Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN


“Studi Kasus”
(Brokenhome)

Dosen Pembina:
Prof.Dr.Hj.Neviyarni,S,M.S.
Soeci Izzati Adlya,S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 7:


Monic Sonya Aligrha 21006127
Nabila Resti Damara 21006155
Nafisah Sahri 21006133
Olivia 21006136

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Intervensi Sosial”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari beberapa
pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada ibuk
Prof. Dr. Hj. Neviyarni S, M.S., dan ibuk Soeci Izzati Adlya, S.Pd., M.Pd. yang
telah membimbing kami dalam mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan
serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan keterbatasan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh

Padang, 30 Nov 2022

Penulis

ii
DAFTAS ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................1
C. TUJUAN PEMBAHASAN..........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Pengertian Intervensi ....................................................................................3
B. Tujuan dan Fungsi dari Intervensi ..............................................................3
C. Contoh Kasus ...............................................................................................4
D. Peran Konselor dalam Implementasi Intervensi ..........................................5
BAB III PENUTUP ................................................................................................8
A. KESIMPULAN ............................................................................................8
B. SARAN ........................................................................................................8
DAFTAR ISI ...........................................................................................................9
STUDI KASUS .....................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pekerjaan Sosial merupakan suatu aktivitas profesional buat
membantu individu-individu, grup-kelompok dan warga buat menaikkan
atau memperbaiki kemampuan mereka pada melaksanakan fungsi sosialnya
dan menciptakan syarat warga yg memungkinkan mereka mencapai
tujuannya. Tahapan hegemoni atau pelaksanaan program adalah rangkaian
kegiatan proses pertolongan dalam pekerjaan sosial setelah aktivitas
perencanaan aktivitas.
Bentuk konkret aktivitas praktek pekerja sosial beserta rakyat
tersebut biasa dianggap dengan aplikasi hegemoni.aplikasi hegemoni ialah
tindakan konkret atau tindakan konkrit yg berada didalam masyarakat buat
melaksanakan program tersebut secara konsisten, termasuk didalamnya
dukungan ketersediaan anggaran dan profesionalisme pelaksanaan rencana.
Jadi, hegemoni adalah termin yg sangat penting asal pekerjaan
sosial. dalam melakukan hegemoni ini, pekerja sosial tentunya
membutuhkan kerjasama asal kelayan pada merampungkan dilema kelayan
tadi, pula tentunya kerjasama berasal banyak sekali pihak baik itu
masyarakat setempat, juga berbagai sistem sumber yang dapat
dipergunakan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Intervensi?
2. Apa saja tujuan dan fungsi dari intervensi?
3. Apa saja contoh dari intervensi?
4. Peran konselor dalam implementasi intervensi?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari intervensi
2. Untuk mengetahui apa saja tujuan dan fungsi dari intervensi
3. Untuk mengetahui contoh dari intervensi

1
4. Untuk mengetahui peran konselor dalm implementasi intervensi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Intervensi
Intervensi sosial dapat diartikan menjadi menjadi cara atau
strategi memberikan donasi pada rakyat (individu, kelompok,
komunitas). hegemoni sosial ialah metode yang digunakan pada praktik
pada lapangan di bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial.
Pekerjaan sosial serta kesejahteraan sosial adalah dua bidang yang
bertujuan menaikkan kesejahteraan seorang melalui upaya
memfungsikan kembali fungsi sosialnya.
Intervensi sosial ialah upaya perubahan berkala terhadap
individu, gerombolan , maupun komunitas. Dikatakan perubahan
berkala agar upaya bantuan yg diberikan bisa dinilai dan diukur
keberhasilannya. hegemoni sosial dapat jua diartikan sebagai suatu
upaya buat memperbaiki keberfungsian sosial berasal kelompok sasaran
perubahan, dalam hal ini, individu, keluarga, serta grup. Keberfungsian
sosial menunjuk di syarat di mana seseorang bisa berperan sebagaimana
seharusnya sinkron dengan harapan lingkungan dan kiprah yg
dimilikinya.
Intervensi Pekerjaan Sosial merupakan kegiatan profesional
Pekerjaan Sosial yang dikenakan/ditujukan kepada orang, baik secara
individu, grup, juga warga , baik yg bersifat residual ataupun
institusional, baik pribadi juga tidak pribadi, baik preventif, kuratif-
rehabilitatif, developmental-edukatif, juga preventif, yg dilandasi sang
seperangkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dan kode etik profesi.
B. Tujuan dan Fungsi dari Intervensi
Tujuan utama dari intervensi sosial adalah memperbaiki fungsi
sosial orang (individu, kelompok, masyarakat) yang merupakan sasaran
perubahan. Ketika fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik,
diasumsikan bahwa kondisi sejahtera akan semakin mudah dicapai.

