Anda di halaman 1dari 24

Regulasi dan Fungsi Imunitas Diperantarai Sel T

pada Infeksi Toksoplasma gondii

oleh

dr. I Wayan Surudarma, M.Si.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. ..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...ii
PENDAHULUAN…………………………………………………………………...1
A. Siklus Hidup dan Aspek Umum Imunitas…………………………………...1
B. Pentingnya Imunitas Diperantarai Sel T terhadap Resistensi
terhadap T. gondii……………………………………………………………5
INISIASI DAN REGULASI RESPON SEL T PADA INFEKSI T. GONDII………6
A. Peranan Makrofag dan Sel Natural Killer……………………………………6
B. Aktivasi Dini Limfosit T……………………………………………………. 6
1. γδ Limposit T ………………………………………………………..6
2. T limfosit αβ…………………………………………………………….7
3. Modulasi Aktivasi Sel T………………………………………………….7
4. Peranan Sitokin Regulasi…………………………………………………8
5. Peranan Nitrit Oksida…………………………………………………….8
FUNGSI EFEKTOR DIPERANTARAI SEL T CD4+ DAN CD8+
YANG SPESIFIK TERHADAP PARASIT…………………………………………9
A. Ag parasit masuk ke dalam jalur presentasi MHC klas I dan II……………..9
B. Aktifitas Sel T Sitolitik……………………………………………………..10
1. CD8+ CTL ………………………………………………………………10
2. CD4+ CTL………………………………………………………………11
3. Pentingnya Aktivitas CTL vs Produksi IFN-γ………………………….11
C. Produksi Sitokin tipe 1……………………………………………………...11
D. Aktivitas Proteksi Sitokin Tipe 1…………………………………………...12
PERANAN IMUNITAS DIPERANTARAI SEL T TERHADAP
PERUBAHAN PATOLOGIS KARENA TOKSOPLASMOSIS…………………..14
A. Infeksi Akut…………………………………………………………………14
B. Infeksi Kronis…………………………………………………………….…15
KESIMPULAN……………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….18

2
PENDAHULUAN

A. Siklus Hidup dan Aspek Umum Imunitas


Toksoplasma gondii merupakan koksidia intraselular yang masuk dalam filum
Amphicoplexa. Parasit ini menyebar luas dan dapat ditemukan pada berbagai spesies
burung dan mamalia. Diperkirakan lebih dari 5 x 108 orang didunia telah terinfeksi.
Tahap seksual parasit terjadi di sel epitel usus kucing, dan hasil fusi gamet, ookist, ada
dalam feses. Ketika kontak dengan atmosfer, ookist akan bersporulasi dan menjadi
infektif pada host definitif maupun intermediat. Tahap seksual Toksoplasma sangat
spesifik yang hanya terjadi pada spesies felidai. Namun demikian toksoplasma mampu
menginfeksi berbagai vertebrata termasuk manusia.
Pada host intermediat, setelah menginfeksi sel eptel usus, fase infektif (ookist
atau bradizoit) berubah menjadi takizoit, yang bermultiplikasi cepat dengan endodiogeni
dalam vakuola parasitoporus intraseluler. Ketika sel menjadi padat oleh takizoit,
membran plasma sel akan pecah dan parasit dilepaskan kedalam miliu ekstraseluler.
Takizoit bebas dapat menginfeksi sel berinti dan melanjutkan replikasi untuk dan
menyebar ke seluruh jaringan host (gbr 1). Bila tidak dikontrol sistem imun, takizoit
menjadi sangat virulen dan menyebabkan toksoplasmosis umum yang selalu berakibat
fatal (20). Strain normal Toksoplasma gondii akan menjadi sangat virulen pada binatang
yang defisiensi limfosit T (28). Sehingga induksi respon imun yang diperantarai sel T
untuk ketahanan terhadap Toksoplasma gondii merupakan tahap kunci siklus hidup,
yang akan menentukan kemampuan bertahan hidup host maupun parasit.
Setelah imunitas berkembang, fase takizoit akan dibersihkan dari jaringan host,
sedangkan bradizoit yang bereplikasi lambat tetap persisten. Bradizoit tetap hidup dalam
kista yang merupakan bentuk isolasi efektif terhadap sistem imun host melalui
dindingnya yang sebagian besar tersusun dari turunan jaringan host. Kemampuan
bradizoit membebaskankan diri dari respon imun host dan tetap ada dalam bentuk
tersembunyi juga merupakan fase kunci lain siklus hidup Toksoplasma gondii. Bradizoit

3
infektif pada host intermediat dan definitif sangat bertanggung jawab dalam penyebaran
parasit ke berbagai spesies mamalia dan burung.
Walaupun bradizoit nampak kurang berbahaya, terkungkung dalam kista
dorman, namun imunitas persisten diperlukan untuk menghindari fase takizoit dan
perubahan pathologis yang menyertai (40). Bradizoit banyak ditemukan pada sistem
saraf pusat dan reaktivasi kista paling banyak terjadi di otak. Fakta ini sangat baik
diilustrasikan dengan tingginya insiden ensefalitis yang diinduksi Toksoplasma gondii
sebagai penyebab kesakitan dan kematian pada pasien AIDS (45).
Dua hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan pengontrolan replikasi
parasit pada toksoplasmosis kronis. Pertama, Respon imun host aktif menginduksi
transformasi takizoit menjadi fase bradizoit dan sangat penting untuk mempertahankan
fase bradizoit (gbr 2A). NO , molekul efektor penting yang dihasilkan makrofag
teraktivasi, menginduksi stasis parasit dan ekspresi antigen spesifik bradizoit (4).
Hipotesis kedua menyatakan bahwa respon imun mengontrol replikasi takizoit
tetapi tidak mampu berefek pada bradizoit yang tidak berbahaya bagi host (gbr 2B).
Namun parasit secara kontinyu dilepaskan dari kista pada host yang terinfeksi kronis,
sehingga terjadi boosting konstan sistem imun. Kejadian untuk model ini berasal dari
penemuan bahwa binatang yang terinfeksi kronis, diterapi dengan dosis penetral
antibodi lawan interferon gamma dan faktor nekrosis tumor alpha menyebabkan
emergensi takizoit bebas dan peningkatan jumlah kista.
Di alam, tikus merupakan host intermediat Toksoplasma gondii. Siklus hidup
parasit pada tikus mirip dengan pada manusia. Toksoplasma mudah dipertahankan
secara invitro sebagai takizoit dan in vivo sebagai takizoit dan bradizoit. Infeksi pada
tikus telah menjadi model utama menjelaskan dasar imun protektif melawan patogen
intraselular umum dan mempelajari regulasi perubahan patologis oleh berbagai agen
infeksius (23). Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mempelajari telah tersedia dan harus
dilanjutkan. Pandangan baru untuk mendesain vaksin yang efektif didasarkan pada
induksi imunitas diperantarai sel T, sebagai strategi baru untuk terapi imun infeksi
oportunistik pada host defisiensi imun.

