Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hama dan Penyakit Benih

PENGUJIAN KEEFEKTIFAN MINYAK ATSIRI

Kelompok: 1
Alyssa Damayanti (J1307201024)
Asya Atqiya (J1307201025)
Denaya Putri Handayani (J1307201027)
Harry Bagus Kumiadi (J1307201020)
Meliana (J1307201014)
Nur Arief Rahman Suprapto (J1307201036)

Dosen:
Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si

Asisten:
Ahmad Yusuf Ibrahim, S.P.
Nurfadillah, S.P.

PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman dan
dihasilkan oleh reaksi berbagai senyawa dengan air. Minyak atsiri ini secara umum
disintesis dalam sel tumbuhan. Selain itu minyak ini terdapat pada beberapa bagian
tumbuhan di antaranya pada akar (akar wangi), batang (kayu manis), daun
(kemangi), buah pala, bunga cengkeh, dan pada kulit kayu tanaman kayu putih
(Hasyim et al. 2014). Pada dasarnya, minyak atsiri ini pun diartikan sebagai salah
satu metabolit sekunder yang mudah menguap dengan titik didih dan komposisi
yang berbeda-beda serta menghasilkan aroma wangi yang tidak disukai oleh
beberapa hama dan serangga pengganggu tanaman (Khalifah 2021).
Tribolium castaneum merupakan salah satu serangga hama kosmopolit yang
berada di gudang penyimpanan pada daerah hangat hingga panas. Serangga hama
ini diartikan pula sebagai serangga yang mampu menyerang bahan makanan
sehingga menyebabkan kerusakan dan kontaminasi. Serangga hama seperti
Tribolium castaneum ini dapat bertahan hidup pada sisa-sisa bahan simpan yang
telah tercecer di lantai hingga tempat-tempat tersembunyi lainnya. Larva pada
serangga hama ini bertipe compodeiform yang berwarna krem dengan kepala dan
urogomphi berwarna gelap. Larva Tribolium castaneum memiliki panjang sekitar
10 mm dan akan mengalami pergantian kulit sebanyak 6 – 11 kali selama masa
pertumbuhannya. Setelah dari fase larva, hama ini akan menuju fase pupa, dimana
fase pupa akan berlangsung selama 4 – 5 hari dan pupa berwarna putih kekuningan
dengan ukuran panjang 4 mm. Setelah fase pupa berakhir, hama Tribolium
castaneum menuju pada fase imago (dewasa). Imago pada hama ini mempunyai
tubuh berbentuk pipih memanjang dengan panjang sekitar 2,66 – 4,4 mm. Selain
itu, secara umum imago hama ini memiliki antena yang terdiri atas 11 ruas dengan
3 ruas terakhir yang membentuk gada (capitate). Berdasarkan bioekologinya, hama
ini memiliki masa pertumbuhan dari telur hingga imago sekitar 40 – 100 hari dan
lama imago dapat mencapai 2 – 3 tahun lamanya (Khalifah 2021).
Kegunaan minyak atsiri dalam pengendalian hama gudang adalah pestisida
nabati yang mampu sebagai pengusir (repellent), penghambat hama dalam
peletakan telur (oviposition deterrent), sebagai racun kontak (contact poison),
sebagai racun pernafasan (fumigant), dan sebagai antiserangga vektor (Khalifah
2021).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui tingkat keefektifan minyak atsiri
sebagai bahan alami dalam mengendalikan serangga hama Tribolium castaneum
melalui efek fumigan dan efek kontak.

Hipotesis
Minyak atsiri mampu memberikan efek fumigan dan kontak serta mampu
mengendalikan hadirnya serangga hama Tribolium castaneum.
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 23 November 2021 pukul
13.00 WIB di Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, kertas saring,
kain kasa, pipet mohr, selotip, dan kertas label. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah serangga uji Tribolium castaneum, minyak atsiri (cengkeh),
dan pelarut (aseton).

