Anda di halaman 1dari 40

AUDIT TI

Penerapan Balanced Scoredcar Pada Divisi Eskrim Wall’s


PT.Uniliver Indonesia Tbk.

I MADE SARTIKA (1504505074)


I.B. SUBARGAWA MANUABA B. (1504505037)

TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
1. Gambaran umum perusahaan
PT. Unilever Indonesia Tbk. (PT. ULI) merupakan bagian dari kelompok
Unilever, salah satu perusahaan terbesar di dunia di bidang barang kebutuhan
dasar yang beroperasi di sekitar 75 negara. Unilever adalah usaha gabungan
Inggris-Belanda yang berkantor pusat di London dan Rotterdam serta memiliki
tenaga kerja sebanyak 300.000 orang.
Pasaran utama Unilever adalah pangan, deterjen, dan kosmetika. Dalam
skala dunia, merek-merek barang yang dihasilkan Unilever lebih dikenal
konsumen daripada nama Unilever sendiri. Berjuta-juta orang membeli margarin
Blue band dan Flora, es krim Cornetto dan Magnum, teh Sariwangi dan Lipton,
bubuk deterjen Rinso dan sabun krim Omo, sabun Lifebouy dan Lux, pasta gigi
Pepsodent dan Close Up, krim kosmetika Pond's dan kosmetika Elizabeth Arden,
serta banyak lagi produk dengan merek terkenal, tanpa sekalipun melihat nama
Unilever (Wamsteker, 1993).
Perusahaan berstatus PMA yang telah berusia lebih dari 60 tahun ini
memiliki empat divisi, dimana masing-masing divisi ini memproduksi produk
produknya dan bertanggung jawab untuk memasarkannya. Divisi-divisi tersebut
antara lain:
a. Divisi Makanan (Foods)
b. Divisi Home Care
c. Divisi Personal Care
d. Divisi Es Krim
Makalah ini akan difokuskan pada implementasi BSC di tingkat divisi yaitu di
Divisi Es Krim Wall's yang resmi berdiri sejak awal tahun 1992.

1.1. Visi dan Misi perusahaan


Menurut David (1998), visi perusahaan merupakan suatu petunjuk arah
bisnis yaitu kemana perusahaan akan tumbuh dan berkembang. Visi ini
merupakan pernyataan keinginan perusahaan untuk menjadi apa di masa yang
akan datang. Pernyataan visi PT. Unilever Indonesia adalah:
"Menjadi pilihan Pertama Pelanggan dan Konsumen"
Pernyataan visi menjawab pertanyaan "Kita ingin menjadi seperti apa?"
sedangkan pernyataan misi menjawab pertanyaan "Apa bisnis kita?". Suatu misi
bisnis merupakan dasar untuk menetapkan prioritas, strategi, rencana, dan
penugasan kerja (David, 1998). Untuk mewujudkan visinya, PT. Unilever
Indonesia memiliki misi sebagai berikut:
a. Menjadi yang terbaik dan pertama di kelasnya dalam memenuhi kebutuhan
b. serta aspirasi konsumen
c. Menjadi Mitra terdekat bagi pelanggan dan rekanan
d. Meniadakan aktivitas tanpa nilai tambah dalam seluruh alur proses
e. Memberikan kepuasan kerja karyawan
f. Berusaha mencapai pertumbuhan pesat yang menguntungkan sehingga
memberikan imbalan yang layak bagi karyawan dan pemegang saham
g. Disegani karena integritas dan kepeduliannya terhadap masyarakat dan
lingkungan.

1.2. Tujuan perusahaan


Tujuan perusahaan yang ditetapkan dengan jelas memungkinkan sasaran
yang jelas dan realistis. Pernyataan tujuan perusahaan PT. Unilever Indonesia
adalah:
a. Tujuan kami di Unilever adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari setiap
Anggota masyarakat dimanapun mereka berada, mengantisipasi aspirasi
konsumen dan pelanggan, serta menanggapi secara kreatif dan kompetitif
dengan produk-produk bermerek dan layanan yang meningkatkan kualitas
kehidupan.
b. Akar kami yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di dunia merupakan
warisan yang tak ternilai dan menjadi dasar bagi pertumbuhan kami di
masa yang akan datang. Kami akan menyertakan kekayaan pengetahuan
dan kemahiran internasional untuk melayani konsumen lokal sehingga
menjadi perusahaan multinasional yang benar-benar multilokal.
c. Keberhasilan jangka panjang kami menuntut komitmen yang menyeluruh
terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi, terhadap
kerjasama yang efektif, dan kesediaan untuk menyerap gagasan-gagasan
baru serta keinginan untuk belajar secara terus menerus.
4. Kami percaya bahwa keberhasilan memerlukan perilaku bersama yang
berstandar tinggi terhadap karyawan, konsumen dan masyarakat, serta
dunia dimana kita tinggal.

1.3. Nilai-nilai perusahaan


Nilai-nilai merupakan sikap dalam menjalani kehidupan yang berfungsi
sebagai pedoman tingkah laku. Nilai-nilai yang membudaya dalam perusahaan
akan memberi kontribusi secara tidak langsung terhadap kesuksesan perusahaan
Nilai-nilai yang dikembangkan di PT. Unilever Indonesia adalah:
a. Berfokus kepada pelanggan dan konsumen
Perusahaan memfokuskan diri pada usaha-usaha untuk memenangkan hati
pelanggan dan konsumen dengan cara memahami dan mengantisipasi
kebutuhan mereka dan meresponnya dengan jiwa wirausaha.

b. Kerjasama tim
Perusahaan menyadari kesalingterkaitan dan kesalingtergantungan antar
komponen dalam perusahaan karena itu dikembangkan kerjasama tim untuk
mencapai tujuan bersama dengan semangat kemenangan, keterbukaan dan
saling percaya.

c. Integritas
Dalam setiap aktivitasnya perusahaan menjunjung tinggi kejujuran,
memegang teguh prinsip, konsisten dan dapat diandalkan. Perusahaan juga
memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam memegang teguh apa yang
diyakininya, meskipun harus menghadapi berbagai tantangan.

d. Mewujudkan tujuan
Perusahaan bersikap proaktif dalam mewujudkan tujuan berdasarkan
keputusan yang singkat. Jiwa perusahaan kecil yang dimiliki memberi
perusahaan fleksibilitas, kegesitan dan imajinasi yang dibutuhkan untuk
meraih sukses.

e. Berbagi keceriaan
Perusahaan bertekad untuk menang bersama-sama. Kedermawanan jiwa
yang perusahaan miliki berarti bahwa perusahaan memberi penghargaan yang
tinggi atas kerja keras karyawannya. Melalui kegembiraan perusahaan
menjaga energi untuk berkontribusi terhadap kesuksesan perusahaan.

f. Keunggulan
Perusahaan bergairah untuk melampaui ekspektasi pelanggan dan
konsumennya melalui produk dan proses yang unggul. Perusahaan memberi
kebebasan dalam suatu bingkai kerja.

2. Kondisi Lingkungan internal PT.Uniliver Tbk.


2.1. Tinjauan Keuangan
PT. ULI merupakan salah satu perusahaan publik terdaftar di Indonesia
yang berhasil bertahan dari terpaan krisis moneter yang telah berlangsung selama
lebih dari empat tahun. Keberhasilan PT. ULI untuk bertahan dari terpaan krisis
dan bahkan memperlihatkan peningkatan kinerja keuangan terlihat pada Laporan
Keuangan Tahunannya (Lampiran 5). Pada tahun 1999, aktiva perusahaan
mengalami peningkatan sebesar 80,36 persen menjadi Rp. 1.295 milyar dari tahun
sebelumnya yang hanya Rp. 718 milyar. Pada tahun 2000, jumlah tersebut
meningkat lagi sebesar 18,45 persen menjadi Rp. 1.534 milyar.
Kendati berada dalam situasi ekonomi dan politik yang tidak pasti,
pertumbuhan PDB tahun 2000 mendekati perkiraan dan permintaan konsumen
terus menguat sampai pada kuartal terakhir tahun 2000. Permintaan terhadap
kategori-kategori produk utama perusahaan tetap kuat dan terjadi pertumbuhan
nilai penjualan sebesar 17 persen.
Gambar 1. Penjualan PT. Unilever Indonesia Tbk. 1996-2000