4
Gambar 1. Siklus hidup T. gondii. Pada infeksi akut diawali dengan ingesti kista
atau ookista, takizoit masuk dan berproliferasi dalam sel berinti sehingga menyebabkan
lisis sel host dan reinfeksi sel lainnya. Bersamaan dengan perkembangan imunitas,
takizoit akan bertransformasi menjadi bradizoit, yang bersembunyi dalam kista pada
jaringan otot dan saraf. Infeksi kronis ini dapat bertahan seumur hidup host, tetapi
pasien dengan defisiensi imun, kista akan pecah, memulai reinisiasi infeksi akut.
Didalam usus kucing , parasit yang teringesti akan berdiferensiasi menjadi gamet jantan
dan betina, yang akan membentukan ookista. Ookista ini masuk ke dalam feses dan akan
tetap infeksius selama beberapa bulan.

5
6
Gambar 2. Hipothesis alternatif kontrol replikasi takizoit T.gondii pada jaringan
host imunokompeten. (A) Respon imun seluler memainkan peranan aktif dalam
terbentuknya kista pada parasit. Fakta terbaru menunjukkan bahwa produksi RNI akan
mempromosi transformasi takizoit-bradizoit. (B) Inisiasi pembentukan kista terjadi
tanpa tergantung imunitas host. Sekali kista terbentuk, konversi lambat bradizoit
menjadi takizoit muncul secara kontinyu, tetapi parasit yang kembali muncul ini akan
dikontrol secara efektif oleh imunitas berlandaskan sitokin tipe 1.

7
B. Pentingnya Imunitas Diperantarai Sel T terhadap Resistensi

terhadap T. gondii
Suatu perbedaan gambaran imunitas terhadap infeksi T. gondii adalah
ditingkatkannya CMI yang kuat dan persisten oleh parasit, yang menyebabkan
perlindungan host terhadap pertumbuhan takizoit yang cepat dan perubahan pathologis
yang disebabkannya. Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I dan II juga
berperanan penting pada resistensi dan suseptibilitas terhadap parasit sesuai dengan ide
bahwa limposit T sangat menentukan hasil infeksi (5). Sitokin seperti IFN-γ dan TNF-α
penting untuk mengontrol replikasi takizoit selama fase akut dan kronis infeksi (22).
Sedangkan, IL-10 dan IL-12 sangat penting pada fase awal infeksi dan kurang penting
selama toksoplasmosis kronis (31).
Ketika IL-12 menginisisasi CMI yang kuat dan efektif melawan takizoit, IL-10
muncul untuk memodulasi sintesis IL-12 dan IFN-γ, untuk menghindari respon imun
yang berlebihan yang dapat menyebabkan inflamasi ekstensif dan kerusakan jaringan
host (32). IL-10 dan IL-12 merupakan antogonis utama yang terlibat pada pengaturan
sitesis IFN-γ selama fase awal infeksi. Sel NK dan limfosit T CD4+ dan CD8+ pada
fase awal infeksi. T limfosit αβ merupakan sumber utama sitokin selama fase kronis
(21).

8
INISIASI DAN REGULASI RESPON SEL T
PADA INFEKSI T. GONDII

A. Peranan Makrofag dan Sel Natural Killer


Untuk menginduksi respon imun yang diperantarai sel T spesifik parasit yang
efektif , infeksi T. gondii menimbulkan imunitas nonspesifik yang kuat, imunitas tidak
tergantung sel T. Respon ini memerankan peranan penting mempengaruhi
perkembangan limfosit T spesifik parasit. Aspek non spesifik ini dijelaskan oleh studi
yang menunjukkan bahwa infeksi T. gondii membatasi koinfeksi oleh pathogen yang
tidak berhubungan seperti Listeria monocitogenes dan Schistosoma mansoni, infeksi
virus tertentu dan perkembangan tumor tertentu (27). Aktivasi non spesifik muncul pada
tahap awal infeksi dan fenomena tidak tergantung sel T menghasilkan sintesis IFN-γ
oleh sel NK yang mengarahkan fungsi mikrobisidal makrofag.(23). Aktivasi awal sistem
imun memainkan peranan utama saat infeksi T. gondii. Pertama adalah untuk membatasi
replikasi takizoit saat pembentukan imunitas diperantarai sel T. Kedua adalah langsung
membangun respon sel T yang memadai dengan merangsang diferensiasi sel prekursor
Th (Thp) menjadi sel efektor Th1.

B. Aktivasi Dini Limfosit T


1. γδ Limposit T
Melalui penggunaan reseptor sel T (TCR), tikus KO deplesi monoklonal Ab
mAb, γδ sel T diketahui memainkan peranan proteksi melawan berbagai bakteri dan
protozoa pathogen. Efek protektif γδ sel T sering dihubungkan dengan tahap dini
penyakit (11). Jumlah γδ sel T meningkat pada infeksi bakteri pathogen seperti Listeria
monocytigenes (46).
Peningkatan jumlah γδ sel T juga muncul pada manusia dengan toksoplasmosis
akut (47). Pada pasien dengan toksoplasmosis kongenital akut,, Vδ2+ tidak responsif
pada stimulasi invitro dengan parasit atau anti-CD3 in vitro. Ketika fungsi Vδ2+ kembali
pada infeksi belakangan, seperti diukur dengan proliferasi dan sekresi IFN-γ, T limfosit
αβ sebagian besar non responsif. Dari daata ini muncul kemungkinan umum bahwa γδ
sel T berperan untuk proteksi selama tahap kronis infeksi kongenital manusia.

9
2. T limfosit αβ
Infeksi T gondii juga memberikan rangsangan langsung dan poten terhadap
aktivasi T limfosit αβ. Sebagai hasil, produksi IFN-γ turunan sel T muncul lebih dini
selama infeksi akut. Produksi dini IFN-γ sel T dijelaskan oleh kemampuan sel
pempresentasi Ag host untuk mengaktivasi limfosit T pada milieu sitokin inflamasi.
Sementara respon dini sitokin tipe 1 memberikan proteksi pada host, pada keadaan
tertentu, sitokin inflamasi diinduksi T gondii menyebabkan kelainan pathologis
penyakit.
Produsi IFN-γ T limfosit αβ selama infeksi akut terkait dengan proteksi host
pada infeksi intraperitonial dengan strain parasit ME49 sistogenik. Limfosit intra
epitelial CD8+ diisolasi 11 hari setelah infeksi oral dapat mentransfer proteksi sesuai
IFN-γ (8). Penemuan pathologis dimediasi CD4+ terjadi 7 hari setelah infeksi oral
C57BL dan selama infeksi akut IL-10 tikus KO (31).