Metode
Praktikum ini menggunakan metode aplikasi kontak dan aplikasi fumigan
dengan 4 perlakuan sebanyak 5 ulangan. Perlakuannya meliputi minyak astiri
dengan pelarut aseton pada konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,4%, 0,8%, dan kontrol
(hanya pelarut aseton).
Langkah pertama adalah minyak atsiri disiapkan sesuai dengan konsentrasi
perlakuan kemudian ditambahkan dengan pelarut aseton dan untuk kontrol hanya
menggunakann aseton. Selanjutnya 0,5 ml larutan minyak atsiri diambil dengan
pipet mohr dan diaplikasikan pada kertas saring. Pengaplikasian dilakukan dengan
metode kontak dan fumigan. Pengaplikasian dengan metode kontak dilakukan
dengan cara kertas saring diletakkan dan ditempelkan pada bagian bawah cawan
petri. 10 kumbang T. castaneum dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri,
lalu ditutup rapat, dan diberikan selotip. Masing-masing perlakuan diulang 5 kali.
Pengaplikasian dengan metode fumigan dilakukan dengan cara kertas saring
diletakkan dan ditempelkan pada bagian atas (tutup) cawan petri. 10 kumbang T.
castaneum dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri, lalu ditutup dengan
kain kasa, ditutup dengan penutup cawan yang telah diberi perlakuan minyak atsiri,
dan diberikan selotip. Maing-masing perlakuan diulang 5 kali. Pengamatan
dilakukan saat 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan dengan menghitung jumlah
serangga uji yang mati untuk setiap perlakuan dan data tersebut dimasukkan ke
dalam tabel yang tersedia.
HASIL

Tabel 1. Hasil uji tukey pada aplikasi efek kontak dan efek fumigasi terhadap
berbagai konsentrasi
Konsentrasi Aplikasi efek kontak Aplikasi efek fumigasi
(%) 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam
0,8 7,20c 9,00d 10,00d 4,40b 7,80d 10,00c
0,4 4,00b 6,60c 9,60cd 3,40b 6,40cd 9,60c
0,2 1,60a 4,80b 8,40c 3,20b 5,80c 9,00c
0,1 0,60a 1,40a 6,00b 1,00a 3,40b 6,00b
0,0 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a

