Anda di halaman 1dari 4

KAITAN ASUPAN CAIRAN DENGAN STATUS DEHIDRASI PADA REMAJA

YANDI DWI MAWARDI 222090010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan masa transisi yaitu peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa dan terjadinya perubahan yang berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik,
kognitif, psikososial (tingkah laku) disertai dengan perubahan hormonal menuju dewasa
(Damayanti, dkk, 2017; Adriani M dan Wirjatmadi B, 2016). Selain terjadinya perubahan fisik,
kognitif, psikososial, remaja cenderung melakukan aktivitas fisik yang banyak dan kebutuhan
minum berkurang. Hasil survey di Singapura menunjukan sebesar 70% remaja mengonsumsi
air minum saat haus saja tanpa memperhatikan jumlah kecukupan air yang dianjurkan yaitu
2 liter air per hari (Briawan, et al.,2011).
Dehidrasi diartikan sebagai kurangnya cairan didalam tubuh karena jumlah yang keluar
lebih besar daripada jumlah yang masuk. Jika tubuh kehilangan banyak cairan, maka tubuh
akan mengalami dehidrasi (Rismayanthi, 2012). Bahaya dehidrasi diantaranya adalah
penurunan kemampuan kognitif karena sulit berkonsentrasi, risiko infeksi saluran kemih dan
terbentuknya batu ginjal. Konsumsi cairan dalam jumlah yang cukup dan tidak menahan air
kemih adalah caras efektif untuk mencegah infeksi saluran kemih, serta menurunnya stamina
dan produktivitas kerja melalui gangguan kepala, lesu, kejang hingga pingsan. Kehilangan
cairan lebih dari 15% akan berakhir fatal (Alim, 2012).
Salah satu factor terjadinya dehidrasi adalah kelebihan berat badan (overweight).
Terjadinya penumpukan lemak tubuh pada orang obesitas meningkatkan berat badan tanpa
menambah kandungan air dalam tubuh (Bathmanghelidj, 2007). Penelitian di Amerika pada
pada populasi orang dewasa menunjukan bahwa indeks Massa Tubuh memiliki hubungan
positif dengan asupan air minuman dan total asupan airnya (Kant, et al.,2009).
Dehidrasi dapat terjadi karena peningkatan aktivitas yang tidak diimbangi dengan
asupan cairannya, hal tersebut memiliki peluang untuk terjadinya dehidrasi. Aktivitas fisik
merupakan aktivitas dari waktu kerja dan waktu luang, yang merupakan tenaga dari tubuh.
Pengeluaran urin, feses merupakan aktivitas sel. Lambung dapat menampung penggantian
cairan yang dikeluarkan melalui keringat pada saat terjadinya peningkatan aktivitas (Diyani,
2012).

1.2 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan atau kaitan asupan cairan
dengan status dehidrasi pada remaja.
2. Tujuan Khusus
Mendeskripsikan asupan cairan pada remaja.

1.3 Manfaat Makalah

Makalah ini diharapakan dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat


khususnya remaja tentang perlunya memperhatikan asupan cairan yang berkaitan
dengan status dehidrasi.
BAB II