3
Kondisi sejahtera dapat terwujud manakala jarak antara harapan dan
kenyataan tidak terlalu lebar.
Melalui intervensi sosial, hambatan-hambatan sosial yang dihadapi
kelompok sasaran perubahan akan diatasi. Dengan kata lain, intervensi
sosial berupaya memperkecil jarak antara harapan lingkungan dengan
kondisi riil klien.
Fungsi dilakukannya intervensi dalam pekerjaan sosial,
diantaranya :
1. Mencari penyelesaian dari kelayan masalah secara langsung yang
tentunya dengan metode-metode pekerjaan sosial.
2. Menghubungkan kelayan dengan sistem sumber.
3. Membantu kelayan menghadapi masalahanya.
4. Menggali potensi dari dalam diri kelayan sehingga bisa
membantunya untuk menyelesaikan masalahnya.
C. Contoh Kasus
Contoh kasus yang kami angkat dari tahapan intervensi dalam
pekerjaan sosial ini, yaitu lansia terlantar dan gelandangan.
a. Lansia Terlantar
Lanjut Usia Telantar,adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Contoh : Seorang lansia yang berinisial A kami dapati berada di
jalanan. Maka kami pun mendatanginya. Kemudian kami bertanya
kepada beliau dimana keluarganya. Rupanya bliau tidak punya
keluarga. Kami pun memberikan bantuan kepada beliau dengan
meruju dia ke PSTW Bandung. Kemudian, kami terus memantau
perkembangan beliau tersebut dan bahkan memberikan beliau
ketrampilan menjahit, sehingga beliau tidak merasa sendiri dan
memiliki ketrampilan dalam mencari uang.
b. Gelandangan

4
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat
setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal
yang tetap serta mengembara di tempat umum.
Tujuan intervensi dari gelandangan adalah memulihkan dan
mengembangkan tingkah laku positif Klien sehingga mau dan
mampu melakukan fungsi dan peran sosialnya secara wajar, dapat
menjalin relasi dengan anggota keluarga serta anggota masyarakat,
melalui kegiatan. Seperti intervensi dari lansia terlantar, sebelum
proses intervensi dari gelandangan juga harus dilakukan perncanaan
intervensi.
Contoh : seorang yang berinisial K sedang duduk disamping jalan,
sedang meminta-minta kepada orang orang yang lewat. Kamipun
menghampirinya, tetapi dia sedikit meghindar. Kami pun
mengajaknya berkompromi, dan menunjukan simpati kepadany,
sehingga dia mau memberikan informasi kepada kami kenapa dia
hidup menggelandang. Rupanya dia mengealandang untuk
menafkahi keluarganya. Di hari berikutnya, kami pun mendatangi
rumahnya. Lingkungannya juga seperti memang kurang baik dan
hidup di anaka kemiskinan. Kami pun memberikan motivasi kepada
keluarga K ini dengan menggunakan pendekatan hukum dan
pendekatan system. Kami juga memberikan pelatihan kepadanya
bagaimana mennyablon dengan menghubungkanya dengan system
sumber. Sehingga sampai sekarang, beliau bekerja di tempat kerja
sablon tersebut dan dia bias mencukupi kebutuhan keluarganya.
D. Peran Konselor dalam implementasi Intervensi.
Dalam konteks organisasi layanan Bimbingan dan Konseling (BK),
di sekolah, peran dan konstribusi guru bidang studi sangat diharapkan
guna kepentingan efisien dan efektif layanan Bimbingan dan Konseling
di sekolah. Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga
konselor profesional relatif masih terbatas, maka peran guru sebagai BK

