Anda di halaman 1dari 13

“KONTRIBUSI TEKNOLOGI PANGAN UNTUK

MEMBERANTAS KELAPARAN SERTA KETERKAITANNYA


DENGAN SDGs–ZERO HUNGER/TANPA KELAPARAN”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Bahasa Indonesia

DISUSUN OLEH:
Zalfa Karima Azzahra
202210220311025

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KONTRIBUSI TEKNOLOGI PANGAN UNTUK MEMBERANTAS
KELAPARAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN SDGs–ZERO
HUNGER/TANPA KELAPARAN” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada ibu Fida Pangesti, S.Pd., M.A. selaku dosen Bahasa Indonesia terhadap
bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis dalam
pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.

Malang, 16 September 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sustainable Development Goals (SDGs) adalah agenda keberlanjutan yang
sebelumnya dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). Perbedaan
SDGs dan MDGs terletak pada tujuan yang ingin dicapai yaitu SDGs memiliki
total 17 tujuan (goal) dengan 169 target sedangkan MDGs hanya memiliki 8
tujuan (goals) dan 166 target. Perbedaan juga terletak pada kata-kata bahwa
prinsip-prinsip MDG fokus pada isu-isu pembangunan negara-negara berkembang
dan tertinggal, sedangkan negara-negara maju adalah donor. (Arbianti, Rahayu
and Sutrisno, 2022).
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs diharapkan dapat dicapai
pada tahun 2030 (Sukolilo, Manyar and Tjokroaminoto, 2021). Agenda 2030
untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (The 2030 Agenda for Sustainable
Development atau SDGs) adalah perjanjian pembangunan baru yang
mempromosikan transisi menuju pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak
asasi manusia dan kesetaraan untuk mempromosikan pembangunan sosial,
ekonomi dan lingkungan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dilaksanakan
dengan menggunakan prinsip-prinsip universal, terpadu dan inklusif untuk
memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal atau “No One Left Behind”.
Kelaparan adalah masalah serius yang mempengaruhi produktivitas
manusia dan lingkungan. Kelaparan dapat mengurangi efisiensi masyarakat dan
menyebabkan tingkat kejahatan yang tinggi, menciptakan lingkungan yang tidak
aman. Oleh karena itu, SDGs nomor dua yaitu Zero Hunger harus dicapai untuk
meningkatkan kinerja masyarakat dan agar siap untuk mencapai SDGs lainnya
(Sukolilo, Manyar and Tjokroaminoto, 2021). Teknolog pangan harus mendukung
berbagai tujuan yang terkait dengan masalah pangan seperti ketahanan pangan,
pemberantasan kelaparan, dll. Pencapaian tujuan tersebut tentunya dapat
mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera.
Ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi pangan tersebut
merupakan salah satu manifestasi dari masalah ketahanan pangan. Salah satu
solusi yang mungkin adalah melakukan diversifikasi diet. Diversifikasi pangan
tidak hanya bertujuan untuk mengganti tetapi juga mencari sumber pangan dan
gizi yang lebih beragam dan berimbang. Tugas seorang teknolog pangan adalah
mempelajari keragaman sumber pangan Indonesia dan kebutuhan untuk
mengembangkan produk fungsional baru. Salah satunya mengembangkan roti
dengan mensubstitusi bahan baku seperti tapioka, sorgum, ubi jalar dan bahan-
bahan yang tentunya lebih sehat dari tepung terigu.
Akhirnya, sistem ketahanan pangan harus dibangun untuk mencegah
keracunan/penyakit, terutama di daerah terpencil, dari konsumsi makanan
(penyakit bawaan makanan). Ahli teknologi pangan dapat membantu menciptakan
dan meningkatkan sistem keamanan pangan yang berkelanjutan di industri dengan
menganalisis risiko fisik, kimia, dan biologi serta penyebab pencemaran pangan,
Salah satunya adalah HACCP. Ini hanyalah beberapa masalah yang bisa
dipecahkan oleh seorang teknolog pangan, tentunya masih banyak inisiatif dan
solusi lain yang bisa diambil untuk mencapai agenda SDG.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Apa itu teknologi pangan?
2. Apa itu SDGs dan SDGs Poin Kedua?
3. Bagaimanakah cara untuk seorang teknolog pangan untuk
mewujudkan pemberantasan poin kedua Zero Hunger dalam SDGs?

