Anda di halaman 1dari 66

BAHAN AJAR

MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Dosen Pengampu:
SYAHRIA ANGGITA SAKTI, M.Pd
NIS. 19860922 201805 1 002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Alloh SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya niat baik hamba-Nya dapat terlaksana, sehingga penulis
mampu menyelesaikan bahan ajar yang berjudul “Bahan Ajar Mata Kuliah
Kewirausahaan”. Bahan ajar ini disusun berdasarkan referensi dari buku-buku
pilihan. Pembuatan bahan ajar ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para
mahasiswa dan pembaca tentang materi yang berkenaan dengan mata kuliah
pengantar pendidikan. Selain menggunakan bahasa yang mudah dipahami, bahan ajar
ini disajikan dari rangkuman beberapa buku yang dijadikan sebagai acuan.
Rasa terimakasih penulis tujukan kepada semua pihak yang telah
mendukung penulis dalam menyelesaikan bahan ajar ini. Penulis menyadari bahwa
bahan ajar ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari bentuk penyusunan maupun
materi. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penulisan bahan ajar ini.

Yogyakarta,
Penulis,

ii
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Bahan Ajar : Belajar dan Pembelajaran


2. Pelaksana
a. Nama Lengkap : Syahria Anggita Sakti, M.Pd
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Pangkat/Golongan : Tenaga Pengajar
d. NIP/NIS : 19860922 201805 1 002
e. Program Studi / Fakultas : PG-PAUD / FKIP
f. Telp/HP : 081542949991
g. Email : anggitosakti86@gmail.com
3. Pembiayaan
a. Sumber Dana : Lembaga Pengembangan Pendidikan
Universitas PGRI Yogyakarta
b. Jumlah Biaya : Rp. 750.000,-
Yogyakarta, 6 Februari 2020

Mengetahui
Ketua Program Studi Dosen Pengampu

Novianti Retno Utami M.Pd Syahria Anggita Sakti, M.Pd


NIS. 19881118 201805 2 014 NIS. 19860922 201805 1 002
Menyetujui
Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan

Selly Rahmawati, M.Pd


NIS. 19870723 201302 2 00

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
TINJAUAN MATA KULIAH ................................................................................... vi

BAB I KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ..................................... 1


A. Pendahuluan ..................................................................................... 1
B. Penyajian .......................................................................................... 1
C. Rangkuman ........................................................................................ 8
D. Latihan Soal....................................................................................... 8

BAB II MODEL-MODEL PEMBELAJARAN ................................................... 9


A. Pendahuluan ..................................................................................... 9
B. Penyajian .......................................................................................... 9
C. Rangkuman ........................................................................................ 13
D. Latihan Soal ...................................................................................... 13

BAB III TUJUAN BELAJAR DAN UNSUR-UNSUR DALAM


BELAJAR .............................................................................................. 14
A. Pendahuluan ..................................................................................... 14
B. Penyajian .......................................................................................... 14
C. Rangkuman ........................................................................................ 24
D. Latihan Soal ...................................................................................... 24

BAB IV PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN ................................ 25


A. Pendahuluan ..................................................................................... 25
B. Penyajian .......................................................................................... 25
C. Rangkuman ........................................................................................ 29
D. Latihan Soal....................................................................................... 29

BAB V TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM


PEMBELAJARAN................................................................................. 30
A. Pendahuluan ..................................................................................... 30
B. Penyajian .......................................................................................... 30
C. Rangkuman ........................................................................................ 35
D. Latihan Soal....................................................................................... 35

iv
BAB VI PERMASALAHAN- PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA .......................................................................................... 48
A. Pendahuluan ..................................................................................... 48
B. Penyajian .......................................................................................... 49
C. Rangkuman ........................................................................................ 57
D. Latihan Soal....................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 58


Glosarium .............................................................................................................. 60

v
TINJAUAN MATA KULIAH

Mata kuliah Belajar Pembelajaran adalah mata kuliah wajib umum yang
diberikan kepada mahasiswa semester I (satu) pada program studi Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Yogyakarta. Manfaat mata kuliah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar pembelajaran
2. Mahasiswa mampu memahami model-model pembelajaran
3. Mahasiswa mampu mengenal tujuan pembelajaran
4. Mahasiswa mampu mengetahui pengembangan materi pembelajaran
5. Mahasiswa mampu mengetahui Teori-Teori pembelajaran dan penerapannya
6. Mahasiswa mampu memahami berbagai permasalahan pendidikan di
Indonesia dan pemecahannya
Pengantar Pendidikan berisi VII BAB, yaitu: I) BAB I Konsep Dasar Belajar
dan Pembelajaran, 2) BAB II Model-Model Pembelajaran, 3) BAB III Tujuan Belajar
dan Pembelajaran, 4) BAB IV Pengembangan Materi Pembelajaran, 5) BAB V Teori-
Teori Pembelajaran dan penerapannya, 6) BAB VI Permasalahan - Permasalahan
Pendidikan di Indonesia.
Diharapkan dengan mempelajari materi ini, maka mahasiswa mampu
mengintegrasikannya pemahaman ilmu pendidikan dengan nilai-nilai luhur
pendidikan yang dimiliki oleh bangsa ini sebagai sarana penunjang dalam
menjalankan aktivitas pembelajaran dan pendidikan secara menyeluruh dan
bertanggung jawab.

vi
BAB I
KONSEP DASAR BELAJAR DAN PEMBELAJRAN

A. PENDAHULUAN
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja
oleh setiap individu, sehingga terjadi perubahan dari yang tidak tahu menjadi
tahu, dari yang tidak bisa berjalan menjadi bisa berjalan, tidak bisa membaca
menjadi bisa membaca dan sebagainya. Belajar adalah suatu proses perubahan
individu yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya ke arah yang baik
maupun tidak baik. Belajar setiap orang dapat dilakukan dengan cara berbeda.
Ada belajar dengan cara melihat, menemukan dan juga meniru. Karena melalui
belajar seseorang akan mengalami pertumbuhan dan perubahan dalam dirinya
baik secara psikis maupun fisik. Secara fisik jika yang dipelajari berkaitan dengan
dimensi motorik. Secara psikis jika yang dipelajari berupa dimensi afeksi. Secara
kognitif jika yang dipelajari berupa. pengetahuan baru. Jadi pada hakikatnya
belajar pada ranah kognitif juga akan bersinggungan dengan ranah afektif dan
juga dengan ranah psikomotorik. Ketiga ranah ini saling berhubungan satu sama
lainnya.
Belajar merupakan aktivitas menuju kehidupan yang lebih baik secara
sistematis. Proses belajar terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahap informasi,
transformasi dan evaluasi. Yang dimaksud dengan tahap informasi adalah proses
penjelasan, penguraian atau pengarahan mengenai struktur pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Tahap transformasi adalah proses peralihan atau
pemindahan struktur tadi ke dalam diri peserta didik. Proses transformasi
dilakukan melalui informasi. Sedangkan, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya,
tujuan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek
organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi
pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil
belajar, semua termasuk tanggung jawab guru.

B. PENYAJIAN
1. Hakikat Pembelajaran dan Komponen Sistem Pembelajaran
a. Pengertian
Pembelajaran tidak terlepas dari pengertian belajar, belajar dan pembelajaran
menjadi satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Hasil dari belajar
menjadi model dalam proses pembelajaran selanjutnya. Pembelajaran berarti
kegiatan belajar yang dilakukan olehpemelajar dan guru. Proses belajar menjadi

1
satu sistem dalam pembelajaran. Sistem pembelajaran terdiri dari beberapa
komponen yang saling berinteraksi hingga diperoleh interaksi yang efektif. Dick
dan Carey menjelaskan komponen dalam sistem pembelajaran adalah pembelajar,
instruktur (guru), bahan pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Dengan kata
lain komponen dalam pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi
(lingkungan eksternal) yang konduktif agar terjadi proses belajar (kondisi
internal) pada diri siswa (pembelajar).
Pembelajaran akan berhasil guna dan berjalan secara efektif bila dalam
perancangan dan pengembangan bertitik tolak pada karakteristik pebelajar, mata
pelajaran dan pedoman pada kompetensi dasar, tujuan-tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan atau indikator keberhasilan belajar. Belajar akan berhasil jika
pebelajar (siswa) secara aktif melakukan sendiri
proses belajar melalui berinteraksi dengan berbagai sumber belajar. Sedangkan
pembelajaran itu sendiri merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar
dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Menurut Reigeluth9
dalam menunjang proses pembelajaran ada tiga variabel pembelajaran yaitu
variabel kondisi pembelajaran, metode dan variabel hasil pembelajaran. Ketiga
variabel pembelajaran yang dikemukan Regeluth seperti yang diperlihatkan pada
gambar 1 di bawah ini:

2
Variabel pembelajaran Reigeluth menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran
menjadi awal dari strategi pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran.
Sedangkan metode pembelajaran menekankan pada komponen-komponen strategi
pembelajaran, penyampaian dan pengelolaan pembelajaran. Dan untuk mencapai
hasil pembelajaran Reigeluth lebih mengarahkan model pembelajaran yang
efektifitas, efesiensi dan mempunyai daya tarik.Ketiga variabel pembelajaran di atas
menurutReigeluth10 saling berinteraksi, interaksi dari variabel-variabel tersebut
membangun dua bentuk hubungan antar variabel yang dikenal dengan teori deskriptif
dan teori preskriptif, sebagaimana gambar 2 di bawah ini:

Satuan prinsip yang terintegrasi secara sistematis dan bermakna antara kondisi dan
metode pembelajaran yang menjelaskan hasil pembelajaran menurut teori deskriptif
Reigeluth tersebut akan menghasilkan hasil pembelajaran yang efektif, efesien dan
mempunyai daya tarik bagi pebelaja (siswa) Pendekatan atau sistem pembelajaran
menjadi konteks dalam penulisan ini sebagaimana Dick dan Carey11 menjelaskan
dalam sistem pembelajaran terdapat juga strategi pembelajaran yang terdiri dari 5
(lima) komponen yaitu: (a) aktivitas prapembelajaran, meliputi pemberian motivasi,
gambaran tujuan pembelajaran dan menginformasikan keterampilan, (b) presentase
pembelajaran bagian dari inti, meliputi tahapan pembelajaran, materi dan contoh, (c)
melibatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran, meliputi praktek dan pemberian
umpan balik (d) melakukan penilaian, meliputi tes awal dan tes akhir, (e) aktivitas
lanjutan meliputi pengulangan dan penyampaian kesimpulan.

3
b. Komponen Sistem
 Komponen utama dari desain pembelajaran adalah: 1. Tujuan
Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi
yang akan dikuasai oleh pembelajar. 2. Pembelajar (pihak yang
menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi,karakteristik mereka,
kemampuan awal dan pra syarat. 3. Analisis Pembelajaran, merupakan
proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari 4. Strategi
Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun
atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar Bahan Ajar,
adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar 5.
Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi
yang sudah dikuasai atau belum. Implementasi atau penyampaian
materi pembelajaran merupakan langkah dari sistem desain
pembelajaran. Langkah implementasi sering diasosiasikan dengan
penyelenggaraan program pembelajaran itu sendiri. Langkah ini
memang mempunyai makna adanya penyampaian materi pembelajaran
dari guru atau instruktur kepada peserta pendidikan dan pelatihan.
Tujuan utama dari tahap implementasi, yang merupakan langkah
realisasi desain dan pengembangan adalah sebagai berikut.
 Membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran atau
kompetensi.
 Menjamin terjadinya pemecahan masalah/solusi untuk mengatasi
kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.
 Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran siswa perlu
memiliki kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan.

2. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
A.PengertianBelajar
Secara umum Imron (1996:2), belajar adalah suatu upaya yang
dimaksudkan untuk menguasai/mengumpulkan sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang
sekarang dikenal dengan guru atau sumber-sumber lain karena guru sekarang
ini bukan merupakan satu-satunya sumber belajar .Dalam belajar,
pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya
menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya
diidentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar dan orang yang tidak
berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar. Orang dikatakan
belajar manakala, sedang membaca bacaan, membaca buku pelajaran,

4
mengerjakan tugas-tugas dan lain-lain.Menurut psikologi belajar, belajar
adalah suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif
menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Contoh: belajar membaca
berarti individu mendapat pengalaman, dan terjadi perubahan dalam 3 ranah
yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Pakar psikologi
menjelaskan bahwa perilaku belajar sebagai proses psikologis, individu dalam
interaksinya dengan lingkungan secara alami (Imron, 1996:3). Fontana
(1981:147) menjelaskan belajar (learning) adalah proses perubahan yang
relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Dalam
pengertian ini memusatkan perhatian pada 3 hal yaitu: (1) bahwa belajar harus
memungkinkan terjadinya perubahan perilaku individu; (2) bahwa perubahan
itu harus merupakan buah dari pengalaman; (3) bahwa perubahan itu terjadi
pada perilaku individu yang mungkin (Winataputra, 2008:2). Slameto
(2002:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan dalam aspek kematangan, pertumbuhan,
perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. Crow and
Crow dalam Educational Psychology (1984), belajar adalah perbuatan untuk
memperoleh kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan berbagai sikap, termasuk
penemuan baru dalam mengerjakan sesuatu, uusaha memecahkan rintangan,
dan menyesuaikan dengan situasi baru. Definisi ini menekankan hasil dari
aktifitas belajar (Sriyanti, 2013:16).
Dictionary of Psychology disebutkan bahwa belajar memiliki dua
definisi. Pertama, belajar diartikan sebagai “the process of acquiring
knowledge”. Kedua, belajar diartikan sebagai “a relatively permanent change
potentiality which occurs as a result of reinforced practice”. Pengertian
pertama, belajar memiliki arti suatu proses untuk memperoleh pengetahuan.
Pengertian kedua, belajar berarti suatu perubahan kemampuan untk bereaksi
yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Pengertian belajar
dari Dictionary of Psychology ini menekankan aspek proses serta keadaan
sebagai hasil belajar (Sriyanti, 2013:16-17). Menurut pandangan psikologis,
setidak-tidaknya ada tiga pandangan mengenai teori belajar yaitu dari
psikologi behavioristik, psikologi kognitif, dan psikologi humanistic atau
menciptakan suatu produk baru. Zimmerer dalam buku yang

B.Pengertian Pembelajaran
Menurut Romiszowski (1981:4) dalam Winataputra (2008:2)
pembelajaran/instruction adalah sebagai proses pembelajaran yakni proses belajar
sesuai dengan rancangan. Unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang
melakukan proses belajar merupakan ciri utama dari konsep instruction. Proses
pengajaran ini berpusat pada tujuan atau goal directed teaching process yang
dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya (pre-planned). Karena sifat dari