3. Modulasi Aktivasi Sel T


Produksi dini sitokin inflamasi diperlukan untuk respon imun yang dimediasi
limposit T protektif diinduksi parasit, namun jika tidak terkontrol respon ini dapat
menyebabkan perubahan imunopathologis hebat dan mungkin kematian. Pada keadaan
normal, kekuatan CMI host yang dirangsang oleh T gondii diatur secara ketat untuk
membatasi infeksi dan untuk menghindari perubahan imunopathologis. Penjelasan
mekanisme yang mendasari respon imun protektif telah memberikan cara mudah untuk
memahami dasar interaksi yang panjang antara parasit dan vertabrata hostnya. Pada saat
yang sama makrofag menginduksi sitokin kuat tipe 1, dan mempromosi regulasi CMI
melalui produksi IL-10 dan mentransformasi pertumbuhan faktor β (TGF-β), yang
meregulasi ekspresi dan fungsi IL-2 dan monokin lainya (23). IL-4 menunjukan
peranan regulasi yang sama selama toksoplasmosis akut. Pada stimulasi dengan produk
mikrobia, makrofag memproduksi banyak NO, yang menunjukkan efek antiproliferatif
poten pada sel dari garis keturunan limfosit (23).

10
4. Peranan Sitokin Regulasi
Sitokin IL-10 pertama kali diidentifikasi oleh kemampuan menghambat sintesis
IFN-γ oleh limfosit Th1 dan telah ditunjukkan diproduksi oleh sel Th2 (18). Efek yang
sama IL-10 dimati pada sintesis IFN-γ invitro dengan sel NK yang distimulasi AgST
dari tikus (54). IL diproduksi oleh berbagai sel selain sel limfosit Th2, termsuk sel B
dan makrofag. IL-10 menghambat sintesis berbagai macam monokin inflamasi oleh
makrofag, dan modulator penting fungsi efektor makrofag melawan pathogen yang
berlainan, termasuk T. gondii (51). Cara utama IL-10 menghambat sintesis IFN-γ oleh
limfosif Thi dan NK adalah melalui penghambatan sitesis IL-12 (13).
Sitokin IL-4 menghambat fungsi makrofag dan mempotensiasi efek IL-10 pada
makrofag (47). IL-4 berperanan penting mengontrol perkembangan CMI melalui
efeknya pada sel Thp, yang menyebabkan induksi STAT 6 dan diferensiasi fenotif Th2
(38).
IL-4 dan IL-10, TGFβ merupakan regulator penting aktivasi makrofag (55).
Sitokin ini mempengaruhi fungsi efektor makrofag melawan berbagai parasit protozoa
(2). TGFβ mempotensiasi efek IL-10 pada makrofag dan menghambat sintesis IFN-γ
yang diinduksi IL-12 oleh sel NK (29).

5. Peranan Nitrit Oksida


Mekanisme penting lain makrofag mengatur respon imun selama toksoplasmosis
akut adalah melalui pembangkitan NO (36). Setelah diawali dengan IFN-γ, makrofag
memaparkan produknya dan TNF-α untuk menghasilkan intermediat nitrogen reaktif
(RNI) dalam jumlah yang banyak. Senyawa ini ditemukan karena penting sebagai
molekul efektor yang bertanggung jawab terhadap fungsi mikrobisidal dan
mikrobiostatik makrofag. Eksperimen baik invitro maupun invivo menunjukkan
aktivitas imunosupresif yang terkait dengan RNI, khususnya selama fase awal infeksi T.
gondii (9).

11
FUNGSI EFEKTOR DIPERANTARAI SEL T CD4+ DAN CD8+
YANG SPESIFIK TERHADAP PARASIT

Karakterisitik imunitas dapatan yang diinduksi oleh Toxoplasma gondii adalah


aktivitas CD4+ dan CD8+ yang kuat. Melalui infeksi sel atau pemasukan Ag, peptida
parasit secara efisien dipresentasikan ke T limfosit yang spesifik terhadap parasit.
Limfosit-limfosit yang berdiferensiasi pada lingkungan peptida Ag dan sitokin tipe 1
menunjukkan aktivitas CTL dan kemampuan untuk menghasilkan IFN-γ. Produksi
sitokin selanjutnya dan mediator-mediator proinflamasi penting untuk imunitas, tetapi
bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa sitokin harus benar-benar diatur untuk
menghindari terjadinya perubahan patologis.

A. Ag parasit masuk ke dalam jalur presentasi MHC klas I dan II


Toxoplasma adalah induser limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik Ag yang kuat,
menunjukkan bahwa peptida parasit merupakan target efisien untuk jalur seluler
presentasi Ag yang cocok selama infeksi. Secara umum, proses presentasi MHC klas I
diawali masuknya Ag ke dalam sitoplasma, diikuti proses proteolitik peptida oleh
proteasome, ditransport bersamaan dengan transport yang diperantarai presentasi Ag
melalui endoplasmik retikulum, bersamaan dengan MHC klas I heavy chain dan β2-
mikroglobulin dan mengalami eksositosis ke permukaan sel (57). Presentasi untuk
molekul MHC klas II membutuhkan endositosis Ag solubel, proteolisis dalam
fagolisosom, penjebakan ke dalam endosom yang mengandung MHC klas II, berikatan
dengan MHC klas II dan ditransport ke permukaan sel (12).
Untuk Ag T. gondii, belum jelas bagaimana terjadinya pemuatan peptida ke
dalam MHC. Pada salah satu model, interaksi Ag-MHC dapat terjadi di permukaan sel,
akibat sekresi Ag oleh takizoit ekstraseluler atau deposisi pada permukaan sel selama
invasi. Model ini membutuhkan degradasi proteolitik Ag parasit di luar sel host dan Ag
parasit tersebut segera menggantikan peptida yang sudah terikat. Model lain menyatakan
bahwa presentasi Ag parasit tergantung pada fagositosis atau diperantarai reseptor yang
mengikat takizoit mati atau Ag parasit solubel. Parasit yang masuk dengan cara ini
masuk ke dalam jalur endosomal-lisosomal. Meskipun jalur ini membutuhkan presentasi

12
MHC klas II, tetapi sekarang jelas bahwa peptida dapat masuk ke dalam jalur presentasi
sitosolik malalui cara ini (37).
Pada model akhir melibatkan transport Ag dari dalam vakuola parasitoporus ke
sitosolik dan mungkin jalur presentasi endositik. Vakuola parasitoporus dipercaya
berfungsi sebagai penyaring molekul, memungkinkan difusi bebas molekul berukuran
lebih kecil dari 1.300-1.900 Da antara sitoplasma sel host dan ruang vakuola
parasitoporus (53). Hal ini akan mencegah Ag makromolekul masuk ke sitoplasma sel
host, tetapi diduga bahwa peptida Ag dibentuk dalam vakuola parasitoporus diikuti
difusi pasif ke dalam sitoplasma sel host. Namun, protein Ag intak dapat juga
ditransport aktif melalui membran vakuola parasitoporus ke dalam sitoplasma sel host
untuk kemudian masuk ke jalur presentasi MHC konvensional.

