Anda di halaman 1dari 22

JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501

Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432

SPIRITUALITY AND THE HOLY BOOKS AS HYPER-REALITY


CONSTRUCTION OF ACCOUNTING?

Moh. Halim
Universitas Muhammadiyah Jember
halim@unmuhjember.ac.id

Abstrak: Tujuan tulisan ini ialah memperkenalkan sebuah epistemologi alternatif


dalam membangun dan mengembangkan ilmu akuntansi, yaitu epistemologi
spiritualitas dan pandangan kitab suci sebagai pelengkap epistemolgi sebelumnya.
Epistemologi ini memandang bahwa pengalaman suci yang dibalut dengan cinta dan
wahyu ilahi dapat mengkontruksi sebuah ilmu pengetahuan, termasuk ilmu akuntansi.
Dengan epistemologi tersebut ilmu akuntansi tidak semata dipraktekkan berdasarkan
rasionalitas dan materialitas, melainkan juga dipraktekkan berdasarkan spirit dan
wahyu ilahi. Sehingga ilmu akuntansi dapat membangun tatanan masyarakat dan
lingkungan yang seimbang antara spiritual, rasionalitas, dan materialitas yang
berpusat kepada wahyu ilahi atau kesadaran ilahiah yang merupakan epistemologi
ultima bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian realitas ilmu dan
praktek akuntansi yang ada saat ini sudah mulai muncul dan dikembangkan apa yang
disebut akuntansi islam, akuntansi syariah, dan lainnya, yang mana sejalan praktik
bisnis islam sudah mulai berkembang. Jika praktik akuntansi islam yang ada saat ini
masih menekankan pada aspek rasionalitas dan meterialitas yang dikedepankan, maka
spiritualitas dan kesadaran ilahian masih menjadi hiperrealitas, artinya ilmu akuntansi
yang dibangun dengan epistemologi tersebut menjadi realitas semu, karena realitas
praktek akuntansi tidak merujuk kepada kesadaran spiritualitas dan kesadaran ilahiah.
Kata kunci: Akuntansi Syariah, Epistemologi, Hiperrealitas, Spiritualitas

1. PENDAHULUAN
Sufi pinggiran merupakan sebuah afirmasi atau pengakuan bahwa semua
orang (bahkan malaikat, iblis, dan setan) memiliki kesadaran ilahiah
atau kearifan ilahiah paling autentik, tak peduli apakah orang itu
menyatakan beriman kepada Tuhan, tak soal apakah orang itu buta huruf
atau guru besar teologi; sebuah pengakuan bahwa kita sama-sama
mencari kebenaran ketuhanan yang paling jujur, tak terbatas bagi mereka
yang mengatakan beriman sesuai agama yang diyakininya dan dipeluk
ataupun bagi mereka yang tidak menyatakan beriman kepada Yang Ilahi,
sebuah usaha untuk jujur dalam beragama dan ber-Tuhan
(Mulkan, 2007:14; huruf cetak miring dan tebal dari penulis)

Moh. Halim│ 1
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432

Isu tentang kebangkitan Sebelum itu, ilmu pengetahuan


spiritualitas pada abad 21 sudah menjadi [ilmu akuntansi] menunjukkan
“benda” klise yang sering memancing wujudnya sebagai budak rasionalitas
antusiasme. Munculnya gerakan New yang disematkan ke dalam “baju”
Age, filsafat perenial, Spiritual modernisme. Sugiharto (1996)
Quotient, bahkan isu titik temu sains memandang modernisme sebagai
dan agama kerap dipandang sebagai sebuah gerakan pemikiran dan
isyarat kebangkitan spiritualitas. Di gambaran dunia yang awalnya
Indonesia, isyarat kebangkitan diinspirasikan oleh rasionalisme
spiritualitas tersebut ditandai salah Cartesian, dikokohkan oleh gerakan
satunya dengan adanya gerakan pencerahan (aufklärung) dan
islamisasi pengetahuan 1
yang mengabadikan dirinya hingga abad ke-
melahirkan usulan ekonomi islam 20 melalui dominasi sains dan
[bahkan akuntansi islam] 2
, psikologi kapitalisme. Modernisme dan segenap
islam, sain islam, dan lain sebagainya, bangunan peradabannya selalu
yang umumnya, dilakukan melalui meletakkan “manusia” sebagai subjek
“sedikit” penyesuaian istilah dan klaim otonom, pusat kesadaran dunia yang
(Adlin, 2007: 15). Meskipun demikian mempunyai “hak” penuh secara bebas
perkataan dari Adlin (2007) tersebut mengembangkan kreativitasnya tanpa
tidak seluruh benar, karena hakikat dari belenggu otoritas apapun, termasuk
spiritualitas itu sendiri sebenarnya otoritas agama (Santoso, 2003).
mengacu kepada puncak kesadaran Berbeda dengan epistemologi
manusia yang ada pada dirinya sendiri modern yang lebih mengandalkan pada
melalui God Spot sebagai pusatnya penjelajahan rasionalitas, epistemologi
dalam memandang dan menangkap spiritualitas lebih mengandalkan pada
realitas 3
pengalaman suci yang dibalut dengan
cinta, seperti yang telah dirasakan oleh
1
Istilah “islamisasi pengetahuan” ini digagas
pertama kali oleh Al-Faruqi, Al-Attas Jalaluddin Rumi sebagai berikut:
menyebut gagasannya dengan
”dewesternisasi”, dan Sardar berkaitan
dengan penciptaan pengetahuan yang
disebut
“sains islam kontemporer”.
Cetak miring ditambahkan oleh penulis.
3
2 Cara memandang dan menangkap realitas
yang berpusat pada God Spot (Titik
Moh. Halim│ 2
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432
Tuhan) bisa diistilahkan sebagai epistemologi
spiritualitas yang merupakan epistemologi
ultima dalam melihat pluralime realitas.