Margin laba kotor meningkat berkat adanya langkah-langkah efisiensi biaya yang
mampu menutupi kenaikan biaya. Beberapa kenaikan harga diterapkan akibat dari
dampak depresiasi rupiah atas biaya bahan impor, terutama pada kuartal akhir
tahun 2000. Laba usaha 29 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya dan margin
laba tumbuh menjadi 21 persen. Pertumbuhan laba sebelum pajak dan laba
sesudah pajak perusahaan disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3

Gambar 2. Laba Sebelum Pajak Perusahaan 1996-2000 (Milyar Rp)


Gambar 3. Laba Sesudah Pajak Perusahaan 1996-2000 (Milyar Rp)

Selama tahun 2000, Keadaan keuangan perusahaan berada dalam kondisi


positif dengan posisi kas sebesar Rp. 723 Milyar pada akhir tahun. Kelebihan
dana disimpan dalam deposito berjangka dalam nilai USD maupun IDR, dengan
pendapatan bunga rata-rata setahun sebesar 9,5 persen. Seluruh nilai bunga
mencapai Rp. 59 Milyar pada tahun 2000 melalui penerapan kebijakan
pengelolaan mata uang asing secara cermat. Seluruh kewajiban dalam mata uang
asing terpenuhi dalam bentuk forward cover atau deposito dolar.
Pada bulan November 2000, perusahaan melaksanakan pemecahan 1
saham menjadi 10 saham yang telah berdampak positif atas saham-saham
perusahaan yang tercatat pada Bursa-Bursa Efek di Indonesia. Dividen final
sebesar Rp. 490 per saham diusulkan, sehingga jumlah dividen yang dibagikan
untuk tahun berjalan menjadi Rp. 690 per saham dengan rasio pembayaran
sebesar 65 persen, kenaikan sebesar 176 persen lebih tinggi dari tahun
sebelumnya.
Gambar 4. Dividen Perusahaan 1996-2000 (Milyar Rupiah)
2.2. Sumber daya manusia dan corporate relation
Unilever Indonesia memiliki 2.400 pegawai dan melibatkan 19.600 orang
yang bekerja penuh untuk perusahaan. Sumber Daya Manusia dalam manajemen
perusahaan terbagi ke dalam lima worklevel.

Gambar 5. Jenjang Kerja PT. Unilever Indonesia Tbk.

Dalam upayanya untuk meraih pertumbuhan yang menguntungkan,


perusahaan menyadari bahwa kontribusi atas dasar imajinasi dan kreativitas setiap
karyawan lebih dapat dirangsang apabila mereka diberi kebebasan dalam suatu
kerangka kerja untuk mewujudnyatakan kemampuan kewiraswastaan mereka.
Suatu program Enterprise Award telah diluncurkan pada bulan Mei 2000 untuk
memberi imbalan prestasi atas inisiatif membuka jalur baru pertumbuhan bisnis
perusahaan. Pada akhir tahun 2000, tujuh tim telah berhasil meraih penghargaan
tersebut.
Perusahaan memiliki komitmen untuk mendukung kemitraan dan
pengembangan pengusaha-pengusaha beskala kecil dan menengah (UKM), yang
dilaksanakan melalui pemanfaatan jaringan penyalur, pemasok, dan produsen,
yang kesemuanya saling tergantung. Pada bulan Oktober 2000 para karyawan dari
kantor, pabrik, dan gudang bergabung dengan para mitra UKM Unilever untuk
menyelenggarakan: "Hari Memuaskan Konsumen”. Lebih dari 19.000 orang
berkumpul dan menjalin relasi pada hari tersebut di berbagai pasar dan pasar
swalayan di seluruh Indonesia untuk memahami lebih jauh seluk beluk pasar dan
kebutuhan konsumen sehari-hari. Pada akhir tahun 2000, suatu jaringan yang
terdiri dari sekitar 600 sub
distributor telah digabungkan pada jaringan operasional perusahaan untuk
meningkatkan penetrasi dan jangkauan pasar. Perusahaan juga memiliki
komitmen pada tujuan perusahaan untuk menyelenggarakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan secara sungguh-sungguh. Melalui yayasan ULI peduli,
perusahaan memfokuskan kegiatan dalam beberapa bidang tanggung jawab sosial
yaitu:
a. Project River, perwujudan kepedulian perusahaan di bidang pelestarian air
besih, sekaligus menunjang program pemerintah di bidang kali bersih
(Prokasih)
b. Project Small, bentuk kepedulian perusahaan pada upaya penciptaan
Wirausaha kecil dan menengah baru dan pembentukan akademi
kewirausahaan.
c. Project Life, peran aktif perusahaan dalam upaya pelestarian ikan laut
tangkapan melalui sertifikasi di bidang penangkapan ikan yang dikenal
sebagai MSC (Marine Stewardship Council)
d. Project Health, upaya perusahaan untuk meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat melalui pendidikan kesehatan masyarakat.

2.3. Teknologi dan inovasi


PT. ULI meyakini bahwa keterampilan karyawan adalah asset
terpenting dalam proses inovasi, yang menjamin bahwa teknologi dan pembelajaran
yang paling tepat diterapkan demi memenuhi kebutuhan konsumen. Semua pabrik
kini semakin maju dalam kompetisi Total Product Maintenance dengan diraihnya
TPM

Continous Award dari Japanese Institute of Productive Maintenance. Perusahaan


juga berhasil mempertahankan peringkat ISO 9001 dan ISO 14001 melalui audit
yang memuaskan dari KEMA Indonesia.
Peluang untuk meningkatkan produktivitas investasi diteliti secara terus
menerus sebagai hal yang rutin. Dua langkah yang dilaksankan untuk itu antara
lain:
a. Penilaian kinerja pemasok, sebanyak 30 persen dari pemasok utama
perusahaan telah menerima penghargaan Sertifikat Pemasok Terpilih.
b. Pemasokan regional, diawali dengan ekspor teh ke Australia dan eskpor Es
Krim magnum ke perusahaan Unilever di negara-negara Asia Tenggara.
Perusahaan juga memiliki Regional Innovation Centres untuk Personal Wash,
Skin, dan Oral Care yang menghasilkan berbagai produk inovasi baru.

3. Proses Pembangunan Balanced Scorecard Divisi Es Krim Wall's Pt.


Unilever Indonesia Tbk.
3.1. Latar belakang dan tujuan proyek balanced scorecard
Sejak pertengahan Juli 1997, PT ULI melalui masa-masa sulit yang
diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada tahun 1998, ketika
krisis ekonomi mencapai puncaknya, PT. ULI mengalami penurunan pendapatan
dalam dollar sebesar 67 persen yang terutama disebabkan oleh jatuhnya
pertumbuhan volume penjualan perusahaan hingga minus 14,4 persen.

Gambar 5. Pertumbuhan Volume Penjualan Perusahaan (1991-2000)


Dalam tahun 1999, kondisi finansial perusahaan mengalami perbaikan
kinerja. Pendapatan penjualan perusahaan tumbuh sebesar 32 persen dan volume
penjualan tumbuh sebesar 12 persen. Pada tahun 2000, tahun awal dimana PT ULI
mulai menerapkan Balanced Scorecard (BSC), pendapatan penjualan meningkat
sebesar 17 persen dan volume penjualan tumbuh sebesar 13 persen (Gambar 21).

