Oleh
Masriam Bukit *
ABSTRACT
Peningkatan mutu pendidikan kejuruan telah menempuh perjalanan panjang, menyerap
banyak sumber daya, diharapkan akan bermuara pada peningkatan mutu tenaga kerja
terutama dalam menghadapi tekanan persaingan ekonomi dunia. Untuk mendukung
upaya tersebut di atas sangat disadari bahwa peran guru sangat besar. Mutu dari tamatan
pendidikan kejuruan sangat terkait dengan mutu pendidikan gurunya.
Semakin tinggi harapan pemerintah dan masyarakat terhadap mutu pendidikan kejuruan,
semakin besar pula tuntutan bagi mutu guru kejuruan. Peningkatan mutu pendidikan guru
kejuruan menjadi agenda yang tidak dapat diabaikan. Peningkatan tersebut semakin perlu
setelah dikeluarkannya undang-undang guru dan dosen, serta peraturan pemerintah
tentang standard pendidikan.
Perlu dicari upaya-upaya terobosan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan guru
SMK. Menyiapkan pendidikan guru kejuruan untuk menghasilkan guru SMK berstandar
internasional menjadi pilihan penting dimasa mendatang. Makalah ini mencoba
mengetengahkan upaya menuju pendidikan guru berstandar internasiona,l sekaligus
mensosialisasikan “transnational standard for TVEt teacher education” yang tengah
dikembangkan oleh proyek Asia Link.
Keywords:
*)Catatan tentang penulis: Prof Dr Masriam Bukit MPd, Guru Besar Pendidikan Kejuruan
pada FPTK Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), saat ini sebagai ketua proyek Asia
Link yang sedang mengembangkan standar guru lintas negara meliputi
Indonesia,Jerman,Malaysia, dan Sepanyol, sebagai pengurus wilayah Asia Tenggara
(South East Asia) pada Ikatan Pendidikan Kejuruan dunia atau United TVET Network on
Innovation and Professional Development (UNIP). Pernah menjabat sebagai Kepala
PPPGTeknologi Bandung dari tahun 1999 s/d tahun 2004, pernah menjadi ketua
sekaligus pendiri Program Studi Magister (S2)Pendidikan Teknologi Kejuruan pada
Sekolah Pasca Sarjana, UPI.
919
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional
LPTK, agar lulusan LPTK dapat bersaing berkisar 35 %, menjadi 70 % pada tahun
dengan lulusan diluar LPTK, terutama 2025, (Depdiknas, 2005) merupakan suatu
untuk mengisi pasar kerja pada SMK. terobosan dalam penataan pendidikan
kejuruan di Indonesia. Kita sebagai
2.Tantangan dan prospek akademisi dan warga negara Indonesia
pendidikan kejuruan menyambut gembira dicantumkannya
Pendidikan kejuruan di berbagai target populasi tersebut. Kita berharap
negara mulai diakui keberadaannya rencana strategis tersebut akan diikuti
sebagai salah satu pilar dari tiga pilar dengan perangkat peraturan perundang-
sistem pendidikan, diluar pendidikan undangan, yang mampu menggerakkan
umum (general school education), dan semua pemangku kepentingan (stake
pendidikan di universitas (university holders) dalam perencanaan dan
education). Upaya pemerintah untuk mengimplementasikannya secara
mengubah populasi lulusan pendidikan efektif,efisien dan dinamis.
kejuruan dari saat ini berkisar 35 %, Sejalan dengan rencana strategis
menjadi 70 % merupakan suatu bukti tersebut Depdiknas, (2007)
tentang pengakuan akan pentingnya mengetengahkan prioritas pembinaan
pilar pendidikan kejuruan, disamping Sekolah Menengah Kejuruan ke depan
pilar pendidikan umum dan pilar diarahkan pada: (1). perluasan dan
pendidikan universitas tersebut di pemerataan akses ke SMK dengan tetap
Indonesia. Pendidikan kejuruan berperan memperhatikan mutu; (2).
sangat sentral dalam mengorganisir mengembangkan mutu, relevansi, dan
serta mendisain transisi para pemuda daya saing SMK, serta membina sejumlah
dari sekolah ke lapangan kerja serta SMK yang bertaraf internasional; (3).
menyiapkan landasan penting untuk meningkatkan manajemen SMK dengan
mereka belajar sepanjang hayat. menerapkan prinsip Good Government.
Berbagai laporan serta literatur Pemerataan akses difokuskan kepada
menyebutkan bahwa lebih dari dua peningkatan jumlah lulusan SMP yang
pertiga dari tenaga kerja tingkat melanjutkan ke Sekolah Menengah
menengah (intermediate level) pada Kejuruan melalui berbagai program.
negara-negara maju berada pada Secara kuantitatif dilakukan dengan
gerbong pendidikan kejuruan (Hernes, memprogramkan peningkatan daya
2004; UNESCO, 2004). Pendidikan tampung siswa. Sedangkan upaya untuk
kejuruan di wilayah Asia termasuk mengembangkan mutu, relevansi, dan
Indonesia, berperan sebagai kunci dalam daya saing SMK diarahkan pada
menyiapkan keterampilan & peningkatan kualitas pembelajaran dan
pengetahuan bagi para pemuda agar kualitas lulusan. Lulusan tersebut
mereka berpeluang memasuki diharapkan dapat berwirausaha atau
pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik bekerja didalam maupun diluar negeri. Hal
serta menerima gaji yang lebih baik ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
pula. Pendidikan kejuruan harus mampu kualitas dan relevansi lulusan melalui
menyiapkan keterampilan & program pendidikan, mengusahakan lebih
pengetahuan para pemuda untuk terkaitnya kualitas lulusan dengan
memasuki lapangan kerja suatu kebutuhan industri.
