Anda di halaman 1dari 12

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 1

TELINGA-HIDUNG-TENGGOROKAN

“Pusingku Bukan Kaena Kamu Tapi Karena Dia”

NAMA : PUTRI ASWARIYAH RAMLI


STAMBUK : N 101 20 045
KELOMPOK :4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023

Putri Aswariyah Ramli


Modul 1 : Telinga-Hidung-Tenggorokan

“Pusingku Bukan Karena Kamu Tapi Karena Dia”

Seorang Laki-laki berusia 22 tahun diantar ke UGD RS Tadulako oleh


orang tuanya dengan keluhan bengkak dan nyeri di belakang telinga kiri sejak 1
minggu yang lalu. Bengkak sudah dialami pasien sebanyak 5 kali sejak 5 tahun
yang lalu. Keluar cairan berwarna putih kekuningan dan berbau sejak 5 tahun
yang lalu, cairan tidak pernah berhenti sejak 3 bulan yang lalu, dan saat ini
pendengaran, dirasakan sangat berkurang. Pasien juga mengeluhkan Tinitus,
perasaan tidak seimbang sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Pasien
biasanya berobat ke puskesmas dan akan membaik bila minum obat puskesmas,
tetapi saat ini bengkak tidak kunjung mereda. Mual muntah tidak ada, sakit kepala
hebat tidak ada, wajah mencong tidak ada.

Hasil pemeriksaan dokter didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit


sedang, compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal, berat badan 54 kg,
tinggi badan 160 cm. Pemeriksaan status lokalis THT : telinga kanan dalam batas
normal, daun telinga kiri normal, tidak ada kelainan kongenital, liang telinga
sempit, tampak shagging, sekret mukopurulen yang berbau. Membran timpani
tampak perforasi total. Pada retroaurikula sinistra tampak bengkak ukuran 2x 1 x
0,3 cm berwarna kemerahan, perabaan panas dan nyeri tekan, terdapat fluktuasi
pada bengkak. (seperti pada gambar).

Putri Aswariyah Ramli


Pada pemeriksaan garpu tala (512 Hz) didapatkan Rinne telinga kiri (-),
telinga kanan (+), Weber lateralisasi ke kiri, Schwabach kiri memanjang, dan
kanan sama dengan pemeriksa. Pada pemeriksaan head shake terdapat nystagmus
horizontal. Pada Tes Romberg hasil yang didapatkan cenderung jatuh ke kiri.

Learning Objective

1. Klasifikasi otitis media supuratif kronik (OMSK)


2. Etiologi otitis media supuratif kronik (OMSK)
3. Faktor resiko otitis media supuratif kronik (OMSK)
4. Tatalaksana otitis media supuratif kronik (OMSK)
5. Fase/stadium dari otitis media supuratif kronik (OMSK)
6. Komplikasi otitis media supuratif kronik (OMSK)
7. Perbedaan OMSA dan OMSK
8. Patofisiologi gangguan pendengaran dan keseimbangan
9. Sistem rujukan otitis media supuratif kronik (OMSK)

Putri Aswariyah Ramli


1. Klasifikasi otitis media supuratif kronik (OMSK)
Jawab :
a) Menurut Proses Peradangan
- Aktif
Infeksi dengan pengeluaran sekret telinga (otorrhea) akibat perubahan
patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi (Muda,
2014).
- Inaktif
Terdapat sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang telah selesai, tidak
ada otorrhea, dapat terjadi gangguan pendengaran (Muda, 2014).
b) Menurut Kelainan Patologi
- Benigna
Akibat peradangan atau sumbatan tuba eutachius akibat penyebaran
infeksi dari nasofaring, sinus atau hidung. Tipe ini ditandai dengan
perforasi sentral atau subtotal pada pars tensa. Sekret mukoid tidak
berbau dan gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Otorrhea
atau cairan yang keluar dari telinga merupakan ciri OMSK tipe
banigna, dimana pada tipe benigna proses peradangan hanya terbatas
pada mukosa saja, tidak mengenai tulang, serta jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya (Muda, 2014 ; Oktavianita, 2022).
- Maligna
Ditandai oleh perforasi total, marginal atau perforasi atik dengan sekret
yang berbau busuk akibat nekrosis jaringan telinga tengah. Terdapat
kolesteatoma dan jaringan granulasi. Gangguan pendengaran bervariasi
dari tuli ringan sampai tuli total. OMSK tipe maligna ditandai dengan
invasi ke tulang dan mengakibatkan osteomielitis atau dektruksi
tulang. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada
tipe ini (Muda, 2014 ; Oktavianita, 2022).
Sumber :
Muda, D. 2014. Sinopsisi Ilmu Kesehatan THT. Bangka Belitung : AFJ.