Moh. Halim│ 3
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432

Cinta tak dapat ditemukan dalam menanggung maha cintamu?


belajar dan ilmu pengetahuan, buku- benarkah
buku dan lembaran-lembaran. kau datang kepadaku
Apapun yang orang-orang o, rinduku,
bicarakan, itu bukanlah jalan para benarkah?
pencinta. Apa pun yang engkau (1998)
katakan atau dengar adalah kulitnya,
intisari Cinta adalah misteri yang
tak dapat dibukakan Meskipun puisi-puisi dari
(dikutip dari Adlin, 2007: 27) beberapa mistikus di atas banyak
Sepenggal bait puisi dari mengandung ungkapan spirit kepada
Jalaluddin Rumi, seorang pujangga sufi Sang Kekasih Pencinta, seringkali
paling terkenal dengan puisi yang pembaca memposisikan nilai cinta
bertemakan cinta, itu banyak dalam puisi-puisi tersebut sebagai puisi
mengandung spirit untuk mendorong cinta yang profan. Namun sebagian
para pencari cinta sejati dalam pembaca yang lain tetap memposisikan
berhubungan intim dengan Sang puisi-puisi cinta dari para mistikus
Pencinta, sehingga kita akan mencandu tersebut sebagai ungkapan jiwa yang
dan mabuk kepayang untuk bercinta ditujukan kepada Dzat Yang Penuh
terus-menerus. Citra simbolik “Kekasih Cinta. Tetapi pemahaman dari pembaca
yang erotik” semacam itu juga tentang “Cinta” belum tentu sesuai
mewarnai puisi yang ditulis oleh Bisri dengan pemahaman “Cinta” yang
(2000) yang menggambarkan kerinduan dimaksudkan oleh para mistikus cinta di
erotis kepada Sang Kekasih, seperti di atas, karena pengalaman dan proses
bawah ini: pemurnian pengenalan “Cinta” yang
o, damaiku, o, resahku, bisa jadi berbeda. Oleh karena itu,
o, teduhku, o, terikku, tulisan ini akan mencoba untuk
o, gelisahku, o, tentramku,
o, penghiburku, o, fitnahku, membangun ilmu akuntansi dengan
o, harapanku, o, cemasku, bingkai kekuatan dan kedahsyatan
o, tiraniku,
selama ini spiritualitas dan kitab suci, serta
aku telah menghabiskan umurku melakukan internalisasi terhadap
untuk entah apa. dimanakah
kau ketika itu, o, kekasihku? keduanya.
mengapa kau tunggu hingga
aku telah
tak sanggup lagi
lebih keras mengetuk pintumu

Moh. Halim│ 4
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432

2. SPIRITUALISME SEBAGAI Sesudah pertunjukan Madona ditanya


EPISTEMOLOGI ULTIMA
Manusia mempunyai kesenangan
untuk membedakan dan
mengklasifikasikan terhadap suatu
konsep. Klasifikasi dan pembedaan
tersebut juga terjadi pada konsep
spiritualitas yang terkotak pada konsep
spiritualitas versi Barat dan spiritualitas
versi kearifan Timur. Spiritualitas
dalam versi Barat terlihat beberapa
contoh antara lain; dalam salah satu
episodenya, Oprah Winfrey pernah
menghadirkan beberapa perempuan
muda yang bermasalah dan dipenjara.
Salah satu dari perempuan itu
merupakan seorang pembunuh
kawannya sendiri, namun dia tetap tidak
merasa bersalah. Perempuan tersebut
pada suatu saat mengatakan bahwa ia
percaya pada spirit, apakah ini sesuatu
yang menunjukkan bahwa ia sudah
lebih baik?. Oprah Winfrey bertanya
kepada perempuan tersebut “Spirit?
Maksudmu Tuhan?”, perempuan itu
menjawab “bukan” (dikutip dari Adlin,
2007).
Kisah serupa juga dialami oleh
Madona yang kini menjadi ikon
seksualitas musik pop, yaitu pada
pertunjukan (show) yang ke 1000, ia
berdoa “saya spiritual”, “saya religius”.

Moh. Halim│ 5
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432
mengenai doa sebelum pertunjukan
dimulai, Modana berkata “ya, saya
religius”. Mereka ikhlas, paling tidak
sejauh menyangkut diri saya, dan saya
tidak mencoba membangun jembatan
antara seks dan agama. Hanya gereja
Katolik yang bersikeras memisahkan
antara keduanya, dan keduanya selalu
dipisahkan, dan itu nonsense.
Berbeda dengan cerita lain yang
berkaitan dengan antusiasme
kemunculan kecerdasan spiritualitas
(SQ) di tanah air tercinta ini. Menurut
Danah Zohar dan Ian Marshall
diadaptasi oleh Adlin (2007)
mengatakan bahwa kecerdasan
spiritualitas merupakan kecerdasan
ultima namun tidak ada kaitannya
dengan agama. Kecerdasan
spiritualitas adalah kecerdasan untuk
memaknai hidup, sehingga seorang
ateis pun dapat memiliki kecerdasan
spiritual yang tinggi ketimbang
seorang yang religius. Dalam wilayah
psikologi, kecerdasan spiritualitas
bukanlan kecerdasan an sich, tetapi
lebih kepada usaha terapi diri dalam
memaknai setiap tindakan dan hidup
melalui suatu proses penandaan,
dengan tubuh dan otak sebagai wilayah
aktivitasnya. Proses pemakna tersebut
dilakukan untuk dapat menentramkan
dan memberi jawaban atas