Gambar 5. Grafik Pendapatan Perusahaan (Juta US$)

PT ULI meluncurkan proyek Balanced Scorecard (BSC) mulai tahun 2000


untuk memperoleh kejelasan dan konsensus tentang visi, misi, dan strategi
perusahaan agar berbagai divisi yang berbeda berada dalam satu kesatuan tujuan
dan arah yang sama. BSC PT. ULI dimulai dengan menentukan sebuah "template"
standar perusahaan yang menjelaskan prioritas strategi yang berlaku bagi semua
divisi. Masing-masing divisi kemudian mengembangkan strategi sendiri yang
konsisten dengan prioritas perusahaan. Selanjutnya BSC divisi ini
dikomunikasikan kepada para manajer dari tiga proses bisnis pilar tersebut,
sehingga mereka dapat mengembangkan program yang akan memenuhi tujuan
sepesifik dari masing-masing divisi.
Proses bertahap yang dimulai dari penetapan tujuan dan ukuran tingkat
perusahaan, pengaitan tujuan perusahaan dengan tujuan dan ukuran masing
masing divisi, hingga penyelarasan tujuan dan ukuran divisi dengan proses bisnis
pilar memungkinkan PT. ULI memperkenalkan sebuah perubahan organisasional
yang kompleks, dari spesialisasi fungsional menjadi divisonal dan proses bisnis
berfokus pelanggan, dalam cara yang dapat diterima, disepakati dan melibatkan
semua orang.
3.2. Partisipan proyek balanced scorecard
Setelah kesepakatan tentang tujuan dan peran BSC dicapai, perusahaan
kemudian memilih orang yang akan berperan sebagai arsitek atau
penanggungjawab proyek bagi BSC. Pada tingkat divisi, arsitek tersebut adalah
Direktur Divisi Es Krim Wall's yang memelihara kerangka kerja, filosofi, dan
metodologi untuk merancang dan mengembangkan BSc divisi.
Arsitek tersebut akan bekerja sama dengan seluruh manajer dalam divisi,
yang terdiri dari manajer senior, manajer madya dan manajer muda. Para manajer
ini terlibat secara total dalam proses pengembangan BSC, dan akan menjadi
pemilik BSC serta memimpin proses manajemen yang berkaitan dengan
pengimplementasiannya. Selain arsitek dan para manajer, perusahaan juga
menggunakan jasa konsultan manajemen asing yang berfungsi sebagai fasilitator
untuk membantu proses pengembangan BSc.

3.3. Kondisi yang Mendukung Penerapan BSC di PT. Unilever Indonesia


Tbk.
Dari uraian pada bab ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kondisi
yang mendukung dilakukannya perancangan dan penerapan BSC sebagai suatu
sistem manajemen strategis yang sekaligus digunakan sbagai instrument
perencanaan dan pengukuran kinerja di PT. ULI
Kondisi pertama yang mendukung penerapan BSC adalah PT. ULI telah
memiliki visi dan misi yang jelas dan mudah dipahami serta dituangkan ke dalam
konsep-konsep strategi dan tujuan yang gamblang dengan didukung nilai-nilai
yang berakar kuat dalam budaya perusahaan. Hal ini relatif memudahkan
identifikasi sasaran strategis perusahaan dan perancangan model BSC sesuai
dengan arah strategi perusahaan.
Kedua, struktur organisasi PT. ULI yang berbentuk matriks dan
didominasi oleh kelompok-kelompok lintas fungsional relative berhasil
mengurangi hierarkisme organisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya komunikasi
yang efektif di antara seluruh individu dalam organisasi. Dengan demikian visi,
misi, dan strategi yang dirancang di tingkat puncak akan dapat dikomunikasikan
secara efektif ke seluruh individu dalam organisasi perusahaan.
Ketiga, kondisi persaingan yang semakin meningkat dengan semakin
menguatnya pesaing lokal utama seperti Wings dan Indofoods yang mampu
bertumbuh dengan cepat pada marjin pasar yang lebih rendah. Hal tersebut
mendorong PT. ULI untuk senantiasa merumuskan dan mengevaluasi secara terus
menerus strtegi bisnisnya untuk dapat bertahan dan memenangkan
persaingan. Untuk dapat mengevaluasi efektivitas strategi bisnis melalui
pencapaian sasaran-saran strategis perusahaan secara tepat, PT. ULI memerlukan
suatu instrumen pengukuran kinerja bisnis yang dapat memberikan informasi
tentang keberhasilan strategi dan operasi bisnis perusahaan secara komprehensif.
Keempat, basis sumber daya manusia perusahaan dan corporate relations
yang baik serta dukungan teknologi dan inovasi yang kuat yang dimiliki
perusahaan memungkinkan adanya dinamika dan progresivitas dalam aktivitas
perusahaan. Kondisi demikian sangat kondsif bagi penerapan BSC sebagai sistem
manajemen strategis di PT. ULI.

3.4. Proses pembangunan Balanced scorecard


Proses pembangunan BSC sangat tergantung pada jenis industri tempat
perusahaan berada, ukuran dan umur perusahaan. Setiap perusahaan mempunyai
ciri dan cara sendiri-sendiri untuk membangun sebuah BSC. Dalam penelitian ini
akan dipaparkan proses pembangunan BSC tingkat divisi oleh Divisi Es Krim
Wall's yang merupakan penyelarasan terhadap BSC tingkat perusahaan.
Dalam proses pembangunan BSC, para partisipan berkumpul selama dua
hari berturut-turut dalam sebuah program yang bernama Balanced Scorecard
Workshop. Dalam BSc Workshop yang dilaksanakan setiap awal tahun ini,
diidentifikasi empat tahap utama yang dijalankan divisi dalam membangun BSC,
yaitu:
a. Penyelarasan antar ruang lingkup BSC
b. Pembangunan konsensus terhadap tujuan strategis
c. Pemilihan dan perancangan ukuran
d. Penetapan target dan rencana kerja
3.4.1. Penyelarasan antar ruang lingkup BSC
Pada tahap ini dipelajari keterkaitan antara Divisi Es Krim Wall's dengan
divisi lainnya, serta keterkaitan antara Divisi Es Krim dengan perusahaan. Arsitek
dan para manajer berdiskusi untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan
finansial divisi, keterkaitan divisi dengan perusahaan dan keterkaitan divisi
dengan divisi lain.

Arsitek kemudian memaparkan kepada seluruh manajer tentang BSC


tingkat korporasi untuk memperoleh tanggapan, usul maupun kritik terhadap
tujuan dan ukuran strategis perusahaan. Dalam sesi yang disebut cascading down
ini, masukan dari para manajer kemudian diolah dan menghasilkan sebuah BSC
perusahaan yang direvisi.

Berbagai aktivitas pada tahap ini penting untuk menuntun agar


pengembangan tujuan dan ukuran divisi tidak bertolak belakang dengan divisi
lainnya atau mengorbankan tujuan keseluruhan perusahaan. Pengidentifikasian
keterkaitan divisi-perusahaan membuat berbagai kendala dan peluang menjadi
tampak, sesuatu yang mungkin tidak akan terlihat jika divisi dianggap sebagai
perusahaan yang sama sekali terpisah.

3.4.2. Pembangunan konsesus terhadap tujuan strategis


Pada tahap ini dilakukan wawancara tidak terstruktur yang berlangsung
secara mengalir bebas untuk mendapatkan masukan dari para manajer tentang
tujuan strategis divisi dan berbagai usulan tentatif ukuran BSc di sepanjang
keempat perspektif BSC.
Melalui sesi yang disebut catch ball session tersebut, tujuan eksplisit yang
ingin dicapai adalah untuk memperkenalkan konsep BSC kepada para manajer,
untuk memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang konsep
tersebut, dan untuk memperoleh masukan awal tentang strategi divisi, serta
bagaimana menerjemahkannya ke dalam tujuan dan ukuran BSC. Sedangkan
tujuan implisit yang ingin dicapai antara lain untuk memulai proses agar para
manajer berpikir mengenai penerjemahan strategi dan tujuan perusahaan ke dalam
ukuran operasional yang nyata, mempelajari kekuatiran yang mungkin dimiliki
para manajer mengenai pengembangan dan pelaksanaan BSC, dan
mengidentifikasi potensi konflik di antara para manajer baik dalam pandangan
tentang strategi dan tujuan perusahaan maupun pada tingkat perorangan dan
interfungsional.
Daftar tujuan strategis yang dikemukakan oleh para manajer dalam catch
ball session tersebut kemudian disintesiskan melalui proses grouping, prioritizing
dan theming. Pertama-tama dilakukan penajaman maksud dari tujuan-tujuan
tersebut dengan mengelompokkannya (grouping) ke dalam empat perspektif BSC.
Daftar, tujuan di setiap perspektif kemudian diurutkan berdasarkan tingkatan
prioritasnya. Proses prioritizing dilakukan melalui voting oleh seluruh manajer
dengan bantuan alat voting elektronik otomatis. Pada tahap theming, daftar tujuan
yang telah dikelompokkan dan diurutkan tersebut akan diberi tema sesuai dengan
perspektifnya.
Pada akhir tahap ini akan diidentifikasi tiga sampai empat tujuan strategis
untuk setiap tema, pernyataan deskriptif yang terperinci untuk setiap tujuan, dan
sebuah daftar ukuran potensial untuk setiap tujuan.

