Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

GANGGUAN DEHIDRASI
Dosen Pengampu: Firman Prastiwi, S.Kep., Ners., M.Kep.

DI SUSUN OLEH:

1. ANISA WAHYUNING TYAS (P21109)


2. APRILIA (P21110)
3. ARDHIA CINDHY NUR AZIZAH (P21111)
4. ARETA URIA AYU WULANDARI (P21112)
5. ARFIAN DITYA SETYA PERMANA (P21113)
6. ARIN NOR KOMARIAH (P21114)
7. ARSITA TRINATA DEWI (P21115)
8. ARRIJALU BAHRUL HUDA (P21116)
9. BHARA ARDHI SYAHFRUDDIN (P21117)
10. CINDY RIZKA AULIA (P21118)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ….ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Keperawatan Transkultural. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang ….
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Firman Prastiwi, S.Kep., Ners.,
M.Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Transkultural yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Surakarta, 28 Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehilangan cairan tubuh akibat aktivitas fisik yang terlalu tinggi dapat menimbulkan
efek dehidrasi. Dehidrasi merupakan gangguan keseimbangan cairan atau air pada tubuh.
Hal ini disebabkan karena pengeluaran cairan lebih banyak daripada pemasukan
(misalnya minum). Dehidrasi lebih mudah terjadi pada anak-anak dan wanita karena di
dalam tubuhnya banyak mengandung lemak yang hanya mengandung 20% air. Pada
manula juga sering terjadi dehidrasi karena kadar air dalam tubuhnya menurun akibat
penuaan organ-organ tubuh.
Dehidrasi dapat berakibat buruk bagi tubuh karena dapat memicu terjadinya
depresiasi kemampuan koginitif, penurunan fokus dalam belajar, pusing, lesu,
melemahkan anggota gerak, serta dapat memicu terjadinya infeksi saluran kemih dan
terbentuknya batu ginjal (Sari & Nindya, 2017). Dehidrasi dapat dipicu oleh beberapa
faktor seperti usia,jenis kelamin,status gizi,aktivitas fisik, lingkungan aktivitas, tingkat
pengetahuan dan kebiasaan minum (Sari, 2017).
Data dari penelitian The Indonesian Regional Hydration Study (THIRST) pada tahun
2008-2009 dengan jumlah sampel sebanyak 604 remaja dan 582 orang dewasa, 46,3%
sampel penelitian mengalami dehidrasi, yang terdiri dari 44,5% remaja dan 48.1% pada
orang dewasa. Faktor yang berperan dalam menyebabkan dehidrasi adalah area ekologi,
suhu badan, pengetahuan mengenai nutrisi cairan yang cukup, dan kurangnya asupan
cairan.
Menurut Anggraeni & Fayasari (2020) berdasarkan survey yang dilakukan Tamasek
Polytechnic dan Asian Food Information Cantre di Singapura memperlihatkan bahwa
prevalensi usia remaja 15-24 tahun memiliki kebiasaan minum yang buruk serta tidak
mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
anak usia remaja mengkonsumsi air minum rata-rata 1,5 liter per/hari untuk laki-laki dan
1,6 liter untuk perempuan. Menurut Bakri (2019) rekomendasi konsumsi air hairan yang
diasarankan oleh Institute of Medicine menyarankan pria untuk mengkonsumsi air
sebanyak 3 liter per/hari (13 gelas) dan perempuan mengkonsumsi air 2,5 liter per/hari (8
gelas) untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada remaja.
Dehidrasi lebih banyak dialami oleh remaja karena remaja dianggap sebagai masa
penting dalam kehidupan untuk mulai mengahadapi masalah perubahan fisik, biologik,
psikologik maupun sosial sebelum mencapai dewasa. Perubahan tersebut juga ikut
mempengaruhi kebutuhan gizi pada masa remaja oleh adanya peningkatan pertumbuhan
dan perkembangan fisik, berubahnya gaya hidup dan kebiasaan makan, serta aktivitas
fisik remaja itu sendiri.
Menurut (Kenney WL, dkk, 2012: 138) beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah dehidrasi, antara lain minum banyak cairan, normalnya disarankan untuk
mengkonsumsi paling sedikit 8 gelas cairan sehari, terutama air putih, minuman
berenergi dapat mendorong orang untuk lebih banyak minum karena kandungan sodium
yang tinggi di dalamnya, hindari minuman yang mengandung kafein atau alkohol karena
dapat meningkatkan frekuensi buang air kecil (diuresis), hindari minuman yang
mengandung carbonat (soda) karena menyebabkan penggelembungan atau perasaan
penuh dan mencegah pemenuhan konsumsi cairan, kenakan pakaian berwarna terang dan
menyerap keringat karena dapat membantu mencegah penguapan pada kulit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep gangguan dehidrasi?
2. Apa etiologi gangguan dehidrasi?
3. Apa patofisiologi gangguan dehidrasi?
4. Bagaimana manifestasi klinik dehidrasi?
5. Bagaimana penatalaksanaan medik dan keperawataan mengenai gangguan dehidrasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep gangguan dehidrasi
2. Untuk mengetahui etiologi gangguan dehidrasi
3. Untuk mengetahui patofisiologi gangguan dehidrasi
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dehidrasi
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medik dan keperawataan mengenai gangguan
dehidrasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gangguan Keganasan Dehidrasi
Kandungan air tubuh berbeda antar manusia tergantung pada proporsi jaringan otot