5
di sekolah menjadi lebih penting. Ada atau tidak ada konselor
profesional di sekolah, tentu upaya pembimbingan terhadap peserta
didik mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah tersedia tenaga
konselor profesional, guru bisa bekerja sama dengan konselor cara yang
seharusnya membimbing peserta didik di sekolah. Namun jika belum,
maka kegiatan pembimbingan peserta didik tampaknya akan bertumpu
pada guru BK atau guru bidang studi lain.
Konseling adalah profesi bantuan, proses bantuan terdiri dari
kumpulan profesional, sedangkan setiap profesional menyesuaikan
dengan kebutuhan khusus pribadi atau masyarakat. Dalam bantuan ini
mempunyai beberapa dimensi yang masing-masing memberikan
kontribusi terhadap anak yang memerlukan bantuan (Jones, 2011).
Dimensi pertama, yaitu: (1) kondisi-kondisi yang mendasari bantuan
meliputi adanya kejelasan dari seseorang untuk mencari bantuan, (2)
adanya keinginan dari seseorang untuk memberikan bantuan, (3)
keterampilan- keterampilan konselor, dan (4) setting yang
memungkinkan bantuan diberikan itu dan diterima. Dimensi kedua dari
bantuan itu adalah beberapa prakondisi untuk bantuan yang meliputi
karakteristik-karakteristik dari pemberi bantuan (konselor) dan klien.
Dalam pelaksanaan intervensi konseling setidaknya ada 3 (tiga)
bantuan layanan yang dapat diberikan kepada klien, melalui: (1)
pengumpulan data atau permasalahan yang menyebabkan anak
melakukan penyimpangan perilaku berupa kenakalan sehingga
diperlukan bantuan; (2) ciri atau karakter khusus berupa kenakalan yang
dilakukan siswa di sekolah; dan (3) hasil yang diperoleh setelah
dilakukan tindakan atau treatment, yang diharapkan dapat memberikan
rekomendasi ada tindak lanjut agar kenakalan siswa semakin
menghilang seiring perjalanan dan perkembangan waktu. Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dimunculkan dalam
penelitian ini terkait dengan: (1) bentuk kenakalan yang dilakukan
peserta didik dan faktor penyebabnya; (2) tanggapan peserta didik

