Anda di halaman 1dari 18

PENGERTIAN, SYARAT, RUKUN, HIKMAH PUASA DAN

HAJI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Mata kuliah: Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu: Dr. Agus Sholeh

Disusun oleh:

Kelompok 5
Najwa Aulia Luna RR (2208076072)
Imas Izzatul Ummah (2208076073)
Alfiatuz Zahra (2208076074)
Khilwa Layyina (2208076081)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN WALISONGO SEMARANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Puasa ............................................................................................................ 3
B. Haji ............................................................................................................... 7
BAB III ................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa


manusia dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah
yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, Insya Allah
akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam agama islam banyak
macamnya, contohnya yakni puasa dan haji. Keduanya termasuk ke dalam
rukun islam, dimana puasa adalah rukun islam yang ketiga sedangkan haji
merupakan rukun Islam yang kelima atau yang terakhir.
Ibadah puasa dilaksanakan dengan cara menahan diri (imsak) dari
hal-hal yang membatalkan selama satu hari dimulai dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari. Puasa yang dikerjakan dengan ikhlas, bukan saja
akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda, tetapi juga akan
menghapuskan berbagai dosa, baik yang terlanjur kita kerjakan di masa lalu
maupun yang akan datang.
Rukun islam yang terakhir adalah naik haji ke baitullah. Maksudnya
adalah berkunjung ke tanah suci untuk melaksanakan serangkaian amal
ibadah sesuai dengan syarat, rukun, dan waktu yang telah ditentukan. Ibadah
haji diwajibkan bagi muslim yang mampu. Pengertian mampu atau kuasa
yaitu mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan bekal bagi keluarga
yang ditinggalkannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian puasa dan haji?


2. Apa saja syarat puasa dan haji?
3. Apa saja rukun puasa dan haji?
4. Apa saja macam-macam puasa dan haji?
5. Apa saja saja hal-hal yang membatalkan puasa?
6. Apa saja hal-hal yang dilarang dalam haji?
7. Apa saja hikmah puasa dan haji?

1
2

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian puasa dan haji.


2. Mengetahui syarat puasa dan haji.
3. Mengetahui rukun puasa dan haji.
4. Mengetahui macam-macam puasa dan haji.
5. Mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.
6. Mengetahui hal-hal yang dilarang haji.
7. Mengetahui hikmah-hikmah puasa dan haji.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Puasa

1. Pengertian puasa

Puasa menurut bahasa adalah “menahan”. Sebab dalam bahasa


Arab, puasa menjadi ash Shiyam ‫ الصيام‬yang memiliki makna al imsaaku
anisy syai’i ‫االمساك عن الشيء‬, yaitu menahan dari sesuatu. Definisi puasa
secara lengkap yaitu menahan diri dengan didasari niat dari segala hal
yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar sehingga terbenamnya
azan magrib.
Sedangkan secara istilah yang sudah ditentukan oleh ulama fikih,
puasa berarti menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan,
yaitu dimulai dari fajar dan diakhiri hingga terbenamnya matahari
dengan memenuhi segala syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh
syariat.
Puasa bukan hanya sekadar menahan minum dan makan saja, namun
ada hal yang lebih penting dari dua permasalahan tersebut, yaitu
menahan nafsu dalam keburukan. Banyak orang yang menjalankan
puasa dengan menahan makan dan minum, tapi mengabaikan nafsunya.
Perkataan, perbuatan, tingkah dan laku harus turut mengiringi hari-hari
seorang yang berpuasa, sehingga dalam menjalani puasa tidak sia-sia,
karena mengabaikan perbuatan buruk. Syariat Islam menganjurkan agar
kaumnya dapat menikmati pahala maksimal ketika berpuasa. Bukan
hanya menahan lapar dan haus saja, tetapi dapat mengendalikan dirinya
dari godaan setan dan iblis.