Putri Aswariyah Ramli


Oktavianita, A. F., Yuniarti, L. 2022. Systematic Review : Efektivitas
Siprofloksasin Topikal pada Pengobatan Otitis Media Supuratif
Kronik. Jurnal Riset Kedokteran. Vol. 2 (2) : 91-100. Viewed on 31
Januari 2023. From : unisba.ac.id.

2. Etiologi otitis media supuratif kronik (OMSK)


Jawab :
Otitis media supuratif kronik atau OMSK adalah proses peradangan
pada telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum dengan
perforasi membran timpani dan keluar sekret yang terjadi terus menerus
ataupun hilang timbul yang dapat mengakibatkan keadaan patologik yang
permanen. Patogen penyebab OMSK biasanya bakteri anaerob atau aerob.
Mikroorganisme aerob mencakup Pseudomonas aeruginosa, Escherichia
coli, Streptococcus pyogenes, Mirabils proteus, Klebsiell spp, dan
mikroorganisme anaerob mencakup Bacteroids, Peptostreptococus, dan
Propioni. Jamur juga dapat menyebabkan OMSK, antara lain Candida,
Aspergilus, Penicilium, dan Rhizopus. Biofilm bakteri juga dapat menjadi
penyebab OMSK. Biofilm yang resisten terhadap antibiotik menyebabkan
bakteri sulit untuk dihilangkan sehingga terjadi infeksi berulang (Oktavianita,
2022).
Sumber :
Oktavianita, A. F., Yuniarti, L. 2022. Systematic Review : Efektivitas
Siprofloksasin Topikal pada Pengobatan Otitis Media Supuratif
Kronik. Jurnal Riset Kedokteran. Vol. 2 (2) : 91-100. Viewed on 31
Januari 2023. From : unisba.ac.id.

3. Faktor resiko otitis media supuratif kronik (OMSK)


Jawab :
Faktor resiko dari terjadinya otitis media supuratif kronik (OMSK)
meliputi keadaan gizi yang buruk, tingkat sanitasi rendah, infeksi saluran
nafas berulang, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, tingkat ekonomi

Putri Aswariyah Ramli


masyarakat yang rendah, daya tahan tubuh yang rendah, serta seorang
penyelam (Nafi’ah, 202 ; Zainuddin, 2014).
Sumber :
Nafi’ah, M. Q., Fitriana, V. N., Hartanto, D. 2022. Otitis Media Supuratif
Kronik. Proceeding Book Call for Papers Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta : 560-573. Viewed on 31
Januari 2023. From : ums.ac.id.
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

4. Tatalaksana otitis media supuratif kronik (OMSK)


Jawab :
a) Non Medikamentosa
- Membersihkan dan mengeringkan saluran telinga dengan kapas lidi
atau cotton bud. Obat cuci telinga dapat berupa NaCl 0,9%, asam
asetat 2%, atau hidrogen peroksida 3% (Muda, 2014 ; Zainuddin,
2014).
b) Medikamentosa
- Antibiotik topikal golongan ofloxacin, 2 x 4 tetes per hari di telinga
yang sakit (Muda, 2014 ; Zainuddin, 2014).
- Antibiotik oral
 Dewasa
1) Lini pertama : Amoxicillin 3 x 500 mg per hari selama 7 hari,
atau Amoxicillin-Asam clavulanat 3 x 500 mg per hari selama
7 hari, atau Ciproflaxin 2 x 500 mg selama 7 hari (Muda,
2014 ; Zainuddin, 2014).
2) Line kedua : Levofloxacin 1 x 500 mg per hari selama 7 hari,
ata Cefadroxil 2 x 500 – 100 mg per hari selama 7 hari (Muda,
2014 ; Zainuddin, 2014).
 Anak

Putri Aswariyah Ramli


1) Amoxicillin – Asam clavulanat 25-50 mg/kg/BB/hari, dibagi
menjadi 3 dosis per hari, atau (Muda, 2014 ; Zainuddin, 2014)
2) Cefadroxil 25-50 mg/kg/BB/hari, dibagi menjadi 2 dosis per
hari (Muda, 2014 ; Zainuddin, 2014).
c) Tindakan Operatif
- Pada stadium tenang (kering) dilakukan timpanoplasti
- Macam teknik pembadahan : atiko-antrotomi dengan miringoplasti
- Terapi pembedahan (mastoidektomi radikal, radikal modifikasi,
radikal dengan rekontruksi) untuk tipe maligna (Muda, 2014 ;
Zainuddin, 2014).
Sumber :
Muda, D. 2014. Sinopsisi Ilmu Kesehatan THT. Bangka Belitung : AFJ.
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