6
terhadap intervennsi konseling oleh guru BK; dan (3) tanggapan peserta
didik terhadap model penanganan melalui intervensi konseling.
Menurut Prayitno (2004), strategi-strategi atau intervensi-
intervensi yang ditempuh dalam pelaksanaan intervensi konseling
meliputi: (1) strategi modal social; (2) strategi bermain peran dan
latihan; (3) strategi perubahan kognitif; dan (4) strategi pengelolaan diri.
Selain beberapa strategi tersebut, ada unsur-unsur umum dalam aplikasi
strategi bermain peran dan latihan, yaitu: (1) pembentukan kembali diri
seseorang, orang lain, suatu peristiwa, atau sejumlah respons oleh klien;
(2) menggunakan saat sekarang atau di sini dan sekarang untuk
mengadakan pembentukan kembali, (3) proses pembentukan berangsur-
angsur dimana adegan- adegan tidak sulit dibentuk lebih dahulu dan
adegan-adegan yang lebih sulit dipesan untuk berikutnya; dan (4) umpan
balik untuk klien dari konselor atau seorang asisten.
Peran konselor adalah menciptakan suasana yang menyenangkan
untuk pelaksanaan konseling. Proses konseling melibatkan 2 (dua) jenis
tujuan, yaitu tujuan proses dan tujuan hasil akhir. Tujuan itu dikaitkan
dengan menciptakan suasana yang penting untuk perubahan klien,
seperti menciptakan hubungan baik. Tujuan hasil dibedakan untuk
setiap klien. Tujuan-tujuan hasil tersebut secara langsung dikaitkan
dengan perubahan klien sebagai hasil konseling.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Intervensi sosial adalah cara atau strategi memberikan donasi pada
rakyat (individu, kelompok, komunitas). Tujuan utama dari intervensi sosial
adalah memperbaiki fungsi sosial orang (individu, kelompok, masyarakat)
yang merupakan sasaran perubahan. Beberapa prinsip dari pekerjaan sosial
dalam melaksanakan praktek pertolongan, diantaranya :
1. Memberikan pelayanan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
lansia.
2. Melaksanakan hak asasi lansia.
3. Memberikan kesempatan kepada lansia untuk mendapatkan hak
menentukan pilihan bagi dirinya sendiri.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, masih terdapat kekurangan terutama dari
sumber referensi dalam pembuatan makalah ini. Tak ada manusia yang
sempurna, untuk itu penyusun berharap kepada pembaca untuk memberikan
kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
yangberjudul hakekat ilmu pendidikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun maupun pihak lain.

8
DAFTAR PUSTAKA

Corey. Gerald, 2004, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy


Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Heru Sukoco, Dwi. 2011. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya.
Bandung: STKS Press.

Jones. Ricard Nelson, 2011, Konseling dan Terapi: Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Prayitno, 2004, Konseling Pancawaskita, Padang: FIP Universitas Negeri Padang.

Prayitno. 2004, Layanan Konseling Perorangan, Padang: FIP Universitas Negeri


Padang.

9
STUDI KASUS
BrokenHome
A. Latar belakang
Tidak luput dari kenyataan yang ada bahwa semakin hari semakin
banyak keluarga yang mengalami broken home. Beberapa kasus di
antaranya mungkin disebabkan oleh perselingkuhan, perbedaan prinsip
hidup, atau sebab-sebab lainnya yang bisa disebabkan oleh masalah internal
maupun eksternal dari kedua belah pihak. Akan tetapi, yang jelas kasus-
kasus broken home itu sama halnya dengan kasus-kasus sosial lainnya, yaitu
sifatnya multi-faktoral. Satu hal yang pasti, hubungan interpersonal di
antara suami istri dalam keluarga broken home telah semakin memburuk.
Kedekatan fisikal juga menjadi alasan bagi pasangan suami istri dalam
menyikapi masalah broken home, meskipun dalam beberapa sumber
disebutkan bahwa kedekatan fisik tidak mempengaruhi kedekatan personal
antar individu. Inti dari semuanya adalah komunikasi yang baik
antarpasangan. Dalam komunikasi ini, berbagai faktor kejiwaan termuat di
dalamnya, sehingga patut mendapat perhatian utama.
Memburuknya komunikasi di antara suami istri ini seringkali menjadi
pemicu utama dalam keluarga broken home. Oleh sebab itu, sangatlah
penting rasa saling percaya, saling terbuka, dan saling suka di antara kedua
pihak agar terjadi komunikasi yang efektif. Dalam keadaan ini, kematangan
kepribadianlah yang menentukan penerimaan peran dari pasangan
komunikasinya. Setiap individu dilahirkan dengan tipe kepribadian yang
berbeda-beda oleh sebab itu saling pengertian antarpasangan juga sangatlah
penting.
Dari semua fenomena di atas, akan bisa berdampak pada perkembangan
kejiwaan anak dalam keluarga itu. Remajalah yang dalam hal ini sangat
rentan. Masa remaja, seperti yang dikatakan oleh Erickson bahwa masa
remaja merupakan masa pencarian identitas. Pengaruh faktor broken home
keluarga menjadi faktor negatif dalam penemuan identitas yang sehat,
sehingga remaja cenderung mengalami fase kebingungan identitas.

