Anda di halaman 1dari 14

ANALISA PENGARUH FAKTOR WAJIB PAJAK PADA

PENERIMAAN PAJAK RESTO DI SURABAYA SELATAN

Dosen Pengampu
Arief Rahman SE.,M.S.I
Disusun oleh
Mustika Diniah 2012311031

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
TAHUN 2023
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat memiliki
tujuan, yaitu salah satunya adalah memberikan kesejahteraan serta meningkatkan derajat
rakyatnya. Tujuan tersebut diharapkan dapat membangun pemerintahan di segala bidang
kehidupan sehingga terbentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu, untuk pembangunan yang adil dan merata
harus dicapai di seluruh pemerintahan pusat dan daerah. Dalam pembangunan tersebut juga
memerlukan dana dalam jumlah yang besar. Dana pembangunan tersebut dapat berasal dari
dalam dan luar negeri.

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan dalam negeri yang mana penyumbang
terbesar bagi pendapatan Indonesia. Hal ini terlihat dari komposisi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (GBB) setiap tahunnya. Pajak memainkan peran yang sangat penting
dan semakin bergantung pada keuangan dan pembangunan publik. Oleh karena itu,
pendapatan nasional di bidang perpajakan memerlukan perhatian yang serius dan serius.
Pemerintah perlu pengawasan ketat agar barang koleksi tidak bocor.

Pemerintah memberlakukan Otonomi Daerah (Otoda) menjadi wujud perhatiannya


pada hal pajak dalam tahun 2001 & berlaku efektif mulai Januari 2002. Otonomi wilayah
menaruh kewenangan bagi setiap wilayah buat mengatur & mengurus urusan pemerintahan
& kepentingan warga setempat dari prakarsa sendiri dari aspirasi warga pada sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu diterbitkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 mengenai Pemerintahan Daerah & Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat &
Pemda supaya pemerintah wilayah mengurus & mengatur tempat tinggal tangga
pemerintahannya sendiri. Hal ini diperkuat lagi menggunakan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 sebagaimana sudah diubah terakhir menggunakan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah & Retribusi Daerah. Terdapat 16 jenis pajak wilayah
yg dibagi kedalam dua pihak pemungut pajak menjadi berikut :

1. Pajak Kabupaten/Kota, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat
Kabupaten/Kota, terdiri atas :

a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan;
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pajak restoran adalah salah satu penerimaan terbesar dalam pajak daerah. Berdasarkan
data dari Dispenda Kota Surabaya penerimaan pajak restoran mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Pemerintah menetapkan tarif tunggal untuk PPN.

Menurut warta dari Dispenda Kota Surabaya masih banyak pajak restoran pada Kota
Surabaya yg kurang mempunyai pengetahuan pada membayar pajak. Masih terdapat
asumsi bahwa pengusaha restoran yang dibebankan kewajiban membayar pajak sebagai
akibatnya hal ini terasa memberatkan pengusaha restoran. Padahal yg membayar pajak
restoran merupakan orang–orang yg membeli kuliner atau minuman
pada restoran tadi sebagai akibatnya kiprah pengusaha restoran merupakan buat
membayarkan pajak restoran tiap bulan. Di lain sisi Dispenda Kota Surabaya melakukan
upaya dalam menaikkan pengetahuan perpajakan dengan mengadakan pengenalan atau
sosialisasi perpajakan setiap tahunnya.

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak restoran di kota
Surabaya bagian selatan dipilih sebagai subjek penelitian. Alasan pemilihan pajak makan di
luar adalah perkembangan wilayah selatan Surabaya yang semakin hari semakin
berkembang. Meningkatnya jumlah pendirian restoran baru menunjukkan bahwa tingkat
pertumbuhan penduduk dan pendapatan meningkat dari hari ke hari, dan potensi
penerimaan pajak dari makan meningkat.