Mortalitas T. Castaneum dengan aplikasi efek kontak 24 jam pada konsentrasi


0,8% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,4%, 0,2%, 0,1%, dan 0,0%. Perlakuan
dengan konsentrasi 0,4% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,2%, 0,1%, dan
0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%
dan 0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% tidak berbeda nyata dengan
perlakuan konsentrasi 0,1% dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1% berbeda
nyata dengan perlakuan konsentrasi 0,8% dan 0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi
0,1% tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 0,2% dan 0,0%. Perlakuan
dengan konsentrasi 0,0% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8% dan 0,4%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,0% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,2%,
0,1%.
Mortalitas T. Castaneum dengan aplikasi efek kontak 48 jam pada perlakuan
konsentrasi 0,8% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,4%, 0,2%, 0,1%, dan 0,0%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,2%,
0,1%, dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,1%, dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1%
berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, dan 0,2%. Perlakuan dengan
konsentrasi 0,1% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,0%. Perlakuan dengan
konsentrasi 0,0% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, dan 0,2%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,0% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1%.
Mortalitas T. Castaneum dengan aplikasi efek kontak 72 jam pada perlakuan
konsentrasi 0,8% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,2%, 0,1%, dan 0,0%.
perlakuan konsentrasi 0,8% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,4%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% dan
0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
0,8%, 0,2%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% berbeda nyata dengan konsentrasi
0,8%, 0,1%, dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% tidak berbeda nyata
dengan konsentrasi 0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1% berbeda nyata
dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,2%, dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi
0,0% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,2%, dan 0,1%.
Mortalitas T. Castaneum dengan aplikasi efek fumigasi 24 jam pada
perlakuan konsentrasi 0,8% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% dan 0,0%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,8% tidak berbeda nyata dengan 0,4% dan 0,2%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% dan
0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% tidak berbeda nyata dengan 0,8% dan
0,2%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1%
dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% tidak berbeda nyata dengan 0,8%,
0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%,
0,4%, dan 0,2%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1% tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,0% berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,8%, 0,4%, dan 0,2%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,0% tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1%.
Mortalitas T. Castaneum dengan aplikasi efek fumigasi 48 jam pada
perlakuan konsentrasi 0,8% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,2%, 0,1%, dan
0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,8% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1%
dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,8% dan 0,2%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% berbeda nyata
dengan konsentrasi 0,8%, 0,1%, dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2%
tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1%
berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,2%, 0,0%. Perlakuan dengan
konsentrasi 0,0% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,2%, dan 0,1%.
Mortalitas T. Castaneum dengan aplikasi efek fumigasi 72 jam pada perlakuan
konsentrasi 0,8% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 0,1% dan 0,0%.
Perlakuan konsentrasi 0,8% tidak berbeda nyata dengan 0,4% dan 0,2%. Perlakuan
dengan konsentrasi 0,4% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% dengan 0,0%.
Perlakuan dengan konsentrasi 0,4% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%
dan 0,2%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% berbeda nyata dengan konsentrasi
0,1% dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,2% tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi 0,8% dan 0,4%. Perlakuan dengan konsentrasi 0,1% berbeda nyata
dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,2%, dan 0,0%. Perlakuan dengan konsentrasi
0,0% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,8%, 0,4%, 0,2%, dan 0,1%.
Mortalitas T. Castaneum pada aplikasi efek kontak minyak atsiri dan aplikasi
efek fumigasi minyak atsiri dengan perlakuan konsentrasi 0,8% pada waktu 72 jam
memiliki rata-rata tertinggi sebesar 10,00, sedangkan pada perlakuan kontrol pada
aplikasi efek kontak minyak atsiri dan aplikasi efek fumigasi minyak atsiri memiliki
rata-rata terendah sebesar 0,00. Aplikasi efek kontak minyak atsiri dengan
perlakuan konsentrasi 0,8% pada waktu 24 dan 48 jam lebih efektif dalam
mortalitas T. castaneum dibandingkan aplikasi efek fumigasi minyak atsiri dengan
perlakuan konsentrasi 0,8% pada waktu 24 dan 48 jam. Hal ini karena aplikasi
kontak memaksa T. Castaneum bersentuhan langsung dengan minyak atsiri,
berbeda halnya dengan aplikasi fumigasi yang T. Castaneum tidak bersentuhan
langsung dengan minyak atsiri, melainkan dengan memanfaatkan minyak atsiri
yang menguap dan terhirup oleh T. Castaneum.
Sumber: Khalifah (2021)
Gambar 1. (a) larutan uji diteteskan pada kertas saring yang direkatkan pada
permukaan cawan petri dan dibiarkan menguap selama 2 menit, (b)
cawan petri yang sudah dimasukkan serangga uji ditutup dan disekat
menggunakan plastisin pada sisi cawan.
PEMBAHASAN