5
proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan
perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah
dirancang. Menurut Budimansyah (2002:1) pembelajaran adalah sebagai
perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relatif permanen
sebagai akibat pengalaman atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang hanya
berlangsung sekejab dan kemudian kembali ke perilaku semula menunjukkan
belum terjadi peristiwa pembelajaran, walaupun mungkin terjadi pengajaran.
Tugas seorang guru adalah membuat agar proses pembelajaran pada siswa
berlangsung secara efektif. Selain fokus pada siswa pola fikir pembelajaran perlu
diubah dari sekedar memahami konsep dan prinsip keilmuan, siswa juga harus
memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan konsep dan
prinsip keilmuan yang telah dikuasai. Seperti dinyatakan dalam pilar-pilar
pendidikan/pembelajaran dari UNESCO, selain terjadi “learning to know”
(pembelajaran untuk tahu), juga harus terjadi “learning to do” (pembelajaran
untuk berbuat) dan bahkan dituntut sampai pada “learning to be” (pembelajaran
untuk membangun jati diri yang kokoh) dan “learning to live together”
(pembelajaran untuk hidup bersama secara harmonis).
Menurut UUSPN nomor 20 tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Ada lima konsep dalam pengertian tersebut yaitu: (1) interaksi, (2) peserta didik,
(3) pendidik, (4) sumber belajar, dan (5) lingkungan belajar. Ciri utama
pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa.
Dimyati (2002:286) mengemukakan bahwa hakekat pembelajaran adalah:
kegiatan yang dimaksudkan untuk membelajarkan pembelajar, progam
pembelajaran yang dirancang dan diimplementasikan (diterapkan) dalam suatu
sistem,kegiatan yang dimaksud untuk memberikan pengalaman belajar kepada
pembelajar, kegiatan yang mengarahkan pembelajar ke arah pencapaian tujuan
pembelajaran, kegiatan yang melibatkan komponen-komponen tujuan , isi
pembelajaran, sistem penyajian dan sistem evaluasi dalam realisasinya.Banyak
ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasikurikulum,
tapi banyak juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan
kurikulum sebagai aksi/kegiatan. Guru sebagai orang yang berkewajiban
merencanakan pembelajaran (instruction planning) selalu mengacu kepada
komponenkomponen kurikulum yang berlaku. Lebih lanjut Dimyati
mengemukakan bahwa hakekat kurikulum adalah: (1) kurikulum sebagai jalan
memperoleh ijazah; (2) kurikulum sebagai mata dan isi pembelajaran; (3)
kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran; (4) kurikulum sebagai hasil
belajar; dan (5) kurikulum sebagai pengalaman belajar.
C. RANGKUMAN
Belajar ialah suatu proses usaha yang di lakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secarakeseluruhan sebagai
hasil pengamatannya sendiri dalam interaksidengan lingkungannya.Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik denganpendidik dan sumber belajar pada

6
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Teori-teori itu adalah teori behaviouristik, kognitif, konstruktivitas, dan
humanistik. Teori-teori itu penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai
dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi. Selain memahami
teoriteori pembelajaran, perlu diketahui pula peranan dan implementasi
pengajaran supaya tercipta pengajaran yang efektif. Para pendidik dan para
perancang pendidikan serta pengembangan program-program pembelajaran perlu
menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan
pembelajaran. Berbagai teori belajar dan pembelajaran seperti teori
behaviouristik, kognitif, konstruktivitas, dan humanistic. penting untuk
dimengerti dan diterapkan sesuaidengan kondisi dan konteks pembelajaran yang
dihadapi. Selain itu juga perlu dipahami peranan dan implementasi pengajaran
supaya tercipta pengajaran yang efektif. Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dankepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, dosen mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif),
juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan
(aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja.
Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan
peserta didik. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi
pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi
ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan
membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat
diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan mahasiswa melalui proses
belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai,
ditambah dengan kreatifitas dosen akan membuat peserta didik lebih mudah
mencapai target belajar.
D. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan analisis yang jelas dan sistematis !
1. Jelaskan pengertian belajar secara umum !
2. Jelaskan pengertian belajar menurut psikologi belajar ?
3. Jelaskan pengelompokan teori belajar !
4. Simpulkan makna belajar berdasarkan pengelompokan teori belajar !

7
BAB II
MODEL MODEL PEMBELAJARAN

A. PENDAHULUAN
Menurut Haryati (2012:1), pendidikan di Indonesia masih perlu terus
dikembangkan dan ditingkatkan, terutama dari segi mutunya, karena hasilnya
masih belum sesuai yang diharapkan. Salah satu indikatornya adalah Human
Development Index (HDI) atau indeks daya saing bangsa, yang merupakan salah
satu hasil pendidikan yang masih memprihatinkan. Pada tahun 2012 HDI bangsa
Indonesia berada pada ranking 114 dari 117 negara yang diteliti, turun dari 113
pada tiga tahun terakhir. Di antara komponen pendidikan yang lain, kegiatan
proses belajar-mengajar merupakan faktor yang sangat dominan penentu
keberhasilan atau keefektifan pendidikan. Telah banyak usaha dilakukan
pemerintah dan pemangku kepentingan pendidikan dalam meningkatkan mutu
pembelajaran namun belum banyak memecahkan masalah tersebut. Telah banyak
inovasi pembelajaran dilakukan, baik pada pendidikan dasar, menengah, atau
tinggi, namun masih banyak ditemui pelaksanaan pembelajaran yang hanya
menekankan ranah kognitif, kurang menekankan aspek afektif maupun
psikomotorik. Aspek kognitifpun hanya pada tataran hafalan (knowledge),
pengertian (comprehension), dan penerapan (application), kurang menekankan
pembelajaran yang menstimulasi berfikir tingkat tinggi (high order thinking), yaitu
analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation), apalagi kreasi
(creation).
Model pembelajaran yang digunakanpun belum banyak memfasilitasi peserta
didik untuk belajar secara aktif (active learning), kooperatif (cooperative learning),
dan kontekstual (contextual teaching-learning). Sebagai akibatnya pembelajaran
lebih banyak didominasi pendidik sehingga kegiatan peserta didik (time on task)
kurang optimal. Pada saat ini, juga telah diberlakukan Kurikulum 2013, yang mana
mengamanatkan adanya suatu pembelajaran aktif (active learning) dalam
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas melalui pendekatan saintifik seperti
pembelajaran inkuiri, diskoveri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran
berbasis proyek, pembelajaran kooperatif dan lain-lain. Pembelajaran saintifik
menjadi pilihan utama dalam praktek pembelajaran saat ini yang mengedepankan
pembelajaran aktif (Sudarmin, 2016:1). Model pembelajaran merupakan bagian
dari struktur pembelajaran yang memiliki cakupan yang luas. Di dalamnya
terdapat pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran. Salah satu aspek
penting dari sebuah model pembelajaran adalah sintaks (syntax), yang merupakan
langkah-langkah baku yang harus ditempuh dalam implementasi model tersebut.
Sintaks seharusnya tercermin dalam langkah-langkah pembelajaran khususnya
yang dirinci dalam kegiatan inti pembelajaran. Dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau SAP (Satuan Acara Perkuliahan) yang
menerapkan satu model pembelajaran tertentu, seharusnya aktivitas pendidik

8
mencerminkan sintakssintaks model pembelajaran yang dipilih, demikian juga
aktivitas pembelajar seharusnya mencerminkan bagaimana perilaku dan model
interaksi yang dipersyaratkan. Pendidik sebagai pengembang RPP seharusnya
memiliki pemahaman yang memadai tentang model7 model pembelajaran
sehingga implementasinya dalam pembelajaran tepat dan tujuan pembelajaran bisa
tercapai secara efektif. (Sarwanti, 2016:1). Dalam kenyataan masih banyak
pendidik hanya menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu dengan
menggunakan metode ceramah yang menyebabkan mahasiswa pasif yang tidak
sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang yaitu student centered, yang
berbasis pembelajaran aktif

B. PENYAJIAN
1. Model-Model Pembelajaran
a. Pembelajaran Aktif di Sekolah
Menurut AUSAID (2010) dalam Sudarmin (2016:2) memaknai Pembelajaran
aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud
memberdayakan siswa agar belajar dan pembelajaran selalu menggunakan
berbagai cara/strategi secara aktif. Dengan demikian dalam pembelajaran aktif
(active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi
yang dimiliki oleh siswa, sehingga semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang miliki siswa. Di samping itu
pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa agar tetap
tertuju pada proses pembelajaran. Keefektifan dari model pembelajaran aktif
ditunjukkan pada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa perhatian siswa
berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984)
menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran
sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian
McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian
siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20
menit terakhir.
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di
lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia
pendidikan di Indonesia, terutama disebabkan siswa di ruang kelas lebih banyak
menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang
dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan; sebagaimana yang
diungkapkan Confucius dalam USAID (2010) yaitu (a) Apa yang saya dengar,
saya lupa, (b) Apa yang saya lihat, saya ingat, (c) Apa yang saya lakukan,
saya paham. Ketiga pernyataan Confucius ini menekankan pada pentingnya belajar
aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-
sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi
dalam proses pembelajaran di Indonesia, yaitu tidak tuntasnya penguasaan siswa
terhadap materi pembelajaran. Mel Silberman (2001) dalam Sudarmin (2016)

9
memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang
disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu (a) Apa yang saya dengar,
saya lupa; (b) Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit; (c) Apa yang
saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain,
saya mulai paham, (d) Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan,saya
memperoleh pengetahuan dan keterampilan, (e) Apa yang saya ajarkan pada orang
lain, saya kuasai. Pernyataan dari Mel Silberman inilah yang menjadi tantangan
bagi guru atau pendidik dalam menerapkan pendekatan Saintifik sesuai dengan
konteks Kurikulum 2013. Pembelajaran aktif (active learning) sebenarnya sangat
sesuai dengan pendekatan saintifik sebagai pembelajaran yang menekankan proses
ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan para guru untuk
menitikberatkan pembelajaran aktif dan menerapkan pendekatan ilmiah atau
metode ilmiah. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas
fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode
pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang
dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas
pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian memformulasi dan
menguji hipotesis. Pembelajaran aktif (active learning) meliputi semua model,
strategi, pendekatan atau metode yang digunakan dalam pembelajaran untuk
melibatkan (engaging) pembelajar agar dapat melaksanakan pembelajaran atau
perkuliahan secara aktif. Bonwell & Eison (1991) menggambarkan pembelajaran
aktif sebagai berikut; “though the term ‘active learning’ has never been precisely
defined in educational literature, some general characteristics are commonly
associated with the use of strategies promoting active learning in the classroom:
 Students are involved actively in more than listening,
 Less emphasis is placed transmitting information and more on
developing student’skills
 Students are engaged in activities (e.g. reading, discussing, and
writing)
 Greater emphasis is placed on student’s exploration of their own
attitudes and values” (Ragains, 1995 dalam DBE 2-USAID, 2010:46).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang
melibatkan pembelajar untuk melakukan sesuatu dan berpikir mengenai apa yang
dikerjakannya. Dengan demikian esensi pembelajaran aktif sesungguhnya adalah
belajar bagaimana caranya belajar (learn how to learn). Bruce Lee (Beattie, S,
2005) dengan tegas mengungkapkan bahwa ”Learning is definitely not mere
imitation, nor is it the ability to accumulate and regurgitate fixed knowledge.
Learning is a constant process of discovery, a process without end”. Jelas bahwa
pembelajaran hendaknya tidak hanya meniru atau mengulang-ulang. Pembelajaran
merupakan sebuah proses menemukan secara terus-menerus, sehingga harus
berfokus pada pembelajar. Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk
melibatkan pembelajar, antara lain “experiential learning, pembelajaran kooperatif,

10
metode studi kasus, simulasi, bermain peran, tutor sebaya, kerja lapangan, belajar
mandiri, tugas perpustakaan dan computer aided instruction (Keyser, M.W., 2000).
Strategi atau metode pembelajaran aktif dipilih dengan berdasar pada berbagai
pertimbangan termasuk materi dan tingkat perkembangan pembelajar. Penerapan
pembelajaran aktif di sekolah didasarkan pada prinsip bahwa cara belajar terbaik
bagi pembelajar adalah dengan melakukan, dengan menggunakan semua
inderanya, dan dengan mengeksplorasi lingkungannya yang terdiri atas orang, hal,
tempat dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan nyata (pembelajaran
kontekstual). Selain itu, melalui belajar dari pengalaman langsung dan nyata hasil
belajar akan lebih optimal dan bermakna bagi pembelajar.
Pembelajaran aktif di sekolah menjadi penting karena tiga hal (Handbook of
The Center for Teaching and Learning, Stanford University, 2007):
Active learning promotes independent, critical, and thinking.
Active learning promotes collaboration.
Active learning increases student investment, motivation, and performance.
Tampak dengan jelas bahwa, pembelajaran aktif dapat mengangkat tingkat
pembelajaran dari ketrampilan berpikir tingkat rendah (pengamatan,
menghafal dan mengingat informasi, pengetahuan akan gagasan umum-yakni
tentang apa, di mana dan kapan) hingga keterampilan berpikir tingkat tinggi
(memecahkan masalah, analisis, sintesis, evaluasi–yakni tentang bagaimana dan
mengapa), dan bahkan sampai pada tingkat menemukan atau menciptakan
(creation). Khusus di perguruan tinggi, kekuatan pembelajaran aktif yang
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi perlu menjadi
perhatian.mCiri-ciri pembelajaran aktif menurut Bonwell (1995) adalah sebagai
berikut:
 Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi
oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran
analisis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
Siswa tidak mendengarkan pelajaran secara pasif tapi mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran
 Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan
melakukan evaluasi
 Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi dalam proses pembelajaran.
Sedangkan ciri-ciri pembelajaran aktif menurut pusat kurikulum Balitbang
Depdiknas (2010) adalah :
 Kegiatan belajar menarik minat peserta didik
 Mendorong rasa ingin tahu peserta didik untuk bertanya
 Peserta didik berpikir aktif dan kreatif
 Peserta didik melakukan eksplorasi
 Menggunakan alat, bahan atau sarana bila dituntut untuk kegiatan
belajar
 Mendorong peserta didik mencari informasi, data, dan mencari
jawaban atas pertanyaan
 Hasil karya peserta didik dipajang,

11
 Saling menghargai pendapat dan karya teman
 Peserta didik umumnya berani bertanya secara kritis
 Menciptakan suasana senang dalam melakukan kegiatan belajar
 Mendorong peserta didik agar tidak takut berbuat kesalahan
 Mendorong peserta didik melakukan variasi kegiatan invidual,
pasangan atau kelompok
 Mendorong peserta didik mengekspresi gagasan dan perasaan secara
lisan, tertulis, dalam bentuk gambar, produk 3 dimensi, gerak, tarian,
atau permainan
b. . Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung atau model pengajaran langsung (direct
instruction) bertumpu pada prinsip-prinsip psikologi perilaku dan teori belajar
sosial khususnya tentang permodelan (modeling). Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa perubahan perilaku dalam belajar sebagian besar diperoleh
dari permodelan, yaitu perilaku dan pengalaman (keberhasilan dan kegagalan)
orang lain. Oleh karena itu, pembelajaran langsung merupakan model
pengajaran yang bersifat teacher centered. Tujuan model Pembelajaran
Langsung : Membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan prosedural,
yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Misalnya
bagaimana cara menggunakan alat dalam melakukan suatu eksperimen.
Membantu untuk memahami pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan
tentang sesuatu (dapat diungkapkan dengan kata-kata), misalnya nama-nama
bagian suatu alat.
Sintaks model pembelajaran langsung