3
4

2. Syarat dan rukun

Syarat wajibnya puasa adalah Islam, dewasa (balig), berakal, sehat,


mampu, tidak dalam perjalanan serta suci dari haid dan nifas.
Sedangkan syarat sahnya adalah niat, beragama Islam, suci dari haid
dan nifas serta dilaksanakan pada yang diperbolehkan.
Adapun rukun puasanya sendiri adalah niat dan menahan diri dalam
hal-hal yang membatalkan puasa1.

3. Macam-macam puasa

Menurut para ahli fikih, puasa yang ditetapkan oleh syariat, sudah
memiliki pengertian dan contoh masing-masing. Para ulama sudah
mendeskripsikan dengan baik mengenai macam-macam puasa, antara
lain sebagai berikut:
a. Puasa wajib
Puasa wajib adalah puasa yang hukumnya wajib dilakukan oleh
seseorang. Ketika seseorang dapat melaksanakan, maka ia akan
mendapat pahala. Sebaliknya ketika ia meninggalkan, maka akan
mendapat dosa. Contoh puasa wajib adalah: puasa Ramadhan, puasa
qodho, puasa kafarot dan puasa nazar.
b. Puasa sunah
Puasa sunah menurut ajaran Islam merupakan salah satu bentuk
ibadah sunah yang dikerjakan untuk mencari ridho dan kasih sayang
Allah SWT. Contoh puasa sunah adalah: puasa arafah, puasa
zulhijjah, puasa tasu’a, puasa asyura, puasa syawal, puasa senin dan
kamis, puasa sya’ban dan puasa 3 hari di pertengahan bulan.
c. Puasa makruh
Puasa makruh adalah puasa apabila dilaksanakan tidak mendapat
apa-apa, tetapi bila ditinggalkan akan mendapat pahala. Adapun
beberapa contoh puasa makruh adalah: puasa hari Jumat sendirian,

1
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2013, hlm. 56.
5

puasa hari sabtu atau minggu secara khusus, puasa sepanjang tahun
dan puasa wishal.
d. Puasa haram
Puasa haram adalah puasa yang dilaksanakan akan mendapat dosa
ketika ditinggalkan akan mendapat pahala. Puasa haram merupakan
aturan yang harus dihindari bagi seluruh umat Islam. Contoh puasa
haram antara lain: puasa pada Hari Raya Idul Fitri, puasa Hari Raya
Idul Adha dan puasa di Hari Tasyrik.

4. Hal-hal yang membatalkan puasa

Seperti yang telah difirmankan oleh Allah pada surat Al-Baqarah


ayat 187
ُ‫ّٰللا‬ َ ۗ ‫اس لَّ ُه َّن‬
‫ع ِل َم ه‬ ٌ َ‫اس لَّ ُك ْم َواَ ْنت ُ ْم ِلب‬ َ ِ‫ث ا ِٰلى ن‬
ٌ َ‫س ۤا ِٕى ُك ْم ۗ ه َُّن ِلب‬ ُ َ‫الرف‬
َّ ‫الصيَ ِام‬ ِ َ‫ا ُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَة‬
‫ع ْن ُك ْم ۚ فَ ْال ٰـنَ بَا ِش ُر ْوه َُّن َوا ْبتَغُ ْوا َما‬
َ ‫عفَا‬َ ‫علَ ْي ُك ْم َو‬ َ ‫س ُك ْم فَت‬
َ ‫َاب‬ َ ُ‫اَنَّ ُك ْم ُك ْنت ُ ْم ت َْختَانُ ْونَ اَ ْنف‬
‫ض ِمنَ ْال َخي ِْط ْاالَس َْو ِد‬ ُ ‫ّٰللاُ لَ ُك ْم ۗ َو ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َحتهى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي‬
ُ َ‫ط ْاالَ ْبي‬ ‫َب ه‬ َ ‫َكت‬
‫ام اِلَى الَّ ْي ِل‬ ِ ‫ِمنَ ْالفَجْ ِۖ ِر ث ُ َّم اَتِ ُّموا‬
َ َ‫الصي‬
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan
istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan
dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu
(perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.”