Aplikasi efek kontak minyak atsiri dengan perlakuan konsentrasi 0,8% pada
waktu 24 dan 48 jam lebih efektif dalam mortalitas T. castaneum dibandingkan
aplikasi efek fumigasi minyak atsiri dengan perlakuan konsentrasi 0,8% pada waktu
24 dan 48 jam. Pada efek kontak, insektisida diaplikasikan secara langsung pada
kemasan komoditas bahan simpan. Efek fumigan diaplikasikan dalam bentuk gas
yang selanjutnya gas tersebut dapat masuk ke dalam sistem pernapasan serangga.
Beberapa larva yang bertahan hidup setelah 72 fumigasi mengalami
kematian pada hari-hari berikutnya sehingga gagal menjadi pupa, dan beberapa
larva yang berhasil menjadi pupa sebagian besar gagal menjadi imago. Minyak
atsiri cengkeh memiliki kemampuan menghambat perkembangan larva T.
castaneum karena secara signifikan mampu mengurangi pembentukan pupa dan
munculnya imago ketika difumigasi pada konsentrasi sublethal (Syam S 2017).
Secara tradisional minyak atsiri telah lama digunakan untuk mengusir
serangga hama biji-bijian dan kacang-kacangan di gudang penyimpanan
(Olinosakin et al. 2006, Sujatha 2010). Minyak atsiri yang berasal dari tumbuhan
dapat mengakibatkan satu atau lebih pengaruh pada hama seperti bersifat menolak
(repellent) (Hasyim et al. 2010), menarik (attractant) (Hasyim et al. 2007), racun
kontak (toxic) (Tariq et al. 2010, Chu et al. 2011, Abramson et al. 2006), racun
pernafasan (fumigant) (Huang et al. 2000), mengurangi nafsu makan (antifeedant)
(Arivoli & Tennyson 2013a), menghambat peletakan telur (oviposition deterrent)
(Gunderson et al.1985, Tripathi et al. 2003), menghambat pertumbuhan,
mengacaukan sistem hormonal serangga, menurunkan fertilitas, serta sebagai anti
serangga vektor (Dubey et al. 2008, Dubey et al. 2010, Isman 2000, Koul et al.
1990.
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan
menggunakan pelarut organik yang mudah menguap. Beberapa jenis pelarut yang
sering digunakan yaitu etanol, heksana, benzena, aseton, metanol, dan iso propil
alkohol (Guenther 1987). Ekstraksi padat-cair umumnya digunakan untuk
mengisolasi minyak atsiri yang mudah rusak pada suhu tinggi. Prinsip dari ekstraksi
adalah proses untuk memisahkan salah satu atau lebih komponen yang terkandung
di dalam fase padatan dengan menggunakan fase pelarut yang sesuai. Keuntungan
dari metode ekstraksi ini yaitu tidak membutuhkan suhu yang terlalu tinggi, dan
hanya membutuhkan pelarut saja. Minyak atsiri dengan suhu yang terlalu tinggi
akan terdekomposisi. Suhu ekstraksi dapat dilakukan pada suhu ruang dan tidak
melibatkan air dalam proses pengambilan minyaknya. Semakin banyak kandungan
air dalam minyak, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini disebabkan
karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Minyak
atsiri dengan harga indeks bias yang besar memiliki kualitas lebih baik
dibandingkan minyak dengan indeks bias kecil (Guenther 1987).
Minyak atsiri dapat ditemukan dari beberapa bagian tanaman seperti akar,
daun, batang, kulit, bunga, dan buah. Komponen utama minyak atsiri adalah
linalool dan camphor (Skaria, 2007). Contoh bahan yang bisa dijadikan minyak
atsiri adalah tanaman kemangi. Kemangi merupakan jenis tanaman aromatik yang
bisa menghasilkan minyak atsiri. Bagian tanaman kemangi yang paling banyak
mrngandung minyak atsiri yaitu daun dan bunga. Kandungan minyak atsiri yang
terdapat pada kemangi yaitu methyl cavicol, linalool, camphor, sitral, dan eugenol.
Untuk mendapatkan minyak atsiri dari kemangi biasanya dilakukan penyulingan.
Penyulingan kemangi menghasilkan rendeman minyak atsiri sekitar 0,2% dengan
kandungan meliputi sineol, methyl cavicol, dan hidrokarbon bertitik rendah
(Ketaren, 1985). Kandungan minyak atsiri pada kemangi yang dapat
mengendalikan hama gudang adalah methyl cavicol dan linalool. Bahan lain
penghasil minyak atsiri yaitu kapulaga dan kayu manis. Kapulaga mengandung
golongan monoterpen dan saponin, yang dapat menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase sehingga hama mengalami kelumpuhan dan mati (Rajendran et
al. 2007). Kayu manis mengandung sinamaldehida, eugenol, dan kumarin (Wang
et al. 1997). Kandungan senyawa aktif sinamaldehida dan eugenol dapat
menyebabkan kematian pada hama dengan menyerang sistem pernafasan (Shaaya
et al. 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan minyak atsiri
dalam mengendalikan hama gudang salah satunya adalah dosis dari penggunaan
minyak atsiri tersebut. Penggunaan dosis yang tepat akan mempengaruhi
keefektifan minyak atsiri. Semakin tinggi dosis yang digunakan, maka semakin
tinggi pula tngkat kematian pada hama gudang tersebut. Faktor lainya dipengaruhi
oleh perbedaan dalam penyerapan fumigan. Setiap hama memiliki tingkat
ketahanan yang berbeda-beda bergantung jenis minyak atsiri yang digunakan.
Seperti hama dewasa yang tahan terhadap fumigan tertentu dalam beberapa waktu.
Komponen utama minyak cengkeh sekitar 82-90% ialah senyawa eugenol. Eugenol
(C10H12O2) adalah turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai alil, dikenal
dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol dan dapat dikelompokkan
dalam keluarga alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol. Dapat larut dalam
alkohol, eter, kloroform serta sedikit larut dalam air (Agusta 2000). Eugenol
merupakan senyawa komponen penyusun minyak atsiri dan memiliki efek fumigan
serta repelen yang kuat terhadap T. castaneum (Wang et al. 1997). Mekanisme kerja
minyak atsiri dalam pengendalian hama gudang dilakukan dengan beberapa cara
seperti membiarkan hama menghirup gas dari minyak astiri tersebut hingga lemas
kemudian mati (racun pernafasan), aplikasi kontak dengan menyemprotkan
langsung ke tubuh hama tersebut, antifeedant atau membuat hama agar tidak nafsu
makan, menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama tersebut baik larva,
pupa, dan imago, serta mencegah hama tersebut untuk mendekati komoditas
tertentu.
SIMPULAN
Penggunaa minyak atsiri sebagai bahan alami dalam mengendalikan hama
Tribolium castaneum melalui efek kontak lebih efektif dibandingkan dengan efek
fumigasi. Aplikasi efek kontak minyak atsiri dengan perlakuan konsentrasi 0,8%
pada waktu 24 dan 48 jam lebih efektif dalam mortalitas T. castaneum
dibandingkan aplikasi efek fumigasi minyak atsiri dengan perlakuan konsentrasi
0,8% pada waktu 24 dan 48 jam.
DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Institut