10
Perkembangan afeksi juga bisa mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan
adanya pengabaian dari orang tuanya. Lebih jauh, terdapat sifat-sifat
penghambat perkembangan kepribadian yang sehat yang terwujud dalam
kepribadian anak.
B. Deskripsi kasus
Ayah, ibu, dan anak adalah keluarga inti yang merupakan organisasi
terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hakikatnya, keluarga
merupakan wadah pertama dan utama bagi perkembangan dan pertumbuhan
anak. Di dalam keluarga, anak akan mendapatkan pendidikan pertama
mengenai berbagai tatanan kehidupan yang ada di masyarakat. Keluargalah
yang mengenalkan anak akan aturan agama, etika sopan santun, aturan
bermasyarakat, dan aturan-aturan tidak tertulis lainnya yang diharapkan
dapat menjadi landasan kepribadian anak dalam menghadapi lingkungan
dan menjadi motivator terbesar yang tiada henti saat anak membutuhkan
dukungan.
Namun, melihat kondisi masyarakat saat ini, fungsi keluarga sudah
mulai tergeser keberadaannya. Semua anggota keluarga khususnya orang
tua menjadi sibuk dengan aktivitas pekerjaannya dengan alasan untuk
menafkahi keluarga. Peran ayah sebagai kepala keluarga menjadi tidak jelas
keberadaannya, karena seringkali ayah zaman sekarang bekerja di luar kota
dan hanya pulang satu minggu sekali ataupun pergi pagi dan pulang larut
malam. Ibulah yang menggantikan peran ayah di rumah dalam mendidik
serta mengatur seluruh kepentingan anggota keluarganya.
Masalah akan semakin berkembang takkala ibu pun menjadi seorang
wanita pekerja dengan beralih membantu perekonomian keluarga ataupun
berambisi menjadi wanita karier, sehingga melupakan anak dan
keluarganya. Banyak ditemukan ibu menjadi seorang super woman yang
bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa henti, barangkali waktu istirahat
ibu hanyalah beberapa jam dalam sehari. Itupun jika ibu mampu dengan
cerdas mengelola waktu bekerja di luar rumah dan bekerja di rumah
tangganya.

11
Oleh karena orang tua tidak punya waktu banyak untuk berdialog,
berdiskusi atau bahkan hanya untuk saling bertegur sapa. Saat orang tua
pulang bekerja, anak sudah tertidur dengan lelapnya dan saat anak
terbangun tidak jarang orang tua sudah pergi bekerja atau anaknya yang
harus pergi ke sekolah. Ketika anak protes dan mengeluh, orang tua hanya
cukup memberikan pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk
kepentingan anak dan keluarga juga. Orang tua zaman sekarang sering
merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa
orang tualah yang selalu membuat anak harus mengerti keadaan orang
tuanya.
Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah
dan ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh,
di mana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orang
tua yang sebenarnya. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian,
sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari
pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya.
Perhatian yang diperlukan anak dari orang tuanya adalah disayangi
dengan sepenuh hati dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung
dengan anak, meski hanya untuk menanyakan aktivitas sehari-harinya.
Anak sangat membutuhkan sentuhan dari orang tuanya, dalam bentuk
sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi
peka terhadap lingkungannya.
C. Faktor-faktor penyebab broken home.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan broken home adalah :
1. Terjadinya perceraian
Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya
disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah
tangga; kedua, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas,
emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai
masalah keluarga; ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang
berkembang di masyarakat.