Moh. Halim│ 6
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432

masalah-masalah ekstensial yang pelatihan Spiritual Quotient (SQ),


sebenarnya berasal dari alam bawah pelatihan ma’rifat dalam sehari
sadar berupa kompleks, yang (termasuk juga paket SQ), pelatihan
merupakan tumpukan masalah shalat khusyu, dan lain sebagainya.
terpendam. Berbagai pelatihan dengan “baju”
Dari beberapa contoh di atas spiritualitas tersebut masih terlihat
terlihat bahwa spiritualitas dalam adanya penambatan visi terhadap Tuhan
pandangan orang Barat dipahami yang digunakan untuk membangun
sebagai sebuah intensitas, sebuah hubungan agar semakin dekat dengan
pengalaman mendalam yang tidak Tuhan (Adlin, 2007: 17).
selalu terjadi setiap saat dalam Berbagai kasus nyentrik dalam
kehidupan sehari-hari. Mungkin lebih kalangan seniman bernuansa
tepatnya, spiritualitas versi Barat adalah spiritualitas terlihat pada kasus
pengalaman-pengalaman yang tidak kontroversi Anjasmara dan Izabel yang
selalu terkait dengan penghayatan memerankan Adam dan Hawa di surga
agama atau bahkan dengan Tuhan. Eden. Sang potografer dan kurator bisa
Spiritualitas itu lebih merupakan mengatakan bahwa itu adalah sebuah
sebentuk pengalaman psikis yang realitas spiritualitas. Sudah lazim bahwa
meninggalkan kesan dan makna seniman umumnya memiliki utopia
mendalam. Selain itu, pada dasarnya untuk bisa mereguk kebebasan mutlak
pemaknaan, termasuk pemaknaan di mana-mana. Tetapi, tidak seperti
hidup, senantiasa berkaitan erat dengan Madona yang bisa saja
segenap pengalaman psikis dan memproklamirkan spiritualitas dari
konstruksi sosial-budaya yang liberasi seksualitasnya, berbeda dengan
membentuk manusia. masyarakat Indonesia yang mana
Berbeda dengan spiritualitas versi spiritualitas tidak bisa disandingkan
Barat di atas, adanya sentimen terhadap dengan foto telanjang yang dinilai tabu.
agama yang masih tinggi sehingga Dengan demikian, karya fotografi pada
spiritualitas versi kearifan Timur masih foto Anjasmara dan Izabel akan lebih
terikat erat dengan agama. Baru-baru ini dipersepsi sebagai pornografi
di dunia Timur, terutama di Indonesia, ketimbang sebagai realitas spiritual.
mulai marak dengan training-training
yang berbau spiritualitas, seperti
Moh. Halim│ 7
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi Indonesia) ISSN (Print) : 2528-6501
Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 ISSN (Online) : 2620-5432

Kasus lain dalam maraknya Permasalahan perbedaan makna


fenomena spiritualitas terlihat pada spiritualitas yang mendasar pada kedua
pelatihan Emotional and Spiritual versi tersebut seringkali diabaikan oleh
Quotient (ESQ) dengan sebuah masyarakat Timur, khususnya
pernyataan “Janganlah mengharapkan Indonesia, yang seringkali langsung
adanya landasan epistemologi yang menyambut wacana spiritual dari Barat
kokoh seperti yang umum ditemui dengan antusiasme dan mengadopsinya
dalam kerangka teoritis modern”. secara longgar. Itulah penyebab bagi
Pelatihan tersebut mencoba untuk orang Timur sebagai bentuk ekses dari
menghadirkan sebuah keharusan psikis mentalitas praliterasi yang tidak
yang bersifat spiritual. Uraian-uraiannya menumbuhkan kemampuan dan kejelian
bukan untuk dikritisi secara teoritis pembacaan atas wacana spiritualitas
tetapi lebih diarahkan untuk membuat yang berkembang di Barat.
peserta mengalami intensitas psikis Jalan spiritualitas yang dipilih
akan kebesaran Tuhan, sebuah orang-orang pinggiran, dengan esensi
kesadaran yang distimulus oleh sugesti nilai yang berpusat pada kesadaran
berupa kata-kata dan visualiasasi. Ilahiah, dapat dijadikan alasan untuk
Apabila peserta bisa merasakan mengembangkan gagasan mengenai
keharuan, bahkan menangis, maka niscayanya perumusan teori (terutama
peserta akan merasakan suatu kedekatan teori akuntansi spiritual) yang
tersendiri dengan Tuhan. didasarkan pada kesadaran Ilahiah
Uraian di atas mengenai dua versi sebagai pusatnya 4
. Alasan pertama
spiritualitas akan memberikan bahan bahwa kita perlu memahami
perenungan bagi kita bahwa spiritualitas spiritualitas sebagai paradigma. Istilah
versi kearifan Timur bisa dikatakan paradigma ini apabila menggunakan
identik dengan religiusitas berupa terminologi Thomas Kuhn (2002)
penghayatan dan kedekatan manusia bahwa pada dasarnya realitas sosial itu
dengan Tuhan melalui ajaran-ajaran dikonstruksi oleh mode of thought atau
agama. Spiritualita versi Barat yang mode of
lebih menekankan pada sebentuk
pengalaman psikis yang meninggalkan 4
Lihat juga Kuntowijoyo (2006) yang
menggagas Al-Quran sebagai paradigma
kesan dan makna yang mendalam. dalam merumuskan sebuah teori-terutama
teori-teori sosial.