1.3 Tujuan
Adapan tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memaparkan pengertian dari teknologi pangan.
2. Menjelaskan mengenai SDGs dan SDGs poin kedua.
3. Menjabarkan cara agar seorang teknolog pangan mampu mewujudkan
pemberantasan poin kedua Zero Hunger dalam SDGs.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Teknologi Pangan


Makan adalah kebutuhan dasar manusia yang tidak mengenal batas, ruang
dan waktu, serta tingkat sosial. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
tidak dapat ditawar lagi sejak zaman dahulu. Demikian pula dalam strata
kehidupan manusia, baik atas, menengah, maupun bawah, tidak ada seorang pun
yang tidak membutuhkan makanan. (Dwiari et al., 2008)
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia,
yang kekurangannya dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa, oleh
karena itu hak atas pangan yang layak merupakan hak asasi manusia (HAM,
2012). Hak atas pangan ditegaskan dalam Pasal 11(1) ICESCR sebagai berikut:
“Negara-Negara Peserta Kovenan mengakui hak setiap orang atas standar
kehidupan layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian dan
perumahan layak, serta perbaikan kondisi hidup terus-menerus. Negara-Negara
Peserta akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin
terwujudnya hak ini, dan mengakui pentingnya kerja sama internasional sukarela
untuk mencapai tujuan ini."
Secara umum, produk pertanian mudah rusak setelah dipanen, ditangkap
atau dipotong kerusakan mengakibatkan hilangnya kualitas (Dwiari et al., 2008).
Kerusakan dapat berupa kerusakan fisik, mekanis, biologis dan kimiawi dapat
mempengaruhi pada kualitas dan keamanan pangan dari bahan atau produk. Untuk
menjaga kualitas bahan makanan dan produknya, bahan makanan tersebut harus
diolah. Penanganan dan pengolahan mulai dari pemanenan atau penangkapan atau
penyembelihan hingga menjadi produk yang baik.
Karena kebutuhan industri makanan yang terus berkembang, sangat
penting untuk memperluas manfaat teknologi ke perkembangan lainnya.
Teknologi pangan berkaitan dengan teknik atau cara pengolahan dan pengawetan
pangan sesuai dengan karakteristiknya dengan mempertahankan dan
meningkatkan kualitas, mutu dan nilai gizi pangan. Bidang keahlian teknologi
pangan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan aspek teknis dan teknologi.
Pengertian ilmu pangan adalah ilmu dasar yang menggabungkan prinsip-prinsip
biologi, kimia, fisika dan teknis, yang digunakan untuk mempelajari sifat-sifat
bahan makanan, mekanisme, dan pencegahan bahaya serta dasar-dasar
pengolahan makanan (Koeswardhani, 2017).
Teknologi pangan adalah penerapan ilmu pangan pada sistem pemilihan,
pengolahan, pengawetan, pengemasan, pendistribusian dan penggunaan pangan
yang baik, bergizi dan aman (Faridah, 2002). Pangan tidak selalu dikonsumsi
dalam bentuk segar tetapi juga dalam bentuk olahan. Makanan segar terutama
sayuran, buah-buahan, produk ternak dan produk ikan memiliki umur simpan
yang relatif singkat. Pakan segar setelah panen, jika utuh, akan berubah karena
efek fisiologis, mekanik, fisik, kimia, parasit dan mikrobiologi. Perubahan yang
disebabkan oleh faktor-faktor ini bermanfaat, tetapi bisa lebih berbahaya.