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kesadaran dan kejujuran wajib pajak berpengaruh terhadap pertumbuhan


penerimaan pajak restoran di Surabaya Selatan?
2. Apakah tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan
berpengaruh terhadap pertumbuhan penerimaan pajak restoran di Surabaya Selatan?
3. Apakah kesadaran wajib pajak, tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak
tentang Peraturan Perpajakan, dan pendapat wajib pajak tentang pelayanan fiskus
secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan penerimaan pajak restoran di
Surabaya Selatan?

TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh kesadaram dan kejujuran wajib pajak terhadap
pertumbuhan penerimaan pajak restoran di Surabaya Selatan
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang
Peraturan Perpajakan terhadap pertumbuhan penerimaan pajak restoran di Surabaya
Selatan.
3. Untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak, tingkat pengetahuan dan
pemahaman wajib pajak tentang Peraturan Perpajakan, dan pendapat wajib
pajak tentang pelayanan terhadap pertumbuhan penerimaan pajak restoran di
Surabaya Selatan.

MANFAAT PENELITIAN

1. Secara teoretis, Memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang


berkaitan dengan akuntansi perpajakan.
2. Secara praktis, Temuan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi atau
pertimbangan bagi pemerintah kota Surabaya khususnya Dinas Pendapatan Daerah
Kota Surabaya dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
pengelolaan Pajak Restoran.

MOTIVASI PENELITIAN
Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
terhadap pertumbuhan penerimaan pajak restoran di Surabaya Selatan.
BAB 2 KAJIAN TEORI
A. PAJAK
Pajak adalah iuran wajib yang dikumpulkan pemerintah dari rakyatnya yang bersifat
memaksa dengan tujuan untuk pembangunan negara. Menurut Undang – Undang No. 27
Tahun 2007. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara.
Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara tidak dapat dilaksanakan. Pajak sifatnya dapat
dipaksakan.

Menurut Prof.Dr. Rachmat Soemitro, S.H. (1974) pajak adalah iuran rakyat kepada Negara
yang berdasarkan undang-undang, tidak mendapat timbal balik yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut
Djajadiningrat (1968) pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan
ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Sehingga dapat ambil kesimpulan
bahwa pajak memiliki karakteristik yang bersifat memaksa namun dipungut berdasarkan
aturan hukum atau Undang – Undang, yang merupakan penyerahan kekayaan pribadi atau
badan ke kas negara untuk pembiyaan negara karena itu hasil dari pajak tidak langsung
dapat diterima oleh pembayar pajak.

Menurut Mardiasmo (2002), sistem pemungutan pajak dapat dibedakan atas tiga
macam, antara lain :

1. Official Assessment System


Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah
(Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak, ciri-cirinya :
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus.
- Wajib Pajak bersifat pasif.
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh Fiskus
2. Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang, ciri-cirinya :

- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak i tu
sendiri.
- Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
- Fiskus tidak ikut campur, melainkan hanya mengawasi.
3. With Holding System

Sistem ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada kepada
pihak ketiga, untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Pihak
ketiga ini selain Fiskus dan Wajib Pajak, yaitu pemotong pajak atau pemungut pajak.

B. FAKTOR WAJIB PAJAK


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian faktor adalah keadaan atau peristiwa
yang ikut mempengaruhi terjadinya sesuatu sedangkan wajib pajak dijelaskan dalam UU
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu “wajib pajak
adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang–undangan perpajakan daerah”. Wajib pajak restoran adalah pengusaha restoran,
yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan.
Faktor wajib pajak dapat diartikan mempengaruhi wajib pajak, baik secara internal maupun
eksternal, dalam kaitannya dengan sikap wajib pajak terhadap pembayaran pajak. Bagi
petugas pajak faktor ini besifat uncontrollable.

Faktor - faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak menurut Putri, dkk. (2013), kepatuhan
pajak dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut.