dan jaringan lemak. Tubuh yang mengandung lebih banyak jaringan otot mengandung
lebih banyak air. Secara normal, dalam satu hari tubuh akan kehilangan cairan melalui
ginjal, kulit, paru- paru maupun feses. Untuk menjaga agar kondisi dan fungsi cairan
tubuh tidak terganggu, kehilangan cairan tersebut harus diganti. Jika tubuh tidak cukup
mendapatkan air atau terjadi kehilangan air sekitar 5% dari berat badan (pada anak,
remaja dan dewasa) maka keadaan ini dikenal dengan istilah dehidrasi.
Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang
keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk. Menurut Asian Food
Information Centre, dehidrasi terbagi menjadi tiga kelompok yaitu dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang, dan dehidrasi tingkat berat. Dehidrasi dapat mengganggu
keseimbangan dan pengaturan suhu tubuh dan pada tingkat yang sudah sangat berat bisa
berujung pada penurunan kesadaran dan koma. Dehidrasi dapat menjadi faktor risiko
terjadinya obesitas pada anak dan remaja. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidak-
seimbangan elektrolit dalam tubuh yang memacu meningkatnya nafsu makan dan asupan
makanan yang kaya lemak sehingga asupan cairan dalam tubuh menurun.
Lieberman Etal menjelaskan bahwa dehidrasi pada remaja obesitas menyebabkan
penurunan fungsi kognisi dan mood, juga meningkatkan kelelahan sehingga tubuh
menjadi lemas dan malas untuk beraktivitas fisik. Kebiasaan minum sebelum makan
dapat menjadi alternatif cara untuk mencegah dehidrasi dan terapi penurunan berat badan
pada remaja obesitas.
Penelitian di Virginia pada orang obesitas menunjukkan bahwa konsumsi air sebelum
makan dapat menurunkan asupan makan sampai 13%. Pemilihan jenis konsumsi cairan
yang mengandung gula tinggi dapat menjadi faktor obesitas karena minuman bergula
tinggi menyumbang energi yang cukup banyak bagi tubuh sehingga beberapa penelitian
menganjurkan untuk mengganti konsumsi minuman manis berenergi tinggi tersebut
dengan konsumsi air putih pada orang obesitas.
Hasil penelitian tentang kebiasaan minum remaja dan asupan cairan remaja perkotaan
di Bogor menunjukkan bahwa terdapat 37,3% remaja yang minum kurang dari 8 gelas
per hari dan sebesar 24,1% remaja asupan cairannya kurang dari 90% kebutuhan. Survey
NHANES II (1999-2002) di Amerika menunjukkan perbedaan konsumsi cairan baik dari
makanan maupun minuman pada remaja yang obesitas dan non obesitas diketahui lebih
banyak pada remaja obesitas sebesar 2,4 liter. Hal ini didukung oleh hasil survey
NHANES III (2005-2006) yang menemukan bahwa konsumsi total cairan pada remaja
obesitas lebih tinggi dibanding remaja non obesitas yaitu 2,2 literberbanding 1,9 liter.
Meskipun konsumsi cairannya sudah lebih tinggi pada remaja obesitas, namun dilihat
dari kebutuhan cairan yang seharusnya sebesar 2,4 – 3,3 liter, pemenuhan konsumsi
cairan pada remaja obesitas tergolong masih kurang dari standar kebutuhan cairan. Hal
ini disebabkan kandungan air di dalam sel lemak orang yang mengalami obesitas lebih
rendah daripada kandungan air dalam sel otot. Perbandingan antara air dan lemaknya
berbanding 50%:50% lebih rendah dibandingkan dengan orang yang berat badannya
normal sehingga orang obesitas lebih mudah kekurangan cairan.
Terjadinya penumpukan lemak tubuh pada orang obesitas dapat meningkatkan berat
badan tanpa menambah kandungan air dalam tubuh. Oleh karena itu kebutuhan air bagi
orang obesitas disarankan 2 gelas lebih banyak dari standar kebutuhan dibandingkan
orang normal, selain karena faktor lebih mudah dehidrasi, konsumsi air yang cukup
diketahui juga membantu menurunkan berat badan sehingga dapat menjadi cara baru
untuk menurunkan kejadian obesitas. Sebagai mahasiswa gizi, seyogyanya memberikan
contoh dengan memiliki postur tubuh ideal serta status gizi normal kepada masyarakat
dengan cara pemasukan energi disesuaikan atau disamakan dengan pengeluaran
energinya. Belum ada penelitian sebelumnya tentang dehidrasi terhadap kejadian
obesitas di Akademi Gizi Surabaya. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui perbedaan
tingkat konsumsi energi, lemak dan cairan, serta status hidrasi pada mahasiswa obesitas
dan non obesitas.
B. Etiologi Dehidrasi
Secara umum dehidrasi ini dapat disebabkan oleh kehilangan air yang kita tidak
sadari pada kulit dan juga pada saluran pernapasan (Fikita M. 2017). Namun, Ditemukan
beberapa macam jenis dehidrasi dan penyebabnya sebagai berikut:
a. Dehidrasi isotonic
Dengan penyebab luka bakar, berpuasa, muntah secara terus-menerus, diare,
pendarahan, ileustomy (pemotongan usus), diaphoresis (keringat yang
berlebihan), terapi hipotonik, suction gastrointestinal (cuci lambung)
b. Dehidrasi hipotonik
Penyebabnya adalah penyakit diabetes mellitus, mal nutrisi berat, dan
rehidrasi cairan
c. Dehidrasi hipertonik
Diare air, diabetes insipidus (hormone ADH yang menurun), kesadaran
infeksi sistemik, suhu tubuh meningkat, disfagia, dan gangguan rasa haus
C. Patofisiologi Dehidrasi