Dari ayat tersebut dijelaskan ada 3 hal yang dapat membatalkan


puasa, yaitu makan, minum, dan bergaul dengan istri.
Memasukkan sesuatu melalui lubang yang ada di tubuh seperti
lubang hidung, lubang telinga, dan lain-lain juga dapat membatalkan
puasa. Ini merupakan kesepakatan para ulama, terutama ulama
6

Syafi’iyah2. Mereka mengiyaskan kepada makan dan minum. Di


samping itu, mereka juga berpendapat pada ibnu abbas dan ikrimaha
(tabiin) bahwa memasukkan sesuatu melalui lubang pada tubuh akan
membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja. Jika tidak dilakukan
dengan sengaja tidak membatalkan puasa.
Berdasarkan pandangan tersebut, ulama berpendapat bahwa sesuatu
yang dimasukkan ke dalam tubuh bukan melalui lubang tidaklah
membatalkan puasa, misalnya menyuntikkan obat atau infus.
Selanjutnya hal yang membatalkan puasa adalah muntah dengan
sengaja. Muntah yang keluar karena terpaksa, atau karena sakit tidak
membatalkan puasa. Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa terpaksa
muntah, tidak wajib baginya mengqadha puasa; dan barangsiapa yang
menyengajakan muntah, ia harus mengqadha puasanya”3
Selanjutnya adalah haid atau nifas. Dalam hadits yang diriwayatkan
dari Aisyah disebutkan. "Kami diperintahkan mengqadha puasa (karena
haid atau nifas) dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.”
Selanjutnya, keluar sperma karena disengaja, misalnya masturbasi.
Sperma yang keluar tanpa disengaja, seperti karena bermimpi atau
mengkhayal. Alasannya diqiyaskan kepada hubungan suami-istri.
Hilang kesadaran, seperti gila, mabuk, dan sebagainya juga dapat
membatalkan puasa. Nabi SAW bersabda, "Diangkat pena dari tiga
(kelompok orang): orang tidur sampai ia bangun, anak-anak sampai ia
bermimpi (balig) dan orang gila sampai ia waras."

5. Hikmah Puasa

a. Mendidik umat Islam supaya menjadi manusia yang bertakwa.


b. Melindungi umat Islam dari perbuatan dan ucapan buruk dan tercela.
c. Puasa mendatangkan kesehatan bagi yang berpuasa.

2
Yunasril Ali, Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah, Jakarta: Zaman, hlm. 236
3
HR Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan Ibn Hibban
7

B. Haji

1. Pengertian Haji

Kata “haji” berasal dari bahasa arab: ‫ الحج‬berarti ziarah berkunjung.


Sedangkan menurut istilah Syara’, haji adalah berziarah/berkunjung ke
baitullah (Ka ‘bah) Makkah al-Mukarramah untuk beribadah kepada
Allah SWT. dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Ihram
b. Tawaf
c. Sa’i
d. Wukuf di Arafah
e. Wukuf/mabit di Muzdalifah dan Mina
f. Tahallul

2. Rukun Haji

Dalam ibadah haji, rukun adalah sesuatu yang apabila tidak


dikerjakan sesuai ketentuannya, maka ibadah haji tidak sah.
Rukun haji dalam pandangan mazhab Syafi’i adalah:
a. Ihram
Ihram adalah kesengajaan hati yang diiringi dengan perbuatan untuk
mengerjakan rangkaian ibadah haji dari awal sampai akhir. Dalam
ibadah lainnya disebut niat. Dasar dari kewajiban niat untuk
melakukan ibadah haji ini adalah umumnya hadist Nabi yang
mutawatir dari umar bin khattab yang muttafaq alaih, sabda nabi:

ِ ‫إنَّ َما ْاْل َ ْع َما ُل ِب‬


‫النيَّ ِة‬
"sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya"
8

b. Wukuf di ‘Arafah
Wukuf atau berada dalam waktu tertentu di Arafah, suatu tempat di
luar mekah, yang menurut riwayatnya tempat bertemu Adam dan
Hawa di bumi setelah keduanya disuruh keluar dari surga. Wukuf di
Arafah itu berlaku pada setiap tanggal 9 Zulhijjah, mulai dari
tergelincir matahari sampai terbenam matahari.
c. Tawaf Ifadhah
Tawaf ifadhah yaitu berjalan cepat di sekeliling ka’bah sebanyak
tujuh kali.
d. Sa’i
Sa’I yaitu berjalan cepat dari Shafa ke Marwah bolak balik selama
7 kali dam dimulai dari bukit Shafa.
e. Menggundul atau mencukur rambut
f. Tertib/ Berurutan.