12
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap
egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia
yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah
sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh
seseorang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini orang lain
tidaklah penting. Dia mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana
menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal
memperhatikannya.
Akibatnya orang lain sering tersinggung dan tidak mau
mengikutinya. Misalnya ayah dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau
membantu mengurus anaknya yang kecil yang sedang menangis
alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal ibu sedang sibuk
di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah dan ayah pun membalas
kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan anak-
anaknya, suatu contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya.
Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya
sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya.
Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap
orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh
yang baik seperti suka bekerja sama, saling membantu, bersahabat dan
ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme atau egosentrisme.
3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah
kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada
masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian
materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian ? Karena filsafat hidup
mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika
telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu
kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.

13
Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat
mereka melupakan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Dalam
masalah ini, anak-anaklah yang mendapat dampak negatifnya. Yaitu
anak-anak sering tidak diperhatikan baik masalah di rumah, sekolah,
sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat.
Contohnya anak menjadi pemakai narkoba, kemudian akhirnya
ditangkap polisi dan orang tua baru sadar bahwa melepas tanggung
jawab terhadap anak adalah sangat berbahaya.
4. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia
jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik.
Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata
maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga
tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua
orang tuanya.
Mereka bisa menjadi orang yang berbuat buruk, yang dapat
melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang anak yang sudah
dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak mau menyerahkan
surat-surat rumah dan sawah. Tujuannya agar dia dapat menguasai harta
tersebut. Apalagi dia seorang penjudi dan pemabuk. Inilah hasil
pendidikan yang hanya mengutamakan dunia, makan dan minum saja,
pendidikan umum saja, hasilnya sangat mengecewakan orang tua,
akhirnya tega membunuh ayahnya sendiri.
5. Adanya masalah ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan
dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas,
hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang
sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering
bernafsu ingin memiliki televisi, radio dan sebagainya sebagaimana
layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup

14
memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan
yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang
sering menjurus ke arah perceraian.
D. Dampak broken home jika tidak diatasi
Dampak pada anak-anak pada masa ketidakharmonisan, belum sampai
bercerai namun sudah mulai tidak harmonis:
1. Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan.
2. Anak merasa terjepit di tengah-tengah, karena harus memilih antara ibu
atau ayah.
3. Anak sering kali mempunyai rasa bersalah.
4. Kalau kedua orang tuanya sedang bertengkar, itu memungkinkan anak
bisa membenci salah satu orang tuanya.
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh
dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak:
1. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah di luar. Anak
yang jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali.
2. Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka
terlalu sering melihat orang tua bertengkar.
3. Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi
depresi. Anak ini juga bisa kehilangan identitas sosialnya.
E. Cara mengatasi dalam Implikasi BK
Maka dalam hal ini, konselor mempunyai peran penting dalam
penanganan pengembalian semangat belajar anak yang memiliki latar
belakang keluarga broken home yaitu mencegah lahirnya anak yang
berkepribadian buruk dengan mengajak orang tua untuk tetap bertanggung
jawab dalam pertumbuhan fisik maupun mental anak serta melakukan
konseling atau menangani anak-anak yang sudah memiliki kepribadian
yang buruk.maka beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang
konselor/Guru BK dalam proses konseling, yaitu :

15
1. Membangun hubungan baik dengan anak. Dengan adanya hubungan ini
akan mempermudah konselor atau guru bk memasuki dunia anak
tersebut.
2. Berusaha untuk lebih masuk kedalam perasaan anak dan menyimak apa
yang ingin ia sampaikan yang selama ini ia pendam dan ia rasakan. Dan
disamping itu berikanlah kata-kata yang baik mengenai hal-hal kedua
orangtuanya.
3. Saat proses konseling berlangsung, konselor atau guru bk harus terus
melakukakan pembicaraan dengan orang tuakonseli (anak) untuk
melihat kondisi konseli (anak) apakah telah mencapai tujuan konseling
dan bisa dikatakan sembuh dari rasa trauma akibat percerian
orangtuanya.

16

Anda mungkin juga menyukai