Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM KEPAILITAN

Dibuat Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampuh : Fadli Ali Taslim, S.E.,S.H.,M.Si

Di Susun Oleh :

Kelompok 6

Qurotul Aini /02042211060

Agniha R. Daraim /02042211092

Olivia Gerda Sawen /02042211088

Nur Hudai Parmi /02042211054

Meylan Moni /02042211072

Aprilia Loucien Kondororik /02042211087

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hukum Kepalitan”. Semuanya itu tidak
terlepas dari rahmat dan rahim serta pertolongan-Nya. Sehingga semua hambatan dan kendala
yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lancar. Sholawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah aspek
Hukum dalam Ekonomi masing-masing bagian yang terkandung dalam makalah ini kami
susun dengan baik sapaya pembaca dapat memahami bentuk maupun isinya yang mungkin masih
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan atau petunjuk
yang dapat berguna untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.

Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang oleh
karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan- masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sebagai penyusun mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Ternate, 9 Maret 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................

A. LATAR BELAKANG .............................................................................................


B. RUMUS MASALAH ................................................................................................
C. TUJUAN ...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................

A. SEJARAH HUKUM KEPAILITAN ........................................................................


B. PENGERTIAN HUKUM KEPAILITAN .................................................................
C. PENGURUSAN HARTA PAILIT ..........................................................................
a. PENGURUSAN HARTA PAILIT .......................................................................
b. PEMBERESAN HARTA PAILIT ......................................................................
D. KEPAILITAN DAN PENGADILAN NEGERI .......................................................

BAB III PENUTUP .............................................................................................................

A. KESIMPULAN .........................................................................................................
B. SARAN .....................................................................................................................

DARTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Terintegrasinya perekonomian dunia telah membawa dampak pada meningkatnya
kegiatan perdagangan antar pelaku usaha, yang mana kegiatannya tidak hanya terbatas
pada jual beli barang atau jasa, melainkan lebih luas lagi dimana tercakup kegiatan
penanaman modal yang menghasilkan barang untuk diekspor dan lain sebagainya.
Kegiatan perdagangan telah menafikan batas-batas negara, bahkan satu pelaku usaha dari
suatu negara kerap malakukan investasi di beberapa negara. Perusahaan yang melakukan
investasi di banyak Negara yang disebut sebagi perusahaan multinasional (multinational
companies) memiliki anak perusahaan di beberapa Negara yang menghasilkan
komponenkomponen untuk dirakit di Negara yang berbeda. Demikian pula bisnis
waralaba yang telah merambah ke berbagai pelosok Negara untuk mengeksploitasi pasar
dunia.
Transaksi antar pelaku usaha yang bersifat lintas batas Negara dalam berbagai
literature hokum dikenal sebagai “ Transaksi Bisnis Internasional (International Business
Transacions)”. Materi yang diperbincangkan dalam Transaksi Bisnis Internasional
esensinya adalah masalah hokum perdata internasional yang terkait dengan kegiatan
bisnis. Pelaku usaha yang melakukan transaksi bisnis internasional akan terekspor oleh
hokum nasional dari dua Negara atau lebi. Salah satu bidang yang terkait dengan
transaksi bisnis Internasional adalah kepailitan (Insolvency

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagimana Sejarah Hukum Kepailitan?


2. Apa pengertian Hukum Kepailitan?
3. Bagaimana pengurusan harta pailit?
4. Bagaimana pengadilan niaga sebagai penyelesai sengketa houkum kepailitan?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui
sejarah,pengertian hokum kepailitan dan mengetahu bagaimana pengurusan harta pailit
serta bagaiaman pengadilan niaga menyelesaikan sengketa hokum kepailitan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Hukum Kepailitan

Hukum kepailitan sudah ada sejak zaman Romawi. Kata “ bangkrut”, dalam bahasa
Inggris disebut “Bangkrupt” , berasal dari undang-undang Italia, yaitu banca nipta .
Sementara itu, di Eropa abad pertengahan ada praktik kebangkrutan di mana dilakukan
penghancuran bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara
diam-diam dengan membawa harta para kreditor

Bagi Negara-negara dengan tradisi hukum common law, di mana hukum berasal dari
Inggris Raya, tahun 1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun tersebu hukum
pailit dari tradisi hukum Romawi diadopsi ke negeri Inggris.

Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah undang-undang yang disebut


Act Againts Such Person As Do Make Bangkrup oleh parlemen di masa kekaisaran raja
Henry VIII. Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman bagi
debitor nakal yang ngemplang untuk membayar utang sembari menyembunyikan aset-
asetnya. Undang-undang ini memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor secara
individual (Munir Fuady, 1994: 4).

Sementara itu, sejarah hukum pailit di AS dimulai dengan perdebatan konstitusional


yang menginginkan kongres memiliki kekuasaan untuk membentuk suatu aturan uniform
mengenai kebangkrutan. Hal ini diperdebatkan sejarah diadakannya constitutional
convention di Philadelphia pada tahun 1787. Dalam the Federalis Papers, seorang
founding father dari Negara Amerika serikat, yaitu James Medison, mendiskusikan apa
yang disebut Bankrupcy clause. Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan
undang-undang tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya mirip dengan
undang-undang kebangkrutan di Inggris pada saat itu. Akan tetapi, selama abad ke-18, di
beberapa Negara bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang bertujuan
untuk melindungi debitor yang disebut insolvency law. Selanjutnya, undang-undang
federasi AS tahun 1800 tersebut diubah atau diganti beberapa kali. Kini di USA hukum
kepailitan diatur dalam Bankruptcy ( Munir Fuady, 1999 : 4-5).
B. Pengertian Hukum Kepalitan

Kepailitan berasal dari kata Pailit. Pailit dapat diartikan sebagai pihak debitor dalam
keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu membayar. Kepailitan berasal
dari bahasa Prancis “failite” artinya Kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Iggris dengan
kata To fail yang memiliki arti sama. Sehubungan dengan pengucapan kata dalam bahasa
Belanda adalah Faiyit yang berarti palyit. Adapun Pengertian dari beberapa Ahli dan
sumber lainnya:

1. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa Kata Pailit


diartikan sebagai Bankcrupt, kata ini memiliki makna Banca Ruta (memporak-
porandakan kursi).
2. Kemudian H. M. N Purwosutjipto menyebutkan bahwa Kepailitan adalah “segala
sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit, sedangkan pailit adalah keadaan
berhenti membayar utang-utangnya”
3. Black’s Law Dictionary memaparkan pengertian Pailit sebagai berikut:“ The state or
conditions of a person (individual, partnership, coorperation who is unable to pay it’s
debt as they are or become due. The term includes a person againts whom an
involuntary petition has been filled, or who has filled a voluntary petition, or who has
been adjudged a bankcrupt” – seseorang yang bersembunyi atau melakukan tindakan
tertentu yang cenderung mengelabui pihak kreditornya –
4. Menurut Prof. Mr. Dr Sudargo Gautama, “ Pailit adalah Suatu sitaan secara enyeluruh
atas segala harta benda daripada sipailit. Sebagai konsekuensi tertentu, si pailit
dilarang untuk melanjutkan usahanya dan mengambil tindakan-tindakan dalam huku,
kecuali dengan persetujuan dari pihak pengawas atau pelaksanaan. Dari berbagai
pengertiam diatas, dapat disimpulkan bahwa Kepailitan atau Pailit adalah
Ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas hutang-hutangnya yang
telah jatuh tempo.

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat yuridis agar


suatu perusahaan dapat dinyatakan pailiy adalah sebagai berikut:

 Adanya hutang
 Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
 Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
 Adanya debitor;
 Adanya kreditor;
 Kreditor lebih dari satu;
 Pernytaan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan “Pengadilan
Niaga”,
 Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
 Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan;
 Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan “dapat
menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan ruang untuk
memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.