ekonomi yang berbasis ilmu
pengetahuan (knowledge economy). 3. Tantangan standarisasi
Itulah sebabnya pendidikan kejuruan pendidikan guru kejuruan
perlu terus menerus mengalami Hampir semua kebijakan Direktorat
peningkatan mutu, sekaligus perlu Pengelolaan Sekolah Menengah Kejuruan
mengalami penataan. membutuhkan kehadiran guru yang
Rencana strategis Depdiknas profesional. Kebijakan proporsi pendidikan
tentang upaya mengubah populasi kejuruan (SMK) dan pendidikan umum
lulusan pendidikan kejuruan dari saat ini (SMU) tentu lebih lanjut menambah
920
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional
922
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional
dasar bagi saling pengakuan antar standar baku peraihan keahlian kejuruan
institusi yang membuka atau keteknikan calon guru. Dengan model
standarisasi.Dengan demikian standar concurrent mahasiswa calon guru juga
akan memandu berbagai aspek dalam tidak wajib memiliki standar keahlian
pendidikan guru kejuruan, termasuk kejuruan atau keteknikan dulu sebelum
kurikulum,bahan ajar, proses dan mempelajari keahlian mengajar atau yang
sebagainya. disebut kompetensi mengajar. Keadaan ini
Sejalan dengan penerapan diperkirakan ikut mendorong lembaga
Peraturan Pemerintah nomor 19 pendidikan calon guru kejuruan LPTK
tersebut, dan guna mendukung tidak memiliki fasilitas praktik yang
standarisasi guru kejuruan produktif, memadai. Terdapat korelasi antara model
upaya standarisasi pendidikan guru pendidikan yang dianut dengan kesiapan
kejuruan produktif menjadi suatu fasilitas serta sumber daya yang dimiliki.
keharusan. Upaya standarisasi Kesepakatan Bologna (Bologna
pendidikan guru kejuruan produktif Declaration) yang diadopsi di beberapa
secara umum diarahkan guna negara di Eropa (Bunning, F & Shilela,A.,
mendukung standarisasi calon guru 2006), memberi tiga pilihan model
kejuruan. Dalam perancangannya selain pendidikan guru kejuruan produktif, yaitu:
memperhatikan standar guru produktif pilihan pertama Consecutive model,
yang tengah dikembangkan, perlu pula pilihan kedua Top-Up model, dan pilihan
memperhatikan standar proses ketiga the Blended model. Ketiga model
pendidikan guru kejuruan serta model tersebut memiliki kelemahan dan
pendidikan guru kejuruan produktif pada kelebihan. Untuk menghasilkan guru
negara-negara yang telah maju produktif SMK sesuai tuntutan standar
industrinya. Berikut dikemukakan kompetensi di atas, pemilihan model perlu
beberapa aspek yang memerlukan disesuaikan dengan kesiapan fasilitas
penataan pada sistem pendidikan guru praktik, sumber daya manusia, serta
kejuruan. faktor-faktor lainnya. Namun mengingat
model Consecutive merupakan
4.1 Pemilihan model sistem penyempurnaan dari model con-current,
pendidikan guru kejuruan dimana dalam pelaksanaannya
Pemilihan model pendidikan guru penguasaan keahlian kejuruan
kejuruan produktif menjadi penting dalam mendahului keahlian Pedagogik,
rangka standarisasi pendidikan guru lulusannya sekaligus memiliki kompetensi
kejuruan, karena model-model Profesional dan Pedagogik, maka menurut
pendidikan guru kejuruan akan penulis model consecutive mungkin
membedakan standar desain perolehan merupakan model yang langsung dapat
kompetensi profesional serta diterapkan pada LPTK. Model consecutive
paedagogik, standar jumlah kredit, dalam Bologna merupakan
standar proses, serta standar penyempurnaan model concurrent yang
evaluasinya. Secara umum guru dikenal di Indonesia.
kejuruan harus kompeten dalam hal
praktik kejuruan. Kompetensi guru 4.2 Pengaturan kesinambungan
kejuruan dalam hal praktik diperoleh bidang keahlian S1, S2 dan S3 bagi
mahasiswa calon guru melalui guru SMK
pengalaman praktik di bengkel serta Standarisasi pendidikan guru
pengalaman di industri atau dunia usaha. kejuruan perlu pula meliputi pengaturan
Guru kejuruan harus memiliki bagi lulusan S1 melanjut ke S2, demikian
kompetensi atau standar untuk pula kelanjutan bagi lulusan S2 memasuki
menangani permasalahan pendidikan S3. Perlu pengaturan tentang opsi mana
produktif di SMK. pada jenjang S2 yang boleh dimasuki oleh
Pada “concurrent system” atau lulusan S1 pendidikan guru kejuruan.
model concurrent tidak ditetapkan Pengaturan ini selain memberi
923
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional
924
SEMINAR INTERNASIONAL
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional
926