Anda di halaman 1dari 5

Laporan Praktikum PJP Dr.

Inda Setyawati,
Karakterisasi Biomolekul S.T.P., M.Si.
Topik ke 3 Asisten Roro Intan Sasmaya
Akbar
Tanggal 8 Sept 2022 Nama Rama Vijaya Jhowry
Waktu 13.00-15.00 WIB NIM/Kel G8401211093/K4

PEMISAHAN KARBOHIDRAT DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS


TIPIS (KLT)
PENDAHULUAN
Amilase merupakan enzim yang digunakan dalam industri yang mengolah
pati, misalnya industri deterjen dan pangan, untuk hidrolisis polisakarida menjadi
gula-gula sederhana. Enzim amilase digolongkan berdasarkan posisi ikatan
glikosidik yang diputus menggunakan hidrolisis. Endoamilase memotong ikatan
α1-4 glikosidik pada bagian dalam atau tengah rantai polimer pati, menghasilkan
oligosakarida dan dekstrin, sedangkan eksoamilase memotong ikatan glikosidik
yang menghubungkan residu-residu glukosa pada bagian luar pati, menghasilkan
glukosa atau maltosa (Tiwari et al. 2015). Jenis suatu enzim amilase dapat
ditentukan melalui karakterisasi karbohidrat hasil hidrolisis enzim tersebut. Salah
satu metode karakterisasi yang dapat digunakan adalah kromatografi lapis tipis atau
KLT. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu jenis kromatografi yang
digunakan untuk memisahkan campuran. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan
untuk memonitor berlangsungnya reaksi, identifikasi senyawa yang ada dalam
sampel, dan menentukan kemurnian sampel. Pemisahan campuran sampel pada
KLT berdasarkan kompetisi analit dan fase mobile untuk berinteraksi dengan fase
stasioner (Bele dan Khale 2011).
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, inkubator
goyang, penangas air, sentrifuse, pipa kapiler, oven, dan bejana pengembang.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan pati 5%, larutan enzim
α-amilase 5%, plat KLT silica gel dengan ukuran 10 cm x 10 cm, eluen yang terdiri
dari n-butanol:asam asetat:akuades dengan perbandingan volume 2:1:1, dan
pewarna gula (0.5 gram difenilamin, 25 mL aseton, 2.5 mL asam fosfat, 0.5 mL
anilin). Plat diberi garis start 1 cm dari batas bawah dan garis finish 0.5 cm dari
batas atas.
Prosedur
Sebanyak 1 mL α-amilase (ekstrak dari ragi tape komersial) ditambahkan 5
mL larutan pati. Campuran tersebut diinkubasi pada inkubator goyang dengan suhu
37°C dan kecepatan 150 rpm. Sampel diambil pada jam ke 2, 4, dan 8. Sampel
dipanaskan pada suhu 100°C selama 15 menit dan didiamkan hingga suhunya 27°C.
Sampel disentrifugasi pada kecepatan 6764 xg selama 15 menit. Supernatan diambil
untuk analisis menggunakan KLT. Untuk analisis KLT, supernatan diteteskan pada
plat menggunakan pipa kapiler dengan jarak 1 cm antara sampel. Plat dimasukkan
ke dalam bejana pengembang yang telah dijenuhkan selama 1 jam. Elusi dilakukan
hingga eluen mencapai garis finish pada plat. Plat KLT diangkat dan dibiarkan
hingga eluen menguap pada suhu ruang lalu disemprotkan pewarna gula. Plat
dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama 15 menit hingga terbentuk spot.
Nilai Rf, yang merupakan nilai perbandingan tinggi spot dengan tinggi eluen pada
plat KLT, diukur dari masing-masing sampel.
HASIL DAN DISKUSI
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan
campuran. KLT dilakukan pada plat kaca, plastik, atau lembaran aluminium yang
diberi lapisan tipis adsorben sebagai fase stasioner. Adsorben yang digunakan
dalam kromatografi lapis tipis biasanya silica gel, aluminium oksida, dan selulosa.
Prinsip kerja KLT melibatkan aksi kapiler dan perbedaan interaksi masing-masing
komponen analit dengan adsorben.
Sampel diteteskan sedikit di atas batas bawah plat dan plat ditaruh dalam
eluen sehingga permukaan eluen sedikit di bawah tetesan sampel. Eluen bergerak
ke atas pada plat melalui aksi kapiler. Setiap komponen analit akan terbawa oleh
eluen. Jarak bergeraknya komponen analit ditentukan kesamaan sifat komponen
tersebut dengan eluen atau adsorben. Semakin mirip sifat suatu komponen dengan
adsorben, maka komponen tersebut lebih banyak berinteraksi dengan adsorben
sehingga jarak pergerakannya lebih pendek. Komponen analit dengan kesamaan
sifat seperti eluen lebih mudah terlarut dan terbawa oleh eluen sehingga jarak
pergerakannya lebih tinggi. Setelah kromatografi dan pengeringan, spotting atau
membuat pergerakan sampel terlihat dapat dilakukan dengan menyemprot sampel
dengan agen tertentu, misalnya agen korosif, larutan kalium dikromat dalam asam
sulfat pekat, uap sulfur trioksida, larutan kalium permanganat, dan uap iodin.
Kalium dikromat (kuning) direduksi oleh senyawa organik menjadi kromik sulfat
(hijau). Kalium dikromat digunakan untuk spotting kromatografi gula (Bele dan
Khale 2011). Kromatografi lapis tipis banyak digunakan dalam laboratorium untuk
analisis pangan dan kendali kualitas. Berbagai aplikasi kromatografi lapis tipis
meliputi bidang komposisi pangan, aditif, kontaminan, dan penguraian yang
melibatkan determinasi asam amino, lipid, karbohidrat, amina biogenik, vitamin,
dan asam organik (Sherma 2000). Data sekunder pada praktikum ini dapat dilihat
pada Gambar 1 dan Tabel 1.
Gambar 1. Hasil spotting kromatografi lapis tipis.