Moh. Halim│ 8
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

inquiry tertentu, yang pada gilirannya 5


Terma lain dari back to God antara lain; inna
lillahi wa inna ilaihi raajiun (tradisi
akan menghasilkan mode of knowing
tertentu pula. Spiritualtas sebagai
sebuah pendekatan menuju paradigma
baru dalam membangun ilmu akuntansi
telah diperkenalkan oleh Triyuwono
(2008) dengan menggunakan Victory,
Virgin, and Light (VVL) sebagai
metodologi baru bagi penelitian
akuntansi. Ilmu pengetahuan yang
dihasilkan dari metodologi VVL
diharapkan dapat menghasilkan ilmu
pengetahuan suci yang mempunyai
kekuatan besar untuk menciptakan
realitas sosio-spiritualitas.
Spiritualitas sebagai paradigma
baru dapat diterapkan sebagai instrumen
bagi para peneliti dan masyarakat pada
umumnya untuk melakukan
kontemplasi mengenai tujuan hidup
mereka dan nasib mereka melalui
interaksi sosial dan spiritual di dalam
kehidupan mereka sehari-hari
(Triyuwono, 2008). Intisari ajaran dari
aliran spiritualitas versi Triyuwono
(2008) ialah menganut pada sebuah
kepercayaan bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini memancar dan akan
kembali kepada Tuhan (everything in
the universe emanates from, and will be
back to God). Berdasarkan jargon back
to God5 ini

Moh. Halim│ 9
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :
kita semua bisa melakukan Rumi dan lainnya).

sinkronisasi pada semua aspek


kehidupan untuk perjalanan panjang
kembali pada Tuhan, termasuk dalam
melakukan penelitian. Konsep
everything in the universe emanates
from, and will be back to God ini dapat
dijadikan justifikasi untuk membangun
epistemologi spiritualitas bagi
sinkronisasi metodologi penelitian
akuntansi. Epistemologi spiritulitas
menawarkan sebuah kebebesan pada
diri (inner self) untuk bebas dari semua
konsep logika yang tertanam kuat pada
pikiran dan bahkan diri dapat
membebaskan dari penjara pikirannya.
Berdasarkan epistemologi spiritualitas,
diri (inner self) dipercaya mempunyai
kekuatan di dalam dirinya untuk
mendapatkan dan menciptakan
pengetahuan akuntansi baru, bahkan
dapat melampaui ilmu akuntansi
tradisional.
Berbeda dengan pardigma
spiritualitas yang digagas oleh
Triyuwono (2008), paradigma
berdasarkan Kitab Suci (Al-Qur’an)
juga pernah digagas oleh
Kuntowijoyo

mainstream islam) manunggaling kawulo-


Gusti (ajaran mistik Jawa); dan wahdatul
wujud (ajaran sufi al-Hallaj); atau ajaran
Cinta para sufi agung yang menyatu
dengan Tuhan melalui konsep cintanya
(seperti, Rabiah al- Adawiyah, Jalaluddin

Moh. Halim│ 10
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

(2006) yang menempatkan Kitab Suci akuntansi saat ini? Kalau iya, maka
sebagai dasar untuk mengembangkan ajaran sosio-spiritualitas hanya menjadi
ilmu pengetahuan sosial. Paradigma Al- hyper-realitas yang tidak merujuk pada
Qur’an dapat dikatakan sebagai suatu referensi apapun, kecuali merujuk pada
bentuk konstruksi pengetahuan yang realitas sosio-spiritualitas itu sendiri.
memungkinkan kita memahami realitas Hyper-realitas sosio-spiritualitas ini
akuntansi sebagaimana Al-qur’an terbentuk melalui simulasi 6
konsep
memahaminya. Penerapan paradigma yang mencitrakan sebuah realitas yang
Al-Qur’an pada ilmu akuntansi telah pada hakikatnya tidak senyata realitas
menghasilkan ilmu pengetahuan dengan yang sesungguhnya. Realitas yang
beragam label, misalnya akuntansi “tidak sesungguhnya” tetapi dicitrakan
islam (Harahap, 1995; Adnan, 1995; sebagai realitas yang mendeterminasi
dan Baydoun & Willett, 1994), dan kesadaran “kita” itulah yang disebut
akuntansi syari’ah (Triyuwono, 1995 dengan realitas semu (hyper-reality).
dan Mulawarman, 2008). Realitas
akuntansi yang semula dibangun dengan 3. RASIONALISME SEBAGAI
paradigma modernisme yang sangat EPISTEMOLOGI SUBORDINATE
rasional, dengan sentuhan divine Epistemologi rasionalitas sangat
paradigm, perlahan-lahan akuntansi dijunjung oleh peradaban yang disebut
modern sudah mulai bergeser menuju sebagai modernisme. Sugiharto (1996)
akuntansi yang sarat dengan nilai-nilai mengatakan bahwa modernisme dapat
(seperti wahyu, spiritualitas, atribut diartikan gerakan pemikiran dan
Tuhan, dan bahkan Tuhan itu sendiri). gambaran dunia tertentu yang awalnya
Meskipun realitas praktik akuntansi diinspirasikan oleh rasionalisme
sekarang, sebagian besar, masih Descartes, dikokohkan oleh gerakan
menganut ajaran modernisme yang Pencerahan (Aufklärung) dan
berpusat pada nilai rasionalisme dan mengabadikan dirinya hingga abad ke-
materialisme. Kenyataan ini 20 melalui dominasi sains dan
menunjukkan bahwa realitas spiritual
6
Terma simulakra ini meminjam dari istilah
tidak menyentuh secara keseluruhan Baudrillard (1994) bahwa “simulation is no
pada realitas ilmu dan praktik akuntansi, longer that of a territory, a referential being,
or a substance. It is the generation by
apakah ini yang disebut hyper-realitas models of a real without origin or reality: a
hyperreal” (pp.1).