3. Wajib Haji

Wajib dalam ibadah haji adalah sesuatu yang jika diabaikan secara
keseluruhan, atau tidak memenuhi syaratnya maka haji atau umroh tetap
sah, tetapi orang yang bersangkutan harus melaksanakan sanksi yang
telah ditetapkan. Adapun hal-hal yang bersifat wajib dalam konteks
ibadah haji adalah:
a. Berihram di miqot
Miqot adalah batas mulainya ibadah haji dan umrah yang terbagi
menjadi miqot makani (tempat) dan miqot zamani (waktu).
b. Berada di muzdalifah setelah pertengahan malam walau sejenak
Meskipun jaraknya relative dekat, perjalanan dari Arafah ke
Muzdhalifah dapat berlangsung lama. Yang penting bahwa yang
berhaji tidak diperkenankan meninggalkan muzdalifah kecuali
setelah pertengahan malam.
c. Berada di mina pada malam hari-hari Tasyriq
Tempo waktu keberadaan di mina pada hari-hari Tasyriq serupa
dengan keberadaan di Muzdhalifah. Keberadaan disana berlangsung
9

3 hari dan ini dinamakan nafar tsani. Tugas pokok di mina adalah
melontarkan jamarat. Disana juga dilakukan penyembelihan
binatang, dan sebagian jamaah telah melontar
bercukur/menggunduli rambut.
d. Melontarkan jamarat pada setiap hari-hari tasriq
Pada hari kesepuluh Dzulhijjah (Hari Raya) banyak Jamaah haji
yang melakukan pelontaran pertama terhadap jumrah ‘Aqobah.
Masa akhir pelontaran jumrah ‘Aqobah adalah terbenamnya
matahari pada hari akhir hari-hari tasyriq (hari ketiga).
e. Menghindari apa yang diharamkan dalam konteks berihram
Yang haram dilakukan selama berihram, pada garis besarnya terbagi
dua: yang membatalkan haji dan tidak membatalkannya, tetapi
mengakibatkan dam atau fidyah. Yang membatalkan haji adalah
hubungan seks dengan mempertemukan alat lamin pasangan. Yang
tidak membatalkan haji, tetapi harus membayar fidyah adalah
pelanggaran berpakaian, menggunakan wewangian, memakai
pakaian berjahit kecuali wanita, bercukur, menggunting rambut,
menikah atau menikahkan orang lain, membunuh atau menyembelih
binatang darat, bercampur dengan pasangan disertai berahi,
bertengkar, memaki, cabul.
Jenis-jenis sanksi fidyah/dam adalah:
a. Berpuasa tiga hari walau setelah kembali.
b. Menyembelih kambing, di Mekkah atau sekitarnya.
c. Memberi makan enam orang miskin di Mekkah atau sekitarnya.

4. Syarat Kewajiban Haji

Kewajiban haji baru terletak di atas pundak seorang muslim yang


telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Selain syarat umum,
yaitu Islam, telah dewasa dan berakal sehat, khusus untuk kewajiban
haji harus terpenuhi syarat kesanggupan atau istita’ah. Hal ini sesuai
dengan firman Allah:
10

4‫ا‬
َ ‫ع اِلَ ْي ِه‬
‫سبِ ْيل‬ َ َ ‫ت َم ِن ا ْست‬
َ ‫طا‬ ِ َّ‫لى الن‬
ِ ‫اس حِ ُّج البَ ْي‬ َ ‫ع‬َ ‫ِل‬
ِ ِ ‫َو‬
“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah
melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang
yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.”
Kesanggupan yang menjadi syarat wajib haji itu dirinci oleh ulama
berdasarkan pemahamannya terhadap hadits-hadits Nabi menjadi
empat5, yaitu:
a. Mampu dari segi dana bagi biaya perjalanan untuk pergi, pulang,
dan untuk biaya keluarga yang ditinggalkannya.
b. Mampu dari segi adanya alat transportasi, baik milik sendiri atau
milik orang lain dengan menyewanya.
c. Mampu dari segi fisik, yaitu tahan dalam mengikuti perjalanan jauh
dan selama melaksanakan Haji.
d. Mampu dari segi keamanan di tempat tujuan dan selama perjalanan.

