Anda di halaman 1dari 4

PERADABAN ISLAM

Kisi-kisi UAS:
1.     Perbandingan kerajaan turki Utsmani, Syafawi, Mughol: Sistem pemerintahan, Sistem
militer, perkembangan ilmu pengetahuannya.
2.     Teori masuknya islam di Nusantara: Kapan, Dimana, Siapa, Corak.
3.     Asal-usul gerakan modern islam di Indonesia.
 
1. Perbedaan kerajaan Turki, Syafawi,Mughol
 Menurut sistem pemerintahan:
 
TURKI USTMANI
Dalam menjalankan sistem pemerintahan, pemimpin Turki Utsmani menggunakan gelar dua
sekaligus yaitu Khalifah dan Sultan. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi.
Dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah , tingkat. di bawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau ‘Alawiyah (bupati).

SYAFAWI
        Kerajaan Safawi mempunyai pola pemerintahan yang teokratik, sebab para penguasa bukan saja
mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim berstatus sebagai titisan para Imam Syi’ah.
 
MUGHOL
       Sistem pemerintahan mughol adalah Militeristik, dalam pemerintahan militeristik tersebut, Sultan
adalah penguasa diktator. Pemerintahan daerah dipegang oleh seseorang sipah salar (kepala
komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi
jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti
latihan kemilitera. juga menerapkan apa yang dinamaka dengan politik sulakhul (toleransi universal).
Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan Karenna perbedaan
etnis dan agama.
 
 Menurut sistem militer:
 
TURKI USTMANI
        membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama, tentara Sipahi (tentara reguler) yang
mendapatkan gaji tiap bulannya. Kedua, tentara Hazeb (tentara ireguler) yang di gaji pada saat
mendapatkan harta rampasan perang (Mal al-Ghanimah). Ketiga, tentara Jenissary atau Inkisyariyah
(tentara yang direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah anak-anak Kristen yang
dibimbing Islam dengan disiplin yang kuat). Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Turki Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan
negeri-negeri non muslim. juga membenahi angkatan laut karena ia mempunyai peranan yang besar
dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan
kemiliteran ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh
terhadap peraturan. Yang mana tabiat ini merupakan tabiat yang mereka warisi dari nenek moyangnya
di Asia Tengah
 
SYAFAWI
     Syah abbasI membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern yang
bernama Qilbizah, namun pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia
membangun suatu angkatan bersenjata reguler, Inti satuan militer ini diambil dari bekas tawanan
perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer
yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan,
salah seorang dari Ghulam.
 
MUGHOL
      Tentara Kesultanan Mughal adalah kekuatan utama Kesultanan Mughal, dibentuk pada abad ke-15
dan diperluas sampai titik terbesar pada awal abad ke-18. Meskipun asal-usulnya, layaknya tentara
berbasis kavaleri dari Asia Tengah, bentuk dan struktur esensialnya didirikan oleh kaisar ketiga Akbar.
Tentara tidak memiliki struktur resimen dan tentara tidak langsung direkrut oleh kaisar. Sebaliknya,
individu seperti bangsawan atau pemimpin lokal akan merekrut pasukan mereka sendiri yang disebut
sebagai mansab dan menyumbangkan mereka sebagai tentara kesultanan. Ada empat cabang tentara
Mughal: kavaleri (Aswaran), infanteri (Paidgan), artileri (Topkhana) dan angkatan laut. Ini bukan divisi
dengan komandan mereka sendiri, melainkan cabang atau kelas yang didistribusikan secara individual
diantara para Mansabdar, yang masing-masing memiliki beberapa divisi ini. Pengecualian untuk aturan
ini adalah artileri, yang merupakan korps khusus dengan komandan yang ditunjuk sendiri dan bukan
bagian dari pasukan mansabdari. Kavaleri memegang peran utama dalam tentara, sementara yang lain
adalah pembantu.
 
 
 Menurut perkembangan ilmu pengetahuannya:
 
TURKI USTMANI
      Turki Usmani merupakan bangsa yang berdarah militer, sehingga lebih banyak memfokuskan
kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran. Sementara dalam bidang ilmu pengetahuan tidaklah begitu
menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka
dari Turki Usmani.
 
SYAFAWI
    Sepanjang sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa
mengembangkan ilmu pengetahuan. [14]Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis
istana yaitu Baha alDina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan
Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah
pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah   
 
MUGHOL
     Kerajaan Mughal pada abad ke-17, mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan, seni, dan
budaya. Di bidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah
1)     menjadikan tiga bahasa sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa
Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan kesusastraan.
2)     Di bidang filsafat cukup maju dan satu di antara tokohnya adalah Akbar sendiri, sementara ahli
tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah Mubarok, Abdul Faidhl, dan Abul Fadl.
3)     karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India. Penyair
India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya
besar yang berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebijakan jiwa manusia.
           
2. Teori-teori tentang Masuknya Islam di Nusantara dan coraknya
 Teori  tentang masuknya Islam di Nusantara yaitu :

1. Teori Gujarat
    Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh para pedagang dari
daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini juga menjelaskan bahwa
kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan
Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu, diperkuat dengan penemuan makam Sultan
Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh S.
Hurgronje dan J. Pijnapel.
 