Moh. Halim│ 11
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

kapitalisme. Modernisme dan segenap rasionalisme Cartesian tersebut pada


bangunan peradabannya selalu urutannya mengajak masyarakat
meletakkan “manusia” sebagai subjek modern untuk melihat realitas dunia ini,
otonom, pusat kesadaran dunia yang tidak ubahnya bagaikan sebuah mesin
mempunyai “hak” penuh secara bebas jam raksasa tanpa elemen spiritual yang
mengembangkan kreativitasnya tanpa terlihat menggerakkan. Epistemologi
belenggu otoritas apapun, termasuk adalah sebuah cara pandang untuk
otoritas agama, disebut juga humanisme memahami dan menangkap realitas.
dengan antroposentrisnya (Santoso, Epistemologi rasionalisme Cartesian
2003). Epistemologi modern yang yang sangat memuja subjek “aku” yaitu
bersandarkan diri pada kemampuan cagito ergo sum, telah melahirkan
rasionalitas manusia dengan segala semacam keangkuhan epistemologi
otoritasnya melahirkan problem akut bahwa realitas itu bisa ditaklukkan
kemanusiaan; seperti penindasan, melalui pendefinisian secara positif.
keterbelakangan, masalah lingkungan, Tatkala rasionalitas positivisme
politik apartheid, tirani, peperangan diproklamirkan sebagai satu-satunya
yang berkepanjangan, dan bahkan kasus cara pandang terhadap realitas, yang
genocide, yang lahir dari rahim muncul kemudian adalah mistifikasi
“keangkuhan” epistemologi rasional. terhadap validitas paham Cartesian, dan
Keangkuhan epistemologi rasional ini diluar itu tidak benar (Santoso, 2003).
pada perkembangan selanjutnya Menariknya, di tengah “hiruk pikuk”
memunculkan “keangkuhan” manusia filsafat Barat modern menancapkan
untuk bebas menawarkan dan pengaruhnya secara hegemonik melalui
menebarkan prinsip-prinsip penerapan tradisi kefilsafatan
rasionalisme ke dalam seluruh realitas. humanisme ke dalam setiap budaya
Manusia sebagai subjek otonom atas maupun struktur masyarakat lain,
rasionalitas itu justru mengalami ternyata ia justru sedang dilanda
alienasi, keterasingan dan sejumlah problem epistemologi yang
keterbelengguan oleh paradigma yang mendasar. Artinya, di tengah pengaruh
dicoba dikembangkannya. yang cukup kuat dari tipikal
Selama ini proyek-proyek epistemologi rasional ke dalam ranah
modernisme didirikan di atas pondasi kognisi manusia, modernisme ternyata

Moh. Halim│ 12
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

sedang dipertanyakan kemampuannya terhadap manusia; untuk


untuk memanusiakan manusia. Alih-alih bereksperimentasi tiada henti. Pada titik
memberikan penghargaan atas harkat selanjutnya, terjadilah proses
dan martabat kemanusiaan, modernisme penghancuran martabat kemanusian
justru menampilkan dirinya sebagai justru oleh manusia itu sendiri.
sebuah kebebasan (sains dan Modernisme justru melahirkan
pengetahuan serta logika) tanpa kendali epistemologi rasional yang menjunjung
yang mereduksi nilai-nilai kemanusiaan kebebasan dan kemerdekaan berpikir
pada tingkatan paling akut. Itulah manusia justru menjadi “penjara” baru,
sebabnya secara radikal, Syari’ati bahkan menjadi kekuatan ideologis baru
(1996) melakukan kritik mendasar atas yang “mengungkung” kebebasan
bangunan epistemologi rasional modern manusia. Akhirnya, justru gerak
yang justru memunculkan malapetaka modernisme melahirkan sejumlah
modern yang menyebabkan ketidakpastian eksistensial manusia;
kemerosotan dan kehancuran manusia, untuk menemukan jati dirinya sebagai
yaitu hancurnya sistem kemasyarakatan manusia, bahkan untuk menjadi
dan hancurnya sistem ideologi. manusia.
Penganutan epistemologi Berdasarkan beberapa penyakit
rasionalisme mereduksi manusia hanya akut yang dihadapi masyarakat modern
sebagai homoeconomicus dan ilmu akibat mengkomsumsi epistemologi
pengetahuan hanya dijadikan alat untuk rasionalitas secara membabi buta,
menemukan kebenaran, justru mengarah sebaiknya kita harus kembali kepada
pada pencarian kekuasaan semata. kesadaran Ilahiah sebagai pusat untuk
Perkembangan sains dan teknologi melihat dan memandang realitas.
sebagai bagian integral dari proyek Kembali kepada kesaran Ilahiah ini
modernism yang menunjukkan akan berimplikasi bahwa kita harus
keunggulan manusia, semakin hari kian mengsubordinasi kesadaran rasional kita
menakutkan. Perlombaan senjata, ke dalam kesadaran Ilahiah sebagai
kompetisi yang tidak pernah berhenti, pusat yang mengendalikan aktivitas
media komunikasi yang hegemonik, hidup manusia. Manusia modern yang
pada akhirnya adalah cerminan dari selama abad pertengahan sudah
“ruang” kebebasan yang diberikan kehilangan maknanya, artinya manusia