5. Fase/stadium terjadinya otitis media supuratif kronik (OMSK)


Jawab :
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan konsekuensi dari
otitis media supuratif akut yang terjadi secara berulang, ditandai dengan
keluarnya sekret dari telinga lebih dari bulan, baik terus menerus maupun
hilang timbul. Otitis media supuratif akut menjadi kronis ketika perforasi
membran timpani tidak kembali normal, menetap, dan pengeluaran cairan
dari liang telinga lebih dari 2 bulan. Adapun stadium dari OMSA yaitu
sebagai berikut (Zainuddin, 2014).
Tabel 1. Stadium OMSA

Stadium OMSA Tampilan


Stadium oklusi Membran timpani suram, retraksi, dan refleks
tuba cahayanya hilang
Stadium hiperemis Membran timpani hiperemis dan edema
Stadium supurasi Membran timpani menonjol ke ara luar (bulging)

Putri Aswariyah Ramli


berwarna kekuningan
Stadium perforasi Perforasi membran timpani
Liang telinga luar basah atau dipenuhi sekret
Stadium resolusi Membran timpani tetap perforasi
Sekrer liang telinga luar sudah berkurang atau
mengering
Sumber :
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

6. Komplikasi otitis media supuratif kronik (OMSK)


Jawab :
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh otitis media supuratif
kronik, yaitu sebagai berikut (Muda, 2014 ; Zainuddin, 2014) :
a. Komplikasi Intratemporal
- Labirinitis
- Paresis nervus fasialis
- Hidrosefalus otik
- Petrositis
b. Komplikasi Intrakranial
- Abses (subperiosteal, epidural, perisinus, subdura, otak)
- Trombosis sinus lateralis
- Sereberitis
- meninginitis
Sumber :
Muda, D. 2014. Sinopsisi Ilmu Kesehatan THT. Bangka Belitung : AFJ.
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

7. Perbedaan OMSA dan OMSK


Jawab :

Putri Aswariyah Ramli


Otitis media supuratif akut adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid
yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Etiologi utama yakni adanya
sumbatan pada tuba Eustchius, dimana infeksi saluran napas atas sebagai
faktor pencetus. Patogen penyebab OMSA yakni bakteri piogenik,
Streptokokkus Hemolitikus, Stafilokokus Aureus, Pneumokokus, Haemofilus
Influenza biasanya pada anak < 5 tahun. Keluhan yang dialami penderita
OMSA tergantung stadium yang sedang dialami yaitu ; (1) stadium oklusi
tuba mencakup telinga terasa penuh atau nyeri, pendengaran dapat berkurang,
(2) stadium hiperemis mencakup nyeri telinga makin intens, demam, rewel,
dan gelisah (pada bayi/anak), muntah, nafsu makan hilang, anak biasanya
sering memegang telinga yang nyeri, (3) stadium supurasi sama seperti
stadium hiperemis, (4) stadium perforasi yakni keluar sekret dari liang
telinga, dan (5) stadium resolusi, setelah sekret keluar, intensitas keluhan
berkurang (suhu turun, nyeri mereda, bayi/anak lebih tenang). Jika perforasi
permanen, pendengaran dapat tetap berkurang. Dapat ditemukan tuli
konduktif pada pemeriksaan fisik dengan tes penala. Tatalaksana dilakukan
sesuai dengan stadium yang dialami penderita (Zainuddin, 2014).
Sedangkan otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya
sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus maupun hilang
timbul. OMSK terdiri dari dua tipe yakni tipe benigna dan maligna yang
dibedakan dari ada atau tidaknya koleasteatoma. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli konduktif maupun
sensorineuroal (karena komplikasi telinga bagian dalam). OMSK disebabkan
karena bakteri areob meliputi pseudomonas aureginosa, escherichia coli, S.
aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species, dan
bakteri anaerob meliputi Bacteriodes, Peptostreptococcus, dan
Proprionibacterium. OMSA menjadi OMSK dapat disebabkan karena terapi
lambat, tidak adekuat, virulensi tinggi, dan hygiene buruk. OMSA yang

Putri Aswariyah Ramli


sembuh kemudian berulang lebih dari 2 bulan akan menjadi OMSK
(Zainuddin, 2014).
Sumber :
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