Orang sering menyamakan arti pailit dengan Bangkrut, Tetapi menurut saya Pailit
tidak sama dengan bangkrut. Karena bangkrut berarti ada unsur kesehatan keuangan suatu
perusahaan dalam keadaan buruk, Tetapi Pailit sudah pasti terjadi gangguan kesehatan
keuangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan ebayar hutang yang telah jatuh tempo.
Jadi, Bangkrut dan Pailit itu berbeda makna.

C. Pengurusan Harta Pailit


Pada pengurusan harta pailit terhadap dua tahap yakni tahap pengurusan dan
pemberesan:

a. Pengurusan Harta Pailit

Tahap pengurusan harta pailit adalah jangka waktu sejak Debitor dinyatakan pailit.
Kurator yang ditetapkan dalam putusan pailit segera bertugas untuk melakukan
pengurusan dan penguasaan boedel pailit, dibawah pengawasan hakim pengawas,
meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum baik berupa kasasi ataupun
peninjauan kembali. Kurator dalam kepailitan adalah pihak yang telah ditetapkan oleh
undang-undang untuk melakukan penguasaan dan pengurusan harta pailit.

Dalam tahapan kepailitan, ada satu lembaga yang sangat penting keberadaannya,
yakni kurator. Kurator merupakan lembaga yang diadakan oleh undang-undang untuk
melakukan pemberesan  terhadap harta pailit. Vollmar  dalam buku Hadi Subhan
mengatakan bahwa “ De kurator is belast, aldus de wet, met het beheer en de vereffening
van de failliete boedel “ (kurator adalah bertugas, menurut undang-undang, mengurus dan
membereskan harta pailit).
UUK PKPU telah menunjuk kurator sebagai satu-satunya pihak  yang akan
menangani seluruh kegiatan pemberesan termasuk pengurusan harta pailit. Secara umum
hal tersebut dinyatakan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUK PKPU yang merumuskan
“seluruh gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan Debitor
pailit, harus diajukan terhadap atau oleh Kurator”.

Kurator diangkat oleh pengadilan bersamaan dengan putusan permohonan pernyataan


pailit. Jika Debitor atau Kreditor yang memohonkan kepailitan tidak mengajukan usul
pengangkatan kurator lain kepada pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan (BHP)
bertindak selaku Kurator.

Menurut UUK PKPU, Kurator atas harta pailit milik Debitor pailit tidak dimonopoli
oleh BHP sebagai satu-satunya Kurator, melainkan juga dibuka kemungkinan bagi pihak
lain untuk turut menjadi Kurator bagi harta pailit, dengan ketentuan bahwa pihak tersebut
haruslah :

 Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki


keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan
harta pailit; dan
 Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman.

Penjelasan  UUK PKPU ada menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keahlian
khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus, jadi
tidak semua orang bisa menjadi kurator, sehinga jika seseorang untuk menjadi kurator,
maka orang tersebut harus memenuhi syarat ketentuan sebagaimana yang diatur oleh
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusi (HAM) RI.No.M.01.HT.05.10 tahun
2005 tentang Pendaftaran Kurator, yaitu

 Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia.


 Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dssar Negara Republik Indonesia.
 Sarjana Hukum atau Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi.
 Telah mengikuti pelatihan calon Kurator dan pengurus yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi kurator dan pengurus bekerja sama dengan Departemen Hukum dan
HAM RI.
 Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
hukuman pidana lima (5) tahun  atau lebih berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
 Tidak pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.
 Membayar biaya pendaftaran, dan
 Memiliki keahlian khusus.

Pada setiap akhir bulan, Departemen Kehakiman menyampaikan daftar nama Kurator
dan pengurus kepada Pengadilan Niaga. Kurator yang diangkat oleh pengadilan harus
independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan baik dengan Debitor maupun
dengan pihak Kreditor. Surat Tanda Terdaftar sebagai Kurator dan pengurus berlaku
sepanjang Kurator dan pengurus masih terdaftar sebagai anggota aktif sebagaimana
ditentukan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Kurator dan
Pengurus Indonesia.