12
3. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran Langsung
Lingkungan belajar perlu diatur dengan baik sehingga penerapan metode ceramah,
ekspositori, demonstrasi, dan tanya jawab dapat terlaksana dengan baik sehingga
tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dapat tercapai.
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model ini dapat menyajikan masalah otentik dan bermakna sehingga siswa dapat
melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri. Peranan guru dalam model ini
adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan interaksi siswa. Model
ini berdasarkan pada psikologi kognitif dan pandangan konstruktif mengenai belajar.
Model ini juga sesuai dengan prinsip-prinsip contextual teaching and learning (CTL),
yakni inkuiri, konstruktivisme, dan menekankan pada berpikir tingkat tinggi. Tujuan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual.
Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengalaman nyata
atau simulasi sehingga ia dapat mandiri.
Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

13
c. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang
anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan
masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Belajar
kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil sehingga
pembelajar bekerja bersama untuk memaksimalkan kegiatan belajarnya sendiri dan
juga anggota yang lain (Anitah W :2009:3.7). Menurut teori motivasi, bentuk hadiah
atau struktur pencapaian tujuan saat pembelajar melakukan kegiatan merupakan
motivasi dalam pembelajaran kooperatif. Struktur tujuan kooperatif menciptakan
suatu situasi bahwa tujuan pribadi dapat tercapai hanya apabila kelompok itu berhasil.
Sebelum pembelajaran kooperatif diterapkan, pembelajar perlu mengetahui
keterampilan-keterampilan kooperatif yang akan digunakan bekerja dalam tim. Model
pembelajaran ini sejalan dengan salah satu prinsip CTL, yaitu learning community.
1. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
a. Membantu pembelajar untuk mencapai hasil belajar optimal dan
mengembangkan keterampilan sosial pembelajar.
b. Mengajarkan keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.
c. Memberdayakan pembelajar kelompok atas sebagai tutor sebaya bagi
kelompok bawah.
d. Meningkatkan hasil belajar pembelajar.
e. Meningkatkan hubungan antar kelompok, belajar kooperatif memberi
kesempata kepada setiap pembelajar untuk berinteraksi dan beradaptasi
dengan teman satu tim untuk mencerna materi pelajaran.
f. Meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar, belajar kooperatif
dapat membina sifat kebersamaan, peduli satu sama lain dan tenggang
rasa, serta mempunyai rasa andil terhadap keberhasilan tim.
g. Menumbuhkan realisasi kebutuhan pembelajar untuk belajar berpikir,
belajar kooperatif dapat diterapkan untuk berbagai materi ajar, seperti
pemahaman yang rumit, pelaksanaan kajian proyek, dan latihan
memecahkan masalah.

C. RANGKUMAN
Untuk meningkatkan mutu pendidikan dibutuhkan sebuah strategi
pembelajaran yang lebih inovatif, sehingga proses belajar mengajar lebih
terarah. Karena dengan pendidikan yang bermutu akan memberikan hasil
(output) yang lebih berkwalitas, yang siap menghadapi masa depan. Oleh
karena itu seorang pendidik, guru senantiasa dituntut untuk mampu
menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif serta dapat memotivasi
siswa dalam belajar mengajar yang akan berdampak positif dalam pencapaian
prestasi hasil belajar secara optimal. Berbagai komponen yang sangat terkait
dalam mewujudkan iklim belajar mengajar yang kondusif, di antaranya
penggunaan strategi pembelajaran yang sesuai dengan proses belajar
mengajar. Untuk menciptakan strategi pembelajaran yang efektif tergantung
pada kondisi masing-masing unsur yang terlibatdalam proses belajar mengajar

14
secara faktual, seperti: kemampuan siswa, kemampuan guru, sifat materi,
sumber belajar, media pengajaran, faktor logistik, tujuan yang ingin dicapai.
Bahwasanya strategi-strategi dalam mengajar banyak sekali. Namun tidak ada
satu strategi belajar mengajar yang sama untuk satu mata pelajaran yang sama
di semua sekolah, bahkan untuk mata pelajaran yang sama di sekolah yang
sama dan di kelas yang sama pada semester yang berbeda. Untuk itu
kreatifitas guru dalam mengajar sangat dibutuhkan. Guru memerlukan
wawasan yang luas dan teruji tentang kemungkinan-kemungkinan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.

D. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan analisis yang jelas dan sistematis !
1) Jelaskan pengertian pembelajaran aktif !
2) Jelaskan model-model pembelajaran aktif !
3) Bagaimana sintaks model-model pembelajaran kooperatif yang saudara
kuasai!

15
BAB III
TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DALAM PEMBELAJARAN

A. PENDAHULUAN
Pendidikan seperti sifat sasrannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek
dan sifatnya sangat kompleks, karena sifat nya yang kompleks itu, maka tdak
sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan
secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam
dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin
karena orientasinya, konsep dasa yang digunakan, asspek yang menjadi tekanan,
atau karena falsafah yang melandasinnya. Pendidikan juga dikatakan penting
karena pendidikan itu adalah hal yang diajarkan secara turun-temurun dari dulu.
Sejak kita lahirpun, orang tua kita pasti sudah memberikan pendidikan tentang
berbagai hal. Pendidikan itu dapat diperoleh melalui berbagai cara, misalnya
melalui perkataan atau tingkah laku, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, pendidikan juga dapat diperoleh dari sumber-sumber tertentu seperti
buku dan lain-lain.
Pendidikan yang diterima dan diajarkan ke setiap orang itu berbeda-beda
tergantung sifat dan kebutuhan. Oleh karena itu, setiap pendidikan yang diterima
oleh orang yang satu dengan orang yang lainnya tidak selalu sama. Pendidikan
sangat diperlukan agar setiap generasi penerus bangsa menjadi manusia yang
memiliki bekal masa depan yang cerah. Hal ini dikarenakan pendidikan yang
dimiliki setiap orang bisa mengarahkan bagaimana masa depan orang itu nantinya.
Pendidikan itu sangat diperlukan, oleh karena itu pendidikan tidak dapat terlepas
begitu saja dari kehidupan manusia. Setiap proses pendidikan, tidak mungkin
berjalan begitu saja tanpa ada unsur-unsur yang mendukung di dalamnya. Proses
pendidikan ini pasti melibatkan banyak hal yang disebut unsur-unsur pendidikan.
Agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan terarah sehingga dapat
mencapai tujuan yang diinginkan, perlu kita ketahui apa saja yang termasuk unsur-
unsur pendidikan

B. PENYAJIAN
1. Unsur-unsur Pembelajaran
a. Subjek yang dibimbing (peserta didik)
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat
pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau
individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih
memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta
sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan
atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Peserta

16
didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik secara fisik maupun psikis untuk mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan. Dalam bahasa Arab, peserta
didik dikenal dengan istilah tilmidz (sering digunakan untuk menunjukkan
peserta didik tingkat sekolah dasar) dan thalib al-‘alim (orang yang menuntut
ilmu dan biasa digunakan untuk tingkat yang lebih tinggi seperti Sekolah
Lanjutan Pertama dan Atas serta Perguruan Tinggi).
Hakekat Paserta Didik :
 Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia
sendiri.
 Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan
mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya, yang harus
disesuaikan dalam proses pendidikan.
 Peserta didik memiliki kebutuhan diantaranya kebutuhan biologis, rasa
aman, rasa kasih sayang, rasa harga diri dan realisasi diri.
 Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu
yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen (fitrah)
maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi,
sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang mempengaruhinya.
 Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia, walaupun
terdiri dari banyak segi tetapi merupakan satu kesatuan jiwa raga
(cipta, rasa, dan karsa).
 Peserta didik merupakan objek dalam pendidikan yang aktif, kreatif,
serta produktif. Anak didik bukanlah sebagai objek pasif yang bisanya
hanya menerima dan mendengarkan saja.
b. Orang yang membimbing (pendidik)
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
pertolongan kepada anak didik, dalam perkembangan jasmani dan rohaninya,
agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya
sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan sebagai individu atau pribadi.
Dalam hal ini yang termasuk adalah guru, orang dewasa, dan orang tua.
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena
kewajiban agamanya bertanggungjawab atas pendidikan dirinya dan orang
lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanah pendidikan
adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara
yang menerima tanggung jawab dan amanah adalah orang dewasa. Ini berarti
bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena
tanggung jawab atas pendidikan.
c. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik
antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan.
Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan manipulasi, isi, metode, serta alat-alat
pendidikan. Mengajar merupakan serangkaian interaksi antara orang yang

17
berperanan pendidik dengan anak didik. Untuk mengukur keefektifan guru,
seorang pengamat menggunakan seperangkat dimensi yanhg dianggap ada
hubungannya dengan keefektifan peranan guru. Guru dinilai “baik” atau
“buruk” tergantung pada klasifikasi yag dibuat sesuai dengan skala tertentu.
Philip Jackson (1969) menyimpulkan 3 ciri pembeda kehidupan kelas antara
lain : khalayak ramai, pujian dan kekuasaan.
d. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
Tujuan pendidikan tidak semudah menentukan tujuan suatu
perjalanan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa seseorang tidak akan
sampai pada suatu tujuan bila ia tidak mengetahui dengan jelas apa itu tujuan
atau kemana ia membawa anak didiknya. Tujuan pendidikan sering bersifat
sangat umum seperti menjadi manusia yang baik, bertanggung jawab,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengabdi kepada masyarakat
dan sebagainya.
Herbert Spencer (1860) menganalisis tujuan pendidikan dalam 5 bagian yaitu
• Kegiatan demi kelangsungan hidup.
• Usaha mencari nafkah.
• Pendidikan anak.
• Pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan Negara.
• Penggunaan waktu senggang.

Tujuan yang jelas dan spesifik memberi pegangan dan petunjuk


tentang metode belajar dan mengajar yang lebih serasi serta memungkinkan
penilai proses dan hasil belajar yang lebih teliti. Penyusunan kurikulum telah
memperhatikan tujuan pendidikan serta menganalisisnya dalam tujuan yang
lebih khusus. Tujuan pendidikan dapat berbeda tingkatannya, ada tujuan yang
sangat umum, ada juga tujuan yang khusus. Tujuan yang tampaknya sudah
sangat khusus seperti, “sanggup membaca huruf” masih dapat dikhususkan
misalnya : “sanggup membaca huruf cetak dan huruf tulis, membaca huruf
kecil dan huruf besar”. Suatu tujuan harus dikhususkan di tentukan oleh taraf
kemampuan dan pengetahuan anak yang akan menerima pelajaran.
Tujuan umum biasanya sangat indah dan muluk kedengarannya, tetapi
akan menemui kesukaran bila hendak diwujudkan karena menimbulka tafsiran
yang aneka ragam. Misalnya tujuan “agar anak dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan dalam masyarakat”. Tujuan itu harus jelas, dan tujuan yang
jelas ialah tujuan yang spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan
diukur. Tujuan akhir pendidikan adalah pembinaan pembelajaran. Dengan
demikian menurut Kohnstamm tujuan pendidikan ialah manusia dewasa yang
telah memiliki pengetahuan yang akan menjadi sumber tingkah laku
perbuatannya yang bernilai kesusialaan dan yang akan dipertanggung
jawabkan sendiri. Tujuan umum pendidikan dan pengajaran di Indonesia yaitu
membentuk manusia yang cakap serta warga Negara yang demokratis, yang
bertanggung jawab atas kesejahteran di masyarakat dan tanah air.

18
e. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
Salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pendidikan keseluruhan adalah kemampuan dan keberhasilan
guru merancang materi pembelajaran. Materi pembelajaran pada hakekatnya
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari silabus, yakni perencanaan,
prediksi dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat kegiatan
pembelajaran. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi
pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang
sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar
pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus
sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai
oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan
pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya
standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator. Materi
pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam
mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasi sebagai berikut.:
 Fakta; adalah segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran,
meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat,
nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan
sebagainya.
 Konsep; adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang
bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri
khusus, hakikat, inti /isi dan sebagainya.
 Prinsip; adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi
terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma,
teorema, serta hubungan antarkonsep yang menggambarkan implikasi
sebab akibat.
 Prosedur; merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam
mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem.
 Sikap atau Nilai; merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai
kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat
belajar, dan bekerja.
f. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
Alat-alat pendidikan adalah segala sesuatu yang membantu
terlaksananya pendidikan didalam mencapai tujuannya baik berupa benda atau
bukan benda. Alat sebagai perlengkapan ialah alat yang berwujud benda-
benda yang nyata atau kongkret yang dipentingkan dalam pelaksanaan
pendidikan. Perlengkapan ini antara lain : Buku Teks, Ilmu Pengetahuan,
Perpustakaan. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi kebutuhan terhadap
buku baik dari anak yang sedang menuntut ilmu maupun dari siapa saja yang

19
ingin meningkatkan perbendaharaan ilmu pengetahuannya maka perlulah
didirikan perpustakaan. Adapun bentuk perpustakaan ada yang bersifat umum
(perpustakaan umum atau perpustakaan keliling) dan ada yang bersifat khusus
(perpustakaan pribadi, perpustakaan sekolah).

g. Tempat dimana peristiwa berlangsung (lingkungan pendidikan)


Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak baik
berupa benda-benda, peristiwa-peristiwa yang terjadi maupun kondisi
masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak
yaitu lingkungan dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan di
mana anak-anak bergaul sehari-harinya. Bila kita teliti mulai dari masyarakat
dan kebudayaan yang sederhana, maka lembaga-lembaga pendidikan meliputi
• Keluarga/Informal
• Sekolah/Formal
• Masyarakat/Non Formal

C. RANGKUMAN
Unsur-unsur pembelajaran adalah semua unsur yang harus ada di dalam
proses pendidikan, yang kesemuanya merupakan kesatuan integral yang saling
mengisi. Unsur-unsur pendidikan meliputi beberapa hal :
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik)
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa berlangsung (lingkugan pendidikan)
Kesemua unsur diatas sangat penting didalam pendidikan. Sebab jika salah
satu unsur tidak ada, maka tidak terjadi pendidikan. Setiap unsur tidak dapat di
abaikan dalam proses pendidikan karena dari satu unsur ke unsur yang lain
memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membangun proses belajar yang efektif.
Apabila suatu unsur hilang maka unsur lain tidak dapat berjalan dengan baik.
Setiap unsur membangun unsur yang lainnya. Seperti bangunan yang kokoh
dengan dasar yang kuat.

D. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan analisis yang jelas dan sistematis !
1. Apakah yang anda ketahui tentang Unsur-Unsur Pendidikan? Jelaskan
2. Jelaskan hakekat dari peserta didik !
3. Senutkan tujuan pendidikan menurut Herbert Spencer !

20
BAB IV
PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN

A. PENDAHULUAN
Materi pembelajaran adalah salah satu komponen system pembelajaran yang
memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Materi pembelajaran merupakan salah satu sumber belajar
yang berisi pesan dalam bentuk konsep, prinsip, definisi, gugus isi atau konteks,
data maupun fakta, proses, nilai, kemampuan dan keterampilan. Materi yang
dikembangkan guru hendaknya mengacu pada kurikulum atau terdapat dalam
silabus yang penyampaiannya disesuaikan dengan kebutuhan dan lingkungan
siswa.Sehubungan dengan pengembangan materi pembelajaran ada beberapa
prinsip dalam menyusun dan memilih materi pembelajaran, yang harus
diperhatikan, yaitu: Prinsip relevansi (keterkaitan). Materi pembelajaran hendaknya
relevan atau ada hubungannya dengan dengan pencapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Sebagai contoh, jika kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai
siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus
berupa fakta atau bahan hafalan. Prinsip konsistensi (keajegan). Apabila
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang
harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan.
Prinsip ini berarti materi yang diajarkan hendaknya cuku memadai dalam
membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh
terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit, akan
kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya,
jika terlalu banyak maka akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu
untuk mempelajarinya. Untuk mencapai pengembangan materi yang lebih
maksimal hal ini menyebabkan perlunya pengembangan materi sesuai dengan
tujuan standar kompetensi dan kompetensi dasar.Pencapaian standar kompetensi
dan kompetensi dasar lebih akan dikembangkan melalui pengembangan materi
tujuan pembelajaran umum dan pengembangan materi tujuan pembelajaran khusus.

B. PENYAJIAN
1.Pengembangan Materi Tujuan Pembelajaran Umum.
Pengembangan materi tujuan pembelajaran umum, dalam prakteknya
bertujuan agar pembelajaran yang akan dicapai peserta didik lebih efektif, efesien
dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu ada beberapa prinsip-prinsip yang akan
dicapai untuk tujuan pembelajaran umum yaitu :
a. Menetapkan apa yang mau dilakukan oleh guru, kapan dan bagaimana
cara melakukannya dalam implementasi pembelajaran.
b. Membatasi sasaran atas dasar tujuan intruksional khusus dan
menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil yang maksimal
melalui prosess penentuan target pembelajaran.

21
c. Mengembangkan alternatif-alternatif yang sesuai dengan strategi
pembelajaran.
d. Mengumpulkan dan menganalisis iniformasi yang penting untuk
mendukung kegiatan pembelajaran.
e. Mempersiapkan dan mengkomunikassikan rencana-rencana daan
keputesan-keputusan yang berkaitan dengan pembelajaaran kepada
pihak yang berkepentingan.

Jika prinsip-prinsip itu terpenuhi, maka secara teoretik perencanaan


pembelajaran akan memberi penegasan dan kejelasan dalam mencapai
tujuan dan sesuai dengan scenario yang sudah disusun. Walaupun
kenyataan dalam lapangn sangat berbeda dengan apa yang telah
dirumuskan, perencanaan akan tetap berperan memberikan inovasi dan
motivasi guru saat kehabisan metode ketika mengajar. Paling tidak
perencanaan yang jelas akan memberikan langkah-langkah yang jelas
pula dalam membentuk kompetensi. Hal tersebut sejalalan dengan
pendapat Mulyasa (2005) bahwa :
 Kompetensi yang dirumuskan dalam perencanaan
pembelajaran harus jelas, makin kongkrit kompetensi makin
mudah diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
 Perencanaan pembelajaran harus sederhan dan fleksibel, serta
dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan
pembentukan kompetensi siswa.
 Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam
perencanaan pembelajaran harus menunjang dan sesuai dengan
kompetensi yang telah ditetapkan.
 Perencanaan pembelajaran yang dikembangkan harus utuh dan
menyeluruh serta jelas pencapaiannya.

Kegunaan pengembangan materi tujuan pembelajaran umum yaitu :


a. Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta
didik.
b. Memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta
didik.
c. Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur
efektifitas pengajaran.
d. Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
e. Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan
dinilai dalam mengikuti suatu pelajaran.
f. Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai
tujuan instruksional yang telah ditentukan.

22
2. Pengembangan Materi Tujuan Pembelajaran Khusus
Pengembangan pembelajaran khusus biasanya ditentukan sebelum melakukan
pembelajaran di kelas, sangat penting dilakukan. Oleh karena itu, hendaknya
pengembangan pembelajaran disusun atau direncanakan dengan baik dan matang
sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Manfaat yang didapat
dari pengembangan pembelajaran yang baik antara lain:
 Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
dilakukan
 Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur
yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran
 Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik guru maupun murid
 Sebagai alat ukur keefektifan suatu proses pembelajaran sehingga setiap saat
dapat diketahui ketepatan dan kelambanan kerja
 Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja untuk
menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya
Pengembangan pembelajaran khusus mempunyai beberapa factor yang
mendukung tujuan pembelajaran tercapai misalnya :
 Persiapan sebelum mengajar
 Situasi ruangan dan letak sekolah dari jangkauan kendaraan umum
 Tingkat intelegensi siswa
 Materi pelajaran yang akan disampaikan
Selain dari memiliki tujuan, pengembangan pembelajaranpun memiliki
fungsi, yang menurut Kostelnik secara spesifik fungsi pengembangan
pembelajaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengorganisir pembelajaran yaitu proses mengelola seluruh aspek
yang terkait dengan pembelajaran agar tertata secara teratur, logis dan
sistematis untuk memudahkan melakukan proses dan pencapaian hasil
pembelajaran secara efektif dan efesien.
b. Berpikir lebih kreatif untuk mengembangkan apa yang harus dilakukan
siswa; yaitu melalui perencanaan, proses pembelajaran dapat dirancang
secara kreatif, inovatif. Dengan demikian proses pembelajaran tidak
dikesankan sebagai suatu proses yang monoton atau terjadi sebagai
suatu rutinitas.
c. Menetapkan sarana dan fasilitas untuk mendukung pembelajaran;
melalui perencanaan, sarana dan fasilitas pendukung yang diperlukan
akan mudah diidentifikasi dan bagaimana menelolanya sehingga
sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dapat terpenuhi untuk menunjang
terjadinya proses pembelajaran yang lebih efektif.
d. Memetakan indikator hasil belajar dan cara untuk mencapainya; yaitu
melalui perencanaan yang matang, guru sudah memiliki data tentang
jumlah indikator yang harus dikuasai oleh siswa dari setiap
pembelajaran yang dilakukannya. Dengan demikian guruoun tentu saja
sudah membayangkan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai
setiap indicator tersebut.

23
e. Merancang program untuk mengakomodasi kebutuhan siswa secara
lebih spesifik; yaitu melalui perencanaa, halhal penting yang terkait
dengan kebutuhan, karakteristik, dan potensi yang dimiliki siswa akan
teridentifikasi dan merencanakan tindakan yang dianggap tepat untuk
meresponnya. Mengkomunikasikan proses dan hasil pembelajaran;
yaitu melalui perencanaan segala sesuatu yang terkait dengan
kepentingan pembelajaran sudah dikomunikasikan, baisecara internal
yaitu terhadap k pihak-pihak yang terkait langsung dengan tugas-tugas
pembelajaran, maupun dengan pihak eksternal yaitu pihak-pihak
mayarakat (stake holder).
Pengembangan pembelajaran khusus akan menghasilkan bagaimana kinerja
guru lebih terarah dan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
dari program studi. Menurut Diknas (2008)79 kinerja guru dalam pelaksanaan
pembelajaran meliputi pra pembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan
apersepsi), kegiatan inti (penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan
media/sumber, evaluasi, penggunaan bahasa), dan menutup (refleksi, rangkuman
dan tindak lanjut). Kinerja guru dapat ditunjukkan oleh: kemampuan dalam
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, menerapkan strategi pembelajaran,
evaluasi, menciptakan lingkungan budaya belajar, pengembangan profesi dan
komunikasi (Diknas, 2009) :80 a. Perencanaan pembelajaran Sesuai dengan
pedoman penyusunan portofolio sertifikasi guru dalam jabatan rencana
pembelajaran meliputi aspek: (1) perumusan tujuan pembelajaran, (2) pemilihan
materi ajar, (3) pengorganisasian materi ajar, (4) pemilihan sumber media
pembelajaran, (4) kejelasan scenario pembelajaran, (5) kerincian skenario
pembelajaran, (6) kesesuaian teknik pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, (7)
kelengkapan instrumen penilaian pembelajaran b. Strategi pembelajaran yang
meliputi: (1) kejelasan rumusan tujuan pembelajaran, (2) kesesuaian dengan
kompetensi dasar, (3) kesesuaian materi ajar dengan tujuan pembelajaran, (4)
kesesuaian tujuan dengan karakteristik peserta didik, (5) keruntutan dan
sistematika materi ajar, (6) kesesuaian media/alat pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran, (7) kesesuaian media/alat pembelajaran materi pembelajaran, (8)
kesesuaian dengan karakteristik peserta didik.
Evaluasi meliputi (1) Kesesuaian antara teknik penilaian dengan tujuan
pembelajaran (2) Kejelasan prosedur penilaian, (3) Kelengkapan instrumen
penilaian(4) Mengkomunikasikan kemajuan belajar siswa kepada orang tua, (4)
Refleksi pengajaran (5) Evaluasi untuk mengambil keputusan dalam pembelajaran
d. Lingkungan belajar meliputi: (1) menciptakan budaya belajar, (2) mengelola
kelas secara efektif, e. Pengembangan professional meliputi: (1) peningkatan
profesi, (2) bekerjasama dengan rekan sejawat, (3) mengembangkan
profesionalitas secara berkelanjutan f. Komunikasi meliputi: (1) komunikasi secara
jelas kepada siswa, (2) komunikasi secara akurat kepada siswa, (3) komunikasi
secara jelas kepada orang tua siswa (4) komunikasi secara akurat kepada orang tua
siswa, (5) komunikasi secara jelas kepada stakeholder, (6) komunikasi secara
akurat kepada stakeholder Kinerja guru dapat dicermati berdasarkan kompetensi

24
kepribadian dan kompetensi social ditunjukkan dalam : (1) ketaatan dalam
menjalankan ajaran agama, (2) tanggungjawab, (3) kejujuran, (4) kedisipilnan, (5)
keteladanan, (6) etos kerja, (7) inovasi dan kreativitas, (8) kemampuan menerima
kritik dan saran, (9) kemampuan berkomunikasi, (10) kemampuan bekerja sama.
Penilaian Kinerja Guru. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan kriteria
kompetensi yang ahrus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru,
wujud yang perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam pembelajaran
yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan
kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Depdiknas, 2008). Dalam
kehidupan suatu organisasi ada beberapa asumsi tentang perilaku manusia sebagai
sumberdaya manusia yang mendasari pentingnya penilaian kinerja. Menurut
Sedarmayanti (Sedarmayanti : 2001)82 asumsi tersebut adalah setiap orang ingin
memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan
C. RANGKUMAN
Pengembangan pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas siswa
adalah pengembangan pembelajaran yang meningkatkan aktivitas siswa
menjadi lebih aktif, kreatif, efektif dan yang menyenangkan bagi siswa.
Pembelajaran ini di kenal dengan pembelajaran PAKEM. Menurut Sidi
(2005:71) “PAKEM adalah singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan”. “Pakem sebagai singkatan pembelajaran aktif, kreatif,
dan menyenangkan merupakan pendekatan pengajaran yang mendudukkan
siswa sebagai pelaku utama kegiatan pembelajaran” (Karim, 2006:34). Dalam
PAKEM, semua siswa dikondisikan untuk terlibat langsung secara aktif dalam
semua kegiatan pembelajaran. Dengan kondisi ini, siswa dituntut
kemandiriannya untuk mengalami sendiri objek dan peristiwa yang dipelajari
sambil berinteraksi, berkomunikasi, dan melakukan refleksi dalam setiap
kegiatan pembelajaran. Tanggung jawab belajar ada pada pundak siswa dan
peran guru hanya sebatas ‘learning facilitator’ (pemerakarsa kondisi belajar).
Aktif mengembangkan pembelajaran ini beranggapan bahwa belajar
merupakan proses aktif merangkai pengalaman untuk memperoleh
pemahaman baru. Siswa aktif terlibat di dalam proses belajar mengkonstruksi
sendiri pemahamannya.
Teori belajar konstruktivisme merupakan titik berangkat pembelajaran
ini. Atas dasar itu pembelajaran ini secara sengaja dirancang agar
mengaktifkan anak. Di dalam implementasinya, seorang guru harus
merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan atau strategi-strategi yang
memotivasi siswa berperan secara aktif di dalam proses pembelajaran.
Mengapa pembelajaran harus mengaktifkan siswa? Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca, 20% dari yang kita
dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70%
dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan kerjakan serta
95% dari apa yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden & Voss, 2000)84.
Artinya belajar paling efektif jika dilakukan secara aktif oleh individu
tersebut. Sementara itu, kreatif dimaksudkan sebagai penghasil karya baru

25
sebagai hasil pemikiran sendiri atau kelompok. Karya-karya ini dapat
berbentuk tulisan, gambar, grafik, charta, table, atau metode tiga dimensi.
Perencanaan pembelajaran adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa
yang akan dilaksanakan dalam suatu proses belajar mengajar yaitu dengan
mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode,
model dan teknik), serta bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan
sistematis, sehingga nantinya proses belajar mengajar menjadi efektif dan
efisien. Prinsip-prinsip perencanaan pembelajaran yaitu meliputi: Menetapkan
apa yang mau dilakukan oleh guru, kapan dan bagaimana cara melakukannya
dalam implementasi pembelajaran. Membatasi sasaran atas dasar tujuan
intruksional khusus dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil
yang maksimal melalui prosess penentuan target pembelajaran.
Mengembangkan alternatif-alternatif yang sesuai dengan strategi
pembelajaran. Mengumpulkan dan menganalisis iniformasi yang penting
untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Mempersiapkan dan
mengkomunikassikan rencana-rencana daan keputesan-keputusan yang
berkaitan dengan pembelajaaran kepada pihak yang berkepentingan.

D. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan analisis yang jelas dan sistematis !
1) Bagaimanakah anda menjelaskan tujuan Materi pembelajaran umum program
studi anda? Jelaskan dengan penerapannya di tingkat sekolah
2) Bagaimanakah anda juga menjelaskan tujuan Materi pembelajaran khusus
program studi anda?
3) Bagaimana pula anda mengembangkan pengembangan materi pembelajaran
yang anda terapkan

26
BAB V
TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA

A. PENDAHULUAN
Teori-teori belajar telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap
kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam kepustakaan
tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah
dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya
dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan dua
tonggak penting pendidikan di Indonesia.