5. Macam-macam Haji

a. Haji Ifrad
Mengerjakan ibadah haji dengan cara mendahulukan haji daripada
umrah dan keduanya dilaksanakan secara terpisah.
b. Haji Qiran
Mengerjakan haji dan umrah secara bersamaan. Jadi amalannya
satu, tetapi dengan dua niat yaitu haji dan umrah.
c. Haji Tamattu’
Mengerjakan haji dan umrah dengan mendahulukan umrah daripada
haji, dan umrah dilakukan pada musim haji.

6. Muharramat Haji dan Dam (Denda)

a. Muharramat Haji

4
Ali Imran ayat 97

5
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2013, hlm. 56
11

Muharramat haji ialah perbuatan-perbuatan yang dilarang selama


mengerjakan haji. Meninggalkan muharramat haji ternasuk wajib
haji. Jadi apabila salah satu muharramat itu dilanggar, wajib atas
orang yang melanggarnya membayar dam.
1) Senggama dan pendahuluannya, seperti mencium, menyentuh
dengan syahwat, berbicara tentang hubungan suami isteri dan
sebagainya. Semua perbuatan tersebut bukan hanya merupakan
larangan melainkan juga akan membatalkan haji bila belum
tahallul pertama.
2) Memakai pakaian yang berjahit dan memakai sepatu bagi laki-
laki. Mengenakan cadar muka dan sarung tangan bagi wanita.
3) Memakai harum-haruman serta minyak rambut.
4) Menutup kepala bagi laki-laki, kecuali karena hajat. Bila terpaksa
menutup kepala maka ia wajib membayar dam.
5) Melangsungkan akad nikah bagi dirinya atau menikahkan orang
lain, sebagai wali atau wakil. Tidak sah akad nikah yang
dilakukan oleh dua pihak, salah satunya sedang dalam ihram.
6) Memotong rambut atau kuku. Menghilangkan rambut dengan
menggunting, mencukur, atau memotongnya baik rambut kepala
atau lainnya dilarang dalam keadaan ihram
7) Sengaja memburu dan membunuh binatang darat atau memakan
hasil buruan.
b. Dam (denda)
Dam dari segi bahasa berarti darah, sedangkan menurut istilah
adalah mengalirkan darah (menyembelih ternak: kambing, unta atau
sapi) di tanah haram untuk memenuhi ketentuan manasik haji.
Sebab-sebab dam (denda) adalah sebagai berikut :
1) Bersenggama dalam keadaan ihram sebelum tahallul pertama,
damnya berupa kafarah yaitu:
a) Menyembelih seekor unta, jika tidak dapat maka
b) Menyembelih seekor lembu, jika tidak dapat maka
c) Menyembelih tujuh ekor kambing, jika tidak dapat maka
12