2.2 Sustainable Development Goals dan Sustainable Development Goals


“Zero Hunger”
2.2.1 Sustainable Development Goals
Sederhananya, pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai
“pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.
Istilah ini pertama kali dipopulerkan dalam Our Common Future, sebuah
laporan yang diterbitkan oleh World Commission on Environment and
Development (WCED) pada tahun 1987. Sejak kemunculannya, pembangunan
berkelanjutan memiliki banyak definisi dan konsep yang berubah-ubah (Ngoya,
2015).
Pada tahun 2000, secara resmi digagas Millenium Development Goals
(MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015, dengan berbagai
tujuan dan target yakni: Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem,
mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan
kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lainnya,
memastikan kelestarian lingkungan, dan mengembangkan kemitraan global
untuk pembangunan.
Setelah era MDGs berakhir pada tahun 2015, dibuatlah satu dokumen
pembangunan baru untuk mengejar pencapaian yang belum tercapai sambil
menyaring target yang paling tepat untuk mencapai pembangunan berkelanjutan
bagi rakyat. Oleh karena itu, proses pembangunan pasca tahun 2015 sudah mulai
dipersiapkan dengan mengatasi berbagai hambatan pembangunan antara lain
ketimpangan, pemerintahan yang efektif dan inklusif, masyarakat yang damai
dan permasalahan lainnya. Penyempurnaan tersebut telah menghasilkan tujuan
dan target yang disusun menjadi 17 poin target dan 169 target Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk diterapkan hingga tahun 2030, di
antaranya adalah: 1) Tanpa Kemiskinan (No Poverty); 2) Tanpa Kelaparan
(Zero Hunger); 3) Hidup sehat dan sejahtera (Good Health and Well-Being); 4)
Kualitas Pendidikan (Quality Education); 5) Kesetaraan Gender (Gender
Equality); 6) Kondisi Air Bersih dan Sanitasi yang Memadai (Clean Water and
Sanitation); 7) Energi yang Terjangkau dan Bersih (Affordable and Clean
Energy); 8) Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi (Decent Work and
Economic Growth); 9) Industri, inovasi dan infrastruktur (Industry, Innovations
and Infrastructure); 10) Mengurangi ketimpangan (Reduce Inequality); 11) Kota
dan komunitas yang berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities) ; 12)
Produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab (Responsible Consumption and
Production) ; 13) Manajemen Perubahan Iklim (Climate Action); 14) Ekosistem
Laut (Life Below Water); 15) Ekosistem darat (Life on Land); 16) Perdamaian,
Keadilan dan Kelembagaan yang Kuat (Peace, Justice and Strong Institution);
dan 17) Kemitraan untuk Tujuan (Partnership for The Goals) (Savitri Murtisari,
2020).

2.2.2 Sustainable Development Goals “Zero Hunger”


Zero Hunger adalah salah satu keunggulan SDGs karena ketika target
tercapai, berarti tidak ada yang kurang gizi. Selain itu, produktivitas tinggi dan
petani skala kecil yang sukses. Sistem produksi pangan berkelanjutan dan
praktik pertanian berkelanjutan dikelola sambil melestarikan ekosistem dan
meningkatkan kualitas tanah. Keanekaragaman genetik benih dan hewan yang
dipelihara akan menghasilkan manfaat yang dapat dinikmati dengan cara yang
sama. Investasi meningkat, tidak ada distorsi pasar dan tersedia fasilitas akses
informasi yang cepat di pasar.
SDGs poin 2 yaitu Zero Hunger adalah Gerakan untuk menciptakan dunia
tanpa kelaparan pada tahun 2030. Pada tahun 2020, sekitar 720 juta dan 811 juta
orang di seluruh dunia mengalami kelaparan, sekitar 161 juta lebih banyak dari
tahun 2019. Juga pada tahun 2020, secara mengejutkan 2,4 miliar orang, atau
lebih dari 30 persen dari populasi dunia, mengalami kerawanan pangan sedang
atau parah, tanpa akses rutin ke pangan yang cukup. Jumlah ini meningkat
hampir 320 juta orang hanya dalam satu tahun. Secara global, 149,2 juta anak di
bawah usia 5 tahun, atau 22,0%, mengalami stunting (tinggi badan rendah
dibandingkan usia) pada tahun 2020, dibandingkan dengan 24,4% pada tahun
2015. Jumlah orang yang menderita kelaparan dan kerawanan pangan
meningkat secara bertahap dari tahun 2014 hingga dimulainya pandemi COVID-
19 (Nations, 2018).
Jika tujuan ini tercapai, komunitas global akan siap untuk mencapai tujuan
SDGs lainnya. Kelaparan adalah masalah serius yang mempengaruhi
produktivitas manusia dan lingkungan. Kelaparan dapat mengurangi kinerja
masyarakat dan menyebabkan tingkat kejahatan yang tinggi, menciptakan
lingkungan yang berbahaya. Oleh karena itu, SDG nomor dua yaitu tidak
kelaparan harus dicapai guna meningkatkan kinerja masyarakat dan siap untuk
mencapai SDG lainnya. Poin kedua SDGs memiliki tujuan utama memberantas
kelaparan, memastikan ketahanan pangan.

