JURNAL ILMIAH
Oleh:
DWI SUPRIHANDI BINTARA
D1A117071
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2022
HALAMAN PERSETUJUAN
JURNAL ILMIAH
Oleh:
DWI SUPRIHANDI BINTARA
D1A117071
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
ABSTRACT
This research aims to find out procedure in creating sea working agreement between
the company and the crew as well as to know the implementation of the sea working
agreement regarding the parties involved. The method of this research is empirical
legal research using field data as the main resources, like observation and
interviews. The result of this research shows that creating sea working agreement
must be conducted in front of harbormaster which is four parties involved in the
agreement, namely ship directors, crew, captain, and harbormasters. In the
implementation of sea agreement, the parties must execute the rights and obligation
including the time frame which consist of the beginning of the agreement and the end
of the agreement with work termination before the end of the agreement. In
conclusion from this research is that sea working agreement is specifically if
comparing to working agreement in general.
Keywords: Sea Working Agreement, crew, Ship Entrepreneurs
i
I. PENDAHULUAN
terluas, jumlah barisan pulau terbanyak dan pantai terpanjang diantara dua benua dan
Negara kepulauan yang sudah diakui dunia dan terakomodasi dalam konstitusi
Negara yaitu pada Pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri
Undang-Undang.
menjadi sarana transportasi yang banyak digunakan untuk melakukan kegiatan ekspor
impor maupun pengangkutan orang di Indonesia. Pelayaran di laut sebagai salah satu
sarana yang vital bagi perhubungan sudah seharusnya dilaksanakan atas dasar
kepentingan umum. Sejak Negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari
diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut
berimplikasi pada kewajiban Negara untuk memfasilitasi warga Negara agar dapat
memproleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, oleh karena itu perlu
Negara di atas.
ii
Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan mendefinisikan bahwa pelaut ialah setiap
orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan sebagai awak kapal,
lebih lanjut awak kapal adaah orang yang bekerja atau dipekerjakan diatas kapal oleh
pemilik atau perusahaan kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
Tahun 2008 tentang Pelayaran bahwa awak kapal terdiri dari nahkoda dan anak buah
kapal. Untuk mengikat seseorang agar menjadi pekerja sebagai awak kapal di
kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melakukan hubungan kerja. Dalam dunia
pelayaran perjanjian kerja antara perusahaan dengan awak kapal menggunakan istilah
Dasar hukum dibuatnya perjanjian kerja laut pada prinsipnya mengacu pada
Buku II Bab 4 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang Perjanjian Kerja Laut.
melakukan pekerjaan dalam Bab 7A Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pemerintah tentang Kepelautan dapat dilihat pada penjelasan umum atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tersebut, yaitu tugas sebagai pelaut merupakan
pekerjaan yang beresiko antara lain meninggalkan keluarga dalam waktu relatif lama,
saat kerusakan kapal harus menangani sendiri tanpa batas waktu atau jam kerja, dan
bekerja pada segala cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja
tersendiri.
pengusaha kapal harus memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh awak kapal sesuai
jabatannya di atas kapal perusahaan tersebut berdasarkan isi dari perjanjian kerja dan
perusahaan yang tidak menjalankan sesuai apa yang telah diperjanjikan dan tidak
mestinya. Selain haknya untuk mendapatkan upah, awak kapal juga berhak
bekerja. Sebagai perusahaan yang baik, setiap perusahaan kapal harus memberikan
1
Andi Takdir Djufri, Perjanjian Kerja Laut Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan
di Indonesia, Jurnal iqtisdahuna, Volume 2 Nomor 3 Desember 2020, hlm.14, http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/iqtishaduna/article/download/18589/10417, Diakses pada tanggal 3 Juni 2021
pukul 14.24
iv
II. PEMBAHASAN
Prosedur Pembuatan Perjanjian Kerja Laut Antara Anak Buah Kapal dengan
Perusahaan Pelayaran
Syarat sah perjanjian kerja laut
Sebagai bagian dari perjanjian kerja pada umumnya, perjanjian kerja laut juga
memuat syarat sahnya perjanjian kerja yang sama dengan perjanjian kerja pada
umumnya hanya saja memiliki beberapa perbedaan. Adapun syarat sahnya perjanjian
Dalam perjnjian kerja laut terdapat perbedaan dalam syarat subjektif pada
perjanjian kerja pada umumnya. Secara umum diketahui bahwa dalam suatu
perjanjian terdapat dua orang atau dua pihak yang mengadakan hubungan hukum
untuk melaksanakan suatu prestasi, jadi dalam suatu perjanjian senantiasa melibatkan
lebih dari satu orang atau pihak yaitu pihak ketiga dengan kedudukan tertentu pula.