1. Kesadaran Wajib Pajak. Kesadaran wajib pajak dapat dilihat dari kesungguhan dan
keinginan wajib pajak dalam memenuhi tanggungan pajak yang dimilikinya dan
pemahaman pajak dapat mendorong wajib pajak membayar pajaknya dengan sukarela.
2. Kewajiban Moral. Kewajiban moral adalah usaha lain yang digunakan untuk
meningkatkan kepatuhan pajak yang berhubungan dengan etika atau moral wajib pajak
dimana wajib pajak akan memiliki perasaan bersalah dan akan memenuhi
kewajibannya untuk membayar PKB.
3. Kualitas Pelayanan. Pelayanan yang baik akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dimana ada kepuasan dan rasa senang oleh pelayanan yang diberikan oleh KB
SAMSAT sehingga wajib pajak akan membayar PKB dengan sukarela.
4. Sanksi Perpajakan. Untuk mencegah ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar
PKB adalah adnya sanksi yang tegas, dimana sanksi yang tegas akan menjadi pemicu
wajib pajak patuhdalam membayar PKB.

Menurut Rustiyaningsih (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak sebagai


berikut:

1) Pemahaman Tentang Sistem Self Assessment. Pemahaman tentang sstem


pemungutan pajak dengan memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk
menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang wajib
pajak
2) Kualitas Pelayanan. Pelayanan yang berkualitas harus memberikan
keamanan,nkenyamanan, nkelancaran dan kepastian hukum dan kualitas
pelayan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat
memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan dan sikap dapat
dipercaya yang dimiliki oleh apparat pajak.
3) Tingkat Pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi akan
menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perudang-
undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
4) Tingkat Penghasilan. Tingkat penghasilan wajib pajak akan mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak tepat pada waktunya dan kemampuan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak terkait erat dengan besarnya
penghasilan wajib pajak.
5) Persepsi Wajib Pajak Terhadap Sanksi Perpajakan. Sanksi perpajakan diberikan
kepada wajib pajak agar wajib pajak mempunyai kesadaran dan patuh terhadap
kewajiban pajak.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak adalah persepsi wajib pajak terhadap kewajibannya, kewajiban etis, sanksi
perpajakan, kualitas pelayanan, kualifikasi, pendidikan dan tingkat pendapatan.

C. PAJAK DAERAH
Menurut Perda Provinsi Jawa Timur No.9 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, pajak daerah
adalah kontribusi wajib terhadap daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkam imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Menurut UU RI No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,
pajak daerah adalah kontribusi wajib terhadap daerah yang terutang oleh pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkam imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Menurut Mardiasmo (2013), pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang bersifat
wajib atas daerah yang ditanggung oleh orang pribadi atau perusahaan dan bersifat wajib
untuk mendanai APBD untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Adapun pajak yang dikelola oleh tingkat provinsi atau kabupaten/kota (www.pajak.go.id
diakses pada tanggal 20 Maret 2022), sebagai berikut :

1. Pajak Provinsi, meliputi:


a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bernotor
d. Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, meliputi :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

D. RESTORAN
Restoran adalah salah satu industri yang berhubungan dengan pariwisata dan industri
makan dan minum takkan lekang oleh waktu karena sebagai kebutuhan pokok bagi
manusia. Menurut Lillicrap dan Cousins (2010), restoran adalah istilah yang mencakup
berbagai pelayanan. Tingkat, jenis layanan dan harga, gaya, dekorasi, masakan, dengan
tingkat pilihan yang sangat bervariasi di berbagai jenis bidang pelayanan. Rentang layanan
dari full table service ke assisted service seperti gaya carvery. Restoran dalam
perkembangannya telah memiliki pengelompokkan pada sisi sistem penyajian dan
pelayanan. Soekresno (2007) menyatakan bahwa restoran dapat dikelompokkan
berdasarkan sistem penyajian dan pengolahnnya menjadi tiga, yaitu :

a. Specialities restaurant ialah tempat usaha yang menawarkan jasa pelayanan minuman
dan makanan dengan pengelolaan secara profesional dan komersial dengan penyediaan
minuman atau makanan khas yang berasal dari negara tertentu. Pelayanan dan
penyajiannya berdasarkan pada keunikan budaya negara tertentu.
b. Informal restaurant ialah tempat usaha yang menyediakan jasa pelayanan minuman
dan makanan dengan sistem pengelolaan secara professional dan komersial dan
professional dengan memprioritaskan kecepatan pada cara pelayanannya, seperti :
cafeteria, bistro, café, coffee shop, pub dan canteen.
c. Formal restaurant ialah tempat usaha yang menyediakan jasa minuman dan makanan
dengan sistem pengelolaan yang profesional dan komersial yang memiliki nilai
eksklusif pada pelayanannya.