B. Aktifitas Sel T Sitolitik


1. CD8+ CTL (Cytolitic T-Cell)
CTL diketahui mempunyai kemampuan untuk membunuh sel target yang
terinfeksi virus dan mengalami transformasi. Sekarang telah diketahui bahwa beberapa
protozoa intraseluler juga efektif menstimulasi fungsi CD8+ CTL dalam melawan sel
target yang terinfeksi, melalui kemampuannya untuk menjebak peptida antigenik ke
dalam jalur presentasi MHC klas I.
Pemberian strain T. gondii yang sudah dilemahkan, ts-4, menggerakkan efektor
CD8+ sel T pada tikus. Bersama dengan T limfosit CD4+, sel-sel tersebut memberikan
imunitas yang kuat terhadap serangan berikutnya dengan strain RH yang sangat virulen
(25). Sebagai tambahan sekresi IFN-γ sebagai respon terhadap Ag parasit, sel-sel CD8+
memainkan aktivitas CTL – MHC klas I yang kuat terhadap sel target yang terinfeksi
(15). Infeksi oral juga menghasilkan populasi CD8α/β‘TCR-positive intraepithelial
lymphocytes’ yang mampu mentransfer proteksi dan menunjukkan aktivitas sekresi
IFN-γ in vitro dan sitolitik terhadap sel usus yang terinfeksi (8). Aktivitas CD8+ CTL-
HLA klas I ditemukan pada darah perifer manusia dengan toksoplasmosis akut, dan
klon CD8+ CTL dapat dikultur dari limfosit darah perifer pasien yang terinfeksi kronis
(41). Pada manusia dan tikus, infeksi Toxoplasma memberikan rangsangan yang kuat
terhadap penggerakan efektor CD8+ untuk melisiskan sel target yang terinfeksi parasit.

13
2. CD4+ CTL (Cytolitic T-Cell)
Sementara limfosit CD4+ tidak secara umum dianggap sebagai efektor sitotoksik
utama, beberapa laporan menunjukkan bahwa infeksi Toxoplasma pada manusia
mengakibatkan generasi CTL T helper (11). Sebagai tambahan, beberapa kelompok
melaporkan bahwa CD4+ CTL lebih mudah diisolasi secara in vitro dari pada CD8+
CTL, meskipun penjelasan mengenai hal ini belum diketahui (48).
Dengan pertimbangan spesifisitas Ag sel T CD4+ manusia, IFN-γ yang
disekresikan, klon ‘DPw4-restricted’ dibuat dengan spesifitas terhadap protein rhoptry 2
(ROP-2) T. gondii (84). Protein ROP-2 sendiri mempunyai 3 epitop sel T potensial
seperti yang diprediksi algoritma komputer (50). Pada saat peptida-peptida tersebut
disintesis dan diuji secara in vitro, ditemukan sel T dari sebagian besar donor yang
seropositif Toxoplasma minimal 1 peptida sintetik. Karenanya protein ROP-2 menjadi
Ag utama yang dikenali selama limfosit T manusia berespon terhadap parasit.

3. Pentingnya Aktivitas CTL vs Produksi IFN-γ


Infeksi T. gondii mengakibatkan rangsangan aktivitas CTL yang kuat pada tikus
(terutama melibatkan sel T CD8+ ) dan manusia (melibatkan limfosit CD8+ dan CD4+ ).
Selain itu sel-sel tersebut juga diketahui kemampuannya secara simultan memproduksi
banyak sekali IFN-γ sebagai respon terhadap parasit. Meskipun aktivitas CTL CD8+
dapat mengontrol infeksi, tetapi kemampuan memproduksi IFN-γ merupakan kunci
populasi efektor utama.
Fungsi CTL berperan penting dalam melindungi host selama fase akhir infeksi,
mungkin berperan dalam mencegah reaktivasi kista, atau membatasi jumlah parasit
yang lebih dulu masuk dalam jaringan susunan saraf pusat.

C. Produksi Sitokin tipe 1


Infeksi T. gondii menginduksi CMI yang kuat, ditandai dengan respon sel T
helper yang sangat berlawanan (23). Infeksi fase akut ditandai dengan peningkatan IFN-
γ dan IL-12, sebagaimana sitokin-sitokin proinflamasi yang lain seperti TNF-γ,
‘granulocyte-macrophage colony-stimulating factor’, IL-6, dan IL-1. Meskipun IL-10,
sitokin anti inflamasi, juga diproduksi pada fase ini. Makrofag dan/atau sel dendritik
dianggap sebagai sumber utama sitokin proinflamasi, juga mediator anti inflamasi, IL-

14
10, selama fase akut infeksi T. gondii. Sebagai tambahan, netrofil juga memproduksi
sitokin-sitokin proinflamasi dan anti inflamasi selama infeksi awal. Pada hari pertama
setelah inokulasi T. gondii, sel NK dan limfosit T menjadi sumber utama IFN-γ.
Saat infeksi berlanjut menjadi kronis pada tikus, sitokin proinflamasi seperti IL-
1, IL-6, TNF-α dan IFN-γ menurun sementara sitokin anti inflamasi IL-10 meningkat
(26). Menariknya, IL-4 dapat juga dideteksi pada awal infeksi kronis (hari ke 10-15
setelah infeksi), tetapi ekspresinya cepat menurun ke tingkat dasarnya. Selama fase
kronik, limfosit T CD8+ dan CD4+ diperlukan untuk mencegah reaktivasi toksoplasmosis
(22). Saat limfosit T CD8+ dan CD4+ dirangsang secara in vitro dengan Ag parasit,
mereka menghasilkan IFN-γ dan IL-2 dalam jumlah banyak. Tidak seperti pada fase
akut, sel NK tidak menunjukkan kontribusi yang nyata dalam memproduksi sitokin
selama periode infeksi persisten (31). Pola umum respon sitokin tipe 1 yang berlawanan
ini, berkaitan dengan toksoplasmosis kronis juga dilaporkan pada manusia (24).
Studi in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa sitokin-sitokin seperti IFN-γ dan
TNF-γ merupakan mediator kunci dalam memicu fungsi efektor melawan T. gondii
selama infeksi akut maupun kronis. Bagaimanapun, jika tidak terkontrol, T. gondii yang
menginduksi respon CMI ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan host, perubahan
patologis dan bahkan kematian.

D. Aktivitas Proteksi Sitokin Tipe 1


Sitokin yang diproduksi oleh limfosit T, seperti IL-2, IFN-γ dan TNF, memicu
mekanisme efektor penting yang diperantarai oleh sel-sel lain dalam sistem imun.
Seperti telah dijelaskan di atas, IL-2 yang diproduksi limfosit T CD4+ adalah faktor
pertumbuhan yang penting untuk menggerakkan fungsi efektor limfosit CD8+ yaitu
aktivitas CTL dan produksi IFN-γ. Sebagai tambahan, IL-2 dapat menambah ekspansi
sel NK, aktivitas lisis, dan sintesis IFN-γ yang diinisiasi oleh IL-12 (14).
Sitokin IFN-γ merupakan pusat resistensi terhadap T. gondii pada infeksi akut
maupun kronis. Meskipun IFN-γ mungkin memainkan beberapa peran dalam resistensi
terhadap parasit, aktivasi makrofag dianggap sebagai fungsi efektor yang penting.
Seperti telah didiskusikan di atas, aktivasi makrofag menghasilkan induksi gen iNOS
(Inducible NO Synthase) dan sintesis molekul RNI (Reactive Nitrogen Intermediate).
Secara umum, RNI dihasilkan sebagai produk selama degradasi arginin menjadi sitrulin