PEMBAHASAN

Masa remaja merupakan periode transisi antara anak menuju dewasa dimana pada
masa ini terjadi perubahan biologis, emosional, sosial, dan kognitif. Perubahan pada remaja
termasuk pula perubahan pola dan perilaku makannya, hal tersebut dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti pengaruh teman sebaya, contoh yang diberikan orang tua, ketersediaan
pangan, pilihan makanan, biaya, keyakinan, budaya, media massa, dan citra tubuh. Remaja
mulai menjalani kehidupan yang sibuk karena berbagai aktivitas yang dilakukannya baik itu
kegiatan ekstrakurikuler maupun kegiatan akademis lainnya. Kesibukan tersebut
menyebabkan remaja lebih cenderung melewati makan di saat jam makan dan memilih untuk
mengemil. Banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh remaja tidak hanya mempengaruhi pola
makannya, namun juga status hidrasi. Dalam kegiatan sehari-hari, remaja melakukan banyak
aktivitas fisik yang mengeluarkan banyak keringat, namun mereka tidak memperhatikan
kondisi tersebut sebagai sinyal terjadinya dehidrasi. Sehingga mereka rentan mengalami
dehidrasi karena mengabaikan tanda dan gejala tersebut. Oleh sebab itu, penting untuk
menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh remaja agar mereka dapat melakukan aktivitas
dengan baik tanpa ada gangguan yang ditimbulkan akibat dehidrasi. (Gustam, et al., 2012).
Telah dilakukan penelitian yang membahas mengenai “Kebiasaan minum dan asupan
cairan remaja di perkotaan”, dimana subjek penelitian berusia antara 15-17 tahun dengan
rata-rata berat badan perempuan 52 kg, dan pada laki-laki yaitu 55 kg. Pemilihan ini
didasarkan karena usia serta komposisi otot dan lemak tubuh seseorang akan berpengaruh
terhadap jumlah cairan tubuhnya (Byrd,et al.,2009). Penelitian pula menganalisis dari uang
bekal remaja, dimana sebagian besar remaja mengalokasikan Rp 5.000 - Rp 10.000 per hari
untuk makanan dan minuman. Berdasarkan hasil penelitian, didapati bahwa remaja memiliki
kebiasaan minum air putih pada waktu-waktu tertentu. Sebagian besar remaja (97,6%) minum
air putih setiap saat ketika merasa haus. Sebanyak 57,8% remaja biasa minum air putih
setelah pulang sekolah. Hanya 15,7% remaja yang memiliki kebiasaan minum air putih
setelah berolahraga. Sebanyak 19,3% remaja selalu minum air putih di setiap waktu setelah
berolahraga, sebelum berangkat sekolah, pulang sekolah, sebelum tidur, dan ketika bangun
tidur. Kebiasaan minum air putih ini akan menentukan kecukupan cairan tubuhnya. Semakin
sering frekuensi minum air putih, maka kebutuhan cairan tubuh diduga akan tercukupi.
Survey di Singapura menunjukkan sebanyak 70% remaja akan minum apabila merasa
haus, dan sebenarnya ini sudah terlambat karena haus merupakan indikasi awal dari
dehidrasi (AFIC, 2002). Jumlah air putih (dalam satuan gelas) yang biasa dikonsumsi subjek
setiap hari berkisar antara 3-16 gelas dengan rata-rata 8 gelas baik pada remaja laki-laki
maupun perempuan. Kategori kecukupan air berdasarkan pedoman umum gizi seimbang
(PUGS) yaitu 8 gelas air setiap hari. Konsumsi air putih dikategorikan kurang jika minum air
putih kurang dari 8 gelas per hari, cukup jika 8-12 gelas per hari, dan lebih jika minum air putih
lebih dari 13 gelas per hari. Sebagian besar remaja (55,4%) termasuk dalam kategori cukup
minum air putih. Sebanyak 37,3% di antaranya termasuk kurang dan hanya 7,2% remaja yang
lebih dalam minum air putih. Pada kondisi fisiologis normal (sehat), tubuh akan mampu
mengeluarkan kelebihan cairan baik melalui ginjal (urin) maupun melalui kulit (keringat).
Tubuh memperoleh cairan dari konsumsi makanan dan minuman, serta sebagian kecil
dari hasil metabolisme (IOM,2004). Pada penelitian ini total asupan cairan adalah
penjumlahan cairan yang berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi menurut recall
2x24 jam. Total cairan tubuh antar individu tergantung komposisi massa tubuh aktif (lean body
mass). Laki-laki mempunyai massa tubuh aktif lebih tinggi dibandingkan perempuan,
sehingga kadar air tubuh laki-laki akan lebih tinggi. Perempuan dan kelompok lanjut usia
berkurang kandungan air tubuhnya karena lebih rendah komposisi massa bebas lemak (fat-
free mass) dan meningkatnya lemak tubuh (IOM, 2004). Secara keseluruhan asupan cairan
dari makanan menyumbang 25,3% terhadap total asupan cairan. Kelompok pangan pokok
menyumbang cairan terbesar dari makanan, subjek mengkonsumsi makanan pokok minimum
dua kali sehari. Kebutuhan cairan pada individu dengan kategori usia 15–30 tahun adalah 40
ml/kg BB (FNRI,2002). Sehingga kebutuhan cairan pada remaja laki-laki antara 1600-3200 ml
(2292 ± 411 ml), dan pada remaja perempuan antara 1520-3200 ml (2057 ± 323 ml).
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diketahui bahwa kecukupan terhadap kebutuhan
cairan adalah perbandingan antara asupan cairan dengan kebutuhan cairan pada masing-
masing individu (%).Dan berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan yang nyata antara
kebutuhan, asupan, dan pemenuhan kebutuhan cairan, yaitu pada remaja laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Rata-rata asupan cairan antara remaja laki-laki dan perempuan
berturut-turut sebesar 2939 ml dan 2250 ml, sedangkan kebutuhannya berturut-turut sebesar