3.4.3. Pemilihan dan Perancangan Ukuran


Pada tahap ini, para manajer dibagi menjadi empat subgrup yang masing
masing bertanggungjawab untuk salah satu tema. Tujuan utama dari setiap
subgrup tersebut adalah:
a. Memperbaiki kalimat tujuan strategis sesuai dengan maksud yang
terungkap dalam tahap sebelumnya.
b. Untuk setiap tujuan, mengidentifikasi sebuah ukuran atau berbagai ukuran
yang paling baik dalam menangkap dan mengkomunikasikan maksud dari
tujuan yang telah ditetapkan.
c. Untuk setiap ukuran yang diusulkan, mengidentifikasi sumber informasi
yang semestinya dan tindakan yang mungkin dibutuhkan untuk membuat
informasi tersebut dapat diakses.
Keluaran terakhir subgrup untuk setiap tema adalah:
a. Sebuah daftar tujuan untuk setiap tema, disertai deskrpsi terperinci untuk
masing-masing tujuan.
b. Deskripsi tentang ukuran untuk setiap tujuan.
c. Sebuah ilustrasi tentang bagaimana setiap ukuran dapat dikuantifikasi dan
ditampilkan.
Pada akhir tahap ini, wakil dari masing-masing subgrup memaparkan
keluaran dari subgrupnya. Pemaparan ini membantu membangun rasa memiliki
atas tujuan dan ukuran tersebut, maupun proses pengembangan BSC secara
keseluruhan.

3.4.4. Penetapan target dan rencana kerja


Ilustrasi tentang bagaimana setiap ukuran dapat dikuantifikasi dan
ditampilkan memungkinkan para manajer dalam melakukan penetapan target
untuk setiap ukuran. Pada tahap terakhir ini dibentuk tim-tim untuk mencapai
target di setiap ukuran berdasarkan sumber informasi yang dibutuhkan. Tim-tim
tersebut kemudian menentukan inisiatif-inisiatif strategis yang tertuang dalam
program-program aksi. Selanjutnya, individu-individu yang terlibat dalam setiap
program aksi mendesain sebuah rencana kerja yang disebut Personal Development
Performance (PDP). Dalam PDP ini masing-masing individu menetapkan target-
target individual yang disesuaikan dengan target tim.
Pada akhirnya, tahapan penetapan target dan rencana kerja ini akan
mendorong terciptanya keselarasan antara tujuan individu, tim, divisi dan
perusahaan. Perbandingan antara pencapaian target individual dengan pencapaian
target divisi dan perusahaan juga memungkinkan diciptakannya sebuah sistem
kompensasi yang proporsional.

3.5. Rumusan Balanced Scorecard Divisi Es Krim Wall's Tahun 2001


Berikut ini akan diuraikan bagaimana rumusan Balanced Scorecard Divisi
Es Krim wall's tahun 2001 yang terdiri atas empat perspektif yang akan
memberikan satu kesatuan tujuan karena semua ukuran diarahkan kepada
pencapaian strategi yang terpadu.
3.5.1. Perspektif financial
Sejak resmi berdiri pada tahun 1992, Divisi Es Krim Wall's mengalami
pertumbuhan penjualan dalam indeks yang terus meningkat. Produk es krim
Wall's diserap dengan baik oleh pasar dan dengan segera menjadi market leader
dalam industri es krim pada tahun 1993. Penjualan divisi antara tahun 1992-1997
mencapai titik tertingginya pada tingkat 10 persen di bawah kapasitas total
produksinya. Pada tahun 1998, daya beli masyarakat yang anjlok karena kondisi
perekonomian yang tidak stabil membuat penjualan turun sebesar 33,33 persen,
padahal divisi baru saja meningkatkan kapasitas produksinya sebesar dua kali
lipat dari kapasitas awal. Divisi mengalami inefisiensi produksi karena
kemampuan divisi dalam menjual produknya ke pasar berada pada tingkat 70
persen di bawah kapasitas produksi totalnya
Seiring dengan kebangkitan kembali perusahaan, divisi mulai
menunjukkan perbaikan kinerja. Kapasitas produksi secara perlahan berusaha
diturunkan kembali seperti sebelum krisis. Hasilnya, terjadi pengurangan
kapasitas sebesar 37,5 persen dan penjualan meningkat kembali hingga 41,66
persen pada tahun 2000.

Gambar 6. Pertumbuhan Penjualan dan Kapasitas Produksi Divisi Es Krim Wall's 1992-2000
(juta liter)

Berdasarkan pada kondisi yang dilustrasikan di atas, pada perspektif


finansial BSC tahun 2001 Divisi Es Krim Wall's menetapkan tema Investasi
Finansial untuk Pertumbuhan (Finance Invest for Growh). Dalam tema tersebut
terdapat empat tujuan finansial utama divisi dengan ukuran hasilnya masing-
masing sebagai berikut:
a. Menumbuhkan bisnis (Grow the Business)
Dalam pertumbuhan bisnis divisi dikenal istilah top line. Pertumbuhan top
line akan menunjukkan bagaimana posisi finansial divisi dilihat dari performa
produknya di pasar atau di mata konsumen.
b. Menciptakan profit (Deliver Trading Contribution)
Pertumbuhan profit atau bottom line adalah pertumbuhan profit yang
mengindikasikan posisi finansial perusahaan dikaitkan dengan nilainya di
mata para pemegang saham (shareholders).
Ukuran yang digunakan dalam tujuan ini adalah Trading Contribution
(TC). TC adalah istilah perusahaan untuk profit yang penggunaannya
merupakan contoh kombinasi dari konsep Economic value Added (EVA)
dengan konsep BSC. Nilai TC (EVA) adalah Net Operating Profit After Tax
(NOPAT) dikurangi jumlah total modal (Economic Capital Employed) yang
digunakan dikalikan dengan tingkat pengembalian yang diinginkan dari modal
tersebut (Required Rate of Return on Capital Employed).

Apabila nilai TC positif, maka dikatakan manajemen dalam divisi telah


menciptakan nilai bagi pemegang saham (creating shareholder value);
sebaliknya apabila nilai TC negatif, berarti manajemen divisi telah merusak
nilai bagi pemegang saham (destruction of shareholder value).

c. Meningkatkan produktivitas modal (Improve Asset Productivity)


Produktivitas dari aktiva yang dimiliki perusahaan, baik aktiva yang
berwujud (tangible) seperti mobile cabinet dan freezer maupun aktiva yang
tidak berwujud (intangible) seperti keahlian pekerja dan loyalitas pelanggan
d. Kas
Di tengah kondisi sosial ekonomi yang belum stabil dan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing yang fluktuatif, maka keberadaan kas merupakan
salah satu faktor kunci keberhasilan finansial perusahaan. Ukuran yang
digunakan dalam tujuan ini adalah arus kas operasi. Secara lengkap tema,
tujuan dan ukuran dalam perspektif finansial BSC Divisi Es Krim Wall's 2001
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Tema, Tujuan dan Ukuran dalam Perspektif Finansial

3.5.2. Perspektif pelanggan


Dalam memasarkan produknya, divisi mengidentifikasi dua jenis
pelanggan utama. Pertama adalah consumer (konsumen) yaitu pelanggan akhir
yang mengkonsumsi langsung produk es krim. Kedua adalah customer
(pelanggan) yaitu distributor yang bertindak menyampaikan produk dari divisi ke
pelanggan akhir. Ada dua jenis saluran distribusi dalam sistem penjualan divisi,
yaitu saluran distribusi langsung dan tidak langsung. Saluran distribusi langsung
atau dalam istilah perusahaan disebut Modern Trade (MT) dilakukan dengan
tujuan konsumen sasaran di supermarket-supermarket wilayah Jakarta dan
sekitarnya. Dalam penyaluran distribusi ini divisi memberikan fasilitas berupa
sarana pengangkutan produk es krim dan alat pendingin.
Saluran distribusi tidak langsung atau General Trade (GT) ditujukan
terhadap konsumen sasaran di luar supermarket. Divisi bekerja sama dengan
beberapa distributor yang ditunjuk dalam menjual produknya. Strategi penjualan
melalui GT ini dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui outlet dan melalui
stockpoint. Untuk outlet, yaitu lokasi penjualan di warung atau toko, digunakan
mobile cabinet, sedangkan untuk stockpoint digunakan push car, sejenis
kendaraan sepeda roda tiga, untuk menjangkau area penjualan di perumahan
perumahan.
Gambar 8. Saluran Distribusi Divisi Es Krim Wall's