15
oleh iNOS. Sintesis RNI sangat dipotensiasi produk-produk mikroba, seperti TNF-γ.
Selain itu, faktor-faktor patogen juga menambah produksi RNI secara tidak langsung
dengan memicu sintesis TNF-α makrofag.
Percobaan in vivo memperkuat bukti pentingnya sitokin inflamasi dalam
resistensi terhadap T. gondii. Netralisasi MAb IL-12, TNF-α atau IFN-γ endogen
menimbulkan 100 % kematian selama fase akut infeksi dengan strain parasit avirulen
(34). Sama halnya, netralisasi TNF-α atau IFN-γ menimbulkan penurunan ekspresi gen
iNOS terkait SSP, reaktivasi toksoplasmosis kronis dan kematian karena ensefalitis
toksoplasmosis (TE)(26).
Sebagai tambahan terhadap induksi iNOS, mekanisme tergantung IFN-γ lain
juga penting untuk mengontrol replikasi takizoit pada fase akut maupun kronis.
Mekanismenya antara lain pelepasan intermediat oksigen reaktif (ROI), degradasi
triptofan dan mekanisme lain yang belum diketahui.
Proses iNOS menginduksi RNI sebagai mekanisme efektor makrofag manusia
masih dipertanyakan. Studi in vitro menunjukkan bahwa IFN-γ menginduksi degradasi
triptofan, yang mengakibatkan pertumbuhan takizoit berhenti merupakan mekanisme
anti parasit penting di dalam makrofag dan fibroblast manusia (43). Sebagai tambahan,
IFN-γ memicu jalur degradasi yang sama pada beberapa tipe sel yang lain. Pelepasan
ROI dan pembentukan leukotrien oleh IFN-γ pengaktivasi makrofag juga menandakan
adanya kontrol terhadap replikasi takizoit (41). Namun, sementara aktivitas-aktivitas
tersebut menghasilkan aktivitas mikrobisidal atau mikrobiostatik secara in vitro,
fungsinya selama toksoplasmosis klinis belum diketahui.
IFN-γ mempunyai efek penting lain dalam sistem imun yang berperan dalam
melawan T. gondii. Di mana, IFN-γ merupakan faktor penting untuk diferensiasi CTL,
juga untuk promosi ekspresi MHC upregulated. Kedua aktivitas tersebut akan
mendukung fungsi efektor CTL. Lebih jauh, sintesis sel B isotipe Ig G spesifik (disebut
Ig G1 pada manusia dan Ig G2 pada tikus) juga diperantarai oleh IFN-γ, dimana respon
humoral spesifik parasit selama infeksi T. gondii didominasi oleh isotipe tersebut.
Isotipe-isotipe tersebut berperan penting dalam resistensi terhadap patogen yang
berbeda-beda melalui mekanisme fiksasi komplemen, opsonisasi, atau sitoksisitas sel
tergantung Ab.

16
PERANAN IMUNITAS DIPERANTARAI SEL T TERHADAP
PERUBAHAN PATOLOGIS KARENA TOKSOPLASMOSIS

Infeksi Toxoplasma mengakibatkan gangguan fungsi sel T dan berkurangnya


kemampuan untuk memproduksi sitokin tipe I pada host dengan cepat. Parasit itu sendiri
merupakan rangsangan yang kuat terhadap jenis imunitas ini, hal ini menunjukkan
manfaat imunitas ini dalam menjaga host tetap hidup selama masa infeksi. Akhir-akhir
ini tampak jelas bahwa respon sitokin tipe I dan II harus benar-benar diatur agar optimal
dalam mengontrol infeksi dan bahwa ketidakseimbangan sitokin mangakibatkan
hilangnya pengaturan yang dapat menimbulkan perubahan patologis akibat
toksoplasmosis. Namun, sulit untuk membedakan perubahan patologis yang disebabkan
oleh parasit karena kerusakan jaringan secara langsung atau perubahan sistemik karena
sitokin yang diinduksi parasit.

A. Infeksi akut
Temuan patologis utama berkaitan dengan toksoplasmosis akut adalah
limfadenofati dan panas (20), yang terjadi secara simultan dengan aktivasi sistem imun
yang diinduksi oleh parasit dan bersamaan dengan sejumlah besar sitokin proinflamasi.
Pada sebagian besar pasien, toksoplasmosis akut biasanya ringan dan akan menunjukkan
tahap asimtomatis dalam beberapa minggu pertama infeksi.
Namun, transmisi kongenital Toxoplasma, yang terjadi pada saat wanita hamil
mengalami fase akut infeksi primer, dapat mengakibatkan penyakit yang berat pada
janin. Singkatnya, konsekuensi patologis janin tergantung pada trimester saat dimana
transmisi terjadi dan akan mengakibatkan keparahan yang bervariasi mulai panyakit
mata ringan sampai kematian. (1). Secara umum, infeksi yang terjadi selama tahap awal
kehamilan mempunyai resiko yang lebih besar daripada terjadi pada kehamilan lanjut,
meskipun resiko transmisi selama infeksi maternal meningkat pada tahap akhir
kehamilan. Temuan patologis janin diperkirakan berkaitan dengan replikasi parasit yang
tidak terkontrol di jaringan dan organ (48). Studi terbaru menunjukkan bahwa induksi
sitokin tipe I yang kuat mengakibatkan penolakan terhadap janin (54). Hal ini menjadi
salah satu penyebab aborsi spontan akibat toksoplasmosis akut pada wanita hamil.

17
Respon inflamasi yang diinduksi oleh Toxoplasma berperan dalam perubahan
patologis selama infeksi akut pada tikus. Limfosit T, terutama CD4+ sebagaimana
granulosit berperan dalam respon tersebut. Pada beberapa keadaan parasit dapat memicu
badai sitokin inflamasi katastropik yang mengakibatkan hewan tidak dapat
mempertahankan diri. Belum jelas apakah perubahan patologis yang sama juga terjadi
pada toksoplasmosis manusia. Tetapi syok septik karena toksoplasma telah ditemukan
pada pasien yang telah diinfeksi HIV, menunjukkan bahwa respon sitokin inflamasi
yang tidak terkontrol mungkin berperan dalam hal ini (42).

