Anda di halaman 1dari 3

Tugas Makalah 1: Komitmen dalam Jama’ah

Nama : Istiqomah

I. Pendahuluan
Hidup berjamaa’ah merupakan sebuah kewajiban yang diperintahkan langsung
oleh syariat. Dalilnya yang memerintahkan kaum muslimin berjama’ah salah
satunya adalah dalam Qur’an surat Ash-syura : 13
Artinya : “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa
yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah
belah di dalamnya”
Ayat di atas sangat tegas Allah menyuruh para nabi untuk berjama’ah dan tidak
boleh terpecah belah. Nash-nash baik syariat dalam Al Qur’an maupun dalam as
sunnah memerintahkan umat Islam untuk hidup berjama’ah, karena itu seluruh
ulama sepakat bahwa berjama’ah itu wajib hukumnya sama dengan hukumnya
sholat, zakat, puasa ,haji dan kewajiban lainnya.

II. Aturan Berjama’ah


Aturan berjama’ah diperlukan untuk mewujudkan kehidupan berjama’ah menjadi
lebih baik. Keteraturan dapat dilakukan dengan hadirnya sikap tsiqoh dan taat.
Dalil dan nashnya ada pada potongan HR Ad Darimi dari Umar ra :
“ Tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah. Tidak ada jama’ah kecuali dengan
sebuah kepemimpinan, tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan”
Apabila muncul perbedaan dalam jama’ah hendaknya dikembalikan kepada Allah
dan Rasul sebagai sumber hukum. Jika tidak semua orang mampu merujuk kepada
Al Qur’an dan sunnah maka diserahkan kepada pihak yg mempunyai kewenangan
didalamnya yaitu Ulil Amri sesuai kapasitas dan kemampuannya. Sebagaimana
dalam Firman Allah swt Qur’an Surat An nisa ayat 59 :
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian.”
Dalam hadits lain disebutkan pula
“Barangsiapa yang taat kepadaku, berarti ia telah taat kepada Allah.
Barangsiapa yang taat kepada pemimpin, berarti ia taat kepadaku.” (H.R Ahmad)
Kewajiban taat kepada pemimpin tidak bersifat mutlak, tetapi dalam hal yang
bersifat makruf; yakni selama tidak dalam kemaksiatan.
Jadi batasan kewajiban untuk taat kepada ulil amri atau pemimpin adalah dalam
perkara yang makruf atau balk. Ketaatan tersebut berlaku baik dalam keadaan
lapang maupun sempit, senang maupun susah, suka maupun terpaksa.
Adapun dalam perkara maksiat, tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.
Maksiat di sini adalah yang bertentangan dengan nash-nash syariat yang qath'iy
serta yang bertentangan dengan hasil syura yang sudah disepakati.
Karena itu, setiap putusan, ketetapan, dan taklimat yang dikeluarkan oleh
pimpinan (qiyadah) wajib untuk diikuti dan ditaati.
Bahkan meskipun pimpinan yang ada tergolong fasik.
III. Penutup
Ketaatan kita terhadap jama’ah adalah hasil kepemahaman kita terhadap Islam.
Jika kita dapat menjalan ajaran Islam dengan baik maka kita akan paham akan
kewajiban kita untuk hidup berjam’ah. Kehidupan berjamaah menuntut adanya
komitmen untuk taat kepada rambu dan adab yang berlaku. Kunci utama
yang menjamin eksistensi jamaah adalah ketika ada sikap tsiqah dan taat dari
setiap anggota. Ketaatan kepada qiyadah harus ditunjukkan selama tidak
dalam perkara maksiat dan selama qiyadah tidak melakukan kekufuran yang
nyata. Bila setiap anggota percaya dan taat pada qiyadah, jamaah tersebut
akan menjadi kuat dan solid serta akan diberkahi oleh Allah Swt. Karena itu,
komitmen kepada jamaah merupakan sebuah keniscayaan. Wallahua’lam

Anda mungkin juga menyukai