Sebelum krisis, pengelolaan terhadap aset divisi seperti sarana


pengangkutan, mobile cabinet, freezer dan push car tidak terlalu mendapat
perhatian yang besar. Keadaan krisis menyadarkan divisi bahwa pengelolaan
aset-aset tersebut harus dilakukan dengan cara yang lebih efisien. Salah satu cara
untuk mencapai efisiensi tersebut adalah dengan melakukan pengurangan jumlah
mobile cabinet sebanyak 4.000 buah.
Perusahaan menyadari bahwa customer sebagai kepanjangan tangan dari
divisi dalam menjual produknya merupakan salah satu elemen kunci keberhasilan
divisi, karena itu perlu dikembangkan sebuah pola hubungan menang-menang
(win-win partnership) antara kedua belah pihak. Melalui pola hubungan menang
menang, keberhasilan salah satu pihak berarti pula keberhasilan pihak lainnya.
Dalam perspektif pelanggan, tema yang diambil oleh divisi untuk BSC
2001 adalah Layanan Pelanggan untuk menciptakan Hubungan MenangMenang
(Customer Service Win-Win Partnership). Tema tersebut mengindikasikan bahwa
kepuasan dan keberhasilan distributor akan ditentukan oleh seberapa baik layanan
dan hubungan yang diciptakan oleh divisi demi kepentingan kedua belah pihak.
Tujuan dan ukuran dalam tema ini, antara lain:
a. Pelayanan yang memuaskan
Pelayanan yang memuaskan terhadap customer akan mendorong
peningkatan kinerja customer.

b. Optimalisasi penggunaan cabinet (optimize cabinet utilization)


Mobile cabinet sebagai salah satu aset berwujud dalam jumlah besar
yang dimiliki divisi harus mendapat perhatian secara khusus agar memiliki
efisiensi utilisasi yang optimal. Ukuran yang digunakan dalam tujuan ini
adalah persentase titik impas (break even point) dari keseluruhan cabinet
yang dimiliki divisi. Peningkatan persentase BEP juga berarti bahwa
terjadi peningkatan dalam utilisasi cabinet.

c. Mengurangi biaya distribusi (reduce distribution cost)


Biaya distribusi sebagai salah satu biaya operasi merupakan salah satu
komponen dari biaya total yang mempengaruhi profit divisi. Asumsi yang
digunakan adalah dengan tingkat revenue tertentu, semakin berkurang
biaya yang dikeluarkan maka semakin besar profit yang diraih. Untuk
mengurangi biaya distribusi maka divisi berusaha mencari model distribusi
baru yang lebih optimal dan memberi kontribusi penghematan biaya.
Ukuran berupa pengetesan sebuah model distribusi baru pada periode
tahun berjalan digunakan untuk tujuan ini.

d. Mengungkit peluang pasar tingkat regional (leverage regional


sourcing opportunities)
Sebagai bagian dari sebuah perusahaan multinasional dengan wawasan
multilokal, divisi menyadari besarnya peluang pasar yang ada dalam skala
regional. Keunggulan komparatif produksi di Indonesia dalam hal
murahnya tenaga kerja bisa dijadikan pengungkit dalam meraih peluang
pasar di negara-negara tetangga.
Ukuran hasil yang digunakan dalam tujuan ini adalah sourcing savings
yaitu berapa banyak tambahan revenue perusahaan jika produknya di jual'
di pasar regional (negara tetangga) dibandingkan jika produknya dijual di
dalam negeri. Secara lengkap tema, tujuan dan ukuran dalam perspektif
pelanggan BSC Divisi Es Krim Wall's 2001 dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Tema Tujuan dan Ukuran dalam Perspektif Pelanggan

3.5.3. Perspektif Proses Bisnis Internal


Belajar pada pengalaman perusahaan dalam menghadapi krisis, Divisi Es
Krim Wall's menyadari pentingnya tercipta proses bisnis unggul yang mampu
menghasilkan nilai terbaik bagi pelanggan dan memenuhi tujuan finansial divisi.
Inovasi produk-produk dengan formula yang lebih murah, kemasan yang hemat,
ukuran unit yang lebih kecil di masa krisis membuat perusahaan tetap mampu
menghubungkan diri dengan daya beli masyarakat saat itu. Proses operasi seperti
perluasan area cakupan distribusi, perluasan segmen pasar, akuisisi dan joint
venture dengan perusahaan lain membuka peluang bagi perusahaan untuk tetap
bertahan hidup dan bertumbuh.
Melalui inovasi dan operasi yang unggul, divisi akan selalu menjadi yang
terdepan dalam industri dan selalu melihat ke depan untuk menghadapi masa yang
akan datang. Dalam perspektif proses bisnis internal BSC 2001 Divisi Es Krim,
tema yang diambil adalah Inovasi dan Operasi menuju Pertumbuhan Pasar
(Innovation and Operation Market Going for Growth). Tujuan dan ukuran yang
digunakan dalam perspektif ini, antara lain:
a. Membangun segmen pasar anak-anak (Build the Kids Market)
Es krim adalah produk yang digemari dan dapat dinikmati oleh semua
jenjang usia. Segmen pasar terbesar es krim menurut jenjang usia adalah
segmen pasar anak-anak. Potensi segmen asar ini belum sepenuhnya tergarap,
sehingga perlu dilakukan aktivitas operasi untuk membangun segmen ini
dengan serius. Menurut Kasali (2000), segmen pasar anak-anak selain
merupakan pasar utama, turut mempengaruhi konsumsi orang dewasa atau
keluarga. Pasar anak-anak juga merupakan pasar masa depan.

b. Melakukan inovasi produk ultimate cool refreshment (Innovate


Ultimate cool refreshment)
Dalam konteks perencenaan bisnis divisi dikenal sistem Horizon Planning
(sistem horison perencanaan bisnis). Dalam sistem tersebut terdapat tiga
horison perencanaan. Horison pertama mencakup sektor core business yang
merupakan bisnis inti perusahaan saat ini. Horison kedua mencakup sektor
bisnis divisi yang diperkirakan akan berkembang dalam waktu lima tahun
yang akan datang. Horison ketiga mencakup sektor bisnis yang diperkirakan
akan berkembang dalam waktu sepuluh tahun yang akan datang.
Selain es krim, dikenal juga produk cool refreshment yang termasuk ke
dalam horison kedua dalam perencanaan bisnis divisi. Produk cool
refreshment memiliki tingkat kebekuan produk yang berada di bawah es krim
dan cenderung lebih cair. Pasar untuk jenis produk ini diperkirakan akan
berkembang dalam waktu lima tahun ke depan.

c. Mengekploitasi potensi penuh dari Citadels (Exploit full potential of


Citadels)
Citadels (benteng) diartikan sebagai kota-kota besar yang secara geografis
merupakan area pilar penjualan divisi. Selama ini potensi pasar dari citadels
ini belum mampu dimanfaatkan secara penuh oleh divisi. Ukuran yang
digunakan dalam tujuan ini adalah besarnya pertumbuhan volume penjualan
melalui saluran distribusi General Trade (Underlying Volume Growth Sector
I/GT).

d. Pengembangan jalur-jalur bisnis baru (develop new channels)


Dalam tujuan ini diidentifikasi ketidakseimbangan pertumbuhan dua jalur
distribusi divisi. Kontribusi jalur distribusi GT terhadap penjualan divisi
adalah 90 persen dan 10 persen sisanya berasal dari jalur MT. Untuk itu perlu
dilakukan penyesuaian melalui penambahan volume penjualan jalur MT.
Dalam tujuan ini juga mulai dirintis jalur horison ketiga dalam perencanaan
bisnis divisi. Sebuah percobaan pasar untuk melihat respon terhadap produk
horison ketiga merupakan ukuran hasil yang akan menjadi indikator
keberhasilan kinerja produk di masa yang akan datang.
e. Memvalidasi proyek Iceberg II (Validate Iceberg II)
Proyek Iceberg adalah sebuah proyek yang bertujuan untuk menciptakan
sebuah sistem bisnis baru untuk memperkenalkan es krim Wall's. kepada low-
income consumers yang berada pada jenjang pasar D & E. Validasi dari
proyek ini akan menjadi indikator keberhasilan pengembangan sistem bisnis
baru tersebut dalam mencapai segmen konsumen dimaksud secara efektif dan
menguntungkan.
Ukuran hasil yang digunakan adalah sebuah rekomendasi akhir terhadap
sistem bisnis baru yang didasarkan pada studi kelayakan proyek. Secara
lengkap tema, tujuan dan ukuran dalam perspektif pelanggan BSC Divisi Es
Krim Wall's 2001 dapat dilihat pada Tabel 10.