B. Infeksi kronis
Berlawanan dengan infeksi akut, sebagian besar temuan patologis
toksoplasmosis kronis pada manusia diperkirakan disebabkan lebih karena
berkurangnya imunitas sel T yang cocok daripada respon yang berlebihan. Studi
imunogenetik menunjukkan pengaruh lokus MHC terhadap perkembangan TE,
mengimplikasikan keterlibatan sel T dalam pertahanan (3). Jadi, gen Ld memberikan
resistensi terhadap perkembangan penyakit, menunjukkan bahwa respon CD8+ yang
direstriksi oleh MHC klas I berperan dalam proses proteksi melalui produksi IFN-γ atau
aktivitas CTL (17). MHC klas II yang direstriksi limfosit T CD8+ juga diimplikasikan
dengan temuan bahwa keturunan tikus yang membawa mutasi pada lokus klas II Aβ
menunjukkan jumlah kista (6). Studi genetik tersebut menekankan pentingnya interaksi
MHC klas I dan II yang direstriksi sel T dalam mengontrol infeksi kronis.
Deplesi sel T pada kondisi infeksi kronis mempercepat reaktivasi infeksi dan
kematian (22). Pengamatan bahwa TE dibarengi dengan infiltrat limfosit T
mengindikasikan bahwa sel-sel tersebut berfungsi menyediakan fungsi proteksi
terhadap penyakit. Laporan terbaru menunjukkan bahwa sel CD4+ pada otak yang
terinfeksi muncul untuk memproduksi beberapa sitokin, seperti IL-2, IL-10, TNF-α,
IFN-γ dan IL-4. Sel T CD8+ memproduksi sitokin yang sama, kecuali IL-4 tetapi malah
memproduksi IL-1β (52). Jadi belum tahu apakah efek protektif CD4+ dan CD8+
dihasilkan dari produksi sitokin inflamasi atau anti inflamasi atau keduanya. Berlawanan
dengan temuan bahwa CD4+ dibutuhkan untuk mencegah reaktivasi toksoplasmosis
kronis, telah dilaporkan bahwa deplesi CD4+ dapat membatasi perubahan patologis
selama fase ini. Temuan yang kontradiksi tersebut dapat dijelaskan dengan fakta bahwa

18
sitokin inflamasi mempunyai efek yang bermanfaat dan merusak pada host dan bahwa
hasil infeksi tergantung pada regulasi yang sangat ketat terhadap mediator-mediator
tersebut.
Perkembangan toksoplasmosis kronis pada tikus berhubungan dengan
peningkatan IL-10 mRNA disusunan syaraf pusat. Karena IL-10 memodulasi
pemusnahan takizoit yang diperantarai makrofag, produksi mediator anti inflamasi
mungkin berperan dalam suseptibilitas TE (30). Selain itu gambaran peningkatan IL-10
selama infeksi kronis mungkin berperan dalam regulasi respon inflamasi saat kista
menurun dan dengan cara ini dapat menguntungkan host (7). Sebagai tambahan IL-10,
respon IL-4 sesaat pada awal infeksi terjadi pada otak tikus C57BL/10 yang suseptibel
terhadap kista (35). Lebih jauh tikus dengan inaktivasi target gen IL-4, lebih suseptibel
terhadap infeksi oral akut, berperan untuk meningkatkan resistensi terhadap
pembentukan kista jaringan (49). Hal ini berimplikasi bahwa aktivitas IL-4 untuk
mengatur perubahan patologis yang diperantarai sitokin tipe I, diperantarai sel T CD4+
selama infeksi akut, seperti yang terjadi pada usus tikus yang suseptibel terhadap infeksi
oral (39). Namun pada otak yang terinfeksi secara kronis, fungsi IL-4 (seperti IL-10)
untuk mengatur pengaruh proteksi IFN-γ, akan memicu suseptibilitas terhadap TE.

19
KESIMPULAN

Banyak data menunjukkan peranan penting limfosit T dan sitokin tipe 1 pada
infeksi T. gondii secara eksperimental. Dalam bidang klinik, hal ini ditegaskan secara
dramatis dengan munculnya Toksoplasma sebagai infeksi oportunistik terbanyak pada
progresi AIDS. Banyak kemajuan telah dibuat dalam tahun-tahun terakhir dalam
menentukan bagaimana respon dini bawaan, yaitu produksi sitokin seperti IL-12 dan
TNF-α, menyebabkan perkembangan respon kuat Th1 terhadap toksoplasma. Respon
ini krusial untuk mengontrol infeksi, namun dapat juga menjadi peningkatan apresiasi
bahwa respon imun eksesif diinduksi parasit akan dapat menyebabkan perubahan
pathologis pada host. Untuk itu, sangatlah penting bagi host dan parasit
mempertahankan kontrol erat dari respon imun. Dalam konteks teleogikal hubungan
host-parasit, toksoplasma mungkin berusaha untuk menginduksi imunitas host yang
protektif kuat, karena tanpa suatu respon , parasit akan mengalahkan host dengan cepat,
sehingga menyebabkan kematian host dan akibatnya sedikit kesempatan parasit untuk
berpindah ke host yang baru.
Berbagai tipe sel tertentu penting dalam mentriger dan mendukung respon
sitokin tipe 1 (contoh; limfosit T CD4+ dan CD8+, sel T γδ, dan non sel T seperti
makrofag, sel dendritik, dan neutrofil), dan berbagai Ag parasit tertentu terlibat dalam
aktivasi tipe-tipe sel yang berlainan. Identifikasi dan kloning molekul akan menjadi
usaha penting dalam beberapa tahun selanjutnya, dengan harapan membawa
perkembangan kapabel vaksin untuk mencegah manifestasi serius toksoplasmosis, dan
secara mumum memperdalam pengetahuan bagaimana pathogen oportunistik
berinteraksi dengan hostnya.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Apt, W. B. 1985. Toxoplasmosis in developing countries. Parasitol. Today 1:44–46.
2. Barral-Netto, M., A. Barral, C. E. Brownell, Y. A. W. Skeiky, L. R. Ellings-
worth, D. R. Twardzik, and S. G. Reed. 1992. Transforming growth factor-b in
leishmanial infection: a parasite escape mechanism. Science 257:545–548.
3. Blackwell, J. M., C. Roberts, and J. Alexander. 1993. Influence of genes within
the MHC on mortality and brain cyst development in mice infected with
Toxoplasma gondii: kinetics of immune regulation in BALB H-2 con-genic mice.
Parasite Immunol. 15:317–324.
4. Bohne, W., J. Heesemann, and U. Gros. 1994. Reduced replication of
Toxoplasma gondii is necessary for induction of bradyzoite-specific antigens: a
possible role for nitric oxide in triggering stage conversion. Infect. Immun.
62:1761–1767.
5. Brown, C. R., C. A. Hunter, R. A. Estes, E. Beckmann, J. Forman, C. David, J.
S. Remington, and R. Mcleod. 1995. Definitive identification of a gene that
confers resistance against Toxoplasma cyst burden and encephalitis. Immunology
85:419–428.
6. Brown, C. R., and R. McLeod. 1990. Class I MHC genes and CD81 T cells
determine cyst number in Toxoplasma gondii infection. J. Immunol. 145: 3438–
3441.
7. Burke, J. A., C. W. Roberts, C. A. Hunter, M. Murray, and J. Alexander. 1994.
Temporal differences in the expression of mRNA for IL-10 and IFN-g in the brains
and spleens of C57BL/6 mice infected with Toxoplasma gondii.Parasite Immunol.
16:305–314.
8. Buzoni-Gatel, D., A. C. Lepage, I. H. Dimier-Poisson, D. T. Bout, and L. H.
Kasper. 1997. Adoptive transfer of gut intraepithelial lymphocytes protects against
murine infection with Toxoplasma gondii. J. Immunol. 158:5883– 5889.
9. Candolfi, E., C. A. Hunter, and J. S. Remington. 1994. Mitogen- and antigen-
specific proliferation of T cells in murine toxoplasmosis is inhibited by reactive
nitrogen intermediates. Infect. Immun. 62:1995–2001.
10. Canessa, A., V. Pistoia, S. Roncella, A. Merli, G. Melioli, A. Terragna, and M.
Ferrarini. 1988. An in vitro model for Toxoplasma infection in man. Interaction
between CD41 monoclonal T cells and macrophages results in killing of
trophozoites. J. Immunol. 140:3580–3588.