D. Manifestasi Klinik Dehidrasi


1. Terjadinya penumpukan lemak tubuh pada orang obesitas dapat meningkatkan
berat badan tanpa menambah kandungan air dalam tubuh (Batmanghelidj, 2007).
2. Tanda-tanda dehidrasi seperti haus, lemah, lelah, sedikit gelisah, dan hilang selera
makan
3. Mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti kulit kering, mulut dan tenggorokan
kering, volume urin berkurang
4. Sulit berkonsentrasi, sakit kepala, kegagalan pengaturan suhu tubuh serta
peningkatan frekuensi nafas.
5. Bila mengalami gejala-gejala seperti keringnya mukosa, turgor kulit menurun,
lesu, gelisah, mata cekung urin keruh, menurunnya tekanan darah, hingga gejala
gangguan fisik, psikologis, suasana hati (mood), dan gangguan fungsi kognitif
(David Benton, 2011, Kemenkes, 2011).
6. Penurunan memori biasanya terjada pada usia lanjut. Namun kini, usia muda
banyak juga yang mengalami keluhan penurunan memori segera, hal ini sesuai
dengan penelitian Achmad Iwan Tantomi, 2013
7. Bila dehidrasi terus berlanjut dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala
denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat dan lemah bahkan tidak teraba,
tekanan darah menurun, klien tampak lemah dengan kesadaran menurun. Karena
kekurangan cairan, dieresis berkurang (olguria sampai anuria).
8. Manifestasi Klinis dari dehidrasi (Muscari, 2005):
 Haus
 Keletihan
 Penurunan berat badan
 Membran mukosa kering
 Penurunan atau hilangnya produksi air mata
 Turgor kulit tidak elastic dan waktu pengisian kembali (Capillary refill)
meningkat
 Mata cekung 20
 Depresi fontanel
 Penurunan haluaran urin
 Takikardia
 Penurunan tekanan darah
 Rasa haus berlebihan
E. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan
Penatalaksanaan dehidrasi bertujuan untuk mengganti defisit cairan dan keseimbangan
kadar elektrolit. Pemberian pasien yang mengalami peningkatan pengeluaran cairan,
seperti pada pasien yang mengalami demam, muntah, atau diare, jumlah cairan yang
keluar harus diperhitungkan untuk menentukan strategi rehidrasi cairan pasien. Terapi
simtomatik untuk mengurangi muntah atau frekuensi diare dapat diberikan untuk
mengurangi jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
1. Tata Laksana Dehidrasi pada Anak-Anak
Anak-anak dengan dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diberikan
rehidrasi oral. Bayi yang masih mendapat ASI dapat diberikan ASI. Cairan
yang mengandung kadar gula yang tinggi sebaiknya tidak diberikan pada
anak-anak yang mengalami dehidrasi. American Academy of Pediatrics
merekomendasikan anak-anak dengan derajat dehidrasi ringan-sedang
isonatremi dapat diberikan larutan rehidrasi oral dengan dosis 50-100
ml/kgB dalam 2-4 jam. Pemberian cairan dapat menggunakan sendok teh,
syringe, atau tetasan (dropper)
 Panduan Tata Laksana Diare pada Balita
Panduan sosialisasi tatalaksana diare balita pada tahun 2011
merekomendasikan pada anak-anak tanpa dehidrasi yang mengalami
diare pemberian oralit sebanyak 50-100 tiap kali diare bagi anak
berusia < 1 tahun, dan 100-200 ml bagi anak berusia > 1 tahun. Anak-
anak dengan dehidrasi derat ringan-sedang dapat diberikan oralit
dengan dosis 75ml/kgBB dalam 3 jam pertama di fasilitas kesehatan.
Setelah 3-4 jam, dapat dilakukan penilaian kembali status dehidrasi.
Bila dehidrasi telah teratasi, pemberian oralit dapat diberikan setiap
kali anak mengalami diare. Bila pada evaluasi anak-anak masih