2.3 Cara Teknolog Pangan untuk Mewujudkan Pemberantasan Poin


Kedua Zero Hunger dalam SDGs
Salah satu cara utama yang dapat dilakukan teknolog pangan adalah
bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Ketahanan pangan tercapai ketika setiap orang, di mana pun dan kapan pun,
memiliki akses fisik dan ekonomi untuk sepenuhnya memenuhi kebutuhan dan
preferensi mereka akan makanan yang aman dan bergizi untuk hidup sehat dan
aktif. Hal ini dapat diketahui dari empat indikator yaitu 1) ketersediaan pangan; 2)
akses ekonomi dan fisik terhadap pangan; 3) penggunaan makanan dan 4)
stabilitas ketiga metrik tersebut. Salah satu kunci keberhasilan ketahanan pangan
adalah fokus kuat pemerintah pada sistem pertanian, terutama pada produksi
lokal. Kerjasama seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga ketahanan pangan
(Yuliatmoko, 2010).

Cara kedua adalah, menjamin sistem dan implementasi produksi pangan


yang berkelanjutan Praktik pertanian yang meningkatkan hasil, membantu
menjaga ekosistem yang berkelanjutan, membangun ketahanan terhadap
perubahan lingkungan yang berdampak pada produktivitas, dan secara bertahap
meningkatkan kualitas tanah dengan indeks proporsi lahan pertanian yang tidak
produktif dan berkelanjutan. Cara ini penting, karena mengakhiri kelaparan dan
kekurangan gizi bergantung pada sistem produksi pangan berkelanjutan dan
praktik pertanian berkelanjutan. Jadi sistem produksi pangan yang benar-benar
berkelanjutan perlu hati-hati. Konsep keberlanjutan adalah suatu keharusan
dilaksanakan sesegera mungkin sebelum degradasi lingkungan terjadi. Kualitas
lingkungan yang buruk dapat berdampak negatif pada produksi pertanian,
membuat praktik pertanian yang membandel menjadi kurang efektif (HAM,
2012).
Cara ketiga adalah mengakhiri kelaparan dunia melalui nutrisi yang lebih
baik dan pangan yang cukup serta aman sepanjang tahun dengan indikator gizi
buruk berdasarkan Food Insecurity Experience Scale (FIES). Selain itu, tujuan
kedua adalah mengakhiri gizi buruk pada tahun 2030, mengurangi jumlah anak di
bawah usia 5 tahun yang stunting, dan memenuhi kebutuhan gizi perempuan pada
tahun 2025 dengan indikator angka kekurangan gizi fisik. Peran seluruh umat
manusia di dunia sangat diperlukan untuk mencapai kedua tujuan tersebut (Ngoya,
2015).
Cara keempat adalah menjaga keragaman genetik benih dan tanaman
hewan ternak, hewan peliharaan dan peliharaan serta kerabat liar, termasuk
melalui bank benih dan tanaman yang dikelola dengan baik dan beragam di
tingkat nasional dan internasional, dan mendukung mereka akses dan pembagian
keuntungan yang adil dan merata. Keanekaragaman genetik penting untuk
pertanian dan produksi pangan karena memungkinkan ternak dibesarkan di
berbagai lingkungan dan memberikan banyak pilihan untuk diversifikasi produk.
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan
pangan adalah peningkatan produksi, susut pasca panen, meningkatkan ketahanan
pangan dan meningkatkan nilai gizi. Peranan Teknologi Pangan sangat diperlukan
dalam upaya-upaya meningkatkan ketersediaan pangan suatu pertanian. Teknologi
Penyimpanan, teknologi pengolahan pangan, teknologi pengemasan pangan,
teknologi distribusi pangan dan lain-lain mempunyai peranan penting dalam
menekan kehilangan, meningkatkan keragaman pangan, meningkatkan keamanan
pangan, dan meningkatkan nilai gizi pangan. Peranan-peranan tersebut dapat
dikemas dalam bentuk penyediaan materi-materi pelatihan bagi lembaga-lembaga
yang berkaitan (Kusumawati, 2020),
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
SDGs adalah rencana terbaik untuk dunia yang lebih baik. Tanpa
Kelaparan (Zero Hunger) adalah SDGs nomor dua yang harus dicapai secepatnya
karena kelaparan adalah salah satu masalah yang dapat menimbulkan banyak
masalah lainnya. Tujuan utama poin kedua adalah memberantas kelaparan,
memastikan ketahanan pangan dan mempromosikan pertanian berkelanjutan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut.
Peranan sebagian besar masyarakat atau bahkan semuanya sangat diperlukan
untuk mendukung tercapainya tujuan, meskipun hanya berupa kontribusi kecil.

