuk mengetahui seberapa kuat variabel
independen dalam mempengaruhi variabel dependen.

3.5.4.4 Uji Statistik F

Uji statistik F menurut Lupiyoadi (2015) merupakan uji simultan atau uji keseluruhan dan
bersama-sama. Uji F sendiri mempunyai tujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan linier
antar variabel. Uji ini juga digunakan untuk menguji valid tidaknya suatu model regresi. Tingkat
signifikansi yang digunakan dalam pengujian ini yaitu sebesar α (alpha). Model regresi dikatakan
valid bila nilai signifikansi < α (alpha) atau nilai F hitung > F tabel. Sebaliknya dikatakan tidak
valid bila nilai signifikansi > α (alpha) atau nilai F hitung < F tabel.

3.5.4.5 Uji Parsial (Uji t)

Uji Parsial t menurut Lupiyoadi (2015) merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui
apakah sebuah variabel bebas (independen) memberikan pengaruh terhadap variabel terikat
(dependen). Tingkat signifikansi yang digunakan dalam pengujian ini yaitu sebesar α (alpha).
Apabila nilai signifikansi ˃ α (alpha) atau t hitung ˂ t tabel maka tidak terdapat pengaruh antara
variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya bila nilai signifikansi < α (alpha) atau
t hitung > t tabel maka terdapat pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen

Daftar Pustaka

Mubarokah, S. Rita, M. 2020. Anteseden Perilaku Konsumtif Generasi Milenial: Peran Gender
Sebagai Pemoderasi. International Journal of Social Science and Business. Volume 4,
Number 2, pp. 211-220

Septiani, N., Rita, R. 2019. Melek finansial dan spending habits berdasarkan jenis kelamin (studi
empiris pada mahasiswa/i di feb uksw. Jurnal Ilmiah Manajemen, Vol 9, No. 3, 421-430
Andriani, D. Nugraha, N. 2018 Spending habits and financial literacy based on gender of
employees. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, Vol 10, No. 1,
1-6

Deviyanti, S. 2018. pengaruh literasi keuangan terhadap perilaku konsumtif peserta didik kelas
xii ips sma negeri 3 makassar. Jurnal Manajemen Indonesia. Vol. 15 - No, 39-50

Taufiq, R., Mandasari., dan Romdani, A. 2018. Analisis Faktor-faktor Pembentuk Konsumsi
Status Pada Generasi Millennial. Jurnal Ekonomi Manajemen, Volume 4 Nomor 2, 143-
149

Azmi, B., Ramakrishnan. 2018. Relationship between Financial Knowledge and Spending Habits
among Faculty of Management’s Staff. Journal of Economic Info. Vol.5, No.3. 1-6

Yulinati, N., dan Silvy, M. 2013.1. KOMPARASI SPENDING HABITS KARYAWAN


BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN OVERCONFIDENCE. Journal of
Business and Banking, Vol 3, No. 1, 57 – 68

Tibian, G. 2018. “Pengaruh Financial Literacy Terhadap Spending Habits Mahasiswa Program
Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma”. Skripsi FEB Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

Riska, Franita. 2020. Financial Planning In The Pandemic Period. accounting and business
journal, Vol 2, No 1, 10-27

Baskoro, A, R., dan Aulia, R. 2019. The Effect of Financial Literacy and Financial Inclusion on
Retirement Planning. IJBE : International Journal of Business Economics, Vol 1, No 1,
49-58

Istikhamah., Yuliati., Noor, L. 2016. The Influence of Motivation, Needs, and Access to
Information on Family Financial Planning in Life Insurance Purchasing. journal of
consumer sciences, Vol 1, No 2
Anismadiyah, V., Febriana, H., Irnawati, J., Rismanty, V., dam Suryanto, W. 2021. Financial
planning for millenials in pandemic era. Jurnal abdimas tridharma manajemen, Vol 2,
No 1, 25-34

Huda, N., Indrain, N., Cahyanti, T.W., Asmawati, Y., dan Oktaviani, T., 2020. The Effect Of
Personality, Self-Control And Financial Constraints On Financial Planning. Journal of
Management and Entrepreneurship Research, Vol. 1 No. 1, 45-55

Alisbha, C., Intishar, I.A., 2020. Good Financial Planning Considering the Exchange Rate
Fluctuation. Journal La Bisecoman, Vol. 1 No. 6, 34-38

Taufik Hidayat, S.E., M.Si. 2010. Financial Planning Mengelola & Merencanakan Keuangan
Pribadi dan Keluarga. Jakarta Selatan: Mediakita.

Anda mungkin juga menyukai