mengalami dehidrasi ringan-sedang, oralit dengan dosis 75ml/kgBB
dapat dilanjutkan.[6,17] Pada anak-anak dengan klinis tidak stabil,
dapat diberikan bolus cairan NaCl 0.9% dengan dosis 20 ml/kgBB
untuk memperbaiki perfusi jaringan. Dosis bolus dapat diberikan
sebanyak tiga kali setelah dilakukan penilaian ulang klinis pasien
setelah dosis bolus diberikan. Pemberian cairan ringer laktat sebaiknya
dihindari karena bersifat hipertonik dan menurunkan kadar natrium
pasien. Defisit cairan dapat diberikan sebanyak 50% dalam 8 jam
pertama, dan 50% dalam 16 jam selanjutnya. Defisit cairan dihitung
berdasarkan perubahan Berat Badan sebelum dan sesudah pasien
mengalami dehidrasi (perubahan berat badan per 1000 gram = 1000
ml).
2. Tatalaksana Dehidrasi pada Dewasa
Pasien dengan manifestasi klinis dehidrasi derajat ringan-sedang yang
disebabkan oleh gastroenteritis dapat diberikan terapi Larutan Rehidrasi
Oral. Larutan Rehidrasi Oral terdiri dari komponen Natrium 75 mmoL/L,
Klorida 65 mmol/L, Glukosa Anhidrat 75 mmol/L, Kalium 20 mmol/L,
Sitrat 10 mmol/L, dengan total osmolaritas 245 mmol/L. Larutan rehidrasi
oral dapat diracik dari 1 Liter air, 8 sendok teh gula, dan 1 sendok teh
garam, atau dengan menggunakan larutan rehidrasi oral kemasan
komersial (misal: Pedialyte, Rehydralyte) Pemberian cairan yang tidak
tepat, misalkan pada cairan dengan kadar glukosa terlalu tinggi dapat
menyebabkan diare osmotik yang akan memperburuk keadaan dehidrasi
pasien.
Pasien dengan manifestasi klinis derajat berat perlu dilakukan rehidrasi
dengan segera untuk memperbaiki fungsi jaringan. Pemberian cairan
intravena diperlukan utama pemberian cairan dengan cepat, terutama pada
pasien dengan dengan asupan oral yang tidak adekuat.
 Resusitasi Cairan Pada Populasi Dewasa
Pada orang dewasa yang memerlukan resusitasi cairan, cairan kristaloid
dapat diberikan secara intravena dengan kecepatan 10-20 mL/kg atau
500ml dalam 15 menit, kemudian dilakukan evaluasi ulang manifestasi
klinis, termasuk tanda-tanda kelebihan cairan. Bila tanda-tanda syok
telah berhasil teratasi, pasien dapat diberikan cairan intravena
maintenance 20-30ml/kgBB/hari, Pemberian cairan dalam jumlah besar
dan cepat pada pasien dengan riwayat penyakit jantung dan gagal ginjal
perlu hati-hati, dan dapat diberikan dengan volume yang lebih kecil (5-
10 mL/kg). Cairan kristaloid yang paling sering diberikan untuk
resusitasi cairan adalah normal saline atau natrium klorida dan ringer
laktat. Pemberian larutan natrium klorida dalam jumlah besar dapat
menginduksi asidosis metabolic, sehingga ringer laktat lebih sering
dipilih pada pasien-pasien yang memerlukan resusitasi cairan dalam
jumlah besar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang
keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk. Ditemukan beberapa macam
jenis dehidrasi dan penyebabnya sebagai berikut:
a. Dehidrasi isotonic dengan penyebab luka bakar, berpuasa, muntah secara terus-
menerus, diare, pendarahan, ileustomy (pemotongan usus), diaphoresis (keringat yang
berlebihan), terapi hipotonik, suction gastrointestinal (cuci lambung)
b. Dehidrasi hipotonik penyebabnya adalah penyakit diabetes mellitus, mal nutrisi berat,
dan rehidrasi cairan
c. Dehidrasi hipertonik diare air, diabetes insipidus (hormone ADH yang menurun),
kesadaran infeksi sistemik, suhu tubuh meningkat, disfagia, dan gangguan rasa haus