2. Teori Persia
Teori Persia ini dicetuskan oleh dua orang Profesor bernama Prof. Hoesein Djajadiningrat dan
Prof. umar Amir Husen, tercetus karena pada awal masuknya Islam ke Nusantara di abad ke 13, masuk
melalui pedagang yang berasal dari Persia ajaran yang marak saat itu adalah ajaran Syiah yang berasal
dari Persia. Selain itu, adanya beberapa kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia dianggap sebagai
salah satu penguat. Contohnya adalah peringatan 10 Muharam Islam-Persia yang serupa dengan
upacara peringatan bernama Tabuik/Tabut di beberapa wilayah Sumatera (Khususnya Sumatera Barat
dan Jambi).

3. Teori China
Teori ini berpendapat, bahwa migrasi masyarakat muslim China dari Kanton ke Nusantara,
khususnya Palembang pada abad ke 9 menjadi awal mula masuknya budaya Islam ke Nusantara. Hal ini
dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan
gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah
yang pertama menduduki pelabuhan di Nusantara.

4. Teori Mekkah
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung oleh para musafir dari
Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia pada abad ke7.  Hal ini
diperkuat dengan adanya sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan
nama Bandar Khalifah. Selain itu, di Samudera Pasai mahzab yang terkenal adalah mahzab Syafi’i.
Mahzab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang terakhir adalah digunakannya
gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai seperti budaya Islam di Mesir. Teori inilah yang paling
benyak mendapat dukungan para tokoh seperti, Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya
Hamka.[1]
 
 Corak dan Warna Awal Islam Nusantara
1. Adaptif dan Tasawwuf Menurut teori A.H Johns    
para Sufi berhasil mengislamkan banyak penduduk di kepulauan Melayu- Indonesia semanjak
abad 13. Para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, menekankan kesesuaian dan
kontinuitas Islam dengan kepercayaan dan praktik agama lokal ketimbang aspek perubahan. Kunci
kesuksesan dakwah para sufi pengembara itu terletak pada subtansi dan karakter ajaran para sufi
pengembara itu: tasawuf. “Mereka (para sufi pengembara) berkelana ke seluruh dunia yang mereka
kenal, mereka mengajarkan teosofi sinkretik yang kompleksyang umumnya dikenal baik orang-orang
Indonesia; mereka menguasai ilmu magis, dan memiliki kekuatan yang menyembuhkan; mereka siap
memelihara kontinuitas dengan masa silam, dan menggunakan istilah-istilah dan unsur-unsur
kebudayaan pra-Islam dalam konteks Islam.”
2. Adhesi bukan Konversi: “IslamisasiTerbatas”
  “Adhesi” yakni perubahan keyakinan pada Islam tanpa meninggalkankepercayaan dan praktik
keagamaan yang lama, sedangkan “konversi” mengisyaratkan perubahan yang total dan ketertundukan
yang penuh pada Islam dengan menyingkirkan anasir-anasir lokal.

3. Wali Sanga
     Islam Sufistik dan Nusantara Menurut Agus Sunyoto kesuksesan islamisasi di tanah Jawa pada
abad ke-15 dengan kedatangan rombongan muslim dari Champa, Raden Rahmat (Sunan Ampel) sekitar
tahun 1440. Kekuatan gerakan ini terletak pada:
(1) ajaran sufisme,
(2) asimilasi dalam Pendidikan, 
(3) dakwah lewat seni dan budaya
(4) membentuk tatanan masyarakat muslim Nusantara.
Sufisme yang dimaksud adalah ajaran wahdatul wujud (kesatuan wujud) dan wahdatus syuhud
(kesatuan pandangan) sehingga tidak terlalu asing dengan kepercayaan lokal yang mengakui banyak
arwah di mana-mana, dan dalam memandang benda-benda alam terpengaruh aura ketuhanan.
Asimilisasi pendidikan adalah pembangunan pesantren yang mendidik generasi-generasi pelanjut
dakwah Islam,

3. Asal usul modernisasi islam

    Kemunduran progresif kerajaan usmani yang merupakan pemangku khilafah islam, setelah abad
ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan islam dikalangan warga arab di pinggiran imperium di
antaranya adalah gerakan wahabi, Gerakan ini merupakan sasaran yang menyiapkan jembatan ke arah
pembaharuan yang lebih bersifat intelektual. Gerakan pembaharuan ini adalah Jamaludin Al-Afghani
(1897), la mengajarkan solidaritas pan-islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa, dengan
kembali kepada islam dalam suasana yang secara ilmiah dimodernisasi. Gerakan yang lahir di Timur
Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada kebangkitan islam di Indonesia. Bermula dari
pembaharuan pemikiran pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang disusul oleh
pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan islam semakin
berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di
Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat(1911). Muhammadiyah di
Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920-an), Nahdatul Ulama (NU) di Surabaya
(1926),  dan Partai-partai Politik, seperti Sarekat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI,
Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan, dan
perluasan dari organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938. Dengan
adanya organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum
terpelajar ini menandakan tumbuhnya benih-benih nasionalisme dalam pengertian yang modern

Anda mungkin juga menyukai