Teknologi Bandung.
Arifin MC. 2013. Toksisitas kontak dan efek fumigan minyak atsiri Cinnamomum
spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera:
Tenebrionidae) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Emilia TW. 2013. Identifikasi karakter tanaman dan kadar minyak atsiri beberapa
aksesi kemangi [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hayim, Setiawati, Jayanti H, Krestini EH. 2014. Repelensi minyak atsiri terhadap
hama gudang bawang Ephestia cautella (Walker) (Lapidoptera: Pyrallidae) di
Laboratorium. Jurnal Hortikultura. 24(4): 336 – 345.
Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Khalifah A. 2021. Keefektifan minyak atsiri daun jeruk purut sebagai fumigan
hama gudang Tribolium castaneum (Herbst) [tesis]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Pratiwi L, Rachman, MS, Hidayati N. 2016. Ekstraksi minyak atsiri dari bunga
cengkeh dengan pelarut etanol dan N-Heksana. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah.
Rajendran S, Sriranjini V. 2007. Plant products as fumigants for stored-product
insect control. J Stored Prod Res. 44: 126-135.
Shaaya E, Kostyukovsky M, Eilberg J, Sukprakarn C. 1997. Plant oils as fumigants
and contact insecticides for the control of stored-product insects. J Stored
Prod Res. 33: 7-15.
Skaria BP, Joy PP, Mathew S, Mathew G, Joseph A, Joseph R. 2007. Aromatic
Plant. Pitampura: New India Publishing Agency.
Syam S. 2017. Efek fumigan dan repelen fraksi minyak atsiri pepermin dan cengkeh
terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae)
[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wang R, Yang B. 2009. Extraction of essentials oils from five cinnamon leaves and
identification of their volatile compound compositions. Innovative Food Sci
Emerg Technol. 10: 289–292.

KONTRIBUSI

1. Alyssa Damayanti : Bahan dan Metode


2. Asya atqiya : Pembahasan nomor 1 - 3
3. Denaya Putri Handayani : Simpulan, daftar pustaka, dan perbaikan
4. Harry Bagus Kumiadi : Pembahasan nomor 4 - 6
5. Meliana : Pendahuluan
6. Nur Arief Rahman Suprapto : Bahan dan metode

Anda mungkin juga menyukai