Kode etik profesi Asosiasi Kurator dan pengurus menyebutkan bahwa benturan
kepentingan  adalah keterkaitan antara Kurator atau pengurus dengan Debitor, Kreditor
atau pihak lain yang dapat menghalangi pelaksanaan tugasnya dengan penuh
tanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas Kurator dan


pengurus harus dihindarkan. Oleh karena itu, sebelum penunjukan, kurator harus menolak
penunjukan jika ternyata bahwa pada saat penunjukan terdapat benturan kepentingan atau
berdasarkan informasi yang diperoleh, Kurator berpendapat bahwa benturan kepentingan
mungkin akan muncul. Demikian halnya setelah penunjukan Kurator harus segera
mengungkapkan kepada Hakim Pengawas Kreditor dan Debitor jika ternyata setelah
penunjukan, muncul benturan kepentingan.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangan Kurator yang begitu besar, maka seorang
kurator akan mendapatkan imbalan jasa yaitu upah yang harus dibayar dengan nilai yang
tidak sedikit. Pasal 76 UUK PKPU menetapkan besarnya imbalan jasa yang harus
dibayarkan kepada kurator  sebagaimana dimaksud Pasal 75 UUK PKPU ditetapkan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang hukum dan perundang-undangan.
Meskipun tugas dan kewenangan Kurator tersebut merupakan hak yang dapat
dilaksanakan oleh Kurator itu sendiri, namun bukan berarti Kurator tidak memiliki
kewajiban untuk mengurus harta Debitor pailit, kewajiban tersebut dapat dilihat dari Pasal
74 ayat (1) UUK PKPU yang menyebutkan bahwa Kurator berkewajiban menyampaikan
laporan setiap tiga (3) bulanan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan
pelaksanaan tugas-tugasnya, kemudian Kurator juga harus bertanggungjawab terhadap
kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan atau
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit (Pasal 75 Jo Pasal 76 UUK
PKPU).

b. Pemberesan Harta Pailit


Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam keadaan tidak
mampu membayar dan usaha Debitor dihentikan. Kurator memutuskan cara pemberesan
harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai terbaik pada waktu pemberesan.Proses
kepailitan yang disebabkan karena Debitor pailit tidak menawarkan perdamaian atau
Debitor pailit menawarkan perdamaian tetapi ditolak oleh para Kreditor atau jika Debitor
pailit menawarkan perdamaian kemudian  disetujui  oleh  para   Kreditor   akan   tetapi  
ditolak    oleh   Hakim Pengadilan Niaga, maka proses selanjutnya adalah tahap insolven.
Insolven secara umum merupakan keadaan suatu perusahaan yang kondisi aktivanya lebih
kecil dari pasivanya (utang perusahaan lebih besar daripada harta perusahaan) hal ini
biasa disebut technical insolvency.

Konsekuensi yuridis dari insolven Debitor pailit adalah harta pailit akan segera
dilakukan pemberesan. Kurator akan mengadakan pemberesan dan menjual harta pailit
dimuka umum atau di bawah tangan serta menyusun daftar pembagian dengan ijin Hakim
Pengawas, Hakim Pengawas juga dapat mengadakan rapat Kreditor untuk menentukan
cara pemberesan.

Dalam melaksanakan penjualan harta Debitor pailit, Kurator harus memperhatikan:

1) Harus menjual untuk harga yang paling tinggi.


2) Harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta yang lain harus
disimpan terlebih dahulu, karena nilainya akan meningkat di kemudian   hari ;
3) Harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitor pailit.
Hasil penjualan harta pailit ditambah hasil penagihan piutang dikurangi biaya pailit
dan utang harta pailit merupakan harta yang dapat dibagikan kepada para Kreditur dengan
urutan sebagai berikut :

o Kreditor dengan hak istimewa (preferen).


o Sisa tagihan Kreditor dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, atau
hipotek yang belum dilunasi dan untuk sisa tersebut para Kreditor tersebut didaftar
sebagai Kreditor konkuren.
o Kreditor konkuren.

