Anda di halaman 1dari 4

Farijihan Ardiyanti Putri

NIM 13010119130067
Tugas 1 Stilistika

PRINSIP EKUIVALENSI DAN DEVIASI DALAM TIGA POTONG SAJAK


(RESAH 1, RESAH 2, RESAH 3) KARYA ERA NOOR ARTANIE: KAJIAN
STILISTIKA

Penyair memiliki hak untuk menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhannya

dalam menulis puisi. Bahasa puisi tidak akan sama dengan bahasa pidato, bahasa

percakapan sehari-hari maupun bahasa resmi lainnya. Pemilihan kata atau diksi dalam

bahasa yang digunakan ketika menulis puisi memiliki tujuan estetika. Berkaitan dengan

hal tersebut, Teew dalam Haryanto (2015: 5) berpendapat bahwa terdapat dua prinsip

kode Bahasa sastra yang memiliki kaitan dengan diksi,yakni prinsip ekuivalensi

(kesepadanan) dan prinsip deviasi (penyimpangan).

Prinsip ekuivalensi atau kesepadanan dapat diartikan sebagai pendayagunaan

bahasa dengan menggunakan gaya bahasa atau memanfaatkan proses bahasa yang

mengandung kesamaan unsur semantik, meliputi homonim, pleonasme, arkais, sinonim,

dan sebagainya. Sedangkan prinsip deviasi atau penyimpangan merupakan

pendayagunaan bahasa menggunakan penyelewengan, perubahan, pergeseran, anomali,

dan sebagainya.

RESAH 1
siapa telah meniup seruling
seperti waktu melagukan sepi
dengan nada pendek berganti-ganti
tak pernah berhenti

Dalam puisi Resah 1 karya Era Noor Artanie tidak ada istilah yang jarang kita

temui. Diksi yang digunakan lazim ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Tetapi, hal
itu bukan berarti bahwa puisi tersebut tidak memiliki tujuan tertentu. Kata seruling

memiliki arti alat musik yang mana musik sendiri identik dengan lagu yang

menimbulkan bunyi-bunyian atau meramikan suasana, terlepas apapun genre lagunya

tetap saja membuat ramai, bising, atau menimbulkan suara-suara. Namun, meniup

seruling oleh penyair diibaratkan dengan waktu (yang) melagukan sepi. Padahal, sepi

adalah suatu keadaan yang sunyi, lengang, tidak ada apa-apa, dan tidak ramai.

Bagi saya sebagai pembaca, dalam bait tersebut mengandung makna bahwa

seringkali manusia pandai berpura-pura. Mereka yang paling ceria atau terlihat bahagia,

menebarkan banyak senyuman di depan umum justru dia sedang merasa kesepian. Hal

itu kemudian didukung oleh larik selanjutnya, dengan nada pendek berganti-ganti/ tak

pernah berhenti. Nada dalam lingkup music (layaknya seruling) memiliki arti tinggi

rendahnya bunyi. Namun, dapat pula diartikan sebagai ungkapan keadaan jiwa atau

suasana hati dan makna yang tersembunyi dalam ucapan dan sebagainya.

Dengan adanya bentuk penyimpangan atau penyelewengan tersebut dapat

disimpulkan bahwa keceriaan atau kebahagian (seruling) yang ditunjukkan manusia

dapat juga merupakan sebuah kepura-puraan karena di sana mengandung ungkapan

keadaan jiwa yang lain atau makna tersembunyi (nada). Penggunan diksi tersebut

bertujuan menimbulkan efek tertentu bagi pembaca.

RESAH 2
siapa telah menebar wangi
seperti meresap dalam nadi berputar-putar
dalam darah mencari tempat sembunyi

Dalam puisi di atas, menebar wangi memiliki arti harum. Akan tetapi, sesuatu
yang berbau sedap tersebut justru diibaratkan seperti meresap dalam nadi berputar-
putar. Sedangkan kata menebar dan meresap memiliki arti yang berlawanan. Kata
menebar memiliki arti menyebarkan atau menghamburkan, sementara meresap berarti
masuk pelan-pelan ke dalam lubang-lubang kecil. Sedangkan untuk kata berputar-putar
memiliki arti yang sepadan dengan kata mencari.
Dengan adanya penyimpangan dan kesepadanan tersebut, bagi saya, wangi yang
dimaksud oleh penyair adalah suatu hal yang tidak seharusnya diketahui oleh orang lain.
Bisa saja itu sebuah aib atau rahasia yang jika diketahui banyak orang akan
menimbulkan malapetaka. Oleh karenanya, ketika tersebar malah kita akan
menyibukkan diri dengan menyembunyikannya (dalam darah mencari tempat
tersembunyi).
RESAH 3
sendiri adalah kegelisahan
gelap dan pekat kudekap tanpa mengerti
sedihku terbenam dalam angan
kecewaku terlipat dalam sepi

Dalam kutipan puisi di atas, dapat diketahui bahwa gelap dan pekat merupakan

kata adjectiva yang sifatnya abstrak. Namun, oleh penyair gelap dan pekat dipeluk oleh

si aku. Begitu juga dengan sedihku dan kecewaku yang merupakan adjectiva, tetapi

diperlakukan seperti memiliki wujud atau bentuk. Kemudian sedihku tersebut terbenam

dalam angan. Sedangkan angan memiliki arti sesuatu yang diinginkan tetapi sulit

dikerjakan. Artinya, kesedihan itu semakin menyesakkan karena tidak memiliki

ujungnya. Oleh karenanya, si aku kecewa. Selanjutnya, kecewaku terlipat dalam sepi.

Kata sepi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang selalu berpotensi ada bahaya dan

gangguan.

Pemilihan diksi tersebut bertujuan untuk menimbulkan efek tertentu bagi

pembaca. Bagi saya, makna puisi itu adalah suatu keadaan dimana si aku merasa

khawatir dan gelisah dalam hidupnya. Namun, dia sulit keluar dalam keadaan tersebut

karena dengan tanpa pengetahuan yang memadai dia justru mendepat kemalangan itu

(gelap dan pekat kudekap tanpa mengerti). Kemudian si aku berujung pada situasi

dimana dia selalu sendiri dan dihantui oleh gangguan dalam hidupnya.
Daftar Pustaka

Haryanto, M. 2015. “Menggugat Diksi dan Ekspresi Anak Pada Puisi Anak Majalah

Bobo”. Jurnal Pena: 1-5.

Anda mungkin juga menyukai