Tabel 1. Hasil perhitungan Rf standar


Spot Tinggi (cm) Rf
Sampel 1 7 0.8235
Sampel 2 7 0.8235
Sampel 4 6.5 0.7647
Sampel 6 6.6 0.7765
Sampel 8 6.5 0.7647
Standar P (Maltotetrosa) 4.5 0.5294
Standar T (Maltotriosa) 6 0.7059
Standar M (Maltosa) 7 0.8235
Standar G (Glukosa) 8 0.9412

Berdasarkan hasil spotting KLT pada Gambar 1, standar glukosa memiliki


tinggi 8 cm, standar maltosa memiliki tinggi 7 cm, standar maltotriosa memiliki
tinggi 6.2 cm, dan standar maltotetrosa memiliki tinggi 4.5 cm. Nilai Rf standar G,
M, T, dan P masing-masing 0.9412, 0.8235, 0.7294, dan 0.5294. Hal ini sesuai
dengan penelitian Ovodov et al. (1967), yaitu jarak migrasi dan nilai Rf glukosa
lebih tinggi dibandingkan maltosa. Sampel 1, 2, 4, 6, dan 8 mengalami pemisahan
parsial, yang ditunjukkan dengan adanya alur-alur di bawah spot masing-masing
sampel yang memanjang ke titik penetesan sampel dengan warna pudar. Spot
tertinggi dan yang terpisah dengan jelas pada sampel 1, 2, 4, 6, dan 8 jam berkisar
dari 6.5 sampai 7 cm dan nilai Rf yang berkisar dari 0.7647 sampai 0.8235. Karena
spot tertinggi masing-masing sampel memiliki tinggi dan nilai Rf yang hampir sama
dengan tinggi spot standar M, kemungkinan karbohidrat yang terletak pada spot
tertinggi masing-masing sampel merupakan maltosa. Spot yang terletak di bawah
spot tertinggi memiliki tinggi yang berkisar dari 6 sampai 6.5 cm, dan karbohidrat
pada spot ini kemungkinan merupakan maltotriosa karena tinggi spot ini hampir
sama dengan tinggi spot standar T. Alur di bawah spot kemungkinan menunjukkan
keberadaan fragmen-fragmen pati berupa oligosakarida dalam sampel.
Kemungkinan terdapat maltotetrosa di antara fragmen-fragmen pati tersebut pada
daerah alur dengan ketinggian sama dengan standar P. Kepekatan alur di bawah
spot meningkat dengan lama inkubasi. Hal ini menunjukkan korelasi positif antara
aktivitas α-amylase, kadar pati yang dihidrolisis, dan kadar fragmen pati pada
sampel. dengan bertambahnya lama inkubasi. Perhitungan Rf pada percobaan ini
menggunakan rumus berikut:
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑠𝑝𝑜𝑡
𝑅𝑓 =
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
Contoh perhitungan Rf adalah sebagai berikut.
4.5 𝑐𝑚
𝑅𝑓𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑃 = = 0.5294
8.5 𝑐𝑚