B. Saran
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto ,dkk.(2015).Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi,Lemak,Cairan ,Dan


Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas Dan Non Obesitas.Indonesian Journal of Human
Nutrition,Juni 2015,Vol.2 No1:11-22 .Diakses dari https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjsxeqBqOf5AhUd7TgGHdgtAV
QQFnoECAUQAQ&url=https%3A%2F%2Fijhn.ub.ac.id%2Findex.php%2Fijhn%2Farticle
%2Fview%2F114%2F126&usg=AOvVaw12TfFeTM4zU2IFL1coC693
Batmanghelidj, F. (2007). Air Untuk Menjaga Kesehatan Dan Menyembuhkan
Penyakit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Benton, David. 2011. Dehydration Influences Mood and Cognition. Journal Nutrients.
pp. 559-565
dr.Daniel Budiono.2021.Penatalaksanaan Dehidrasi.Diakses dari
https://www.alomedika.com/penyakit/kegawatdaruratan-medis/dehidrasi/penatalaksanaan
Fikita.M.Y(2017).Asuhan Keperawatan Pada Balita Yang Mengalami Diare Dengan
Dehidrasi Sedang Di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.Jurnal
Hospital Majapahit.Vol 9 No. 1 Februari 2017.Diakses dari
https://ejournal.stikesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/view/141/132
Huang.I.(2016).Patofisiologi Dan Diagnsosis Penurunan Kesadaran Pada Penderita
Diabetes Mellitus.MEDICINUS Vol.5 No.2 Februari 2016.Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/327528092_Patofisiologi_dan_Diagnosis_Penuruna
n_Kesadaran_pada_Penderita_Diabetes_Mellitus
Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran UMM, Vol.
15 No. 1 Juni 2019)
Jurnal studi literature Universitas Muhammadiyah Surabaya .2020.Diakses dari
http://repository.um-surabaya.ac.id/5473/3/BAB_2.pdf
Jurnal Nika Anita Sari, Triska Susila Nindya, ¹Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya, ²Departemen
Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya
2017).Diakses dari https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3633/4674
Kenney WL, , Costill DL. 2012. Physiology Of Sport And Exercise. 5th ed.
Champaign :Human Kinetics.
Muscari, M. E. 2005. Keperawatan Pediatrik, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC (2017).Iklim Kerja Panas Dan Konsumsi Air Minum Saat Kerja Terhadap Dehidrasi
Shiells R,Morrel-Scott N.Prevention Of Dehydration In Hospital Patiens.British
Journal of Nursing.2018(27:656-70).
Tantomi, Achmad Iwan, et al., 2013.’Tren Fenomena ‘PisiDi’ (Pikun Usia Dini)
Sebagai Dugaan Awal Gejala Demensia. Jurnal Universitas Islam Malang. pp. 2-4

Anda mungkin juga menyukai