Kreditor istimewa dalam UUK disebut sebagai Kreditor preferen adalah Kreditor
yang mempunyai preferensi karena undang-undang memberikan preferensi kepada
tagihan mereka di luar pemegang jaminan (Kreditor separatis). Kreditor preferen ini tidak
mempunyai hak untuk memulai prosedur hukum untuk melaksanakan hak mereka,
mereka hanya diwajibkan untuk mengajukan tagihan.

Kreditor dalam melaksanakan pemberesan harta pailit memiliki tugas dan kewenangan di
antaranya :

 Setelah kepailitan dinyatakan dibuka kembali, Kurator harus seketika memulai


pemberesan harta pailit.  (Pasal 175 UUK PKPU)
 Memulai pemberesan dan menjual harta pailit, tanpa perlu memperoleh persetujuan
atau bantuan Debitor. (Pasal 184 UUK PKPU)
 Memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap benda yang tidak lekas atau
sama sekali tidak dapat dibereskan. (Pasal 185 UUK PKPU)
 Menggunakan jasa bantuan Debitor pailit guna keperluan pemberesan harta pailit,
dengan memberikan upah. (Pasal 186 UUK PKPU)

Setelah dilakukan pemberesan terhadap harta pailit, maka kemungkinan akan terjadi
suatu kondisi bahwa harta pailit tersebut mencukupi untuk membayar utang-utang
Debitor kepada para Kreditornya atau sebaliknya harta pailit tidak dapat mencukupi
pelunasan terhadap utang-utang Debitor kepada para Kreditor.

Dalam hal harta pailit mampu mencukupi pembayaran utang-utang Debitor pailit
kepada para Kreditornya, maka langkah selanjutnya adalah rehabilitasi atau pemulihan
status Debitor pailit menjadi subjek hukum penuh atas harta kekayaannya, hal ini sesuai
dengan isi Pasal 215 UUK PKPU. Syarat utama adanya rehabilitasi adalah bahwa si pailit
telah membayar semua utangnya pada Kreditor dengan dibuktikan surat tanda bukti
pelunasan dari para Kreditor bahwa uang Debitor pailit telah dibayar semuanya. Putusan
pengadilan mengenai diterima atau ditolaknya permohonan rehabilitasi adalah putusan
final dari upaya hukum terhadap putusan tersebut.

D. Kepailitan dan Pengadilan Negeri

Salah satu soal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan
Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Dalam
hal ini seseorang yang merasa sudah tidak mampu lagi membayar hutang yang telah ia
pinjam dan untuk menyelesaikannya adalah dengan mengajukannya pengadilan niaga
yang nantinya akan menyatakan seseorang itu pailit jika tak mampu lagi membayar dan
akan mencari jalan keluar dari masalah kepailitan tersebut. Pengadilan Niaga yang
pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan
Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18 Agustus 1998, didirikan Pengadilan Niaga di
Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat; juga menyelesaikan aneka masalah
kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi utang, actio pauliana, dan lain
sebagainya. Di sinilah kadang terjadi persimpangan dengan kompetensi Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dalam hal pemeriksaan perkara, teruama perkara-perkara yang
bersifat perdata. Melalui UUK, kewenangan mutlak (kompetensi absolut) Pengadilan
Umum untuk memeriksa permohonan pailit dialihkan ke Pengadilan Niaga.

Dasar pertimbangan dibentuknya Pengadilan Niaga adalah karena pengaruh gejolak


moneter yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia sendiri sejak bulan Juli
1997 yang mengakibatkan masyarakat banyak yang kesulitan dalam hal ekonomi,
termasuk mengenai penyelesaian masalah utang yang hams dilakukan secara cepat dan
efektif Selain itu, hal yang menjadi alasan mengapa Pengadilan Niaga perlu dibentuk
adalah keadaan ekonomi Indonesia saat itu yang diperkirakan mengalami lonjakan besar
yang memunculkan banyaknya kasus kepailitan. Pengadilan niaga ini mewujudkan aturan
main yang menjaga kepentingan pihak-pihak yang berpiutang dan yang memiliki utang
secara seimbang dan adil, adanya mekanisme penyelesaian yang cepat dan transparan
serta implementasi yang efektif. Dalam dunia usaha sangat mengharap Pengadilan Niaga
mampu menyelesaikan perkara yang masuk secara cepat, transparan, dan adil.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menambah satu bab baru yaitu Bab
Ketiga mengenai Pengadilan Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat
menyelesaikan masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Pengadilan Niaga merupakan
diferensiasi atas peradilan umum yang dimungkinkan pembentukanya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kekuasaan
kehakiman. 

