Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH SOCIO -AESTHETIC VALUE ACCENTUATION, POSITIONAL

ADVANTAGE, SALES NETWORK POWER TERHADAP SALES PERFORMANCE


DENGAN PRODUCT INNOVATION CAPABILITY SEBAGAI FAKTOR SUPPORTING

OLEH:
Gustiani 2120412031

Muh. Mandalla Faradis 2120412034

Aliyatus Syamilah 2120412036

Sri Sarbini 2120412040

Fahriza Nurseha 2120412041

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
i

Daftar Isi

Daftar Isi...........................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS............5


2.1 Tinjauan Pustaka..............................................................................5
2.1.1 Innovation Capability.......................................................................5
2.1.2 Indikator Innovation Capability.........................................................6
2.2 Landasan teoritis dan pengembangan model......................................7
2.2.1 Aksentuasi nilai sosio-estetika dan perspektif logika layanan-
dominan......................................................................................................7
2.2.2 Pengaruh kapabilitas inovasi produk terhadap aksentuasi nilai
sosio-estetik................................................................................................9
2.2.3 Kemampuan inovasi produk, keunggulan posisi dan kinerja
penjualan..................................................................................................12
2.2.4 Aksentuasi nilai sosio-estetika, keunggulan posisi, dan kekuatan
jaringan penjualan....................................................................................14
1
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orientasi pelanggan dapat dilihat dari berbagai kegiatan untuk mencoba mencari
tahu apa kebutuhan pelanggan, memikirkan kepentingan terbaik pelanggan, membantu
memecahkan masalah pelanggan, mencari tahu jenis produk/layanan apa yang paling
membantu pelanggan (Terho dkk., 2015, hlm. 19–20). Temuan tentang pengaruh orientasi
pelanggan terhadap kinerja pemasaran adalah campuran, beberapa penelitian
menunjukkan dampak positif orientasi pelanggan terhadap kinerja pemasaran (Homburg
et al., 2011; Peterson & Crittenden, 2018; Tajeddini, 2010; Terho et al., 2015).
Karakteristik bawaan dari operasi layanan (yaitu, layanan yang dikonsumsi di
hadapan pelanggan, tidak berwujud, mudah rusak, dan non-bukti) dan penerima (yaitu,
perbedaan kepribadian, harapan, dan situasi di mana konsumen menggunakan layanan)
menciptakan tantangan bagi penyedia layanan dalam hal meningkatkan inspirasi,
kepuasan, dan loyalitas pelanggan (U. Ramanathan et al., 2017; Cruz-C´ ardenas et al.,
2019).
Di sisi lain, penelitian juga menggambarkan pengaruh langsung orientasi
pelanggan yang tidak signifikan terhadap kinerja pemasaran, seperti tidak adanya
pengaruh orientasi pelanggan terhadap nilai yang dirasakan oleh konsumen serta word of
mouth yang positif (Mukerjee & Shaikh, 2019). Studi Liu et al. (2019) menunjukkan
pengaruh langsung yang tidak signifikan dari orientasi pelanggan relasional terhadap
kinerja pemasaran sisi konsumen dalam hal minat pembelian kembali.
Mempertimbangkan masalah pada temuan yang tidak konsisten tentang pengaruh
orientasi pelanggan terhadap kinerja pemasaran, studi saat ini adalah upaya untuk
menjelaskan kemungkinan proses transformasi orientasi pelanggan ke kinerja.
Logika dominan layanan merupakan salah satu pilar utama dalam studi pemasaran
yang memandang pelanggan sebagai cocreator of value, yang berkolaborasi dengan
perusahaan untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya guna menciptakan nilai unik
bagi penerima manfaat (Greer et al., 2016). Semua input dan output bervariasi sesuai
dengan jenis bisnis dan operasinya. Dari mulut ke mulut mungkin merupakan salah satu
alat yang paling efektif (Berman, 2016), bersama dengan teknologi tepat guna yang
terhubung dengan pendekatan berbasis data waktu nyata untuk memahami orientasi
pelanggan (CO) (Cruz-C´ ardenas et al., 2019; Stephany dkk., 2020)
Dalam konteks SDL, pengetahuan tentang pelanggan memberikan masukan untuk
memberikan manfaat serta solusi atas harapan dan preferensi pelanggan. Kami
2