Moh. Halim│ 13
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

bagaikan robot yang berjalan, akan Sekalipun begitu, penampakan


kembali kepada jati dirinya sebagai praktik berbau spiritualitas sering kali
makhluk Tuhan. Subornasi juga begitu kasat mata, karena ia menjadi
dilakukan kepada manusia sebagai bagian dari ritual kehidupan sehari-hari.
subyek di bawah kehendak Ilahi, dan Perbincangan tentang agama, spiritual,
subordinasi kepada pikiran sebagai atau spiritualitas senantiasa dikaitkan
satu-satunya hakim kebenaran di bawah dengan sesuatu yang di atas
kesadaran spiritualitas. (transendental), sesuatu yang
melampuai rasio (nalar atau pikirian),
4. AKUNTANSI HYPER-REALITAS: sesuatu yang dikaitkan dengan
REFLEKSI ATAS FENOMENA adikodrati, sehingga dalam bahasa
SPIRITUALITAS AKHIR-AKHIR teologi sering disebut sebagai “agama
INI
langit”. Tetapi, kenyataan sesungguhnya
Berbicara tentang fenomena
praktik agama, spiritual, atau
spirituaalitas dalam masyarakat
spiritualitas itu adalah sesuatu yang
kontemporer (terutama dalam akuntansi
senantiasa hadir di bumi, sesuatu
modern) tidak seperti membicarakan
fenomena yang dinamis sebagai realitas
fenomena sosial budaya lainnya, karena
budaya dalam suatu masyarakat
spiritualitas terkait secara erat dengan
(Ibrahim, 2007).
unsur terdalam (batin) dari pengalaman
Pengalaman batin (spiritual)
manusia, seperti yang dilakukan para
manusia di bumi terhadap adanya
mistikus untuk memperoleh
dimensi diluar dirinya sering kali tidak
pengetahuan murni, sebagaimana yang
bisa diungkapkan dengan kata-kata.
dikatakan bahwa:
Manusia secara sadar akan mengakui
…para mistikus memperoleh
bahwa di luar yang dipikirkan terdapat
pengetahuan murni mereka melalui
introspeksi, dimensi lain yang hanya bisa ia rasakan.
tanpa peralatan apapun, dalam
Kehadiran dimensi lain yang
kesendirian meditasi…
sementara pengalaman mistis supranatural, yang menjadi pusat
tampaknya hanya diperuntukkan
eksistensi tertinggi, dalam kesadaran
bagi beberapa individu pada saat-
saat khusus…(Capra, 2006) batinnya yang mungkin disebut sebagai
manifestasi pengalaman spiritual.
Kenyataan saat ini terlihat banyak

Moh. Halim│ 14
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :
orang-orang di Barat yang begitu

Moh. Halim│ 15
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

perhatian pada masalah metafisika dan kontemporer untuk menyeimbangkan


spiritualitas Timur, tidak ketinggalan antara kontemplasi dan aksi pada
juga para ilmuwan akuntansi, seperti gilirannya telah ikut menstranformasi
Triyuwono (2008) mencoba ekspresi keberagaman spiritualitas. Pada
mengembangkan paradigma satu sisi, akan membawanya ke arah
spiritualitas-VVL sebagai epistemologi spiritualitas untuk berperang, dan pada
sekaligus metodologi, guna membangun sisi lain, akan membawanya ke arah
akuntansi yang mempunyai kesadaran spiritualitas untuk bersenang senang.
Ilahiah, kesadaran pada manusia, dan Kedua ekspresi keberangaman ini, yaitu
kesadaran pada alam. Banyak diantara spiritualitas untuk bersenang-senang
mereka (orang Barat dan para ilmuwan) dan spiritualitas untuk berperang akan
rajin mencari buku petunjuk, syair- menghalangi tumbuhnya kesadaran
syair, atau musik-musik yang spiritualitas untuk berdiaolog dalam
berhubungan dengan sufisme, fenomena membangun masyarakat madani
ini membuktikan bahwa kesadaran (Ibrahim, 2007). Menguatnya kedua
dalam diri manusia kontemporer tetap ekspresi spiritualitas tersebut akan
hidup dan kerinduan terus-menerus memunculkan krisis karena yang
akan alam spiritualitas atau pusat dirasakan bukanlah iklim persaudaraan,
eksistensi tertinggi. kebahagian, dan kepuasan batin, akan
Beragam cara yang ditempuh oleh tetapi persaudaraan semu, kebahagian
pencari realitas tertinggi (kesadaran semu, dan kepuasan batin semu yang
ketuhanan) ini seharusnya diimbangi lahir apa yang disebut “kekacauan
dengan kemampuan untuk menjaga spiritual” (spiritual chaos) dan
keseimbangan antara aksi dan kebingunan batin berbahaya yang
kehidupan kontemplatifnya. Fenomena mendekati keadaan kegilaan (state of
yang terjadi akhir-akhir ini justru madness). Suatu kegilaan serupa dengan
terlihat bahwa keseimbangan antara aksi “schizophrenia” dimana hubungan
dan kontemplasi telah dihancurkan oleh manusia dengan realitas batin telah sirna
tindakan-tindakan yang cenderung dan pemikiran manusia telah terpisah
mengabdi kepada kehidupan kekerasan dari perasaannya.
dan kehidupan konsumtif (Ibrahim,
2007). Hilangnya kemampuan manusia

Moh. Halim│ 16
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

Kekacauan spiritualitas elite dan juga berperilaku konsumtif.