d) Memberikan sedekah bagi fakir miskin berupa makanan


seharga seekor unta, setiap satu mud (0,8 kg) sama dengan
satu hari puasa, hal ini diqiyaskan dengan kewajiban puasa
dua bulan berturut-turut bagi suami- istri yang senggama di
siang hari bulan Ramadhan
2) Berburu atau membunuh binatang buruan, damnya adalah
memilih satu di antara tiga jenis berikut ini:
a) Menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang
yang diburu atau dibunuh.
b) Bersedekah makanan kepada fakir miskin di tanah Haram
senilai binatang tersebut.
c) Berpuasa senilai harga binatang dengan ketentuan setiap satu
mud berpuasa satu hari. Dam ini disebut dam takhyir atau
ta’dil. Takhyir artinya boleh memilih mana yang dikehendaki
sesuai dengan kemampuannya, dan ta’dil artinya harus
setimpal dengan perbuatannya dan dam ditentukan oleh
orang yang adil dan ahli dalam menentukan harga binatang
yang dibunuh itu.
3) Mengerjakan salah satu dari larangan berikut:
a. Mencukur rambut.
b. Memotong kuku.
c. Memakai pakaian berjahit.
d. Memakai minyak rambut.
e. Memakai harum-haruman.
f. Bersenggama atau pendahuluannya setelah tahallul
pertama.
Damnya berupa dam takhyir, yaitu boleh memilih salah satu di
antara tiga hal, yaitu:
a) Menyembelih seekor kambing.
b) Berpuasa tiga hari.
c) Bersedekah sebanyak tiga gantang (9,3 liter) makanan
kepada enam orang fakir miskin.
13

4) Melaksanakan haji dengan cara tamattu’ atau qiran, damnya


dibayar dengan urutan sebagai berikut:
a) Memotong seekor kambing, bila tidak mampu maka
b) Wajib berpuasa sepuluh hari, tiga hari dilaksanakan
sewaktu ihram sampai Idul Adha, sedangkan tujuh hari
lainnya dilaksanakan setelah kembali ke negerinya.
5) Meninggalkan salah satu wajib haji sebagai berikut:
a. Ihram dari miqat.
b. Melontar jumrah.
c. Bermalam di Muzdalifah.
d. Bermalam di Mina pada hari tasyrik.
e. Melaksanakan tawaf wada’.
Damnya sama dengan dam karena melaksanakan haji dengan
tamattu’ atau qiran.

7. Hikmah Haji

a. Sebagai penyempurnaan dari rukun Islam dan sebagai penguat dari


ibadah lain
b. Pelaksanaan ibadah haji dapat menghapuskan diskriminasi ras,
warna kulit dan mencairkan perbedaan, karena hal yang dapat
membedakan hanyalah ketakwaan kepada Allah SWT
c. Haji sebagai lambang persatuan kaum muslimin yang berbeda-beda
dan berpencar-pencar di berbagai negara
d. Perjalanan haji memberikan pelajaran tentang makna pengorbanan
dalam hidup dan menempa jiwa agar memiliki semangat juang yang
tinggi
e. Setelah seseorang selesai melakukan ibadah haji dan pulang ke
negerinya masing-masing dosanya telah dihapuskan. Rasulullah
bersabda:
6
ُ‫س ْق َر َج َع َكيَ ْو ِم َولَدَتْهُ أ ُ ُّمه‬ ْ ُ‫ِل فَلَ ْم يَ ْرف‬
ُ ‫ث َولَ ْم يَ ْف‬ ِ َّ ِ ‫َم ْن َح َّج‬

6
HR. Bukhari no. 1521
14

“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok


dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya
sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.”
BAB III

PENUTUP
C. Kesimpulan

Masalah puasa dan haji adalah masalah yang penting, karena


termasuk dari bagian rukun islam yang ketiga dan kelima. Pelaksanaan
ibadah puasa dan haji haruslah sesuai dengan tata cara yang telah diatur
dalam syari’at Islam, dalam hal ini seseorang yang akan melaksanakan
ibadah puasa dan haji haruslah mengetahui pengertian rukun, syarat, hikmah
puasa dan haji serta hal-hal yang membatalkannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Yunasril. 2012. Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah. Jakarta: Zaman

As’ary, M. dkk. 2020. Fikih Kelas X MA Peminatan Keagamaan. Jakarta:


Kementerian Agama RI

Direktorat Jenderal Penyenggaraan Haji dan Umrah. 2015. Fiqih Haji


Komprehensif. Jakarta: Kementerian Agama RI

Noor, Muhammad. “Haji dan Umrah”. Jurnal Humaniora Teknologi 4 No. 1


(2018).

Shihab, Quraish M. 2012. Haji dan Umrah bersama M Quraish Shihab. Bandung:
Lentera Hati

Syarifuddin, Amir. 2013. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana

16

Anda mungkin juga menyukai