Gambar 10. Tema Tujuan dan Ukuran dalam Perspektif Proses bisnis

3.5.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Selama krisis, manajemen sumber daya manusia yang dilaksanakan
dengan baik oleh perusahaan menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan
manajemen krisis perusahaan. Kinerja sumber daya manusia perusahaan yang
istimewa saat itu diperoleh dari komitmen perusahaan untuk tidak mengeluarkan
karyawannya karena alasan krisis. Sebaliknya, perusahaan justru terus berusaha
meningkatkan performa dari sumber daya manusia yang dimiliki dan tetap
merekrut serta melatih karyawannya.
Divisi Es Krim Wall's terus mengalami pertumbuhan jumlah tenaga kerja
dari tahun ke tahun. Peningkatan kuantitas tersebut tentu harus diimbangi dengan
peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas pekerja akan mendorong terlaksananya
proses bisnis internal yang unggul dan pada akhirnya akan memberi kontribusi
terhadap penciptaan nlai bagi pelanggan dan pemegang saham.
Dalam perspektif terakhir ini, divisi mengembangkan tujuan dan ukuran
untuk mendorong pembelajaran dan pertumbuhan divisional ke arah efektivitas
organisasional. Tema yang dipilih adalah Efektivitas Organisasi dengan Jiwa
Perusahaan Kecil (Organisation Effectiveness Small Company Soul) Tujuan dan
ukuran yang dikembangkan untuk tema ini adalah:
a. Mengembangkan keahlian SDM divisi di bidang bisnis es krim
(Develop IC expertise)
Bisnis es krim adalah sebuah bisnis yang memiliki ciri dan karakteristik
tersendiri. Pertumbuhan dari bisnis es krim harus didukung oleh SDM yang
memiliki keahlian khusus di bidang bisnis es krim. Salah satu cara untuk
meningkatkan keahlian SDM adalah melalui pelatihan. Jumlah hari pelatihan
per karyawan akan menjadi ukuran divisi dalam menghasilkan SDM dengan
tingkat kompetensi yang dibutuhkan.

b. Meningkatkan kapabilitas pekerja (Develop key capabilities)


Peningkatan kapabilitas SDM divisi diarahkan untuk mendukung proses
inovasi.Ukuran yang digunakan dalam tujuan ini adalah:
1) Jumlah tenaga ahli produk horison ketiga (Horison 3 experts) Inovasi
jalur baru untuk produk horison ketiga membutuhkan tenaga ahli di
bidang produk yang bersangkutan.
2) Jumlah proyek universitas (University projects) Divisi juga
mengadakan kerjasama dengan kalangan akademis dari universitas
dalam hal pengembangan inovasi produk.
c. Meningkatkan motivasi tim, di dalam dan di luar divisi (Highly
motivated team inside/outside ULI) SDM yang terampil belum tentu
memberi kontribusi bagi keberhasilan divisi jika mereka tidak termotivasi
bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan. Motivasi pekerja amat
ditentukan oleh tingkat kepuasannya. Untuk mengukur tingkat kepuasan dan
motivasi pekerja tersebut dapat dilakukan melalui suatu job satisfaction and
motivation survey.

d. Mengembangkan jiwa kewirausahaan di dalam dan di luar ULI


(Encourage entrepreneurship inside/outside ULI)
Sebagai aset berharga yang dimiliki perusahaan maka pemberdayaan SDM
harus dilakukan melalui pemberian kebebasan dalam membuat keputusan dan
melakukan tindakan. Ukuran yang digunakan dalam tujuan pemberdayaan
untuk mendorong jiwa kewirausahaan pekerja adalah jumlah saran pekerja
yang disetujui dan dilaksanakan. Penilaian terhadap saran-saran yang diajukan
oleh pekerja tersebut akan mengkomunikasikan bahwa mereka dihargai dan
benar-benar diperhatikan.
Secara lengkap tema, tujuan dan ukuran dalam perspektif pelanggan BSC
Divisi Es Krim Wall's 2001 dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Tema, Tujuan dan ukuran dalam Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan
4. Hasil Penerapan BSC di Divisi Es Krim Wall's PT.Uniliver Indonesia
Tbk.
Keberhasilan pemanfaatan BSC dapat diamati dengan membandingkan
outcomes dari kinerja keuangan sebelum menggunakan BSC dan setelah BSC
diterapkan (Yuwono, 2002). Pada tahun 1999, volume penjualan perusahaan
meningkat sebesar 3 persen dari tahun 1998. Pada tahun 2000, tahun pertama
penerapan BSC, angka tersebut meningkat sebesar 17 persen dan sebesar 11
persen pada tahun 2001. Pertumbuhan pendapatan penjualan Revenue/NPS
Growth divisi juga mengalami peningkatan sebesar 10 persen di tahun 1999.
Pada tahun 2000 dan 2001 angka tersebut terus meningkat menjadi sebesar
21 persen dan 28 persen. Profitabilitas divisi berada pada angka pertumbuhan
minus 18% di tahun 1999. Pertumbuhan profitabilitas melonjak hingga 31 persen
di tahun 2000 dan sebesar 100 persen di tahun 2001. Peningkatan beberapa
indikator kinerja keuangan penting Divisi Es Krim Wall's selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pertumbuhan Beberapa Indikator Keuangan Penting


Divisi Es Krim Wall's 1999-2001 (tahun konstan 1998)

Meskipun terjadi peningkatan beberapa indikator kinerja keuangan Divisi


Es Krim Wall's selama tahun 1999 hingga tahun 2001, tidak dapat ditarik
kesimpulan bahwa peningkatan tersebut merupakan implikasi langsung dari
penerapan BSC. Banyak faktor lain yang dapat menjadi penyebab dari
peningkatan kinerja keuangan divisi tersebut, salah satunya adalah terjadinya
perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0.31 persen pada tahun 1999
dan 4,54 persen di Tahun 2000.
Hasil dari penerapan BSC dapat pula dilihat dari pencapaian target pada
berbagai tujuan yang dikembangkan dalam BSC itu sendiri. Pada Tabel 25 dapat
dilihat hasil akhir pencapaian target pada tahun 2001. Dari 17 tujuan yang
ditetapkan divisi, sebanyak 12 tujuan berhasil dicapai 100 persen atau lebih dan
hanya 5 tujuan yang pencapaiannya berada pada kisaran 85,5 persen hingga 99,9
persen. Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan serta perspektif keuangan,
semua tujuan yang ditetapkan berhasil dicapai 100 persen atau lebih. Sedangkan
pada perspektif proses bisnis internal tiga tujuannya berhasil dicapai 100 persen
atau lebih dan dua tujuan lainnya hanya berhasil dicapai pada kisaran 85,5 persen
hingga 99,9 persen. Dari empat tujuan yang ditetapkan pada perspektif pelanggan,
tiga tujuan hanya berhasil dicapai pada kisaran 85,5 persen hingga 99,9 persen
dan satu tujuan sisanya berhasil dicapai 100 persen atau lebih.

Gambar 13. Hasil Akhir Pencapaian Target BSC Divisi Es Krim Wall's

4.1. Kelebihan Penerapan BSC di Divisi Es Krim Wall's


Berbagai kelebihan yang dirasakan melalui implementasi BSC dalam
sistem manajemen strategis perusahaan antara lain:
a. Memperjelas dan menerjemahkan visi, misi dan strategi.
b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
c. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis.
d. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
4.1.1. Memperjelas dan Menerjemahkan Visi, Misi, dan Strategi
BSC dibangun oleh seluruh manajer dalam divisi secara bersama-sama.
Dalam pengembangannya dihasilkan sebuah konsensus bersama tentang
bagaimana strategi perusahaan diselaraskan dengan strategi divisi dan bagaimana
strategi divisi diterjemahkan ke dalam tujuan dan ukuran di sepanjang empat
perspektif yang "berimbang".