3.2 Saran
Tujuan pembangunan berkelanjutan bukanlah sesuatu yang dikatakan dan
kita harus mengikutinya tanpa memikirkan dampak dan kontribusinya bagi
seluruh penduduk. Upaya serius pemerintah tidak cukup tanpa dukungan dari
berbagai pihak yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut. Partisipasi para
pihak diperlukan dalam upaya memberikan kontribusi positif bagi pembangunan
berkelanjutan. Pemerintah harus melibatkan pihak lain seperti organisasi
masyarakat sipil (LSM), masyarakat, pelaku ekonomi dan pemuda untuk
berpartisipasi dan berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Karena tujuan utama dari pengenalan pembangunan berkelanjutan adalah untuk
mengetahui bagaimana pembangunan yang sejahtera dapat dipertahankan untuk
masa depan atau generasi yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Arbianti, A., Rahayu, E.S. and Sutrisno, J. (2022) ‘Analisis


Kemiskinan Petani Ubi Kayu: Implementasi Sustainable Development
Goals (SDGs)’, in Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian
UNS, pp. 643–651. Available at:
https://jurnal.fp.uns.ac.id/index.php/semnas/article/view/2029/1315%
0Ahttps://jurnal.fp.uns.ac.id/index.php/semnas/article/view/2029.
Dwiari, S.R. et al. (2008) TEKNOLOGI PANGAN SMK Jilid 1,
Gastronomía ecuatoriana y turismo local. Edited by T. Suganda.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Faridah, A. (2002) TEKNOLOGI PANGAN. I, Agustus. I. Padang: CV.
BERKAH PRIMA. Available at:
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2000/19tahun2000uu.htm.
HAM, K. (2012) ‘Pangan Dan Nutrisi , Serta Mempromosikan
Pertanian Berkelanjutan’, Menghentikan, Tujuan Asasi, Hak Dasar,
Manusia, (12), pp. 1–9.
Koeswardhani, M.M. (2017) Pengantar Teknologi Pangan. I. Edited
by E. Purwanto. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kusumawati, Y. (2020) Bagaimana Solusi Ketahanan Pangan
Sederhana Selama Pandemi? Available at:
https://organisasi.sragenkab.go.id/bagaimana-solusi-ketahanan-
pangan-sederhana-selama-pandemi/ (Accessed: 10 January 2023).
Nations, U. (2018) Goal 2: Zero Hunger. Available at:
https://www.un.org/sustainabledevelopment/hunger/ (Accessed: 10
January 2023).
Ngoya, M.F. (2015) ‘Mengawal Sustainable Development Goals
(SDGs); Meluruskan Orientasi Pembangunan yang Berkeadilan’,
Sosioreligius, I(1), pp. 77–88.
Savitri Murtisari, M. (2020) 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Atau SDGs, Kenali dan Pahami Maksudnya, Liputan6. Available at:
https://hot.liputan6.com/read/4376458/17-tujuan-pembangunan-
berkelanjutan-atau-sdgs-kenali-dan-pahami-maksudnya (Accessed: 10
January 2023).
Sukolilo, Manyar and Tjokroaminoto (2021) ‘Tanpa Kelaparan’,
Tanpa Kelaparan, pp. 10–11.
Yuliatmoko, W. (2010) ‘Peran teknologi pangan dalam mewujudkan
desa mandiri pangan’, pp. 1–9. Available at:
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/fmipa2012/Welli
Yuliatmoko_PERAN TEKNOLOGI PANGAN DALAM
MEWUJUDKAN DESA MANDIRI PANGAN.pdf.

Anda mungkin juga menyukai