Demikian halnya dengan perjanjian kerja laut, dengan melihat pengertian perjanjian
kerja laut yang telah ditentukan dua pihak yang menyelenggarakan perjanjian kerja
laut yaitu pengusaha kapal selaku majikan di satu pihak dengan nahkoda dan anak
Dalam perjanjian kerja laut yang dilakukan antara pengusaha kapal dengan
anak buah kapal atau kelasi disyaratkan harus diselenggarakan dihadapan seorang
pegawai yang ditunjukkan oleh pihak yang berwenang. Yang dimaksud dengan wakil
pemerintah yang berwenang disini adalah yang ikut terlibat dalam proses pembuatan
v
dan pelaksanaan perjanjian kerja laut. Jadi dengan demikian pihak-pihak yang terlibat
dalam perjanjian kerja laut adalah pengusaha kapal, Anak buah kapal, Nahkoda, dan
Syahbandar.2
ketentuan-ketentuan tertentu, yaitu Perjanjian kerja laut yang dibuat antara pengusaha
kapal dengan nahkoda atau perwira kapal harus dibuat secara tertulis dengan ancaman
pembatalan. Sedangkan perjanjian kerja laut yang dibuat antara pengusaha kapal
dengan anak buah kapal atau buruh harus dibuat dihadapan seorang pegawai yang
oleh pengusaha kapal dengan anak buah kapal harus dibuat dihadapan seorang
pegawai yang berwajib yaitu syahbandar adalah pada umumnya anak buah kapal
mempunyai latar belakang pendidikan dan kedudukan sosial yang rendah sehingga di
khawatirkan saat akan menandatangani perjanjian kerja laut tersebut calon anak buah
kapal tidak memahami isi dari perjanjian kerja laut yang ditandatangani. Dari latar
belakang tersebut, untuk menjaga agar dalam pembuatan perjanjian kerja laut tersebut
sama-sama dilandasi dengan itikad baik dan berdasarkan atas ketentuan yang berlaku,
maka dalam perjanjian kerja laut harus pembuatannya perlu dihadapan dan disaksikan
oleh pihak ketiga yaitu pejabat yang diangkat oleh pihak pemerintah.
2
Ibid, hlm 12-13
3
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010,
hlm. 89-91.