2292 ml dan 2057 ml. Kecukupan kebutuhan cairan remaja laki-laki berkisar antara 74-304%
(rata-rata 132±47%), dan pada perempuan berkisar antara 46-203% (rata-rata 111±33%).
Dalam penelitian lain pun didapati hasil bahwa status gizi menunjukkan hubungan lemah
terhadap dengan status dehidrasi. Salah satu faktor risiko terjadinya dehidrasi adalah
kelebihan berat badan (overweight). Jumlah cairan tubuh total ± 55–60% dari berat badan.
Kandungan air dalam sel otot lebih tinggi dibandingkan dengan pada sel lemak, sehingga total
cairan pada tubuh orang gemuk (obese) lebih rendah dari pada orang yang tidak obese (UPK-
PKB, 2017). Berdasarkan penelitian NHANES 2009–2012 bahwa orang dewasa yang tidak
cukup terhidrasi memiliki IMT yang lebih tinggi dan kemungkinan lebih tinggi mengalami
obesitas dibandingkan dengan orang dewasa terhidrasi (Chang et al., 2012).
Dalam penelitian lainnya, didapati pula hasil bahwa Kebutuhan air seseorang selain
dipengaruhi umur, jenis kelamin, suhu lingkungan, dan aktivitas fisik, juga dipengaruhi ukuran
fisik atau status gizi. Pada penelitian tersebut status gizi bukan merupakan variabel perancu
karena hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi tidak berhubungan dengan status
hidrasi. Dehidrasi tidak hanya ditemukan pada subjek yang mengalami kelebihan berat badan
saja tetapi juga ditemukan pada subjek dengan status gizi baik dan kekurangan berat badan.
Status hidrasi lebih dipengaruhi oleh kecukupan konsumsi cairan yang sesuai dengan
kebutuhan dan adanya faktor suhu lingkungan yang tinggi sehingga terjadi peningkatan
pengeluaran cairan melalui pernapasan dan keringat yang menyebabkan kebutuhan cairan
tubuh meningkat (Clap et al., 2002).
Cara mengantisipasi hal tersebut maka dapat dilakukan beberapa upaya, yang meliputi
Hasil direkomendasikan bahwa perlunya seseorang memiliki asupan cairan ≥ 3700 liter per
hari, seseorang yang beraktifitas ditempat yang panas harus minum sesering mungkin 150–
200 cc air setiap 15–20 menit sekali, perlu adanya penyuluhan dan edukasi tentang
pentingnya air minum, bahaya dehidrasi, tanda dehidrasi dan akibat dehidrasi. Pada remaja
dapat dilakukan kegiatan penyuluhan mengenai tingkat kebutuhan minum air putih yang
cukup pada remaja, dimana kegiatan tersebut lebih efektif dilakukan di sekolah melalui
penyampaian yang terintegrasi dengan mata pelajaran terkait seperti biologi, lingkungan
hidup, dan olahraga atau kesehatan. Selain itu perlu dilengkapi penyediaan sarana air minum
(galon dan botol air minum) di setiap ruang kelas yang dikelola bersama oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. dan Wirjatmadi, B. 2012. Peran Gizi dalam Siklus Kehidupan, Edisi Pertama.
Prenadamedia Group, Jakarta, hal. 285-298.
Alim, A. (2012). Persepsi atlet terhadap kebutuhan cairan (hidrasi) saat latihan fi sik dan
recovery pada unit kegiatan mahasiswa olahraga Universitas Negeri Yogyakarta.
Diakses dari staffnew.uny.ac.id/upload/132319843/ penelitian/Hidrasi+bagi+Atlet.pdf.
Batmanghelidj, F. (2007). Air untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Briawan, D, Sedayu T.R, dan Ekayanti I. Kebiasaan Minum dan Asupan Cairan Remaja di
Perkotaan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 2011, Vol.8, 1:36-41.
Chang, T., Ravi, N., Pleque, M.A., Sonneville, K.R., & Davis, M.M. (2016). Inadequate
hydration, BMI, and obesity among US adults: NHANES 2009-2012. Ann Fam Med,
14(4):320-4. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/27401419.
Clap AJ, Bishop PA, Smith JF, Lloyd LK, Wright KE. A Review of Fluid Replacement for
Workers in Hot Jobs. AIHA Journal. 2002; 63: 190-198.
Damayanti, D., Pritasari, dan Lestari, N.T. 2017. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bahan Ajar Gizi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 109-112.
Food and Nutrition Research Institute (FNRI). Recommended energy and nutrient intakes.
Phillippines: Food and Nutrition Research Institute; 2002.
Gustam. (2012). Faktor risiko dehidrasi pada remaja dan dewasa (Skripsi yang tidak
dipublikasikan), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses dari repository.ipb.ac.id/jspui/
bitstream/123456789/54399/1/I12gus.pdf
Institute of Medicine (IOM). Dietary reference intakes for water, potassium, sodium, chloride,
and sulfate. USA: National Academic Press; 2004.
Kant, A.K., Grauband, B.I., & Atchinson, E.A. (2009). Intakes of plan water, moisture in foods
and beverages, and total water in the adult us population-nutritional, meal pattern, and
body weight correlates: National Health And Nutrition Examination Surveys 1999-2006.
Am J Clin Nutr, 90(3), 655-63. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2728648/.
Rismayanthi, C. (2012). Persepsi atlet terhadap macam, fungsi cairan, dan kadar hidrasi tubuh
di unit kegiatan mahasiswa olahraga. MEDIKORA, 9(1), 1-14. Diakses dari
http://id.portalgaruda. org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=355512.
Unit Pendidikan Kedokteran-Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (UPK-PKB). (2017).
Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa; fi siologi, patofi siologi, diagnosis
dan tatalaksana. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.

Anda mungkin juga menyukai