B. PENYAJIAN
1. Teori Belajar Behavioristik
a. Sejarah, Pengertian
Imron (1996:3-9) mengemukakan bahwa menurut teori behavioristik
belajar adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan.
Pendidik mengkondisikan sedemikian rupa sehingga pembelajar mau belajar.
Mengajar dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan,
peniruan, hadiah dan hukuman sering ditawarkan dalam proses pembelajaran.
Kedaulatan guru dalam belajar demikian relative tinggi, sementara kedaulatan
siswa sebaliknya relatif rendah. Teori ini juga disebut teori conditioning,
karena belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor
kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Menurut teori behavioristik,
belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia
dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang
terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan pendidik
kepada pembelajar, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan
pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh pendidik tersebut. Faktor
lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
responpun akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Contoh: ketika pembelajar
diberi tugas pendidik, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin
giat belajarnya. Maka penambahan tugas belajarnya tersebut merupakan
penguatan positif dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan
ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas
merupakan suatu bentuk stimulus negative dalam belajar. Jadi penguatan
merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau
dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon (Budiningsih:

27
2005:20-21).Tokoh-tokoh teori belajar behavioristik antara lain adalah
Pavlov, Gutrie, Watson, Skinner dan Thorndike.

b. Tokoh Behavioristik
1) Teori Belajar Menurut Pavlov
Bentuk paling sederhana dalam belajar adalah conditioning. Karena
conditioning sangat sederhana bentuknya dan sangat luas sifatnya, para
ahli sering mengambilnya sebagai contoh untuk menjelaskan dasar-dasar
dari semua proses belajar. Peletak dasar teori conditioning adalah Ivan
Petrovich Pavlov. Secara kebetulan conditioning reflex (psychic refleks)
ditemukan oleh Pavlov pada waktu ia sedang mempelajari fungsi perut
dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari perut ketika anjing (sebagai
binatang percobaannya) sedang makan. Ketika Pavlov mengukur sekresi
perut saat anjing merespon bubuk makanan dia melihat bahwa hanya
dengan melihat makanan telah menyebabkan anjing mengeluarkan air liur.
Selain itu ketika anjing mendengar langkah kaki peneliti juga
mengeluarkan air liur. Pada awalnya Pavlov menganggap respons tersebut
sebagai reflek “psikis”. Menurut Pavlov (1927), ia melakukan percobaan
terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu/bel.
Pada saat diberi makanan dan lampu keluarlah respon anjing tersebut
berupa keluarnya air liur. Pada saat lampu dinyalakan mendahului
makanan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang
diberikan tersebut oleh Pavlov disebut sebagai perangsang tak bersyarat
(unconditioned stimulus/UCS), sementara lampu/bel yang menyertai
disebut sebagai perangsang bersyarat (conditioned stimulus/CS). Terhadap
perangsang tak bersyarat/UCR (makanan) yang disertai dengan
perangsang bersyarat/CS (lampu/bel) tersebut, anjing memberikan respon
(keluarnya air liur) (unconditioned renponse/UCR). Selanjutnya, ketika
perangsang bersyarat/CS (lampu/bel) diberikan tanpa perangsang tak
bersyarat/UCS , anjing tetap memberikan respon dalam bentuk air liur
(UCR). Lebih lanjut penelitian Pavlov adalah sebagai berikut:

28
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar di atas:
Gambar pertama. Ketika anjing diberikan makanan (unconditioned
stimulus (UCS) maka secara otomatis anjing akan mengeluarkan air liur
(unconditioned respons (UCR).
Gambar kedua. Ketika pada anjing diperdengarkan bunyi bel, anjing
tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga. Dalam eksperimen ini anjing diberi makanan (UCS)
setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-
ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (conditioned stimulus/CS)
tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon
berupa keluarnya air liur dari mulutnya (conditioned response/CR).
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
belajar sebagai berikut:
Stimulus tidak terkondisi (UCS), merupakan suatu peristiwa lingkungan
yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks pada
organisme. Contoh: makanan Stimulus terkondisi (CS), merupakan
peristiwa lingkungan yang bersifat netral yang dipasangkan dengan
stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral
yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan
Respons tidak terkondisi (UCR), merupakan refleksi alami yang timbul
secara otomatis atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
Respos terkondisi (CR), merupakan refleks yang dipelajari dan muncul
akibat dari penggabungan CS dan US yang terus-menerus. Contoh:
keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan atau
setelah anjing mendengar bel. Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov
terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya
akan meningkat. Law of Respondent Extinction yakni hukum
pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun Oleh karena perangsang
bersyarat (lampu/bel) dapat dipakai sebagai pengganti perangsang tak
bersyarat (makanan) dan ternyata dapat menimbulkan respon, maka dapat
berfungsi sebagai conditioned. Karena itu teori Pavlov juga dikenal
dengan teori respondent-conditioning dan classical conditioning. Menurut
Pavlov, pengkondisian yang dilakukan pada anjing, juga dapat berlaku
bagi manusia. Menurut Pavlov respon dikontrol oleh pihak luar, pihak
inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai
stimulus. Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk
mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Stimulus yang

29
tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan
penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya
pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.
2. Penerapan dalam pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut
Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu: Mementingkan
pengaruh lingkungan, Mementingkan bagian-bagian, Mementingkan peranan
reaksi, Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon, Mementingkan peranan kemampuan yang sudah
terbentuk sebelumnya, Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan
dan pengulangan, Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Kelebihan Teori Pavlov
 Cocok diterapkan untuk pembelajaran yang menghendaki
penguasaan ketrampilan dengan latihan. Karena dalam teori ini
menghadirkan stimulus yang dikondisikan untuk merubah tingkah
laku pembelajar.
 Memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran sebab
individu tidak menyadari bahwa dia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya.
Kelemahan Teori Pavlov
 Teori ini menganggap bahwa belajar hanyalah terjadi secara otomatis
(ketika diberi stimulus yang sudah ditentukan pembelajar langsung
memberikan respon) keaktifan pembelajar dan kehendak pribadi tidak
dihiraukan.
 Teori ini juga terlalu menonjolkan peranan latihan/kebiasaan padahal
individu tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar yang
menyebabkan individu cenderung pasif karena akan tergantung pada
stimulus yang diberikan.
 Teori conditioning memang tepat kalau kita hubungkan dengan
kehidupan binatang. Dalam teori ini, proses belajar manusia
dianalogikan dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat
perbedaan karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya.
Karena manusia memiliki kemampuan yang lebih untuk mendapatkan
informasi. Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima dalam halhal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skill
(keterampilan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak

2). Teori Belajar menurut Edwin Guthtrie


Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu
timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Gredler,
1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena

30
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan
tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta
didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang. Menurut Gutrie (1935-1942), berpendapat bahwa
tingkah laku manusia itu dapat diubah, tingkah laku baik dapat diubah
menjadi jelek dan sebaliknya, tingkah laku jelek dapat diubah menjadi
baik. Teori belajar Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus
satu ke stimulus yang lain. Respon atas suatu situasi cenderung diulang
manakala individu menghadapi siatuasi yang sama. Teori Gutrie juga
disebut teori asosiasi. Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan
gabungan berbagai stimulus (dapat internal dan dapat eksternal) dan
respons. Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan
banyak respons. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Gutrie mengemukan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:
1. One-trial learning ( belajar satu percobaan)
Gutrie menjelaskan fenomena belajar dengan menggunakan satu prinsip
yaitu hukum asosiasi Aristoteles. Unsur lain dari hukum asosiasi
Aristoteles adalah hokum frekuensi, yang menyatakan bahwa kekuatan
asosiasi akan tergantung pada frekuensi kejadiannya. Semakin sering
suatu respon yang dilakukan dalam situasi tertentu akan semakin besar
kemungkinan respon itu akan dilakukan saat situasi itu terjadi lagi. Namun
prinsip one trial learning dari Gutrie menolak hukum frekuensi sebagai
prinsip belajar, karena suatu pola stimulus mendapatkan kekuatan asosiatif
penuh pada saat pertama kali dipasangkan dengan suatu respons. Jadi
menurut Gutrie, belajar adalah hasil dari kontiguitas antara satu pola
stimuli dengan satu respons, dan belajar akan lengkap hanya setelah
penyandingan antara stimuli dan respons. Suatu pola stimulus menambah
penuh kekuatan kaitannya dengan kesempatan pertama stimulus itu
berpasangan dengan respons. Jika stimulus dan respons menjadi klop dan
nyambung maka pertemuan pertama punya kesan yang sangat kuat dan
susah dihilangkan. Jadi belajar adalah kedekatan hubungan antara
stimulus dan respons yang relevan. Tanpa diulang-ulang pun jika antara
stimulus dan respons telah terjadi hubungan yang kuat maka proses
pembelajaran telah terjadi. Dengan demikian, frekuensi atau pengulangan
dalam proses pembelajaran ditolak oleh Gutrie.
2. Recency principle (prinsip kebaruan)
Prinsip kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan recency
principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa respons yang

31
dilakukan terakhir kali dihadapan seperangkat stimuli adalah respons yang
akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi lagi di waktu lain.
Dengan kata lain, apapun yang kita lakukan terakhir kali dalam situasi
tertentu akan cenderung kita lakukan lagi jika situasi itu kita jumpai lagi.
3. Gerakan, tindakan, dan keterampilan
Gutrie membedakan dua hal yang sepintas hampir sama, yaitu “gerakan”
dan “tindakan”. Gerakan merupakan kontraksi otot-otot, sedangkan
tindakan adalah kombinasi gerakan-gerakan. Suatu gerakan merupakan
sebagian kecil dari perilaku, sementara tindakan adalah sekumpulan
gerakan yang membentuk suatu keterampilan atau komponen-komponen
keterampilan. Suatu gerakan merupakan peristiwa keterkaitan antara
stimulus dan respons, dan karenanya tak bergantung pada keberadaan
suatu latihan. Sekali mengalami telah cukup untuk menetapkan kaitan
antara keduanya. Namun berbeda dengan gerakan, suatu tindakan
memerlukan latihan. Tanpa latihan, suatu tindakan tidak akan terarah dan
sulit mencapai hal yang diinginkan dan target yang ditetapkan. Jika suatu
tindakan merupakan kumpulan gerakan, maka suatu keterampilan
merupakan kumpulan dari berbagai gerakan yang terarah dan terlatih.
Contoh suatu keterampilan, bermain sepak bola, sebenarnya merupakan
pembelajaran yang terdiri dari ratusan bahkan ribuan keterkaitan stimulus
khusus dan gerakan khusus. Menurut Gutrie, pembelajaran yang normal
terjadi dalam satu episode keterhubungan saja. Adapun, latihan yang
panjang dan pengulangan diperlukan untuk memantapkan keterampilan
karena keterampilan sesungguhnya membutuhkan banyak gerakan yang
khusus untuk dipasangkan pada banyak kondisi stimulus yang berlainan.
Suatu keterampilan bukanlah kebiasaan yang sederhana, melainkan
merupakan suatu kumpulan besar dari kebiasaan yang mencapai hasil
tertentu dalam kondisi yang berlainan.
4. Sifat penguatan (reinforcement)
Menurut Gutrie penguatan sekedar rancangan atau rangkaian mekanis
yang bias disangkal dengan prinsip kebaruan. Sedangkan pendapat
Thorndike mengatakan bahwa “ketika suatu respons mengarah pada
kondisi yang memuaskan, maka kemungkinan untuk muncul kembali akan
meningkat”.
5. Lupa
Lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam suatu pola
stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola
stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi
menurut Gutrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah
bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yaitu
fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Contoh: siswa belajar tugas A, kemudian belajar tugas B, lalu diuji tugas
A. Siswa yang lain belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan
kemudian diuji pada tugas A. Secara umum ditemukan bahwa siswa

32
pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang siswa kedua. Jadi,
mempelajari ssuatu yang baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa
yang telah dipelajari sebelumnya (tugas A). Gutrie menenrima bentuk
hambatan retroaktif ekstrem ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali
mempelajari sesuatu yang baru, maka proses itu akan “menghambat”
sesuatu yang lama. Atau lupa disebabkan oleh intervensi. Tidak ada
intervensi, lupa tidak terjadi. Metode penerapan belajar menurut Gutrie
meliputi:
1. Cara memutuskan kebiasaan
Kebiasaan adalah respons yang menjadi diasosiasikan dengan sejumlah
besar stimulus. Semakin banyak stimulus yang menimbulkan respons,
semakin kuat kebiasaan. Guthrie mengemukakan ada tiga metode
pengubahan tingkah laku atau tiga cara yang dapat dilakukan untuk
memberi respons, yaitu:
a. Metode respon bertentangan (incompatible response method). Metode
ini menghubungkan stimulus dengan reaksi yang berlawanan dari reaksi
yang hendak dihilangkan. Contoh: jika anak takut terhadap boneka, maka
permainan yang lain yang paling disukainya diletakkan di dekat boneka.
Dengan meletakkan permainandi dekat boneka, dan ternyata boneka
tersebut sebenarnya tidak menakutkan, lambat laun anak tersebut tidak
lagi takut kepada boneka. Peletakan permainan yang paling disukai
tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b. Metode membosankan (exhaustion method), hubungan antara stimulus
dan reaksi/respons buruk dibiarkan sampai siswa/pelaku merasa bosan.
Contoh; jika anak kecil suka mengisap rokok, ia disuruh merokok terus
sampai bosan, dan setelah bosan akan berhenti merokok dengan
sendirinya atau seorang siswa suka mengobrol dengan temannya ketika
pelajaran berlangsung, guru dapat memberiefek jera pada siswa tersebut
dengan menunjukkan untuk berbicara dalam batas waktu tertentu sehingga
siswa tersebut akan bosan dan berhenti melakuannya.
c. Metode mengubah lingkungan (change of environtment method), yaitu
metode untuk memutus kebiasaan, dengan mengubah stimulusnya.
Contoh: jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat
diubah-ubah sehingga ada suasana lain yang memungkinkan ia betah
belajar; untuk siswa yang suka ramai di bangku belakang, guru bisa
menyuruhnya untuk duduk di bangku depan.
2. Membelokkan kebiasaan
Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan
kebiasaan. Membelokkan atau menyimpangkan kebiasaan dilakukan
dengan menghindari petunujk yang menimbulkan perilaku yang tak
diinginkan. Jika anda mengumpulkan pola perilaku yang tidak efektif atau
menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bias dilakukan adalah
meninggalkan situasi itu. Gutrie menyarankan anda pergi ke suatu
lingkungan baru yang dapat memberi kesegaran baru, karena anda tidak

33
punya banyak asosiasi dengan yang baru itu. Pergi ke lingkungan yang
baru akan membuat anda lega dan bisa mengembangkan pola perilaku
yang baru.
3. Hukuman
Hukuman (punishment) berpengaruh cukup besar untuk mengubah
perilaku seseorang. Hukuman bila diberikan dengan efektif, akan
menyebabkan stimuli yang sebelumnya menimbulkan respons yang tak
diingikan menjadi memunculkan respons yang dapat diterima. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan
perilaku seseorang. Namun setelah skinner mengemukaka dan
mempopulerkan akan pentingnya penguatan dalam teori belajarnya, maka
hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar ( Budiningsih,2005:23)
3)Teori Belajar Menurut Watson

Beberapa pandangan utama Watson:


 Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology).
Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di
lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh.
Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap
stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga
termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert,
learned dan unlearned.
 Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu
perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur
lingkungan sangat penting. Dengan demikian pandangan Watson
bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor
eksternal, bukan berdasarkan free will.
 Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja.
Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang
dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi
bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya
mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari
consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme
dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbedabeda.
 Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka
psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini
metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan
verbal reports.
 Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari
karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik
anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama
sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-
lain.