4.1.2. Mencapai Keselarasan Strategis dari Atas ke Bawah


BSC membantu menyatukan setiap orang di Unilever ke dalam satu tujuan
bersama sehingga berbagai aktivitas dalam lini bisnis yang berbeda tetap menuju
ke arah yang sama. BSC membantu setiap orang untuk memahami bagaimana
tujuan besar perusahaan sebagai satu kesatuan entitas bisnis dicapai melalui
kontribusi dari masing-masing divisi, tim dan perorangan. Dalam penelitian ini
diidentifikasi dua mekanisme yang digunakan divisi untuk menerjemahkan
strategi dan BSC ke dalam tujuan dan ukuran lokal yang akan mempengaruhi
prioritas tim dan perorangan dalam mencapai keselarasan
strategis dari atas ke bawah.
1. Mengaitkan Tujuan Perusahaan dengan Target Tim dan Perorangan
Proses pengaitan tujuan perusahaan dengan target tim dan perorangan
dilakukan dengan menguraikan (cascading) BSC tingkat perusahaan ke tingkat
divisi dan dari BSC tingkat divisi ke dalam target di tingkat yang lebih spesifik
yaitu target tim dan perorangan (Gambar 28). Ada satu BSC perusahaan yang
merupakan 'template' standar untuk tiap divisi. Tujuan dan ukuran BSC
perusahaan ini menjadi tanggung jawab dari CEO dan dewan direksi. BSC tingkat
perusahaan ini juga mewakili target individual dari CEO. Masing-masing divisi
dalam perusahaan memiliki sebuah BSC. Tujuan dan ukuran BSC tingkat divisi
ini menjadi tanggung jawab direktur divisi dan para manajer dalam divisi.
Gambar 14. Pengaitan Tujuan Perusahaan dan Divisi
dengan Target Tim dan Perorangan

Tujuan dan ukuran dalam divisi diuraikan ke dalam tujuan dan ukuran
yang lebih spesifik melalui team charter yang dibuat berdasarkan inisiatif-inisiatif
strategis divisi. Sponsor dari masing-masing proyek menjadi penanggungjawab
terhadap pencapaian target tim. Target tim diuraikan lagi menjadi target
perorangan melalui workplan. Semua orang yang berada pada worklevel 2 ke atas
harus memiliki rencana kerja yang tertulis ke dalam formulir PDP (personal
development performance).
2. Keterkaitan dengan Sistem Imbalan
Agar BSc dapat menciptakan perubahan budaya, kompensasi insentif
harus terkait dengan tercapainya tujuan BSc (Kaplan & Norton, 1996). Di
Unilever, BSC dikaitkan dengan kompensasi insentif melalui sistem variable pay
yang berlaku untuk semua orang dalam worklevel 2 ke atas. Kompensasi insentif
untuk setiap orang pada worklevel 2 ke atas ditentukan oleh pencapaian target
BSC perusahaan, pencapaian target BSC divisi, dan pencapaian target individual
dalam workplan.
Ukuran bobot kompensasi insentif dengan sistem variable pay adalah 50
persen berdasarkan pencapaian target BSC perusahaan, 30 persen berdasarkan
pencapaian target BSc divisi, dan 20 persen berdasarkan pencapaian target
individual. Bobot insentif sebesar 50 persen, 30 persen dan 20 persen tersebut
dibagi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran dalam BSC tingkat perusahaan,
divisi, dan workplan. Hal tersebut dijelaskan dalam Gambar 15.

Gambar 15. Kompensasi Insentif dengan Sistem Variable Pay


4.1.3. Merencanakan, Menetapkan Sasaran, dan Menyelaraskan Berbagai
Inisiatif Strategis.
Dalam proses menerjemahkan dan mengklarifikasi visi, misi dan strategi
perusahaan dihasilkan seperangkat tujuan dan ukuran yang terbagi ke dalam
empat perspektif. Untuk mengetahui keberhasilan strategi perusahaan di dalam
empat perspektif, maka di setiap tujuan harus ditetapkan target untuk setiap
ukuran yang telah ditetapkan.
Penentuan target merupakan suatu proses yang dapat dilakukan pada saat
penyusunan BSC, namun penentuan ini sifatnya fleksibel. Setelah tujuan strategis
dijabarkan ke dalam program, target tersebut dapat direvisi kembali, setelah tim
memperhitungkan alokasi sumber daya ke dalam program-program yang dipilih
untuk mewujudkan inisiatif strategis. Inisiatif strategis merupakan action program
yang bersifat strategis untuk mewujudkan tujuan strategis. Kesenjangan yang ada
antara target yang ditetapkan dalam ukuran BSC dengan kinerja pada ukuran
tersebut saat ini, memungkinkan ditetapkannya program aksi serta alokasi sumber
daya yang ditujukan untuk menutup kesenjangan tersebut. Oleh karena tujuan-
tujuan strategis yang terdapat dalam perspektif keuangan merupakan hasil dari
perwujudan berbagai tujuan strategis di perspektif pelanggan, proses bisnis
internal dan pembelajaran dan pertumbuhan, maka perumusan inistif strategis
hanya dibuat di tiga perspektif pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran
dan pertumbuhan.
Pada Gambar 16 disajikan penetapan target serta inisiatif strategis pada
BSC Divisi Es Krim Wall's.
Gambar 15. Target dan Inisiatif Strategis Divisi Es Krim Wall's

4.1.4. Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis


Tujuan dan ukuran BSC mengklarifikasi dan mengkomunikasikan visi
sehingga dapat memobilisasi dan memberi fokus kepada perusahaan. Memiliki
visi bersama adalah titik berangkat yang penting bagi proses pembelajaran
strategis karena visi yang diterjemahkan dengan jelas ke dalam tujuan dan ukuran
operasional akan menetapkan hasil yang harus diupayakan dan dapat dicapai oleh
seluruh perusahaan. Selain sebuah visi bersama, BSC menetapkan model kinerja
umum dan mengkomunikasikan pendekatan yang holistik untuk menyelaraskan
berbagai upaya dan kinerja perorangan dengan tujuan divisi dan perusahaan. Visi
dan model kinerja bersama, yang tersusun dalam BSC menyediakan sebuah
kerangka kerja strategis yang dibutuhkan bagi proses pembelajaran strategis.
Proses pembelajaran strategis yang dihasilkan BSC dilakukan dengan
mengumpulkan data tentang strategi, menguji dan mengkaji apakah strategi masih
sesuai dengan perkembangan terkini, dan mencari gagasan dari seluruh
perusahaan tentang peluang dan arah strategi yang baru. Mekanisme pembelajaran
strategis yang diidentifikasi di Divisi Es Krim Wall's adalah:
1. Proses pemecahan masalah tim yang menganalisa dan belajar dari
data kinerja dan kemudian menyesuaikan strategi terhadap berbagai
kondisi dan hal baru yang berkembang.
Dalam proses penetapan sasaran dan inisiatif strategis ditetapkan berbagai
program aksi yang spesifik. Untuk setiap program tersebut dibentuk tim lintas
fungsional yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan program. Tim tersebut
membuat sebuah charter untuk memastikan program berjalan ke arah yang selaras
dengan strategi perusahaan. Dalam charter tersebut dimuat hal-hal berikut ini:
a. Deskripsi proyek
Berisikan gambaran umum tentang proyek.

b. Tujuan proyek
Merupakan tujuan spesifik proyek yang di dalamnya dijelaskan ukuran-
ukuran kesuksesan proyek.

c. Elemen-elemen kunci
Merupakan elemen-elemen penting proyek yang harus dicapai pada akhir
periode

d. Milestones (Tonggak Pencapaian)


Menetapkan tonggak-tonggak pencapaian dalam skala waktu yang harus
dipenuhi agar proyek berjalan sesuai jadwal dan rencana semula
e. Anggota Tim
Mengidentifikasi individu-individu yang merupakan perwakilan dari setiap
fungsi-fungsi dalam divisi yang bertanggungjawab terhadap proyek.

f. Resiko
Mengidentifikasi kejadian-kejadian tak diinginkan yang mungkin dapat
terjadi, serta bagaimana menghadapinya apabila kejadian-kejadian tersebut
terjadi baik dengan tindakan preventif maupun korektif.
Selain itu diadakan sebuah pertemuan tinjauan strategis yang dilakukan
secara periodik setiap tiga bulan sekali untuk memantau kinerja dibandingkan
dengan rencana yang sudah ditetapkan dan untuk melakukan koreksi jika
ditemukan penyimpangan kinerja. Pertemuan tersebut memberikan sebuah
atmnosfir bagi pemecahan masalah secara tim di antara para manajer. Melalui
pertemuan tersebut terlaksana sebuah proses pendidikan akan pentingnya kerja
sama lintas fungsi ketika para manajer dari berbagai fungsional dengan keahlian
dan tanggungjawabnya masing-masing melakukan peninjauan ulang atas rencana
dan hasil-hasil yang telah dicapai.