(chaospirituality) versi Ibrahim (2007) Para ilmuwan dan praktisi akuntansi
menunjukkan bahwa pengalaman harus melakukan usaha yang lebih keras
manusia kontemporer dan kesadaran lagi, atau melakukan long journey agar
keberagamaan mereka telah mengalami ajaran spiritualitas yang terdapat dalam
pergeseran mendasar, bahkan saling kitab-kitab suci dan berbagai konsep
berkontradiksi dengan nilai dasar ajaran tentang spiritualitas dapat menyentuh
keberagamaan itu sendiri. Agama realitas akuntansi yang sudah terkotori
mengajarkan cinta dan persaudaraan, oleh ajaran modernisme yang
tetapi sering kali atas nama agama dan mengunggulkan materialism,
keyakinan banyak jalan perang dan rasionalitas, dan manusia jadi pusat
kekerasan dijadikan pembenaran praktik segalanya7.
kehidupan sehari-hari. Agama Masyarakat kontemporer sedang
mengajarkan hidup sederhana dan meratapi hilangnya persaudaraan, sikap
rendah hati, tetapi sering kita tolong menolong yang spontan tanpa
menyaksikan kebangkitan kesadaran pamrih, karena di sekitar mereka
keberagamaan malah membuat banyak ditemukan praktik-praktik
pemeluknya semakin konsumtif. Cinta, kehidupan yang kontraktual dan penuh
persaudaraan, hidup sederhana, dan perhitungan. Mereka sangat merindukan
kerendahan hati hanya dijadikan hadirnya nilai-nilai yang menjanjikan
wacana, dan dalam tindakannya masih kebahagian, kebenaran, keadilan dan
banyak yang penuh kontradiksi, apakah cinta kasih yang dapat dijadikan sebuah
ini yang disebut hyper-realitas? jalan “pemenuhan spiritualitas”.
Bagaimana jika akuntansi yang Sayangnya dalam masyarakat
dibangun oleh kesadaran spiritualitas? konsumen, pencarian
Tetapi kenyatannya kita jumpai masih
banyak praktik perusahaan yang 7
Untuk saat ini realitas akuntansi spiritualitas
tidak merujuk atau mereferensi kepada
mengajarkan manusia kontemporer realitas akuntansi saat ini, yang sebagian
untuk hidup lebih konsumtif, bahkan besar menganut ajaran modernism,
melainkan realitas akuntansi spiritualitas
para akuntan itu sendiri yang masih merujuk dan merefensi pada dirinya sendiri
sebagai sebuah simulacrum, dan ini
terkotak masuk ke dalam golongan elite mengikuti pola-pola simulasi melalui
penciptaan model-model nyata yang tanpa
dan cenderung membela kepentingan asal usul [realitas], inilah yang disebutnya
Hyper-reality.

Moh. Halim│ 17
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

pengalaman-pengalaman spiritual dan menciptakan kesemuan ilmiah (science


keberagamaan begitu mudah pseudo). Hal ini akan semakin
dikomodifikasi dan berbagai simbol dan menjauhkan diri dari cita-cita kalangan
artefak keagamaan terus spiritualis yang ingin menciptakan dan
dikomersialkan. Pengalaman- menghasilan ilmu pengetahuan suci
pengalaman itu kini dikemas dalam (sacred knowledge) yang bernilai bagi
paket-paket komoditas yang siap kehidupan manusia (Triyuwono, 2008).
diperjual-belikan di “pasar religius” Kondisi ketika realitas spiritual
dengan iklan-iklan bernuansa spiritual, atau ritual-keagamaan yang berkembang
seperti iklan busana muslimah, ke arah melampaui hakikat spiritualitas
pelatihan tasawuf, buku-buku pelatihan itu sendiri akan menghasilkan realitas-
spiritualitas, meskipun dibalik itu ada realitas spiritual artifisial, inilah yang
ideologi konsumerisme yang disebut sebagai hyper-spiritual (Piliang,
membangkitkan kesadaran dalam wujud 2007). Kegiatan spiritual atau ritual-
simbol-simbol kesalehan dalam produk- keagamaan, sebaliknya,
produk industri kesadaran dan industri berkembang menjadi ruang pemanjaan
budaya masyarakat spiritual kapitalistik. jiwa, lewat pelbagai tanda, citra, gaya,
Para ilmuwan saat ini yang ilusi, prestise, gaya hidup, dan pesona
mencoba mengembangkan akuntansi objek yang ditawarkan di dalamnya.
dengan paradigma spiritualis Komodifikasi spiritual atau
seharusnya tidak menjadikannya ritual-keagamaan dalam pelbagai
sebagai sebuah komoditas dengan kemasan citraan dan gaya hidup, seperti
menawarkan paket spiritualitas untuk menu buka puasa, pakaian bersimbol
mengembangkan diri (self) yang siap kesalehan, berbuka puasa bersama artis,
dikomersialisasikan di “pasar religius”, bahkan berlatih yoga bareng artis pun
baik berupa universitas maupun kini menjadi bagian dari dunia
program-program lainnya. Jika spiritual dan ritual-keagamaan.
pengembangan diri yang ditawarkan itu Kegiatan spiritual atau
masih menggunakan gaya hidup ritual-keagamaan lalu digiring ke dalam
konsumerisme yang terjadi nantinya perangkap budaya massa, yang di
adalah kesadaran semu, kesalehan diri dalamnya ada pelbagai bentuk
yang instan, dan pada akhirnya artifisialitas, permainan bebas bahasa

Moh. Halim│ 18
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

dan citra dikembangkan sebagai cara menemukan


untuk menciptakan imajinasi kolektif
dan manipulasi pikiran massa, yang di
dalamnya berlangsung komodifikasi
kesucian. Ada proses semiotisasi
spiritual atau ritual yaitu memuat aspek-
aspek kegiatan spiritual atau ritual
dengan makna-makna yang
sesungguhnya tidak bersifat hakiki.
Kemudian ia dilengkapi dengan tanda-
tanda artifisial yang tidak berkaitan
sama sekali dengan konteks spiritualitas
dan ibadah, akan tetapi diciptakan dan
dikonstruksi sedemikian rupa, seakan-
akan ia menjadi bagian dari wacana
spiritualitas dan ibadah.