34
 Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam
pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits
yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang
ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson
mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect
dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang
kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek
Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya
banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike
salah.
 Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan
dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan
dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan.
Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor
yang menentukan adalah kebutuhan.
 Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal
talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan
berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak
terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti
gerak bibir atau gesture lainnya.
 Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa
perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi
psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku.
Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan
pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan
kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat
obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset
empiris pada eksperimen terkontrol

4) Teori Belajar Menurut Skinner


Skinner (1969), mengembangkan teori conditioning dengan
menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya,
Skinner membedakan respons menjadi dua, yaitu respon yang timbul dari
stimulus tertentu dan operant (instrumental) respon yang timbul dan
berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itulah teori
Skinner ini dikenal dengan teori operant conditioning. Ada 6 konsep teori
operant conditioning yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif. Penguatan adalah stimuli yang perlu
diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respon.
Penguatan positif adalah setiap stimulus yang keberadaannya dapat
memantapkan respon yang diberikan. Penguatan negatif adalah semua
stimulus yang perlu dihilangkan untuk memantapkan respon yang
diberikan. Jadi penguatan adalah pemberian stimulus positif atau

35
penghilangan stimulus negatif, sedang hukuman merupakan
pemberian stimulus negatif atau penghilangan stimulus positif.
b. Shapping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin
mendekati tingkah laku yang diharapkan bisa juga disebut peniruan.
c. Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang
menggunakan penguatan pada saat yang tepat sehingga responpun
sesuai dengan yang diisyaratkan.
d. Extinction, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat
ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, yaitu repon dan stimulus yang berangkaian satu
sama lain.
f. Jadwal penguatan, ialah variasi pemberian penguatan, rasio tetap
(penguatan tergantung jumlah respon yang diberikan) dan bervariasi,
interval tetap (penguatan tergantung waktu) dan bervariasi

Aplikasi Teori Skinner dalam pembelajaran.


Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut :
 Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara
organis.
 Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan dan jika benar diperkuat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi
pelajaran digunakan sistem modul.
 Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik.
 Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
 Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
 Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk
mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
 Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
 Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu).
 Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin
meningkat mencapai tujuan.
 Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan
(shaping).
 Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku
operan.
 Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
 Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara
tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak
berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam
waktu yang berbeda-beda.

36
5) Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike (1949), belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba
(trial and error). Mencoba-coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu
bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba-coba ini
seseorang mungkin akan menemukan respon yang tepat berkaitan denga
persoalan yang dihadapinya. Karakteristik belajar secara trial and error adalah
sebagai berikut:
a) Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
sesuatu.
b) Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalang rangka
memenuhi motif-motifnya.
c) Respon-respon yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motifnya
dihilangkan.
d) Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum pokok dalam belajar yang ditemukan oleh Thorndike adalah
sebagai berikut:
 Hukum latihan (law of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang
respon yang sama terhadap stimulus tertentu, maka akan memperkuat
hubungan antara respon dengan stimulus. Sebaliknya, jika respon
tersebut tidak digunakan, maka hubungannya dengan stimulus
semakin lemah. Tetapi lemah dan kuatnya hubungan antara R dengan
S tersebut bergantung kepada memuaskan tidaknya respon yang
diberikan. Implikasi hukum ini adalah, bahwa dalam belajar dimulai
dari tingkatan yang mudah ke sukar, dari yang sederhana ke kompleks.
Jika koneksi yang sudah terbentuk itu jarang atau tidak pernah lagi
dipraktekkan, maka koneksi itu akan melemah, dan akhirnya hilang.
 Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan
sesuatu, kemudian ia melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika
seseorang siap melakukan, tetapi tidak melakukannya, maka ia tidak
puas. Implikasi dari hokum ini adalah bahwa: motivasi sangat penting
dalam belajar sebab pemuas yang antara lain berupa terpenuhinya
motif-motif seseorang menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
 Hukum akibat (law of effect). Jika hubungan antara R dan S
memuaskan maka tingkatan penguatannya kian besar. Tetapi jika
hubungan antara R dan S tidak memuaskan maka tingkatan
penguatannya kian lemah. Implikasinya adalah kebenaran bagi
diadakannya eksperimentasi dalam belajar dan orang cenderung
mengulang respon yang memuaskan dan menghindari respon yang
tidak memuaskan. Di samping ketiga hukum pokok dalam belajar,
Thorndike melengkapinya dengan hukum tambahan
 Belongingness, yaitu suatu koneksi akan lebih mudah dipelajari bila
stimulus yang dipelajari itu termasuk dalam satu situasi.
 Multiple response, apabila seseorang menghadapi suatu masalah
(stimulus) ada kemungkinan orang itu akan mengadakan bermacam-

37
macam reaksi dengan maksud mencoba-coba berbagai macam cara
untuk menemukan salah satu yang paling tepat.
 Attitude, di dalam belajar, sikap menentukan arah dan bentuk
perbuatan. Di samping itu sikap juga menyebabkan orang memilih
reaksi atau perbuatan yang menyebabkan kepuasan.
 Partial activity, bila orang dihadapkan pada situasi, ia mampu melihat
ciri pokok dari situasi itu dan hanya akan bereaksi sesuai dengan ciri
pokok itu tanpa memperhatikan ciri-ciri lain yang menyertai situasi
itu.
 Response by analogy, bila seseorang menghadapi suatu situasi baru, ia
cenderung menggunakan reaksi atau sebagian dari reaksi yang pernah
ia lakukan pada waktu menghadapi situasi yang mirip dengan situasi
baru itu.
 Associative shifting, bila kita ingin seseorang melakukan suatu reaksi
dengan lebih dahulu harus diberikan syarat tertentu baru ia mau
melakukannya, maka pada suatu saat orang itu akan mengerjakan
tugasnya itu tanpa disertai syarat (prinsip belajar dari hukum ini
hampir sama dengan teori kondisioning).
Prinsip belajar dari Thorndike sebagai berikut:
1) Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang termasuk
baru berbagai ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya
berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang
benar (adanya respon yang dipelajari). Contoh: pertama kenal
seseorang akan muncul berbagai respon: sombong, pendiam, namun
setelah kenal dekat akan muncul respon yang benar.
2) Apa yang ada pada diri seseorang baik itu berupa pengalaman,
kepercayaan, sikap dan hal lain yang ada pada dirinya turut
menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai (adanya tujuan
yang ingin dicapai). Contoh: pergi/memilih dokter bergantung pada
kepercayaan kita terhaadap dokter itu dan pengalaman orang lain
yang cocok dengan dokter tersebut.
3) Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untuk mengadakan
seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang/tidak penting
hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat (seleksi respon).
4) Orang cenderung memberi respon yang sama terhadap situasi yang
sama (adanya respon yang sama).
5) Orang cenderung mengadakan assosiative shifting, ialah
menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu tatkala
menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut
mempunyai hubungan (adanya hubungan respon).
6) Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif lebih mudah
untuk dipelajari (adanya concept shifting)

38
2.Teori Belajar Kognitif
A.Pengertian dan Sejarah
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha
untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu
tersebut dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat
berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah,
mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan respon-respon
lainnya guna mencapai tujuan. Para psikologi kognitif berkeyakinan
bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat menentukan
terhadap perolehan belajar yang berhasil dipelajari, yang berhasil diingat
dan yang mudah dilupakan. Salah satu teori belajar yang berasal dari
psikologi kognitif adalah teori pemrosesan informasi. Menurut teori ini,
belajar adalah proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
Pengolahan oleh otak manusia dimulai dengan: (1) pengamatan atau
penginderaan atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia; (2)
penyimpanan (baik dalam jangka pendek maupun panjang); (3)
penyimpulan/pengkodean/penyandian terhadap informasi-informasi yang
tersimpan, dan setelah membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan
kembali oleh pembelajar. Suatu informasi yang berasal dari lingkungan,
pada awalnya diterima oleh reseptor, diteruskan ke registor penginderaan
yang terdapat pada saraf pusat, kemudian diteruskan ke memori jangka
pendek/memori kerja dan kesadaran, sedangkan sebagian lainnya hilang
dari sistem. Kapasitas memori jangka pendek ini amat terbatas dan
waktunya juga pendek, informasi ini dapat ditransformasikan dalam
bentuk kode-kode yang kemudian diteruskan ke memori jangka panjang.
Saat transformasi, informasi baru terintegrasi dengan informasi lama yang
sudah tersimpan. Informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang
bertahan lama, dan disiapkan untuk digunakan di kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas informasi yang tersimpan dalam memori dalam
jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar,
informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka
pendek, dan kemudian ke generator respon. Sementara untuk respon
otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke
generasi respon selama pemanggilan.

C. Tokoh-Tokoh Teori Kognitif


1. Piaget
Menurut Piaget teori psikologi kognitif disebut “teori perkembangan
Piaget”, belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Piaget
berpendapat bahwa proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan usia atau umur anak didik yang
dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
 Tahap sensorimotor (0-2 tahun). Anak mengenal lingkungan
denganpenglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan

39
menggerak-gerakkannya dengan kemampuan sensorik dan
motoriknya. Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari
kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok
perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan
langkah demi langkah. Kemampuan yang dimikinya antara
lain: (1) melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda
dengan obyek di sekitarnya, (2) mencari rangsangan melalui
sinar lampu dan suara, (3) suka memperhatikan sesuatu lebih
lama, (4) mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya,
dan (5) memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin
merubah tempatnya.
 Tahap praoperasional (2-7 tahun). Ciri pokok perkembangan
tahap ini aalah pada penggunaan simbol atau bahasa tanda, dan
mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi
menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional
(2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat
sederhana. Intuitif (4-7 tahun), anak telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam
menarik simpulan masih bersifat simbolik, sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata. Anak mengandalkan diri pada
persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol,
bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar,
dan menggolonggolongkan.
 Tahap operasional konkrit (8-14 tahun). Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak dapat
mengembangkan pikiran logis, mengikuti penalaran logis,
walau kadang memecahkan masalah secara “trial and error”
 Tahap operasional formal (>14 tahun). Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir
”kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe
hiphotheticodeductive dan inductive sudah dimiliki anak,
dengan kemampuan menarik simpulan, menafsirkan dan
mengembangkan hipotesa. Jadi anak sudah mampu berfikir
abstrak seperti orang dewasa. Proses belajar terjadi melalui
tahap-tahap:
 Asimilasi adalah proses
penyesuaian/penyatuan/pengintegrasian
pengetahuanbaru/informasi baru dengan struktur kognitif yang
sudah ada dalam benak siswa.
 Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif siswa
dengan pengetahuan baru.

40
 Equilibrasi adalah proses penyeimbangan/penyesuaian mental
setelah terjadi proses asimilasi/akomodasi. Equilibrasi baik,
jika orang mampu menata informasi dalam urutan yang baik,
jernih dan logis, dan equilibrasi kurang, bila menyimpan
informasi kurang teratur, orang cenderung berfikir ruwet, tidak
logis dan berbelit-belit

2. Bruner
Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi
perkuliahan setahap demi setahap, dari yang sederhana ke yang kompleks,
di mana suatu materi yang sebelumnya sudah diberikan, suatu saat muncul
kembali, secara terintegrasi, di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya berulang-berulang, sehingga tak terasa
pembelajar telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Secara
umum, teori penemuan Bruner ini bila diaplikasikan mengikuti pola
sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2. Memilih materi pembelajaran.
3. Menentukan topik-topik yang bisa dipelajari secara induktif oleh
pembelajar (secara sederhana, belajar secara induktif menuntut pembelajar
belajar dari contoh-contoh, kemudian menyimpulkan sendiri konsep-
konsep pengetahuan yang tersirat dalam contoh-contoh itu ).
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dan sebagainya yang dapat
digunakan pembelajar untuk belajar.
5. Mengatur topik-topik pelajaran sebaik rupa sehingga urutan topik itu
bergerak dari yang paling konkrit ke yang paling abstrak, dari yang
sederhana ke yang lebih kompleks, dari tahap enaktif, ikonik, sampai
ketahap simbolik, dan seterusnya.
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

3. Gagne
Ada lima hasil belajar menurut Gagne yaitu:
 Keterampilan intelektual/pengetahuan prosedural yang mencakup:
belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar prinsip, dan belajar
pemecahan masalah, yang semuanya diperoleh melalui materi
yang disajikan di sekolah. Keterampilan meningkat sejalan dengan
meningkatnya umur serta latihan yang diperoleh individu.
 Strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah baru
dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu
dalam memperhatikan belajar, mengingat dan berfikir.
Kemampuan memecahkan masalah yang meliputi: strategi
menghafal, strategi elaborasi, pengaturan, metakognitif dan strategi
kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih
efisien.

41
 Informasi verbal, kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu
dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi yang relevan

4. Gestalt
Menurut pandangan psikologi Gestalt, belajar terdiri atas stimulus respon
yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berfikir.
Menurut teori Gestalt, setiap pengalaman itu senantiasa berstruktur. Setiap
respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulan, sebenarnya
tidak tertuju kepada suatu bagian melainkan tertuju kepada sesuatu yang
bersifat kompleks (Imron, 1996:14-15). Teori Gestalt memandang belajar
adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada
dasarnya tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu
tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut
terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam
situasi belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat
membantu individu tersebut memecahkan masalah. Dengan kata lain, teori
Gestalt menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar
individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu tersebut.
Oleh karena itu, teori belajar gestalt disebut teori insight (Baharuddin,
2007;89). Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut
insight dipandang sebagai inti belajar. Oleh karena itu, dalam belajar yang
mestinya ditanamkan adalah pengertian siswa mengenai sesuatu yang
harus dipelajari. Belajar adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu,
oleh karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan bagian-bagian.
Menurut Slameto (2002:10), belajar yang penting bukan mengulangi ha
hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Sifat-
sifat belajar dengan insight ialah: (a) insight tergantung dari kemampuan
dasar; (b) insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;
(c) insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur dengan sedemikian
rupa, sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati; (d) insight adalah
hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit; (e) belajar dengan
insight dapat diulang; (f) insight sekali didapat dapat digunakan untuk
menghadapi situasi-situasi yang baru. Tokoh psikologi gestalt ini antara
lain adalah Kohler, Koffka, dan Whertheimer.