vi
Untuk bekerja sebagai anak buah kapal diatas kapal seorang calon pekerja
harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk menjadi seorang anak buah kapal.4
Pasal 17 mengatakan bahwa untuk bekerja sebagai awak kapal wajib memenuhi
persyaratan yang salah satunya calon anak buah kapal diharuskan memiliki sertifikat
Sertifikat keahlian pelaut adalah ijazah atau surat ijin yang menegaskan
keahlian pelaut terdiri atas sertifikat keahlian nautika, sertifikat keahlian teknik
nantinya diperuntukan untuk menentukan jabatan dari anak buah kapal yang akan
Survival Craft and Rescue Boat, Advance Fire Fighting dan lain-lain. Ada beberapa
sertifikat keterampilan namun setidaknya anak buah kapal memiliki sertifikat Basic
Training atau Basic Safety Training (BST) yang merupakan sertifikat dasar yang
4
Hasil wawancara dengan saudara Adrian, Anak buah kapal(Mualim I), 15 Oktober 2021
vii
Pelaksanaan perjanjian kerja laut antara Anak buah kapal dengan PT. Prima
Eksekutif
Hak dan kewajiban pengusaha kapal dan anak buah kapal
Setiap hubungan hukum yang lahir baik dari perikatan maupun peratauran
perundang-undangan selalu mempunyai dua aspek yaitu hak dan kewajiban. Tidak
ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Hak adalah
kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Hak memberikan memberi kenikmatan dan
hukum positif yang memerintahkan perilaku individu dengan menetapkan sanksi atas
perilaku yang sebaliknya 5. Hak dan kewajiban para pihak ada dalam perjanjian kerja
laut dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan hak dan
meninggalkan kapal tanpa seizin nahkoda dengan menghentikan upah dan tunjangan-
tunjangannya. Pengusaha kapal berhak untuk memberhentikan anak buah kapal yang
tidak wajar dalam bertingkah laku, malas dalam bertugas, atau tidak patuh pada
5
Ikhwan Fahrojih, Hukum Perburuhan Konsepsi, Sejarah, dan Jaminan Konstitusional,
Setara Press, Malang, 2016, hlm-35
6
Nurmiati Muhiddin, Efektifitas Perjanjian Kerja Laut Terhadap Keselamatan Anak Buah
Kapal, Jurnal Al-daulah, Volume 5 no. 1, Juni 2016, hlm.75.
viii
kepada anak buah kapal, menetapkan pengaturan pekerjaan bagi anak buah kapal,
menunjuk sebuah kapal dimana anak buah kapal yang akan bertugas melakukan
perawatan dan pengobatan bagi anak buah kapal yang sakit atau cidera selama berada
di atas kapal.7
Sebagai seorang pekerja anak buah kapal berhak untuk memperoleh upah dari
mendapatkan cuti tahunan dan juga untuk setiap anak buah kapal yang telah habis
masa kontrak kerjanya berhak atas pemulangan kembali ke tempat asal atau dimana
Dalam suatu perjanjian kerja dalam hal ini perjanjian kerja laut, waktu
dimulainya suatu hubungan kerja laut antara kedua pihak adalah saat pihak pengusaha
kapal dan pihak anak buah kapal melaukan kewajibannya, sedangkan waktu
berakhirnya perjanjian kerja laut tersebut adalah setelah terhentinya hak masing-
masing pihak dalam hubungan kerja tersebut. Dalam perjanjian kerja laut pada
kerja laut. Masa berlakunya perjanjian kerja laut dipengaruhi oleh jenis perjanjian
7
Ibid, hlm 76
ix
kerja laut yang dilakukan oleh kedua pihak yang dimana jenis perjanjian kerja laut
dimulainya hubungan kerja serta tanggal diakhirinya hubungan kerja. Pada umumnya
perjanjian kerja laut waktu tertentu dibuat untuk jangka waktu satu tahun dengan
Perjanjian kerja laut untuk perjalanan atau trayek tertentu adalah suatu
perjanjian kerja laut yang dibuat dengan maksud hanya berlaku untuk suatu atau
beberapa perjalanan pelayaran saja. Perjanjian ini juga bias dikatakan sebagai
Perjanjian kerja laut untuk waktu tidak tertentu berarti waktu berakhirnya
hubungan kerja dalam perjanjian kerja laut tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja
laut tersebut. Dalam hal apabila para pihak ingin mengakhiri hubungan kerja maka
harus diadakan pemberitahuan terlebih dahulu atau setelah tercapainya kata sepakat
Maksud dari hambatan dalam hubungan kerja laut ini adalah dimana adanya
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pengusaha kapal atau anak buah kapal yang
mengakibatkan perjanjian kerja laut itu tidak berjalan dengan baik sebagaimana
mestinya. Adapun hambatan yang dapat dilakukan oleh pengusaha kapal berdasarkan
8
Sonar Parlindungan Manihuruk, Perjanjian Kerja Laut Antara Pengusaha Kapal, Nahkoda
dan Anak Buah Kapal, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm 33-34
x
kasus-kasus yang ada di Indonesia adalah dimana ketika dalam pembuatan perjanjian
kerja laut tidak jarang oknum pengusaha kapal memberikan perjanjian kerja laut yang
tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya memuat hak-hak anak buah kapal
sehingga hak-hak yang akan didapatkan oleh anak buah kapal tidak sebagaimana
mestinya. Oleh sebab itulah sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya dalam
penelitian ini bahwa syahbandar turut serta untuk mengawasi pembuatan perjanjian
kerja laut9.
