Anda di halaman 1dari 54

Mardiyanto, SH, BKP

Profesi: Konsultan Pajak


Telp. 081235523388
PENGANTAR PERPAJAKAN

Undang-Undang KUP adalah bentuk dari tata cara hukum


pajak formal.
Hukum Pajak formal mengatur tentang bagaimana hukum
material dilakukan.
Singkatnya hukum pajak formal mengatur bagaimana tata
cara dalam melaksanakan hukum pajak material (PPh dan PPN
khususnya).
Dengan demikian UU KUP akan lebih banyak
membahas bagaimana hukum pajak material seperti PPh atau
PPN dijalankan. Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak
membicarakan tentang hak dan kewajiban wajib pajak.
Kewajiban wajib pajak seperti mendaftarkan diri untuk
mendapatkan NPWP, melaporkan usahanya untuk dikukuh
kan menjadi PKP, pembukuan, penghitungan, penyetoran
pajak, melaporkan SPT dsb.
Sedangkan hak wajib pajak seperti pengajuan keberatan,
banding Pajak, Restitusi Imbalan Bunga dan seterusnya.
UU KUP juga mengatur tentang kewajiban fiskus seperti
kewajiban untuk menjaga rahasia wajib pajak.

Keberadaan UU KUP sangat penting bagi pelaksanaan hukum pajak


di lndonesia karena akan banyak membicarakan tentang ketentuan
formal bagi wajib pajak dalam melakukan kewajibannya.
Selain itu karena banyak memuat tentang hak dan kewajiban wajib
pajak maka penting bagi wajib pajak untuk mengetahui isi UU KUP.
Bila wajib pajak tidak mengerti tentang hak dan kewajibannya akan
membuat kesulitan bagi wajib pajak untuk melakukan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan undang-undang.
Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan
tentang hak dan kewajiban wajib pajak. Kewajiban wajib pajak
seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan, penyetoran
pajak, melaporkan SPT dsb.
Sedangkan hak wajib pajak seperti pengajuan keberatan, banding
Surat Tagihan Pajak, Restitusi dan seterusnya. UU KUP juga
mengatur tentang fiskus seperti kewajiban untuk menjaga rahasia
wajib pajak.

Selain itu bila wajib pajak tidak mengetahui hak-hak yang


dimilikinya akan merugikan wajib pajak sendiri.
Seperti bila wajib pajak tidak mengetahui tentang pengajuan
keberatan dan syarat-syaratnya maka atas SKPKB yang
diterimanya wajib pajak hanya bisa pasrah saja.
Dan dengan mengetahui haknya wajib pajak dapat melakukan
langkah manajemen perpajakan yang tepat dan menghindari
sanksi.
DEFINISI PAJAK

Pasal 1 UU KUP menyebutkan :


Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapat
kan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara dan sebesar-besar
nya kemakmuran rakyat.
Pajak secara garis besar
mengandung unsur:
*Kontribusi wajib (membayar uang)
*Terutang oleh orang atau Badan
*Sifatnya Memaksa
*Diatur melalui Undang-Undang
*Tidak ada balas jasa secara langsung
*Digunakan untuk keperluan Negara
Untuk kemakmuran rakyat
Pajak memiliki dua fungsi, yaitu:
1.Fungsi penerimaan (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang
diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran
pemerintah baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan.
2.Fungsi mengatur (regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan-kebijakan
dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh
dikenakannya pajak yang tinggi terhadap
minuman keras, rokok dll
Fungsi tersebut merupakan peran utama pajak.
Dalam perkembangannya, peran tersebut menjadi lebih luas
dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi.
Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan
unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan
pajak, yaitu tarif yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan
penghasilan yang lebih tinggi.
Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan
atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan
pemerintah dan pembangunan.
Fungsi ini pada saat sekarang sering dikaitkan dengan
tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat khusus
nya pembayar pajak.
Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik, maka timbal
baliknya pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik.
Jenis-ienis pajak
Secara umum pajak yang diberlakukan di Indonesia
dapat dibedakan dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Menurut sifatnya
1.Pajak langsung adalah pajak yang pembebanan
nya tidak dapat dilimpahkan oleh pihak lain dan
menjadi beban langsung wajib pajak yang bersang
kutan.
Contoh: pajak penghasilan
2.Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembe
banannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut sasaran/objeknya
Pembagian pajak menurut sasaran atau objeknya
dimaksudkan pembedaan berdasarkan ciri-ciri
prinsip:
1.Pajak subjektif adalah pajak yang
berpangkal atau berdasarkan kepada subjeknya
yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak
Contoh: pajak penghasilan
2.Pajak objektif adalah pajak yang
berpangkal atau berdasar pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
c. Menurut Pemungutannya
1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga Negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah, Bea
Meterai dan Bea Cukai.

2. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh


pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan ,BPHTB , pajak
reklame, pajak hiburan, pajak restoran, pajak hotel dan
lain-lain.
Jenis-jenis pungutan lain selain pajak

a.Retribusi
Retribusi pada umumnya mempunyai
hubungan langsung dengan kembalinya
prestasi (ada kontra prestasi secara langsung)
karena pembayaran tersebut ditujukan
semata-mata untuk mendapatkan sesuatu
prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya
karcis masuk teminal, karcis masuk tol dan
lain-lain.
Pungutan retribusi di Indonesia didasarkan
pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang
dimaksud menyebutkan bahwa retribusi
daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus di sediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
b. Sumbangan
Pengertian sumbangan disini tidak boleh
dicampuradukkan dengan retribusi.
Dalam retribusi dapat ditunjuk seseorang
yang menikmati kontraprestasi secara
langsung yaitu membayar retribusi,
sedangkan pada sumbangan, yang
merasakan imbalan/manfaatnya langsung
adalah penerima sumbangan. contoh:
sumbangan bencana alam
Metode pemungutan Pajak
Metode Pemungutan pajak dapat dibagi meniadi:

1.Official assessment system


Adalah suatu sistem pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri Official assessment system:
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang berada pada fiskus; Wajib Pajak bersifat
Pasif; Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya
surat ketetapan pajak oleh fiskus
2.Self assessment system
Adalah suatu sistem pungutan pajak yang
memberi wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab, kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3.Withholding System
Adalah suatu sistem pemungulan pajak yang
memberikan wewenang kepada pihak ketiga
untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Tarif pajak
Pernungutan pajak tidak terlepas dari keadilan sebab
keadilan dapat menciptakan keseimbangan sosial yang
sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat.
Dalam penetapan tarif pun harus mendasarkan pada
keadilan.
Dalam penghitungan pajak yang terutang digunakan
tarif pajak. Tarif pajak yang dimaksud adalah tarif
untuk menghitung besarnya pajak terutang ( pajak
yang harus dibayar ).
Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam
persentase. Dalam pajak penghasilan persentase
tarifnya dibedakan:
a.Tarif marginal
Persentase tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan
dasar pengenaan pajak.
Sebagai contoh tarif PPh (perhatikan contoh tarif
progresif) bahwa tarif marginal untuk setiap
tambahan penghasilan kena pajak yang melebihi
0 sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 5 %
yang diikuti pula untuk setiap tambahan
penghasilan kena pajak diatas Rp50.000.000
sampai dengan Rp 500.000.000 dengan tarif
marginal l5% dan seterusnya.
b.Tarif efektif
Persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau
harus ditetapkan atas dasar pengenaan pajak
tertentu
Sebagai contoh apabila penghasilan kena pajak
sebesar Rp 30.000.000 PPh terutang di hitung:
l0% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
l5% x Rp 5.000.000 = Rp 750.000
Total = Rp 3.250.000
Tarif efektifnya = Rp 3.250.000 x 100% =
30.000.000
= 10,83 %
Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persen
tase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, yaitu:

a. Tarif Proporsional/Sebanding
Tarif pajak proporsianal yaitu tarif pajak berupa
persentase terhadap jumlah berapapun yang menjadi
dasar pengenaan pajak. Sering juga disebut tarif
tunggal karena hanya menggunakan satu tarif dengan
persentase tetap.
Contoh: Tarif Pajak Pertambahan Nilai 10%, PBB 0.5%
dan BPHTB 5 %
b. Tarif Progresif
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang
persentasenya meniadi lebih besar apabila jumlah
yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar.
Misalnya tarif pajak yang berlaku di lndonesia, yailu:
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
Sampai dengan Rp 50.000.000 tarif 5%
Di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp
250.000.000 tarif l5%
Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp
500.000.000 tarif 25%
Di atas Rp 500.000.000 tarif 30%
Untuk wajib pajak badan dan BUT sebelum tahun 2008:
Sampai dengan Rp 50.000.000 tarif 10%
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 tarif l5%
Di atas Rp 100.000.000 tarif 30 %
Perubahan tarif wajib pajak badan UU PPh No. 36 tahun 2008
menjadi tarif tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 dan 25%
untuk sesudahnya.

Dengan memperhatikan kenaikan persentase tarifnya, tarif


progresif dapat dibagi menjadi:
a. Tarif progresif-progresif
Dalam hal ini kenaikan persentase pajaknya semakin besar
b. Tarif progresif-tetap
Kenaikan persentasenya tetap.
c. Tarif progresif-degresif
Kenaikan persentasenya sernakin kecil
3. Tarif degresif
Tarif pajak degresif adalah prentase tarif pajak yang
semakin menurun apabila jumlah yang meniadi
dasar pengenaan pajak semakin besar.

4. Tarif tetap
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah yang
tetap (sama besarnya) terhadap berapa pun
jumlah yang meniadi dasar pengenaan pajak.
Oleh karena itu besarnya pajak yang terutang
tetap. Bea meterai merupakan struktur tarif ini
Rp 3000 dan Rp 6000.
5. Tarif pajak advalorem
Tarif pajak advalorem merupakan tarif dengan
persentase tertentu atas harga barang atau nilai
suatu barang, misal tarif bea masuk sebesar 10
% dari Nilai lmpor.

6. Tarif pajak spesifik


Merupakan tarif dengan jumlah tertentu atau
suatu jenis atau satuan jenis barang tertentu.
Misal tarif bea masuk yang besar rupiahnya
ditetapkan atas suatu barang yang di impor.
Perlawanan terhadap pajak
Mengingat batapa pentingnya peran masyarakat untuk
membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pem
bayaran negara, maka dituntut kesadaran warga negara
untuk memenuhi kewajiban kenegaraan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada sebagian
masyarakat terdapat keengganan memenuhi kewajiban
perpajakan.
Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak.
Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi
perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
Perlawanan pasif
Pertawanan pasif berupa hambatan yang
mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai
hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu
negara, dengan perkembangan intelektual dan
moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan
pajak itu sendiri.

Perlawanan aktif
Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada
semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada pemerinlah (fiskus)
dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Diantaranya dapat dibedakan cara-cara sebagai berikut:
a. Penghindaran diri dari pajak
( Tax avoidance )
Dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan yang
memberi alasan untuk di kenakan pajak. Penghindaran yang
dilakukan wajib pajak masih dalam kerangka peraturan
perpajakan.
Misalnya: rokok putih diganti dengan rokok tingwe supaya
tidak kena pajak rokok.
b. Pengelakan diri dari pajak
( Tax evasion )
Dilakukan dengan cara-cara yang melanggar undang-
undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau
mengurangi dasar pengenaannya.
Misalnya: wajib pajak melakukan manipulasi pajak dengan
melakukan pembukuan ganda.
c. Melalaikan pajak
Dilakukan dengan cara menolak
membayar pajak yang telah ditetapkan
dan menolak memenuhi formalitas
yang harus dipenuhi.
Misalnya: Menghalangi penyitaan
dengan menyembunyikan barang-
barang yang akan di sita.
Asas dan dasar pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak,


dalam memilih alternatif pemungutannya perlu
berdasar pada asas-asas pemungutan pajak
sehingga terdapat keserasian antara
pemungutan pajak dengan tuiuan dan asasnya.
Adam Smith dalam bukunya An lnquiry in The
Nature and Causes of the Wealth of Nation
menyatakan pungutan pajak hendaknya
didasarkan pada asas:
a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat final adil dan
merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi
yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak ( Abilily to pay ) dan sesuai
dengan manfaat yang diterima.

Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak


menyumbangkan uang untuk pengeluaran
pemerintah sebanding denngan kepentingannya
dan manfaat yang diminta.
Asas keadilan dalam prinsip
perundang - undangan perpajakan
maupun dalam hal pelaksanaannya
harus dipegang teguh walaupun
keadilan itu sangat relatif.
b. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan
sewenang-wenang. Oleh karena itu wajib
pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti
pajak yang terutang, kapan harus dibayar,
serta atas waktu pembayaran.
c. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar
sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak
menyulitkan Wajib Pajak sebagai contoh pada
saat Wajib pajak memperoleh penghasilan.
Sistem Pemungutan ini disebut Pay as You Earn.
d. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan
biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib
pajak diharapkan seminimum rnungkin,
demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Meski dijelaskan berbagai teori tentang dasar
pemungutan pajak, pembayaran pajak umumnya
tetap dianggap sebagai sebuah beban,
ketimbang sebagai sebuah kewajiban apalagi
sebuah kesadaran bahwa pemungutan pajak
memang perlu didukung. Hal ini antara lain
disebabkan karena tidak adanya kontraprestasi
yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar
pajak. Teori ini menjadi dasar bagi negara untuk
memungut pajak antara lain:
a. Teori asuransi
Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran
premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayar
an atas usaha melindungi orang dari segala kepentingan
nya, misal keselamatan atau keamanan harta bendanya.
Masyarakat seakan mempertangungkan keselamatan
dan keamanan jiwanya kepada negara sehingga
masyarakat harus membayar "premi" kepada negara.
Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi
dengan pembayaran pajak.
Pada kenyataannya menyamakan pajak dengan premi
tidaklah tepat, karena jika masyarakat mengalami
kerugian, Negara tidak dapat memberikan penggantian
layaknya perusahaan asuransi.
b. Teori kepentingan
Teori kepentingan diartikan bahwa negara yang
melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara
dengan memperhatikan pembagian beban yang
harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini di
dasarkan pada kepentingan setiap orang termasuk
perlindungan jiwa dan hartanya. oleh karena itu,
pengeluaran negara untuk melindunginya
dibebankan kepada masyarakat. Warga negara yang
memiliki harta lebih banyak akan membayar pajak
yang lebih besar dan sebaliknya, yang memilikiharta
lebih sedikit membayar pajak lebih kecil untuk
melindungi kepentingannya.
c. Teori gaya pikul
Teori ini berpangkal dari azas keadilan yaitu bahwa
setiap orang dikenakan pajak dengan bobot sama.
Pajak yang dibayar adalah menurut gaya pikul
dengan ukuran besarnya penghasilan dan
pengeluaran seseorang. Kekuatan (gaya pikul) untuk
membayar pajak baru ada setelah terpenuhinya
kebutuhan primer seseorang.
Dalam pajak penghasilan kita kenal konsep
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Bila seseorang berpenghasilan dibawah PTKP berarti
gaya pikulnya tidak ada sehingga ia tidak harus
membayar pajak. Teori ini lebih menekankan unsur
kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
d. Teori bakti
Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak
mutlak. Teori ini mendasarkan bahwa Negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak.
Dipihak lain, masyarakat menyadari bahwa
membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk
membuktikan tanda baktinya terhadap negara
karena negaralah yang bertugas menyelenggara
kan kepentingan masyarakatnya.
Dengan demikian dasar hukum pajak terletak
pada hubungan masyarakat dengan negara.
d. Teori gaya beli
Pembayaran pajak dimaksudkan untuk memelihara
masyarakatnya. Pembayaran pajak yang dilakukan
kepada negara lebih ditekankan pada fungsi
mengatur pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori
ini mendasarkan pada penyelenggaraan kepenting
an masyarakat yang dianggap sebagai dasar
keadilan pemungutan pajak, bukan kepentinngan
individu atau negara, sehingga pajak lebih menitik
beratkan pada fungsi mengatur. Dalam teori ini
kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin
dengan pembayaran pajak.
Pembagian hukum pajak
Hukum pajak mengatur hubungan antara
pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak
dengan wajib pajak.
Hukum pajak dibedakan menjadi:
a. Hukum Pajak Materiil
Hukum pajak materiil memuat norma-norma yang
menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa
hukum yang dikenakan (objek pajak), siapa yang
dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak
yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya pajak, dan hubungan hukum antara
pemerintahan dan wajib pajak.
Hukum pajak materiil meliputi:
1. UU Pajak Penghasilan
2. UU Pajak Pertambahan Nilai
3. UU Pajak Bumi dan Bangunan
4. UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
atau Bangunan
5. UU Bea Meterai, dan sebagainya.
b. Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal, memuat bentuk/tata cara
untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan.
Hukum pajak formal ini memuat, antara lain:
1. Tata cara penetapan utang pajak.
2. Hak-hak fiskus untuk mengawasi wajib pajak
mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang
dapat menimbulkan utang pajak.
3. Kewajiban wajib pajak, misalnya penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan, dan hak-hak wajib pajak
mengajukan keberatan dan banding.
Hukum pajak formal meliputi:
1. UU Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
2. UU Penagihan Pajak dengan
surat paksa
3. UU Pengadilan Pajak.
Penafsiran dalam hukum Pajak
Penafsiran (interpretasi) yang sering digunakan dalam
lapangan hukum perdata untuk memahami peraluran, juga
dapat digunakan dalam lapangan hukum publik, termasuk
didalamnya hukum pajak.
a. Penafsiran historis
Penafsiran historis adalah penafsiran Undang-Undang
dengan melihal sejarah dibuatnya Undang-Undang tersebut.
Penafsiran ini dapat diketahui dari dokumen pada waktu
proses dibuatnya Undang-Undang. Misalnya dokumen rapat
tim penyusun, dokumen rapat pembahasan pemerintah
dengan DPR dan dokumen surat-surat lainnya yang dibuat
secara resmi. Dengan penafsiran historis dapat diketahui
maksud penyusun suatu Undang-Undang.
b. Penafsiran sosiologis
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas keten
tuan Undang-Undang yang disesuaikan dengan
kehidupan masyarakat yang selalu berkembang.
Karena ituperlu penyesuaian antara undang-
undang dengan perkembangan hidup masyarakat.
c. Penafsiran sistematik
Penafsiran sistematik adalah penafsiran ketentuan
dengan mengkaikannya dengan ketentuan (pasal-
pasal) lain dalam undang-undang tesebut atau dari
undang-undang lainnya. Ketentuan yang tidak ielas
dapat diketahui dengan melihat / mengkaitkan
dengan pasal lainnya.
d. Penafsiran otentik
Penafsiran otentik adalah penafsiran ketentuan dalam
undang-undang dengan melihat hal-hal yang telah
dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Dalam suatu
undang-undang biasanya terdapat pasal mengenai
ketentuan umum, sering disebut terminologi, merupakan
penafsiran otentik. Penjelasan suatu pasal yangdimuat
dalam tambahan lembaran negara bukanlah merupakan
penafsiran otentik.
e. Penafsiran Tata bahasa
Penafsiran tata bahasa adalah penafsiran ketentuan dalam undang-
undang berdasarkan bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam
kalimat-kalimat yang disusun. Penafsiran menurut tata bahasa
merupakan penafsiran yang paling penting, sebab apabila kata-kata
dalam kalimat suatu pasal telah jelas maksudnya.
f. Penafsiran analogis
Penafsiran analogis adalah penafsiran ketentuan dengan
cara memberi kiasan pada kata-kata yang tercantum
dalam undang-undang, sehingga suatu peristiwa yang
sesunggulrnya tidak termasuk dalam ketentuan menjadi
temasuk berdasarkan analogi yang dibuat.
Contoh penafsiran analogis: kata "penjualan" meniadi
"pemindahan ketangan lain" (dari peraturan yang ada
ditarik peraturan yang bersifat umum), yang selanjutnya
disimpulkan juga termasuk hibah, pemasukan harta
(inbreng) dan wasiat.
(R.Santoso Brotodiharjo S.H. dalam bukunya pangantar
ilmu hukum pajak). Penafsiran ini dalam hukum pajak tidak
diperbolehkan karena menimbulkan ketidakpastian
hukum.
g. Penafsiran A. Contrario
Penafsiran A. Contrario adalah penafsiran
ketentuan undang-undang berdasarkan pada
perlawanan pengertian antara masalah yang
dihadapi dan masalah yang diatur dalam undang-
undang.
Diambil suatu kesimpulan bahwa atas masalah
yang dihadapi yang tidak diatur dalam undang-
undangnya berada diluar ketentuan (tidak diatur).
Penafsiran ini dalam hukum pajak juga tidak
diperbolehkan karena akan menimbulkan
ketidakpastian hukum.
Yuridiksi pemungutan pajak