C.Teori Belajar Humanistik


Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, teori belajar
humanistic sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicitacitakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Contoh dalam pelaksanaannya bisa diambil dari teori kognitifnya
Ausubel tentang belajar bermakn atau meaningful learning yang mengatakan bahwa

42
belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi
dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak pembelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya (Budiningsih,
2005:68) Pandangan humanistik ini merupakan antitesa pandangan behavioristik.
Dalam pandangan ini, belajar dapat dilakukan sendiri oleh siswa, siswa diharapkan
senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari
guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif rendah. Kedaulatan
siswa dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada
individu (Imron, 1996:11). Irawan (2001:12-15) teori humanistik menekankan
pentingnya “isi” yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori humanistik
bersifat eklektik, artinya memanfaatkan teori apapun asal tujuannya memanusiakan
manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang
yang belajar, secara optimal. Tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers,
Benjamin Bloom dan David Krathwohl (taksonomi Bloom), Kolb (belajar empat
tahap), Honey dan Mumford (macam-macam siswa),dan Habermas (tiga macam tipe
belajar).
a. Sejarah dan Tokoh-Tokoh Humanistik
1) Rogers
Rogers menjelaskan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak
dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Siswa diharapkan dapat
membebaskan dirinya sehingga ia dapat mengambil keputusannya
sendiri dan berani tanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia
ambil atau pilih sendiri. Dalam belajar demikian, anak tidak dicetak
menjadi orang lain melainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi
dirinya sendiri. Ia tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain,
bergantung kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. Ia
dibiarkan agar tetap menjadi arsitek buat dirinya sendiri. Dengan
demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk
membentuk anak menjadi manusia sesuai dengan yang ia kehendaki,
melainkan memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiri.
Untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk
memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya
sendiri mengenai diri siswa. Lebih lanjut Rogers mengemukakan
prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut:
 Hasrat untuk belajar. Hasrat untuk belajar merupakan suatu
hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya
hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia
dengan segala isinya. Hasrat ingin tahu ini menjadi penyebab
seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya dengan
mengalami aktivitas-aktivitas belajar secara terus menerus.

43
 Belajar bermakna. Makna sangat penting dalam belajar.
Seseorang beraktifitas atau tidak senantiasa akan menimbang-
nimbang apakah aktivitas tersebut mempunyai makna untuk
dirinya atau tidak. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi
dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.
 Belajar tanpa hukuman. Hukuman memang dapat membuat
seseorang untuk belajar, tetapi hasilnya tidak akan bertahan
lama. Ia melakukan aktifitas belajar sekedar menghindari
hukuman, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan
dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus
dibebaskan dari ancaman hukuman. Belajar demikian ini
menjadi penyebab anak bebas melakukan apa saja dengan
mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya,
mengadakan eksperimentasi hingga anak dapat menemukan
sendiri mengenai sesuatu yang baru.
 Belajar dengan inisiatif sendiri. Belajar dengan inisiatif sendiri
pada diri pembelajar menunjukkan betapa tingginya motivasi
internal yang dipunyai. Pembelajar yang kaya inisiatif,
terdapat kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri,
menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-
nimbang sendiri mana yang baik bagi dirinya. Ia akan
berusaha dengan totalitas pribadinya untuk mencapai sesuatu
yang ia cita-citakan.
 Belajar dan perubahan. Dunia terus berubah, dan siapapun
didunia ini tak ada yang dapat menangkal perubahan. Oleh
karena itu, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala
kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau tidak, ia akan
tertindas oleh perubahan, karena itu belajar yang hanya
sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu di pandang tidak
cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia
yang senantiasa berubah (Imron,1996:11-14). Rogers dalam
Dimyati (2002:17) mengemukakan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut:
 Guru memberikan kepercayaan kepada kelas memilih belajar
secara terstruktur.
 Guru dan siswa membuat kontrak belajar.
 Guru menggunakan metode inkuiri atau belajar menemukan
(discovery learning).
 Guru menggunakan metode simulasi.
 Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu
menghayati perasaan dan berpartisifasi dengan kelompok lain.
 Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
 Guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta
peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas

44
2) Bloom dan Krathwool
Benjamin Bloom dan David Krathwohl lebih menekankan
perhatiannya pada apa yang harus dikuasai oleh individu (sebagai
tujuan belajar), setelah melalui peristiwa belajar. Tujuan belajar yang
dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal
dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Melalui taksonomi Bloom inilah
telah berhasil memberikan inspirasi kepada banyak pakar pendidikan
dalam mengembangkan teori-teori maupun praktek pembelajaran.
Secara praktis, taksonomi Bloom telah membantu pendidik untuk
merumuskan tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang
mudah dipahami. Secara ringkas, taksonomi Bloom terdiri dari tiga
kawasan/ranah/domain dan sub-sub kawasan/ranah yang disusun dari
yang sederhana ke yang kompleks yang meliputi:
 Kawasan kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan yaitu:
o Pengetahuan (mengingat, menghafal)
o Pemahaman (menginterpretasikan)
o Aplikasi (menggunakan konsep-konsep untuk
memecahkan suatu masalah)
o Analisis (menjabarkan suatu konsep) dan sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu
konsep yang utuh)
o Evaluasi (membandingkan nilai-nilai sebagai bagian dari
pola hidup) dan
o Kreatifitas.
 Kawasan afektif, yang terdiri dari lima tingkatan yaitu:
o Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu);
o Merespon (aktif berpartisipasi)
o Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai tertentu)
o Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai yang dipercayai)
o Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola
hidup).
 Kawasan psikomotorik, yang terdiri dari lima tingkatan yaitu:
o Peniruan (menirukan gerak)
o Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
o Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
o Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan
benar)
o Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
Taksonomi Bloom ini berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar
lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pada
tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu
praktisi pendidikan di Indonesia untuk mengformulasikan tujuan-tujuan
belajar dalam bahasa yang mudah difahami operasional, serta dapat

45
diukur. Teori ini juga banyak dijadikan pedoman untuk membuat butir-
butir soal ujian. Teori ini juga dapat disebut sebagai hasil belajar.

C.RANGKUMAN
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa,
dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk
menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa
karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju
pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya.
Kegiatan dari proses belajar itu dinamakan pembelajaran. Supaya kegiatan belajar
dan pembelajaran itu dapat terealisasi sesuai dengan tujuan yang dikehendaki maka
diperlukan suatu pengetahuan yang harus dimiliki oleh calon-calon para pendidik,
yaitu pemgetahuan mengenai teori-teori pembelajaran. Proses pembelajaran adalah
proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan
komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan belajar (Rustaman, 2001:461). Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa
merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan. Antara dua komponen
tersebut harus terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat
tercapai secara optimal. Menurut pendapat Bafadal (2005:11), pembelajaran dapat
diartikan sebagai “segala usaha atau proses belajar mengajar dalam rangka
terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien”. Sejalan dengan itu,
Jogiyanto 7 8 (2007:12) juga berpendapat bahwa pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai suatu proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi
suatu situasi yang dihadapi dan karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas
tersebut tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecenderungan-kecenderungan reaksi
asli, kematangan atau perubahan-perubahan sementara. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah segala upaya bersama
antara guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah informasi, dengan harapan
pengetahuan yang diberikan bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan
belajar yang berkelanjutan, serta diharapkan adanya perubahan-perubahan yang
lebih baik untuk mencapai suatu peningkatan yang positif yang ditandai dengan
perubahan tingkah laku individu demi terciptanya proses belajar mengajar yang
efektif dan efisien. Sebuah proses pembelajaran yang baik akan membentuk
kemampuan intelektual, berfikir kritis dan munculnya kreatifitas serta perubahan
perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.

D.LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan analisis yang jelas dan sistematis !
1) Jelaskan yang beberapa jenis teori pembelajaran !
2) Aplikasikan beberapa teori tersebut ke dalam pembelajaran ?
3) Apa kekurangan dan kelebihan dari masing-masing teori tersebut

46
BAB VI
PERMASALAHAN PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah
karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik
seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan,
minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita,
mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan
seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan
sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses
pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak
untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak
tidak bisa diarahkan. Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam
membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan
semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah
tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan
tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum
dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi,
para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan
lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.
Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa
dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia
menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik
. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang
negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan
membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di
dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14
negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk
membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala
dinamikanya Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali
dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi
dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai
“pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini
berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan
dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal
tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti
bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan
diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau
komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini
nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

47
B. PENYAJIAN
1. PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Dalam perjalanannya menuju tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang tujuan pendidikan
nasional yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan
yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab dan kemasyarakatan dan kebangsaan”, Pendidikan di Indonesia
dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan yang berdampak kepada kualitas
dan mutu pendidikan di Indonesia. Secara umum, terdapat empat masalah pokok
pendidikan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang
dimaksud adalah :
a) Masalah pemerataan kesempatan dan akses pendidikan
b) Masalah peningkatan mutu
c) Masalah relevansi pendidikan; dan
d) Masalah Efisiensi dan system manajemen pendidikan
Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu, diantaranya rendahnya
sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya
prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi
pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan. Secara lengkap empat
permasalahan pokok tersebut dipaparkan sebagai berikut.
a. Pemerataan kesempatan dan akses pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan
bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara
Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Sebagaimana dijelaskan
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”,
dan pasal 11, ayat (1) yang menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah
wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pun mengamanatkan bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Para pendiri bangsa meyakini bahwa
peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai
tujuan negara yakni bukan saja mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga
menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia.

48
Pemerataan pendidikan sendiri mencakup dua aspek penting yaitu
aspek equality dan aspek equity. Equality atau persamaan mengandung arti
persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity
bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama
diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Selain itu, Akses terhadap
pendidikan yang merata berarti semua masyarakat memiliki hak untuk
memperoleh pendidikan dengan mudah. Masalah pemerataan pendidikan ini
berkenaan dengan rasio atau perbandingan antara masukan pendidikan atau
jumlah penduduk yang tertampung dalam satuan-satuan pendidikan, dengan
jumlah penduduk yang secara potensial sudah siap memasuki satuan-satuan
pendidikan. Makin besar kesenjangan antara jumlah penduduk yang menjadi
peserta didik dengan penduduk yang seharusnya memperoleh pendidikan,
makin besar pula masalah pemerataan dan akses pendidikan tersebut. Masalah
ini kemudian dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah
memperoleh kesempatan belajar pada SD. Maka mereka memiliki bekal dasar
berupa kemampuan membaca menulis, dan berhitung. Sehingga mereka dapat
mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media masa dan sumber
belajar yang tesedia, baik, mereka nantinya berperan sebagai produser dan
konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi
penghambat derap pembangunan.
Permasalahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
a) Kondisi sosial ekonomi keluarga.
b) Kondisi fisik dan mental calon peserta didik.
c) Kondisi tempat pendidikan yang tersedia.
d) Tingkatan aspirasi masyarakat tentang peranan dan pentingnya
pendidikan bagi kehidupan.
e) Daerah jangkauan satua pendidikan.
Hal ini kemudian menghadapkan pemerintah kepada tanggung jawab
untuk memenuhi hak-hak masyarakat memperoleh pendidikan, dalam hal ini
melakukan pemerataan kesempatan dan akses pendidikan keseluruh pelosok
negeri ini. langkah-langkah kongkrit pun telah di upayakan oleh pemerintah
dalam mengatasi masalah ini. salah satunya adalah Kebijakan pembangunan
pendidikan pada tahun 2007 mencakup diantaranya adalah mengenai
pemerataan dan perluasan akses pendidikan, dimana mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu
tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara
berarti. Selain itu, ada pula kebijakan pemberian beasiswa kepada siswa tidak
mampu dan program BOS atau Bantuan Operasional Sekolah untuk

49
pendidikan dasar. Tetapi kebijakan-kebijakan tersebut dipandang belum
mampu mengatasi masalah pemerataan dan akses pendidikan di Indonesia.

b. Peningkatan mutu
Sebagai komitmen terhadap mutu pendidikan, pemerintah
merancang sistem penjaminan mutu pendidikan (SPMP). SPMP dituangkan
dalam Permendiknas No. 63 tahun 2009. Dalam Permendiknas tersebut
dinyatakan bahwa “Penjaminan mutu adalah serangkaian proses dan sistem
yang terkait untuk mengumpulkan , menganalisis, dan melaporkan data mutu
tentang kinerja staf, program, dan lembaga” .
Namun, hal tersebut tidak serta merta mengubah keadaan mutu pendidikan di
Indonesia. Pada kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia justru makin
memprihatinkan. Hal ini berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia
di Indonesia yang sama sekali tidak dapat diandalkan untuk pembangunan.
Terdapat beberapa penyebab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik
pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia adalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi
pengajaran.
1). Efektifitas Pendidikan di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan
mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan
yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru,
instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat
berguna.Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah.
Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey
kelapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan
pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik
tidak tahu apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai
gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
2). Efsiensi Pengajaran di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari
suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Beberapa
masalah efisiensi pengajaran di indonesia adalah mahalnya
biaya pendidikan, lamanya waktu yang digunakan dalam
proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang
menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di
Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan
sumberdaya manusia Indonesia yang lebih baik.

50
3). Standarisasi Pendidikan di Indonesia
Dunia pendidikan terus berubah. Kompetensi yang
dibutuhkan oleh masyarakat terus-menerus berubah apalagi di
dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam era
globalisasi. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh
seseorang dalam lembaga pendidikan harus lah memenuhi
standar.Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan
kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat
hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas
pendidikan di ukur oleh standar dan kompetensi di dalam
berbagai versi sehingga dibentuk badan-badan baru untuk
melaksanakan standarisasi dan kompetensi tersebut seperti
Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Tinjauan
terhadap standarisasi dan kompetensi untuk meningkatkan
mutu pendidikan akhirnya memunculkan bahaya yang
tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang
terkekan oleh standar kompetensi saja sehingga kehilangan
makna dan tujuan pendidikan tersebut. Peserta didik Indonesia
terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai
standar pendidikan, bukan bagaimana agar pendidikan yang
diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana
acara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai
yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas
standar.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti
pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu
menuntun standar kompetensi.Dalam kasus UAN yang hampir
selalu menjadi kontrofersi misalnya,adanya sistem evaluasi
seperti UAN sebenarnya sangat baik, namun yang disayangkan
adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus
tidaknya seorang siswa mengikuti pendidikan, hanya
dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang
dilalui siswa tersebut yang telah menenpuh proses pendidikan
selama beberapa tahun. Selain hanya berlangsung sekali,
evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi beberapa bidang studi
saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah
didikuti. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia.