2. Sebuah proses umpan balik yang mengumpulkan data kinerja strategi


dan memberi kesempatan dilakukannya pengujian hipotesis tentang
keterkaitan yang ada antara tujuan.
Data kinerja strategi disajikan dalam bentuk data status perkembangan
yang secara spesifik dimuat dalam goal charter. Goal charter dibuat oleh Sponsor
yang menjadi penanggungjawab utama program.
Gambar 16. Balanced Scorecard Goal Charter Divisi Es Krim Wall's

Data status perkembangan tersebut digunakan untuk menguji, memvalidasi


dan memodifikasi hipotesis yang terkandung dalam strategi divisi. Analisis
terhadap hipotesis hubungan sebab-akibat antara berbagai tujuan dalam BSc divisi
dengan menggunakan data status perkembangan akan dibahas lebih jauh pada bab
selanjutnya. Pada Gambar 30 dijelaskan bagaimana goal charter yang berisikan
data status perkembangan dibuat sebagai sarana untuk menghasilkan proses
umpan balik bagi strategi.

4.2. Kekurangan Penerapan BSc di Divisi Es Krim Wall's


Selain kelebihan-kelebihan di atas, BSC yang dikembangkan oleh Divisi
Es Krim Wall's memiliki beberapa kekurangan antara lain:
1. Terlalu banyak ukuran yang digunakan
Pada BSC tahun 2001, divisi menggunakan 28 buah ukuran keberhasilan
pencapaian tujuan. Menurut Secokusumo (2002), sebaiknya perusahaan yang
mengimplementasikan BSC tidak menggunakan terlalu banyak ukuran, dalam
kisaran 16-25 ukuran. Ukuran yang teralalu banyak akan menghambat divisi
dalam mengidentifikasi faktor kesuksesan kritis yang harus dimiliki. Sebaiknya
alokasi ukuran menurut Secokusumo (2002) di sepanjang empat perspektif adalah
sebagai berikut:
a. Finansial: 5 ukuran (22 persen)
b. Pelanggan: 5 ukuran (22 persen)
c. Proses Bisnis Internal: 8-10 ukuran (34 persen)
d. - Pembelajaran dan Pertumbuhan: 5 ukuran (22 persen)

2. Tidak adanya pemisahan antara lag indicator dan lead indicator


Dalam mengukur tujuan, terdapat dua jenis ukuran yaitu lag indicator dan
lead indicator. Lag indicator adalah ukuran yang berfokus pada hasil yang baru
dapat dilihat hasilnya pada akhir periode seperti: pangsa pasar, penjualan dan
kepuasan pekerja. Sementara lead indicator adalah ukuran yang memacu
tercapainya hasil yang diinginkan. Ukuran ini biasanya mengukur berbagai
aktivitas dan proses antara sepert: waktu yang dihabiskan dengan konsumen,
jumlah saran yang masuk, absensi pegawai. Dalam BSC yang dikembangkan oleh
divisi, belum dilakukan pemisahan antara kedua ukuran ini.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Proses pembangunan Balanced Scorecard di Divisi Es Krim Wall's PT
ULI dilakukan dengan sebuah proses sistematik yang melalui empat tahap:
1) Penyelarasan antar ruang lingkup BSC
2) Pembangunan konsensus terhadap tujuan strategis
3) Pemilihan dan Perancangan Ukuran :
4) Penetapan target dan rencana kerja
Keempat tahap tersebut menjadikan BSC sebagai sarana dalam
menciptakan konsensus dan kejelasan tentang bagaimana visi, misi dan
strategi perusahaan diterjemahkan ke dalam strategi divisi serta bagaimana
strategi divisi diterjemahkan ke dalam kerangka dan ukuran operasional.
b. Balanced Scorecard bukan hanya berperan sebagai sistem perencanaan dan
pengukuran operasional semata tetapi juga memegang peran penting
sebagai instrumen pelaksana sistem manajemen strategis di Divisi Es Krim
Wall's PT. Unilever Indonesia Tbk.
c. Hasil analisis keselarasan Balanced Scorecard yang dibangun dan
dikembangkan oleh Divisi Es Krim Wall's dengan strategi pertumbuhan
perusahaan antara lain menunjukkan bahwa:
1) Berbagai tujuan dan ukuran yang dikembangkan telah memiliki
hubungan sebab akibat, hanya saja ilustrasi hubungan sebab akibat
tersebut belum dikembangkan pada saat proses pembangunan BSC.
2) Dari berbagai ukuran yang dikembangkan dalam BSC divisi belum
dilakukan pemisahan secara jelas antara ukuran yang merupakan ukuran
hasil dan ukuran yang merupakan faktor pendorong kinerja.
3) Melalui analisis lintas dibuktikan bahwa pencapaian tujuan finansial
perusahaan dipengaruhi secara positif oleh tiga perspektif pendorong
lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan bisnis
perusahaan yang dinilai dari sisi finansial perusahaan (di mata
pemegang saham/shareholder value) akan tercipta jika perusahaan
mampu memberikan nilai terbaik di mata pelanggan (menciptakan firm
equity). Proses bisnis yang baik adalah suatu organizational capital
yang mampu memberikan nilai yang diharapkan oleh pelanggan dan
pemegang saham. Pada akhirnya proses bisnis yang baik tidak akan
tercipta tanpa sebuah kemampuan pembelajaran dan pertumbuhan
perusahaan yang mendorong terciptanya human capital yang
berkomitmen, termotivasi dan memiliki kapabilitas tinggi.

d. Perbandingan antara BSC Divisi Es Krim Wall's dengan BSC yang


dikembangkan perusahaan dan organisasi lainnya menunjukkan bahwa
BSC merupakan konsep yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang
berbeda dalam berbagai perusahaan yang berbeda. Hal tersebut
disesuaikan dengan kondisi dan ciri khas masing-masing organisasi yang
menerapkannya. Satu hal yang pasti bahwa BSC adalah manajemen itu
sendiri, oleh karena itu komitmen serta usaha sungguh-sungguh dari
seluruh jajaran organisasi secara total adalah kunci keberhasilan utama
dalam proses implementasinya.

e. Dari 17 tujuan yang ditetapkan dalam BSC 2001, 12 tujuan berhasil


mencapai target sebesar 100 persen atau lebih dan 5 tujuan lainnya hanya
mencapai target pada kisaran 85,5 persen hingga 99,9 persen. Meskipun
begitu, peningkatan berbagai indikator kinerja keuangan penting divisi
tidak dapat disimpulkan sebagai implikasi langsung dari penerapan BSC
karena pada saat yang bersamaan perekonomian makro Indonesia memang
sedang membaik.

f. Kendala penerapan BSC muncul pada saat pertama kalinya dirumuskan,


yaitu berupa keragu-raguan para personel divisi terhadap kegunaan dari
BSc. Kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya keyakinan dan
komitmen dari para top level manajemen PT. ULI untuk secara total dan
bersungguh-sungguh dalam membangun dan mensosialisasikan BSC ke
seluruh jajaran organisasi.

g. Kelebihan dari penerapan BSC adalah membantu divisi dalam:


1) Memperjelas dan menerjemahkan visi, misi, dan strategi
2) Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran
strategis.
3) Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyeleraskan berbagai
inisiatif
strategis.
4) Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Keempat proses tersebut membantu terciptanya sistem manajemen
strategis yang berperan penting dalam pengelolaan divisi karena
memungkinkan divisi melakukan pengamatan trend (trendwatching)
perubahan lingkungan bisnis serta bagaimana menyesuaikan dirinya dengan
perubahan tersebut.
h. Kekurangan yang ada pada BSC divisi antara lain:
1) Terlalu banyak ukuran yang digunakan
2) Tidak adanya pemisahan antara lag dan lead indicator

Anda mungkin juga menyukai