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang merupakan pembaharuan dari Undang-


Undang Nomor 4 Tahun 1998, tidak mengatur Pengadilan Niaga pada bab tersendiri,
akan tetapi masuk pada Bab V tentang Ketentuan Lain-lain mulai dari Pasal 299 sampai
dengan Pasal 303. Demikian juga dalam penyebutannya pada setiap pasal cukup dengan
menyebutkan kata “Pengadilan” tanpa ada kata “Niaga” karena merujuk pada Bab I tentang
Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam
Lingkungan peradilan umum.

Pengadilan Niaga Mengenai tugas dan wewenang Pengadilan Niaga ini pada Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998 diatur dalam Pasal 280, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 diatur pada Pasal 300. Pengadilan Niaga merupakan lembaga peradilan yang berada
di bawah lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas sebagai berikut:

1) Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit;


2) Memeriksa dan memutus permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
3) Memeriksa perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya ditetapkan dengan undang-
undang, misalnya sengketa di bidang HaKI.

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 juga mengatur tentang kewenangan


Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan perjanjian yang mengadung klausula arbitrase.
Dalam Pasal 303 ditentukan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan
permohonan pernyataan pailit dari pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase,
sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tentang syarat-syarat kepailitan. Ketentuan pasal
tersebut dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa
dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang
piutang yang mereka buat memuat klausula arbitrase. Jadi disini jelas bahwa fungsi dan peran
pengadilan Niaga adalah adalah memutus persengketaan tentang masalah Kepailitan dan HaKI
yang diajukan masyarakat kepada Pengadilan Niaga
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Krisis moneter membuat hutang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan
banyak sekali Debitor tidak mampu membayar utang-utangnya. Di samping itu, kredit macet di
perbankan dalam negeri juga makin membubung tinggi secara luar biasa (sebelum krisis moneter
perbankan Indonesia memang juga telah menghadapi masalah kredit bermasalah yaitu sebagai
akibat terpuruknya sektor riil karena krisis moneter.
Dirasakan bahwa peraturan kepailitan yang ada, sangat tidak dapat diandalkan. Banyak
Debitor yang dihubungi oleh para Kreditornya karena berusaha mengelak untuk tanggung jawab
atas penyelesaian utang-utangnya. Sedangkan restrukturisasi utang hanyalah mungkin ditempuh
apabila Debitor bertemu dan duduk berunding dengan para Kreditornya atau sebaliknya.

Di samping adanya kesediaan untuk berunding itu, bisnis Debitor harus masih memiliki
prospek yang baik untuk mendatangkan revenue, sebagai sumber pelunasan utang yang
direstrukturisasi itu. Dengan demikian diharapkan adanya feedback antara kreditor dan debitor
dengan baik. Sehingga dirasakan dapat menguntungkan kedua belah pihak.

B. SARAN
Seyogyanya Majelis Hakim pengadilan niaga dalam memeriksa perkara kepailitan harus tetap
memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku seperti memperhatikan subyek yang menjadi
persengketa
DAFTAR PUSTAKA

http://amroe-muamalah.blogspot.co.id/

http://frwarandy.blogspot.co.id/2012/05/kepailitan.html

https://junetbungsu.wordpress.com/2012/11/21/pemberesan-dalam-kepailitan/

http://civicsedu.blogspot.co.id/2012/06/fungsi-dan-peran-pengadilan-niagadalam.html

Anda mungkin juga menyukai