Adapun hambatan dalam perjanjian kerja laut antara PT. Prima Eksekutif
dengan anak buah kapal disebabkan oleh anak buah kapal itu sendiri yang melakukan
yang dimana hal ini terjadi karena anak buah kapal meninggalkan kapal tanpa seizin
nahkoda.
Berakhirnya suatu perjanjian kerja laut ini berarti tidak ada lagi hubugan kerja
antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal yang berarti semua hak dan
kewajiban dari para pihak telah berakhir maka dengan ini tidak ada lagi keharusan
bagi para pihak untuk melakukan kewajibannya. Berakhirnya suatu hubungan kerja
laut tidak hanya terjadi karena telah habisnya waktu yang disepakati kedua pihak atau
pekerjaan yang diperjanjikan telah dilaksanaan dalam hal perjanjian kerja laut untuk
Hubungan kerja dalam perjanjian kerja laut dapat berakhir tidak hanya
hubungan kerja laut juga dapat terjadi pada saat berlangsungnya masa perjanjian kerja
yang dikarenakan adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak
kapal maupun pihak anak buah kapal memutuskan untuk mengakhiri hubungan
III. PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dalam perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal
Dalam prosedur pembuatan perjanjian kerja laut harus memenuhi syarat sah
perjanjian kerja laut seperti perjanjian kerja pada umumnya, namun ada sedikit
perbedaan yang dimana dalam perjanjian kerja pada umumnya hanya mempunyai dua
subjek yang terlibat dalam suatu perjanjian kerja, sedangkan dalam perjanjian kerja
laut subjek yang terlibat bukan hanya pihak anak buah kapal dan pengusaha kapal
namun juga pegawai pemerintah yaitu syahbandar dan nahkoda terlibat dalam
perjanjian kerja laut. Didalam pembuatan perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal
dengan anak buah kapal harus dibuat dihadapan syahbandar dan untuk bekerja
sebagai anak buah kapal harus memenuhi syarat-syarat sebagai anak buah kapal yang
salah satunya harus mempunyai sertifikat keahlian pelaut dan sertifikat keterampilan
pelaut.
Dalam pelaksanaan perjanjian kerja laut timbul hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak yang melakukan hubungan kerja yang dimana hak dan
perjanjian kerja laut masa berlakunya perjanjian kerja laut dipengaruhi oleh jenis
perjanjian kerja laut yang dilakukan antara lain perjanjian kerja laut waktu tertentu,
perjanjian kerja laut perjalanan tertentu dan perjanjian kerja laut waktu tidak tertentu.
Hambatan dalam perjanjian kerja laut dapat dilakukan oleh anak buah kapal dan
xiii
pengusaha kapal yang mengakibatkan perjanjian kerja laut tidak berjalan dengan
baik. Perjanjain kerja laut dapat berakhir karena masa berlaku perjanjian kerja laut
telah habis dan juga dapat terjadi karena alasan-alasan yang mendesak bagi
Saran
Untuk setiap pihak yang terlibat dalam perjanjian agar dapat berindak sesuai
wewenangnya sendiri dan tidak melebihi atas wewenang tersebut, kemudian untuk
buah kapal untuk tetap mengikuti peraturan yang berlaku dengan memberikan
pesangon kepada anak buah kapal yang terkena pemutusan hubungan kerja kecuali
pemutusan hubungan kerja tersebut memang atas kemauan anak buah kapal tanpa
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Djumadi, 2010, Hukum Perburuhan Perjanjian kerja, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Jurnal
Undang-Undang
Hasil Wawancara