11. Carding, S. R., W. Allan, S. Kyes, A. Hayday, K. Bottomly, and P. C. Doherty.


1990. Late dominance of the inflammatory process in murine influenza by gd1 T
cells. J. Exp. Med. 172:1225–1231.
12. Cresswell, P. 1994. Antigen presentation. Getting peptides into MHC class II
molecules. Curr. Biol. 4:541–543.
13. D’Andrea, A., M. Aste-Amezaga, N. Valiante, X. Ma, M. Kubin, and G.
Trinchieri. 1993. Interleukin 10 (IL-10) inhibits human lymphocyte inter-feron- g
production by suppressing natural killer cell stimulatory factor/ IL-12 synthesis in
accessory cells. J. Exp. Med. 178:1041–1048.
14. D’Andrea, A. M., M. Rengarajau, N. Valiante, J. Chemini, M. Kubin, M. Aste-
Amezaga, S. H. Chan, M. Kobayashi, D. Young, R. Nickbarg, R. Chizzonite, S.
F. Wolf, and G. Trinchieri. 1992. Production of natural killer cell stimulatory

21
factor (NKSF/IL-12) by peripheral blood mononuclearcells. J. Exp. Med. 176:1387–
1397.
15. Denkers, E. Y., R. T. Gazzinelli, S. Hieny, P. Caspar, and A. Sher. 1993. Bone
marrow macrophages process exogenous Toxoplasma gondii peptides for
recognition by parasite-specific cytolytic T lymphocytes. J. Immunol. 150:517–526.
16. Denkers, E. Y., G. Yap, T. Scharton-Kersten, H. Charest, B. Butcher, P.
Caspar, S. Heiny, and A. Sher. 1997. Perforin-mediated cytolysis plays a limited
role in host resistance to Toxoplasma gondii. J. Immunol. 159:1903–1908.
17. De Paoli, P., G. Basaglia, D. Gennari, M. Crovatto, M. L. Modolo, and
G.Santini. 1992. Phenotypic profile and functional characteristics of human gamma
and delta T cells during murine acute toxoplasmosis. J. Clin. Mi-crobiol. 30:729–
731.
18. Fiorentino, D. F., M. W. Bond, and T. R. Mosmann. 1989. Two types of mouse T
helper T cell clones. IV: Th2 clones secrete a factor that inhibits cytokine production
of Th1 clones. J. Exp. Med. 170:2081–2095.
19. Fiorentino, D. F., A. Zlotnick, T. Mosmann, M. Howard, and A. O’Garra. 1991.
IL-10 inhibits cytokine production by activated macrophages. J. Im-munol.
147:3815–3822.
20. Frenkel, J. K. 1988. Pathophysiology of toxoplasmosis. Parasitol. Today :273–
278.
21. Gajewski, T. F., and F. W. Fitch. 1988. Anti-proliferative effect of IFN-g in
immunoregulation. I. IFN-g inhibits the proliferation of Th2 but not Th1murine
helper T lymphocyte clones. J. Immunol. 140:4245–4252.
22. Gazzinelli, R., Y. Xu, S. Hieny, A. Cheever, and A. Sher. 1992. Simultaneous
depletion of CD41 and CD81 T lymphocytes is required to reactivate chronic
infection with Toxoplasma gondii. J. Immunol. 149:175–180.
23. Gazzinelli, R. T., D. Amichay, T. Scharton-Kersten, E. Grunvald, J. M. Farber,
and A. Sher. 1996. Role of macrophage-derived cytokines in the induction and
regulation of cell mediated immunity to Toxoplasma gondii. Curr. Top. Microbiol.
Immunol. 219:127–140.
24. Gazzinelli, R. T., S. Bala, R. Stevens, M. Baseler, L. Wahl, J. Kovacs, and A.
Sher. 1995. HIV infection suppresses Type 1 lymphokine and IL-12 responses to
Toxoplasma gondii but fails to inhibit the synthesis of other parasite-induced
monokines. J. Immunol. 155:1565–1574.
25. Gazzinelli, R. T., E. Y. Denkers, F. T. Hakim, and A. Sher. 1993. Immu nologic
control of Toxoplasma gondii infection by CD81 lymphocytes: a model for class I
restricted recognition of intracellular parasites, p. 370–377. In M. Sitkovsky and P.
Henkart (ed.), Cytotoxic cells: generation, trigger-ing, effector functions, methods.
Birkhauser Press, Boston, Mass.
26. Gazzinelli, R. T., I. Eltoum, T. A. Wynn, and A. Sher. 1993. Acute cerebral
toxoplasmosis is induced by in vivo neutralization of TNF-a and correlates with the
down-regulated expression of inducible nitric oxide synthase and other markers of
macrophage activation. J. Immunol. 151:3672–3681.
27. Gazzinelli, R. T., F. T. Hakim, S. Hieny, G. M. Shearer, and A. Sher.
1991.Opportunistic infections and retrovirus-induced immunodeficiency: studies of
acute and chronic infections with Toxoplasma gondii in mice infected with LP-
BM5 murine leukemia viruses. Infect. Immun. 60:4394–4401.
28. Gazzinelli, R. T., S. Hieny, T. Wynn, S. Wolf, and A. Sher. 1993. IL-12 is
required for the T-cell independent induction of IFN-g by an intracellular parasite