Dalam memungut pajak, negara mempunyai


batas kewenangan didasarkan atas tempat
tinggal, kewarganegaraan atau sumber
penghasilan sehingga pemungutan pajak
tidak berulang-ulang dan memberatkan
wajib pajak.
Terdapat tiga hal yang digunakan sebagai
dasar untuk memungut pajak:
1. Tempat tinggal (Domisili)
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas
seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat
tinggal wajib pajak tanpa memperhatikan apakah ia
sebagai warga negaranya atau sebagai warga negara
asing. Wajib pajak yang bertempat tinggal di Indonesia
dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh berasal dari Indonesia atau berasal dari luar
negeri (Pasal 4 UU PPh).
2. Kebangsaan
Pengenaan pajaknya dihubungkan dengan kebangsaan
suatu negara. Suatu negara memungut pajak atas
orang yang mempunyai kebangsaan negara tersebut
tanpa memperhatikan dimana ia tinggal.
3. Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut
pajak atas penghasilan yang bersumber
dari suatu negara.
Dengan demikian orang atau badan yang
menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia dikenakan pajak di
Indonesia tanpa memperhatikan tempat
tinggal wajib pajak.
Utang pajak
Dalam ajaran hukum formal, bahwa utang
pajak timbul karena adanya surat
ketetapan pajak (ajaran formal), ajaran ini
diterapkan pada official assessment
system.
Perbedaan dengan ajaran hukum materiil
bahwa utang pajak timbul berdasarkan
undang-undang. Ajaran ini diterapkan pada
self assessment system.
Hapusnya utang pajak
Hapusnya utang pajak disebabkan:
a. Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus
karena pembayaran yang dilakukan ke kas negara.
b. Kompensasi
Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang
pajak dengan tagihan seseorang diluar pajak tidak
diperkenankan, oleh karena itu kompensasi terjadi
apabila wajib pajak mempunyai tagihan berupa
kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan
pembayaran pajak yang diterima wajib pajak
sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak
lainnya yang terutang.
c. Daluwarsa
Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan.
Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa
setelah lampau waktu 5 (lima) tahun terhitung
seiak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak
yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan
kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat
ditagih lagi.
Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguh,
antara lain, apabila diterbitkan Surat Teguran dan
Surat Paksa.
d. Pembebasan
Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang
semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan
umumnya tidak diberikan terhadap pokok
pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi

e. Penghapusan
Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan
pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan
keuangan Wajib Pajak.

Anda mungkin juga menyukai