5. PENUTUP
Konklusi yang dapat diambil
berdasarkan uraian di atas ialah bahwa
maraknya praktik-praktik spiritualitas
sebagai bentuk antusiasme terhadap
pergeseran cara pandang
masyarakat kontemporer akibat dari
kehilangan makna hidupnya selama
abad pencerahan. Selama abad
pencerahan manusia dipercaya telah
menghasilkan problem akut
kemanusian, seperti penindasan, tirani,
keterbelakangan, masalah lingkungan,
dan perang yang berkepanjangan. Usaha
manusia kontemporer untuk

Moh. Halim│ 19
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :
makna hidupnya pada akhirnya
kembali pada kitab suci dan konsep
spiritualitas yang dijadikan pijakan dan
internalisasi pada diri (inner self),
terutama untuk membangun realitas
akuntansi modern. Kitab suci (Al-
Qur’an) dan konsep spiritualitas yang
dijadikan sebagai paradigma untuk
menciptakan akuntansi baru yang
bebas masalah-masalah yang dihadapi
oleh modernisme seharusnya bukan
hanya sekedar bentuk antusiasme
sesaat atau kebangkitan spiritualitas ini
hanya sekedar penyesuaian istilah dan
klaim belaka. Kualitas diri (inner self)
dipercaya untuk membebaskan dari
segala bentuk penindasan pikiran, dan
mempunyai kekuatan yang besar untuk
menghasilkan dan menciptkan
pengetahuan baru (akuntansi) yang
melampaui pengatahuan mainstream.
Realitas akuntansi sekarang,
sebagian besar, masih menganut ajaran
modernisme yang berpusat pada
rasionalisme dan materialisme. Hal ini
menunjukkan bahwa realitas spiritual
masih menjadi wacana yang terus
dikembangan agar bisa membumikan
akuntansi yang bernilai qur’ani dan
spiritualist. Paradigma spiritualitas dan
Al-qur’an yang masih sekedar wacana
bisa juga disebut sebagai realitas semu
(hyperreality). Realitas akuntansi

Moh. Halim│ 20
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

spiritualitas dan qur’ani hanya menjadi DAFTAR PUSTAKA


hiperrealitas yang tidak merujuk atau Adlin, A. 2007. Realitas Spiritualitas
mereferensi pada realitas apapun, dan Hierarki Realitas. Cetakan
Pertama, Yogyakarta: Jalasutra
kecuali merejuk pada realitas akuntansi
Baudrillard, J. 1994. Simulacra and
spiritualitas dan qur’ani itu sendiri. Simulation. Diterjemahkan ke
Realitas spiritualitas dalam akuntansi ini dalam bahasa Inggris oleh Sheila
Faria Glaser, Ann Arbor:
terbentuk melalui simulasi konsep yang University of Michigan Press
mencitrakan sebuah realitas yang pada Bisri, A, M. 2000. Sajak-sajak Cinta
hakikatnya tidak senyata realitas Gandrung. Rembang: Al-Ibris

sesungguhnya. Dunia hyper-realitas Capra, F. 2006. The Tao of Physics:


Menyingkap Kesejajaran Fisika
merupakan dunia yang sarat oleh silih Modern dan Mistisme Timur.
bergantinya reproduksi objek-objek Diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Aufiya Ilhamal
simulacrum, objek-objek murni Hafizh. Edisi Keempat.
“penampakan” yang tercerabut dari Yogyakarta: Jalasutra
Ibrahim, I., S. 2007. Chaospirituality di
realitas sosial masa lalunya, atau sama
Taman Kontemplasi Batin:
sekali tidak mempunyai realitas sosial Refeleksi atas Fenomena
Spiritualitas Akhir-akhir ini.
sebagai referensinya. Akhirnya agar
Cetakan Pertama, Yogyakarta:
akuntansi spiritualitas dan berdasarkan Jalasutra.
nilai-nilai Al-qur’an ini tidak hanya Kuntowijoyo, 2006. Islam Sebagai
Ilmu: Epistemologi, Metodologi,
menjadi simulacrum, maka diperlukan
dan Etika. Edisi Kedua,
sebuah refleksi dan internalisasi konsep Yogyakarta: Penerbit Tiara
Wacana
spiritualitas dan nilai-nilai Al-qur’an
Kuhn, T. 2002. The Structure of
dalam kehidupan sehari-hari manusia, Scientific Revolution. Terjemahan
terutama dalam membangun ilmu dalam bahasa Indonesia oleh Tjun
Surjaman, Cetakan Keempat,
akuntansi. Refleksi dan internalisai Bandung: PT. Remaja
terhadap konsep spiritualitas dan nilai- Rosdakarya.
nilai Al-qur’an ini diharapakan dapat
membangkitkan kesadaran Ilahi agar Mulkhan, A., M. 2007. Sufi Pinggiran:
Menembus Batas-Batas. Cetakan
dijadikan sebagai cara pandang untuk Pertama, Yogyakarta: Penerbit
memahami dan menangkap realitas Kanisius

akuntansi. Piliang, Y., A. 2007. Membaca Spirit


Dunia: Fenomenologi, Semiotika
Realitas, Spiritualitas. Cetakan
Pertama, Yogyakarta: Jalasutra.
Moh. Halim│ 21
JIAI (Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN (Print) : 2528-
Indonesia) Vol. 2, No. 2, Oktober 2017 6501 ISSN (Online) :

Santoso, L. 2003. Patologi Humanisme Triyuwono, I. 2008. The Spirituality of


(Modern): Dari Krisis Menuju Victory, Virgin, and Light (VVL):
“Kematian” Epistemologi An Approach towards a New
Rasional. Jurnal Filsafat, Jilid 33, Paradigm of Accounting
Nomor 1, April Research. The Third International
Syariati, A. 1996. Humanisme Antara Postgraduate Consortium on
Islam dan Mazhab Barat. Accounting, Brawijaya University
Diterjemahkan ke dalam bahasa of Malang, 8-9 Mei 2008.
Indonesia oleh Afif Muhammad,
Bandung: Pustaka Hidayah.

Moh. Halim│ 22

Anda mungkin juga menyukai