22
and induces resistance in T-cell-deficient hosts. Proc. Natl. Acad. Sci. USA
90:6115–119.
29. Gazzinelli, R. T., I. P. Oswald, S. Hieny, S. James, and A. Sher. 1992. The
microbicidal activity of interferon-g-treated macrophages against Trypano-soma
cruzi involves an L-arginine-dependent, nitrogen oxide-mediated mechanism
inhibitable by interleukin-10 and transforming growth factor-b. Eur. J. Immunol.
22:2501–2506.
30. Gazzinelli, R. T., I. P. Oswald, S. James, and A. Sher. 1992. IL-10 inhibits,
parasite killing and nitrogen oxide production by IFN-g activated macro-phages.J.
Immunol. 148:1792–1796.
31. Gazzinelli, R. T., M. Wysocka, S. Hayashi, E. Y. Denkers, S. Hieny, P. Caspar,
G. Trinchieri, and A. Sher. 1994. Parasite-induced IL-12 stimulates early IFN-g
synthesis and resistance during acute infection with Toxoplasma gondii. J.
Immunol. 153:2533–2543.
32. Gazzinelli, R. T., M. Wysocka, S. Hieny, T. Scharton-Kersten, A. Cheever, R.
Kuhn, W. Muller, G. Trinchieri, and A. Sher. 1996. In the absence of endogenous
IL-10, mice acutely infected with Toxoplasma gondii succumb to a lethal immune
response dependent upon CD41 T cells and accompa-nied by overproduction of IL-
12, IFN-g, and TNF-a. J. Immunol. 157:798–805.
33. Herion, P., R. Hernandez-Pando, J. F. Dubremetz, and R. Saavedra. 1993.
Subcellular localization of the 54-kDa antigen of Toxoplasma gondii.J. Parasitol.
79:216–222.
34. Hunter, C. A., R. Chizzonite, and J. S. Remington. 1995. IL-1b is required for L-
12 to induce production of IFN-g by NK cells. J. Immunol. 155: 4347–4354. 101.
Hunter, C. A., M. J. Litton, J. S. Remington, and J. S. Abrams. 1994.
Immunocytochemical detection of cytokines in the lymph nodes and brains of mice
resistant or susceptible to toxoplasmic encephalitis. J. Infect. Dis.170:939–945.
35. Hunter, C. A., C. W. Roberts, and J. Alexander. 1992. Kinetics of cytokine
mRNA production in the brains of mice with progressive toxoplasmic encephalitis.
Eur. J. Immunol. 22:2317–2322.
36. James, S. L. 1995. Role of nitric oxide in parasitic infections. Microbiol.Rev.
59:533–547.
37. Joiner, K. A., S. A. Fuhrman, H. M. Miettinen, L. H. Kasper, and I. Mellman.
1990. Toxoplasma gondii: fusion competence of parasitophorous vacuoles in Fc
receptor-transfected fibroblasts. Science 249:641–646.
38. Le Gros, G., S. Z. Ben-Sasson, R. Seder, F. D. Finkelman, and W. E. Paul. 1990.
Generation of interleukin 4 (IL-4)-producing cells in vivo and in vitro: IL-2 and IL-4
are required for in vitro generation of IL-4-producing cells. J. Exp. Med. 172:921–
929.
39. Liesenfeld, O., J. Kosek, J. S. Remington, and Y. Suzuki. 1996. Association of
CD41 T cell-dependent, IFN-g-mediated necrosis of the small intestine with genetic
susceptibility of mice to peroral infection with Toxoplasma gondii. J. Exp. Med.
184:597–607.
40. Liesenfeld, O., J. C. Kosek, and Y. Suzuki. 1997. Gamma interferon induces Fas-
dependent apoptosis of Peyer’s patch T cells in mice following peroral infection
with Toxoplasma gondii. Infect. Immun. 65:4682–4689.
41. Locksley, R. M., J. Fankhauser, and W. R. Henderson. 1985. Alteration of
leukotriene release by macrophages ingesting Toxoplasma gondii. Proc.Natl.
Acad. Sci. USA 82:6922–6927.

23
42. Lucet, J.-C., M.-P. Bailly, J.-P. Bedos, M. Wolff, B. Gachot, and F. Vachon.
1993. Septic shock due to toxoplasmosis in patients with the human immu-
nodeficiency virus. Chest 104:1054–1058.
43. Montoya, J. G., K. E. Lowe, C. Clayberger, D. Moody, D. Do, J. S. Rem-ington,
S. Talib, and C. S. Subauste. 1996. Human CD41 and CD81 Tlymphocytes are
both cytotoxic to Toxoplasma gondii-infected cells. Infect. Immun. 64:176–181.
44. Murray, H. W., A. Szuro-Sudol, D. Wellner, M. J. Oca, A. M. Granger, D. M.
Libby, C. D. Rothermel, and B. Y. Rubin. 1989. Role of tryptophan degradation
in respiratory burst-independent antimicrobial activity of gamma interferon-
stimulated human macrophages. Infect. Immun. 57:845–849.
45. Navia, B. A., C. K. Petito, J. W. M. Gold, E. S. Cho, B. D. Jordon, and J. W.
Price. 1986. Cerebral toxoplasmosis complicating the acquired immune deficiency
syndrome: clinical and neuropathological findings in 27 patients. Ann. Neurol.
19:224–238.
46. Ohga, S., Y. Yoshikai, Y. Takeda, K. Hiromatsu, and K. Nomoto. 1990.
Sequential appearance of gd- and ab-bearing T cells in the peritoneal cavity during
an i.p. infection with Listeria monocytogenes. Eur. J. Immunol. 20: 533–538.
47. Oswald, I. P., R. T. Gazzinelli, A. Sher, and S. L. James. 1992. IL-10 synergizes
with IL-4 and transforming growth factor-b to inhibit macro-phage cytotoxic
activity. J. Immunol. 148:3578–3582.
48. Purner, M. B., R. L. Berens, P. B. Nash, A. van Linden, E. Ross, C. Kruse, E. C.
Krug, and T. J. Curiel. 1996. CD4-mediated and CD8-mediated cytotoxic and
proliferative immune response to Toxoplasma gondii in sero-positive humans.
Infect. Immun. 64:4330–4338.
49. Remington, J. S., and G. Desmonts. 1990. Toxoplasmosis, p. 89–195. In J. S.
Remington and J. O. Klein (ed.), Infectious diseases of the fetus and newborn infant.
The W. B. Saunders Co., Philadelphia, Pa.
50. Roberts, C. W., D. J. P. Ferguson, H. Jebbari, A. Satoskar, H. Bluethmann, and
J. Alexander. 1996. Different roles for interleukin-4 during the course of
Toxoplasma gondii infection. Infect. Immun. 64:897–904.
51. Saavedra, R., M. A. Becerril, C. Dubeaux, R. Lippens, M. J. De Vos, P. in the
ROP2 protein antigen of Toxoplasma gondii. Infect. Immun. 64:3858–3862.
52. Schluter, D., N. Kaefer, H. Hof, O. D. Wiestler, and M. Deckert-Schluter. 1997.
Expression pattern and cellular origin of cytokines in the normal and Toxoplasma
gondii-infected murine brain. Am. J. Pathol. 150:1021–1035.
53. Schwab, J. C., C. J. M. Beckers, and K. A. Joiner. 1994. The parasitopho-rous
vacuole membrane surrounding intracellular Toxoplasma gondii func-tions as a
molecular sieve. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 91:509–513.
54. Sher, A., I. O. Oswald, S. Hieny, and R. T. Gazzinelli. 1993. Toxoplasma gondii
induces a T-independent IFN-g response in NK cells which requires both adherent
accessory cells and TNF-a. J. Immunol. 150:3982–3989.
55. Tsunawaki, S., M. Sporn, A. Ding, and C. F. Nathan. 1988. Deactivation of
macrophages by transforming growth factor-b. Nature 344:260–263.
56. Wegmann, T. G., H. Lin, L. Guilbert, and T. R. Mosmann. 1993. Bidirec-tional
cytokine interactions in the maternal-fetal relationship: is successful pregnancy a TH
2 phenomenon? Immunol. Today 14:353–356.
57. York, I. A., and K. L. Rock. 1996. Antigen processing and presentation by the
class I major histocompatibility complex. Annu. Rev. Immunol. 14:369–396.

24

Anda mungkin juga menyukai