Gambar 2. Hasil KLT hidrolisat α-amilase termostabil dari Bacillus mojavensis SO-
10. (A) Lajur standar glukosa, maltosa, maltotriosa, dan maltotetrosa. (B)
Sampel inkubasi 15 menit. (C) Sampel inkubasi 30 menit, (D) Sampel
inkubasi 240 menit. (Ozdemir et al. 2018)
Gambar 2 menunjukkan hasil kromatografi lapis tipis hidrolisat α-amilase
bakteri untuk identifikasi produk hidrolisis pati. Spotting dilakukan menggunakan
larutan asam sulfat dan metanol dengan perbandingan 1:7. Sampel inkubasi 15
menit menunjukkan spot maltosa, maltotriosa, dan sedikit maltotetrosa. Sampel
inkubasi 30 menit menunjukkan spot paling dominan maltosa dan maltotriosa serta
sedikit glukosa. Sampel inkubasi 240 menit menunjukkan spot glukosa. Pemisahan
spot pada hasil penelitian Ozdemir et al. (2018) sangat jelas dibandingkan hasil
percobaan pada Gambar 1. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya faktor
kegagalan pada praktikum ini.
Faktor kegagalan yang mungkin terjadi pada praktikum ini adalah tidak ada
penambahan garam anorganik pada silica gel. Menurut Ovodov et al. (1967),
penambahan garam sodium monohidrogenfosfat atau sodium dihidrogenfosfat pada
silica gel memungkinkan pemisahan campuran yang lebih cepat dan jelas.
Penambahan garam anorganik mengurangi adsorpsi gula pada silica gel sehingga
spot memiliki bentuk yang lebih jelas. Konsentrasi garam anorganik berkorelasi
positif dengan kelarutan gula.
SIMPULAN
Enzim α-amilase yang digunakan pada praktikum ini memotong pati
menjadi maltosa, maltotriosa, maltotetrosa, dan fragmen-fragmen pati. Semakin
lama inkubasi pada suhu 37°C, semakin banyak pati yang dihidrolisis menjadi
fragmen-fragmen pati. Kejelasan pemisahan hidrolisat pati pada kromatografi lapis
tipis dipengaruhi oleh penambahan garam anorganik yang mengurangi adsorpsi
karbohidrat pada silica gel.
DAFTAR PUSTAKA
Bele AA, Khale A. 2011. An overview on thin layer chromatography. Int J Pharm
Sci Res. 2(2):256-267.
Ovodov YuS, Evtushenko E, Vaskovsky V, Ovodova R, Solov’eva T. 1967. Thin
layer chromatography of carbohydrates. J Chromatogr. 26:111–
115.doi:10.1016/S0021-9673(01)98843-0.
Ozdemir S, Fincan SA, Karakaya A, Enez B. 2018. A novel raw starch hydrolyzing
thermostable α-amylase produced by newly isolated Bacillus mojavensis
SO-10: purification, characterization and usage in starch industries.
Brazilian Archives of Biology and Technology. 61.
Sherma J. 2000. Thin-layer chromatography in food and agricultural analysis. J
Chromatogr A. 880(1–2):129–147.
Tiwari SP, Srivastava R, Singh CS, Shukla K, Singh RK, Singh P, Singh R, Singh
NL, Sharma R. 2015. Amylases: an overview with special reference to alpha
amylase. J Global Biosci. 4(1):1886–1901.

Anda mungkin juga menyukai