Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam
di Pulau Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di daerah Tumapel di Gresik (Jawa Timur).
Meninggal : 1481
Surabaya, Majapahit
Agama : Islam
Dyah Karimah
Siti Muthmainnah
Siti Khafshah
Dewi Murthasimah
Orang tua : Syekh Ibrahim Zainuddin as-Samarqandi (ayah)
Denominasi : Sunni
Sunan Ampel adalah putra dari Syekh Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy dengan
Dyah Candrawulan. Ibrahim As-Samarqandy merupakan putra Jamaluddin Akbar al-Husaini.
Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja
Majapahit.
Dalam catatan Kronik Tiongkok dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal
sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama
Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Tionghoa di Champa
oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng
ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan
En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Tionghoa di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian
menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Tionghoa di Jiaotung (Bangil).
Ada banyak istilah yang diubahnya agar lebih mudah diterima masyarakat Jawa.
Mulai dari salat yang diganti dengan sembahyang dan musala jadi langgar. Cara yang
dilakukan Sunan Ampel cukup efektif dalam memancing masyarakat Jawa, yang sebelumnya
banyak menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Selain itu, perubahan nama dilakukan pada pelabuhan dan sungai. Pelabuhan yang
sebelumnya bernama Jenggala Manik, diubah menjadi Tanjung Perak. Sementara Sungai
Brantas, diubah menjadi Kali Emas.
Dua kata "emas" dan "perak" sengaja dipilih agar masyarakat Jawa, di luar Surabaya,
mengira di dua tempat tersebut ada emas dan perak. Ketika banyak orang berbondong-
bondong datang, Sunan Ampel memanfaatkannya untuk berdakwah.
Ajaran Moh Limo Sunan Ampel
Moh Limo merupakan salah satu ajaran Sunan Ampel yang hingga kini masih populer
di kalangan masyarakat Jawa. Moh Limo berasal dari dua kata dalam Bahasa Jawa, yakni
Moh artinya tidak mau dan Limo yang berarti Lima. Moh Limo berarti tidak mau lima hal.
Sunan Ampel berharap, lima perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam ini
ditinggalkan masyarakat. Kelakuan-kelakuan itulah yang turut dikeluhkan Prabu Brawijaya,
yang membuat kerajaan Majapahit melemah.
Sunan Ampel bukan hanya beraktivitas di sekitar wilayah Surabaya saja. Bahkan, Sunan
Ampel turut berjasa dalam mendirikan Masjid Agung Demak yang hingga kini masih kokoh
berdiri.
Masjid Agung Demak didirikan Sunan Ampel bersama Raden Patah, yang tak lain merupakan
raja pertama Kesultanan Demak. Raden Patah mendapat ilmu mengenai agama Islam dari
Sunan Ampel.
Sunan Ampel dan Raden Patah mendapat bantuan dari Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan
Sunan Gunung Jati dalam mendirikan Masjid Agung Demak. Jasa empat wali itu kemudian
diabadikan sebagai nama empat pilar utama penyangga Masjid Agung Demak.
Demikian pembahasan mengenai Sunan Ampel atau Raden Mohammad Ali Rahmatullah.
Sunan Ampel merupakan satu-satunya anggota dari Walisongo yang bukan berasal dari
Tanah Jawa.