E. PAJAK RESTORAN
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran,
yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran.

NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK

Pajak Restoran yang diatur dalam Pasal 5 memiliki isi sebagai berikut :

1) Setiap pelayanan yang disediakan di restoran dipungut pajak dengan nama Pajak
Restoran.
2) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan di Restoran.
3) Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
dikonsumsi ditempat pelayanan maupun di tempat lain.
4) Termasuk dalam objek pajak restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. restoran;
b. rumah makan;
c. kafetaria;
d. kantin;
e. warung;
f. depot;
g. bar;
h. pujasera/food court;
i. toko roti/bakery;
j. jasa boga/katering; dan
k. kegiatan usaha lainnya yang sejenis.

5) Tidak termasuk objek pajak restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
pelayanan yang disediakan di restoran yang nilai omzet penjualannya tidak melebihi
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap bulan.
Dan selanjutnya diatur juga dalam Pasal 6 yang berisi :
1) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari Restoran.
2) Tidak termasuk subjek pajak restoran adalah kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik.
3) Wajib Pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan Restoran.

DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA MENGHITUNG PAJAK

Pasal 23 : Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau
yang seharusnya diterima Restoran.
Pasal 24 : Tarif pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).

Pasal 25 : Besaran pokok pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak Restoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

Pasal 26 : (1) Wajib Pajak Restoran wajib mencantumkan tarif Pajak Restoran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dalam bukti transaksi yang diberikan kepada subjek
Pajak Restoran. (2) Dalam hal Wajib Pajak Restoran tidak mencantumkan tarif Pajak
Restoran dalam bukti transaksi yang diberikan kepada Subjek Pajak Restoran, maka jumlah
pembayaran telah termasuk Pajak Restoran

F. KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka berpikir adalah hasil dan sintesis, teori serta kajian pustaka yang dikaitkan
dengan masalah yang dihadapi dalam perumusan masalah penelitian ini. Kerangka berpikir
dalam penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh
manusia selalu berdasarkan suatu motivasi dan minat tertentu, yang artinya akan
mempengaruhi kinerja individu tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti,
kemudian membangun hipotesis dalam membentuk kelompok teori yang perlu
dikemukakan dalam penyusunan kerangka berfikir dalam membuat suatu hipotesis harus
diterapkan terlebih dahulu variabel penelitiannya. Dalam penelitian ini, terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi wajib pajak sebagai variabel bebas, dan penerimaan pajak
restoran sebagai variabel terikat yang dibentuk melalui hasil empiris penelitian-penelitian
sebelumnya. Berikut gambar kerangka konseptual :

Faktor-Faktor Wajib Pajak :


Kesadaran Wajib Pajak Kewajiban Penerimaan Pajak Restoran
Moral

Kualitas pelayanan

Sanksi perpajakan
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah pendapat, pernyataan atau kesimpulan yang masih kurang atau belum
selesai atau masih bersifat sementara.Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara
terhadap masalah penelitian dimana kebenarannya memerlukan pengujian secara
empiris.jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya. Secara teknis
hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji
keberhasilannya berdasarkan data yang didapat dari smple penelitian. Dan secara statistik
hipotesis diartikan sebagai pernyataan mengenai keadaan parameter (populasi) yang akan
diuji melalui statistik sample.

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan diatas, maka penulis membuat hipotesa
yang akan diuji sebagai berikut :

H0 : Faktor – faktor wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak restoran.

Ha : Faktor – faktor wajib pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak restoran.

Anda mungkin juga menyukai