51
c. Relevansi pendidikan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Tugas pendidikan adalah
menyiapkan sumber daya manusia yang baik untuk menunjang
pembangunan. Proses ini tentu berkaitan erat dengan relevansi pendidikan di
indonesia. Secara umum, arti dari relevansi adalah kecocokan. Relevan adalah
bersangkut paut, berguna secara langsung (kamus bahasa Indonesia).
Relevansi berarti kaitan, hubungan (kamus bahasa Indonesia). Itu
berarti, Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem
pendidikan dapat menghasilkan output atau sumber daya manusia yang sesuai
dengan kebutuhan dan dapat secara langsung berguna dalam proses
pembangunan. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor
pembangunan yang beraneka ragam. Jika sistem pendidikan menghasilkan
luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual (yang
tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi dianggap tinggi.Masalah
relevansi ini terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu
yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke
satuan pendidikan diatasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari
banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan
pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jumlah angkatan kerja
Februari 2005 mencapai 105,8 juta orang, bertambah 1,8 juta
orang dibanding Agustus 2004 sebesar 104,0 juta orang.Jumlah penduduk
yang bekerja dalam 6 bulan yang sama hanya bertambah 1,2 juta orang, dari
93,7 juta menjadi 94,9 juta orang, yang berarti menambah jumlah penganggur
baru sebesar 600 ribu orang. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka
(TPT) pada Februari 2005 mencapai 10,3 persen, lebih tinggi sedikit
dibanding TPT pada Agustus 2004 sebesar 9,9 persen.Permasalahan relevansi
pendidikan di Indonesia tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
a. Ketersediaan lapangan pekerjaan dalam masyarakat.
b. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam jenis dan
tugas pekerjaan. Jenis dan tugas-tugas tenaga pekerjaan dalam
masyarakat tidaklah tetap, tetapi berubah, yang tidak jarang
tidak dapat diikuti oleh lembaga pendidikan.
c. Mutu dan perolehan tamatan yang dihasilkan sekolah tidak
dapat memenuhi harapan dan kebutuhan dunia kerja. Mutu
tamatan yang dibawah standar yang jumlah yang kurang atau
berlebihan merupakan masalah inti relevansi pendidikan.

52
d. Efisiensi dan sistem manajemen pendidikan
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Secara umum dikatakan
manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfatan sumber daya
manusia maupun sumber daya lainnya. (George R. Terry, 1997).
Manajemen pendidkan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama
kelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa masalah manajemen pendidikan
berkaitan dengan bagaimana seharusnya sistem pendidikan diatur agar dapat
menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan, Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses
pengubahan atau transformasi masukan produk (raw input) menjadi produk
(output). Salah satu cara menentukan mutu transformasi pendidikan adalah
mengitung besar kecilnya penghamburan pendidikan (educational wastage),
dalam arti mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus
sekolah, meng-ulang atau selesai tidak tepat waktu. Masalah efisiensi
pendidikan tidak lepas dari masalah sistem manajemen pendidikan, sistem
yang tidak sesuai dengan potensi seorang mahasiswa tentu akan menjadikan
mahasiswa tersebut gagal menjadi sumber daya manusia yang dapat
diandalkan dan pada akhirnya pendidikan tersebut menjadi tidak
efisien. Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor,
yaitu :
a. Tenaga kependidikan, terutama mutu tenaga pengajar
b. Peserta didik.
c. Kurikulum.
d. Program belajar dan pembelajaran
e. Sarana / Prasarana Pendidikan
Meskipun keempat masalah pendidikan seperti yang telah
dikemukakan tersebut dapat dibedakan satu sama lain, namun dalam
kenyataan pelaksanaan pendidikan dilapangan masalah-masalah tersebut
saling berkaitan. Pada saat upaya pemerataan pendidikan sedang dilancarkan,
maka pada saat yang sama mutu pendidikan belum dapat diwujudkan, malah
sering ditelantarkan. Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya
dengan masalah efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak
sempurna, seperti telah digambarkan maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien.

53
Tentu dengan proses yang tidak efisien akan menghasilkan luaran yang sesuai
dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan.
Dengan adanya keterkaitan antara satu permasalahan dengan permasalahan
pendidikan yang lain, tentu kita dapat melakukan strategi pemecahan masalah
yang mencakup keseluruhan masalah. Yang mana pemecahan masalah yang
dapat ditawarkan demi mengatasi permasalahan pendidikan diantaranya, yang
pertama adalah adanya partisipasi dari semua pihak, dalam hal ini adanya
komitmen dari semua pihak terkait. Tenaga pendidik meningkatkan kualitas
pengajarannya, Sekolah meningkatkan perannya sebagai ujung tombak
penjaminan mutu pendidikan dan Instansi terkait lainnya menjalankan peran
sesuai wewenangnya masing-masing. Hal tersebut bukan sebuah pekerjaan
yang semudah membalikkan telapak tangan, tetapi membutuhkan kerja keras
dan usaha. Karena tidak akan ada artinya ketika sistem sudah baik tetapi SDM
yang ada tidak memiliki komitmen untuk mencapai mutu.
Setelah semua pihak melaksanakan perannya dengan baik, solusi yang
kedua adalah solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung
dengan pendidikan. Yakni, dengan melakukan pemerataan akses pendidikan
hingga ke pelosok negeri, meningkatkan kualitas dan kuantitas materi
pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan
sebagainya. Kemudian yang ketiga adalah meningkatkan kualitas dan
kuantitas kegiatan guru sebagai tenaga kependidikan. Profesi guru harus
memiliki dan menguasai perencanaan kegiatan belajar mengajar,
melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian terhadap
hasil dari proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran merupakan faktor utama dalam
mencapai tujuan pengajaran. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan
proses belajar mengajar ini sesuatu yang erat kaitannya dengan tugas dan
tanggung jawab guru sebagai pengajar yang mendidik.
Dan yang terakhir adalah menerapkan sistem pendidikan berbasis life
skill dan pengembangan learn how to learn. Para peserta didik tidak hanya
dibekali dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia
usaha, tetapi juga dibekali dengan berbagai life skill dan nilai-nilai hidup
dengan jiwa entrepeneur supaya mereka bisa survivedi zaman global ini.
Life skill yang dikembangkan mencakup 9 (sembilan) dimensi yaitu :
(1)communication skills, (2) numeracy skills, (3) information skills,
(4) problem solving skills, (5) self management and competitive skills,
(6) social dan co-operation skills, (7) physical skills dan (8) work and study
skills, serta (9) attitude and values. Sistem ini bukan hanya menjadi
tanggungjawab staff pengajar agama, etika profesi dan kewarganegaraan saja,
tetapi merupakan tanggung jawab semua staff pengajar, sehingga nilai akhir
yang diberikan kepada siswa didalamnya sudah mencakup nilai dari beberapa

54
dimensi life skill. Dengan demikian staff pengajar dituntut untuk melakukan
kajian-kajian terhadap materi pembelajaran yang akan diberikan kepada
warga belajar yang ada relevansinya dengan aspek–aspek life skill. Dan secara
personal staff pengajar juga di tuntut untuk mampu menjadi ‘pigur’ yang
layak menjadi tauladan bagi anak didiknya.
Pembelajaran yang dikembangkan adalah pembelajaran yang Aktif,
Kreatif, Menyenangkan, dan Berkelanjutan (PAKEMB) dengan konsep learn
how to learn, yang mencakup 4 (empat) dimensi, yaitu learn to know, learn to
be, learn to do, dan learn to life together. Learn to know, yaitu hasil belajar
yang dimanfaatkan untuk memahami kenyataan sosial dan belajar lebih lanjut
guna meningkatkan profesionalisme. Learn to be, yaitu hasil belajar
dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari seperti etos kerja dan sopan santun
/ etika baik di lingkungan masyarakat maupun di tempat kerja. Learn to do,
yaitu hasil belajar dimanfaatkan untuk bekerja, baik kerja mandiri (wirausaha)
maupun kerja sebagai karyawan di perusahaan. Learn to life together, yaitu
hasil belajar yang dimanfaakan untuk hidup lebih baik dengan lingkungan
sekitar, mandiri dan produktif, yaitu manusia penuh manfaat sesuai dengan
hakikat manusia sebagai khalifah di muka bumi.

2. Solusi Permasalahan Pendidikan di Indonesia


Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik,
rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara
garis besar ada dua solusi yaitu:
- Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di
Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme
(mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan
tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
- Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung denganpendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah
kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk
meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan
sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat
bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru
yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

55
C. RANGKUMAN
Berdasarkan pembahasan tersenut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Masalah pokok pendidikan yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya. Masalah yang dimaksud adalah : Masalah pemerataan
kesempatan dan akses pendidikan, Masalah peningkatan mutu, Masalah
relevansi pendidikan, dan Masalah Efisiensi dan system manajemen
pendidikan.
2. Permasalahan pendidikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya : Kondisi sosial ekonomi keluarga, Efektifitas Pendidikan di
Indonesia, Efsiensi Pengajaran di Indonesia, Standarisasi Pendidikan di
Indonesia, Mutu dan perolehan tamatan yang dihasilkan sekolah tidak dapat
memenuhi harapan dan kebutuhan dunia kerja, dan Tenaga kependidikan,
terutama mutu tenaga pengajar.
3. Dari keempat masalah pendidikan di Indonesia tersebut masing-masing
dikatkan teratasi jika pendidikan :
a.Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar
b.Dapat mencapai hasil yang bermutu
c.Dapat terlaksana secara efisien
d.Produknya yang bermutu tersebut relevan
Solusi pemecahan masalah dari berbagai permasalahan yang melanda pendidikan
di Indonesia adalah partisipasi dari semua pihak, dalam hal iniadanya komitmen
dari semua pihak terkait. Tenaga pendidik meningkatkan kualitas pengajarannya,
Sekolah meningkatkan perannya sebagai ujung tombak penjaminan mutu
pendidikan dan Instansi terkait lainnya menjalankan peran sesuai wewenangnya
masing-masing.

D. LATIHAN SOAL
1. Apa yang menyebabkan timpangnya akses pendidikan di Indonesia ?
2. Solusi seperti apa yang dapat anda tawarkan terkait permasalahan pendidikan yang
ada di Indonesia saat ini ?
3. Kompetensi seperti apa yang sebaiknya dimiliki oleh calon tenaga pendidik agar
dapat menjawab tantangan permasalahan pendidikan untuk saat ini ?

56
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. Filsafat Pendidikan. Kota Kembang, Yogjakarta.1990

Butler, J. D. (1957). Four philosophies and their practice in education and religion.
New York: Harper & Brothers Publishers.

Dimyati & Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Fajar A. Malik, 2005, Holistik Pemikiran Pendidikan, Jakarta PT. Raja Grafindo

Gage, Berliner, 1984.Educational Psychology. Fourth Edition. USA: houghton


Mifflin Company

Goleman, Daniel, 2004, Emitional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EQ


Lebih Penting Daripada IQ, Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mudyahardjo, R. (2001). Filsafat ilmu pendidikan suatu pengantar. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Ngalim Purwanto, 2002, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nursid Sumaatmadja. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi.


Bandung: Alfabeta

Noeng Muhadjir. (1993). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake
Sarasin.

Pelajar, Pustaka. 2009. Undang-undang Guru dan Dosen. Yogyakarta:PELAJAR


PUSTAKA
Roesminingsih, MV. Prof. Dr. dan Drs. Lamijan Hadi Susarno, 2012, Teori dan
Praktek Pendidikan, Surabaya: Unesa University Press.

Ramayulis (2015). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Kalam Mulia

Sanjaya Wina, 2006, Strategi Pembelajaran, Kencana Jakarta, pranada Media,


Jakarta.

Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

57
Slavin, Robert E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice.
Massachusetts: Allyn & Bacon Publishers.

Sudjana, N. 1997. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru


Algensindo.

Syamsu Yusuf (2007). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung :


Rosdakarya

Tirtahardja, Umar. 2012. Pengantar pendidikan; Jakarta: Rineka Cipta

Tim Fokus Media. 2015. Undang-undang SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional.


Jakarta:Fokus Media

Trirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta:PT


RINEKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun


1954
Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pengadjaran Di Sekolah Untuk Seluruh
Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan


Dosen.

58
GLOSARIUM

Belajar Aktif. Kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara
mendnegar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksi rangsangan, dan
memecahkan masalah.
azEFA adalah Education for All (EFA) yang diprakarsai UNESCO. EFA
menargetkan pada tahun 2015 semua penduduk dunia mempunyai akses yang sama
dalam memperoleh pendidikan dasar berkualitas.
KBK adalah kurikulum yang lebih banyak memberi ruang pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat hanya menyusun kompetensi standar minimal, sementara elaborasi
sylabus-nya diserahkan pada daerah, yang selanjutnya diserahkan kepada sekolah dan
para guru.
Kecakapan Hidup (Life Skills). Kecakapan-kecakapan yang diperlukan peserta
didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
Kegiatan Pembelajaran. Kegiatan yang melibatkan peserta didik dakam proses
mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.
Kegiatan yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran
harus mengembangkan kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik
Kognitif. Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk mengausai
pengetahuan dan pemahaman konseptual.
Kolaboratif. Kerjasama dalam pemecahan masalah dan atau penyelesaian suatu
tugas di mana tiap anggota melaksanakan fungsi yang saling mengisi dan melengkapi
Kooperatif. Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok demi kepentingan bersama.
Kurikulum. Seperangkat rencana dan pengaturan mennegai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
MBS adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang
dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite
sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan. MBS ini bertujuan; 1)
mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggitingginya, dengan
tolok ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau
prosesnya; 2) menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan; 3) meningkatkan efektivitas
dan efisiensi; dan 4) meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen semua stake
holders
Pembelajaran. Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar
Pembiayaan pendidikan. Suatu analisa tentang sumber-sumber dan penggunaan
biaya yang diperuntukkan bagi pengelolaan pendidikan secara efisien guna mencapai
tujuan
Pendidik. Tenaga kependidikan yang berkualifukasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, isntruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang

59
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Pengangguran Terdidik. Orang-orang yang mempunyai kualifikasi lulusan
pendidikan yang cukup namun masih belum memiliki pekerjaan. Mereka antara lain
terdiri dari lulusan SMA, SMK, program Diploma, dan Universitas.
Peningkatan Mutu Pendidikan adalah suatu proses yang sistematis, yang dilakukan
secara terusmenerus dalam proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan sekolah.
Peningkatan mutu ini terkait dengan tiga aspek yang perlu dicermati, yaitu:
peningkatan kualitas lulusan, peningkatan kualitas proses belajar-mengajar, dan
penciptaan kultur sekolah
Standar Kompetensi. Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam
serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif.
Sumber Belajar. Segala sesuatu yang mengandung pesan, baik yang sengaja
dikembangkan atau yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman dan
atau praktik yang memungkinkan terjadinya belajar. Sumber balajar dapat berupa
narasumber, buku, media nonbuku, teknik dan lingkungan
Tenaga Kependidikan. Anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan

60

Anda mungkin juga menyukai