8. Patofisiologi gangguan pendengaran dan keseimbangan


Jawab :
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran tersebut. Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke
telinga dalam (koklea) dan diproyeksikan pada membran basilaris, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (Hall, 2018).
Adapun aparatus vestibuler adalah organ yang dapat digunakan
untuk mendeteksi sensai yang berhubungan dengan keseimbangan. Alat ini
terdiri atas suatu sistem tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak
dalam bagian petrosus dan tulang temporal yang disebut labirin tulnag dan
dalam labirin tulang ada tabung membran dan ruangan yang disebut membran
labirin, yang merupakan bagian fungsional dari aparatus ini. Labirin membran
terutama terdiri atas duktus koklearis, tiga kanalis semisirkularis, dan dua
ruangan besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus. Bermacam-macam
sel rambut ditempatkan dengan bermacam-macam arah dalam makula dari
utrikulus dan sakulus sehingga pada berbagai posisi kepala yang terangsang

Putri Aswariyah Ramli


juga bermacam-macam sel rambut. Pola rangsangan bermacam-macam sel
rambut akan mengabarkan pada sistem saraf tentang posisi kepala
sehubungan dengan daya tarik dari gravitasi, sebaliknya, sistem motorik
vestibuler, sistem motorik serebelar dan sistem motorik retikuler secara
refleks akan merangsang otot-otot yang menjaga keseimbangan yang tepat.
Makula di dalam utrikulus berfungsi secara ekstrem efektif dalam menjaga
keseimbangan sewaktu kepala pada posisi hampir vertikal. Jika kepala tiba-
tiba mulai berputar ke arah setiap arah, maka endolimfe yang terdapat dalam
kanalis semisikularis membranosa, oleh karena adanya inersia, cenderung
untuk menetap, sedangkan kanalis semisirkularis akan berbelok/berputar.
Keadaan ini menimbulkan aliran cairan kanalis relatid dengan arah yang
berlawanan dengan arah perputaran kepala (Hall, 2018).
Sumber :
Hall, J. E. 2018. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC.

9. Sistem rujukan otitis media supuratif kronik (OMSK)


Jawab :
Kriteria rujukan pada kasus otitis media supuratif kronik (OMSK),
yaitu sebagai berikut (Zainuddin, 2014) :
a) OMSK tipe bahaya (maligna)
b) Tidak ada perbaikan atas terapi yang dilakukan
c) Terdapat komplikasi ekstrakranial maupun intrakranial
d) Perforasi menetap setelah 2 bulan telinga kering

Sistem rujukan adalah proses dua arah yang mengatur alur pasien
dari fasilitas kesehatan tingkat rendah ke yang lebih tinggi dan sebaliknya.
Pelayanan kesehatan berjenjang dalam sistem rujukan dimulai dari Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut
(FKTL) sekunder, lalu FKTL tersier. Pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama, pasien dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas,
klinik pratama (dokter umum), dan dokter praktik mandiri atau dokter

Putri Aswariyah Ramli


keluarga. Apabila memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka
pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas
kesehatan sekunder. Rujukan ini hanya diberikan jika peserta BPJS kesehatan
membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik, atau jika fasilitas kesehatan
primer yang ditunjuk untuk melayani peserta tersebut, tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau tenaga
medis. Yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan dalam tingkatan
pelayanan sekunder adalah klinik utama yang mempunyai dokter spesialis, RS
Tipe B dengan dokter spesialis dasar, spesialis penunjang dan subspesialis, RS
Tipe C dengan 4 dokter spesialis dasar (IPD, anak, bedah, dan obgyn), dan RS
Tipe D dengan 2 dari 4 spesialis dasar. Jika pasien masih belum dapat
tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tersier untuk ditangani oleh dokter sub-spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub-spesialistik. Yang dimaksud dengan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam tingkatan pelayanan tersier adalah RS
Tipe A dengan lebih dari 2 dokter subspesialis. Tidak menutup kemungkinan
segala tindak tatalaksana diagnosis dan terapi dapat dilakukan di Tingkat
Pelayanan Sekunder (II) bila kompetensi SDM dan fasilitas yang tersedia
memenuhi persyaratan (Umami, 2018).
Sumber :
Umami, L.S., Soeharto, B.P., Wulandari, D.R. 2018. Analisis Pelaksanaan
Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta BPJS Kesehatan di
Puskesmas. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Vol. 6 (2): 758-771.
Viewed on 31 Januari 2023. From: ejournal-s1.undip.ac.id.
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

Putri Aswariyah Ramli

Anda mungkin juga menyukai