mengadopsi pendekatan logika layanan-dominan (Kuz gun & Asugman, 2015; Vargo &
Lusch, 2017; Vargo et al., 2008) untuk memecahkan kesenjangan penelitian antara
orientasi pelanggan dan kinerja pemasaran karena beberapa alasan.
Pertama, strategi pemasaran harus dilihat sebagai layanan dan penciptaan nilai
serta proses pengiriman nilai yang diakui sebagai dasar dasar pertukaran (Vargo et al.,
2008), semakin baik pemrosesan nilai dan penyampaian semakin tinggi kemungkinan
untuk menarik pelanggan dan juga konsumen.
Kedua, suatu produk atau jasa harus diciptakan dan disampaikan dengan manfaat
bagi pasar sasaran. Perusahaan yang berorientasi pelanggan selalu memperkuat platform
bisnisnya pada strategi berbasis kepuasan pelanggan, berorientasi pada kebutuhan
pelanggan, keunggulan kompetitif berbasis kebutuhan pelanggan, nilai yang lebih tinggi
untuk strategi berbasis pelanggan (Smirnova et al., 2018) dan pengaturan strategi fokus
pelanggan (Lamberti, 2013) sebagai pemasaran strategis untuk menghadapi dinamika
persaingan di pasar (Manral & Harrigan, 2018). Seperti disebutkan di atas, perusahaan
yang berorientasi konsumen adalah unit perintis nilai, entitas pencipta nilai, dan inisiator
yang berpusat pada konsumen membawa kita pada eksplorasi tentang bagaimana strategi
yang berpusat pada pelanggan dikembangkan. Logika di balik strategi consumer-centric
adalah bahwa perusahaan adalah pelaku usaha yang menjaga rutinitas strategisnya untuk
memiliki pengetahuan dan pertukaran informasi terbaru dengan peBeberapa penelitian
tentang orientasi pelanggan (Rust et al., 2010; Terho et al., 2015; Wang et al., 2016)
menekankan pentingnya memahami pelanggan. perusahaan Keberhasilan perusahaan
ditentukan oleh seberapa baik mereka memahami kompleksitas kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Agar bermanfaat, perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan
kemampuan penciptaan nilai layanan dan kemampuan inovasi layanan sebagai media
untuk meningkatkan kinerja bisnis (Nada & Ali, 2015).
Ketiga, Nilai layanan yang diciptakan dan disampaikan ke pasar sasaran harus
merupakan hasil penyelarasan fungsi produksi dan pemasaran untuk mengoptimalkan
kemungkinan penciptaan nilai bagi pasar sasaran (Matthyssens et al., 2015).
3

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan inovasi produk berpengaruh positif terhadap SAVA
(Socio Aesthetic Value Accentuation?
2. Apakah SAVA berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan?
3. Apakah SAVA dapat memediasi pengaruh kemampuan inovasi produk pada
peningkatan penjualan/sales performance?
4. Apakah kemampuan inovasi berpengaruh positif terhadap keunggulan
posisi?
5. Apakah keunggulan posisi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
penjualan?
6. Apakah SAVA memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan posisi?
7. Apakah SAVA memiliki pengaruh positif terhadap kekuatan jaringan
penjualan?
8. Apakah keunggulan posisi memiliki pengaruh positif terhadap positif
terhadap kekuatan jaringan penjualan?
9. Apakah kekuatan jaringan penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja
penjualan?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kemampuan inovasi produk
terhadap SAVA (Socio Aesthetic Value Accentuation).
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh SAVA terhadap kinerja penjualan.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kemampuan inovasi produk
pada kinerja penjualan/sales performance
4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kemampuan inovasi terhadap
keunggulan posisi.
5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keunggulan posisi memiliki
terhadap kinerja penjualan.
4

6. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh SAVA terhadap keunggulan


posisi.
7. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh SAVA terhadap kekuatan
jaringan penjualan.
8. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh keunggulan posisi terhadap
kekuatan jaringan penjualan.
9. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kekuatan jaringan penjualan
terhadap kinerja penjualan

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
a. Untuk menambah referensi kajian tentang kinerja penjualan yang
didukung oleh kekuatan posisi, kekuatan jaringan dan SAVA .
b. Sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian sejenis yang dilakukan
di masa yang akan datang.
2. Manfaat praktis
Memberikan masukan tentang upaya peningkatan kinerja penjualan
kepada pihak manajerial perusahaan.
3. Manfaat Kebijakan
Memberikan masukan kepada seluruh jajaran manajerial dan seluruh
komponen perusahaan untuk selalu bersinergi dalam membentuk dan
mencapai kinerja penjualan yang lebih efektif dan efisien.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Pada bab tinjauan pustaka ini dipaparkan teori-teori yang dijadikan dasar
dan acuan dalam penelitian, sehingga penelitian menjadi lebih jelas dan terarah.

2.1 Tinjauan Pustaka


Penulisan penelitian ini akan coba penulis kaitkan dengan beberapa karya
ilmiah terdahulu, sehingga akan didapatkan keterkaitan dengan karya ilmiah
diatas. Adapun karya ilmiah yang penulis maksud adalah sebagai berikut:

2.1.1 Innovation Capability


Innovation Capability adalah kemampuan untuk mengembangkan ideide
baru sehingga terciptanya inovasi dalam mencapai tujuan perusahaan.

2.1.1 Pengertian Innovation Capability


Innovation capability merupakan seperangkat kapabilitas organisasi yang
komprehensif yang memfasilitasi perusahaan untuk mengenali, mencari,
mempelajari, mengatur, menerapkan, dan mengkomersilkan ide, proses, produk,
dan layanan yang inovatif (Chang dkk., 2012). Selaras dengan pendapat
sebelumnya, innovation capability didefinisikan sebuah kemampuan untuk
menghasilkan, menerima, dan mengimplementasikan ide, proses, produk, atau
layanan baru adalah salah satu sumber daya utama yang menggerakkan
perusahaan sukses dipasar (Wang dan Dass, 2017). Tetapi menurut beberapa ahli
mengakui bahwa kapabilitas inovasi adalah sebuah kontruksi yang multidimensi,
dimana inovasi bukan hanya dilakukan dengan berfokus pada produk saja,
melainkan inovasi penting dilakukan secara keseluruhan untuk pengembangan
perusahaan (Saunila., dan Ukko, 2012; Kafetzopoulos., dan Psomas, 2015).
Dengan demikian proses inovasi bukan hanya berfokus pada produk dan layanan
yang baru melainkan inovasi dilakukan secara keseluruhan baik dalam proses,
manajemen, dan lain sebagainya.
Innovation capability merupakan penerapan pengetahuan dan keterampilan
yang tertanam dalam rutinitas dan proses perusahaan untuk melakukan kegiatan
6

inovasi yang berkaitan dengan inovasi teknis (mengembangkan layanan baru,


operasi layanan, dan teknologi) dan inovasi non teknis (manajerial, pasar, dan
pemasaran) (Ngo., dan O’Cass, 2013). Selain itu inovasi juga telah didefinisikan
sebagai proses interaktif yang melibatkan kolaborasi berbagai aktor (Grigoriou
dan Rothaermel, 2014). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa innovation
capability yaitu kemampuan berinovasi baik inovasi teknis maupun inovasi non
teknis, melalui sebuah proses kolaborasi untuk menghasilkan sebuah nilai dan
pengembangan perusahaan dalam mewujudkan perusahaan yang unggul.

2.1.2 Indikator Innovation Capability


Menurut Zhang dkk., (2015) terdapat 4 indikator yang dapat mengukur
innovation capability, yaitu sebagai berikut :
1. Inovasi Produk
Inovasi produk telah menjadi minat utama, karena itu adalah faktor
penting untuk kesuksesan produk, yang pada gilirannya sangat terkait dengan
kesuksesan yang berkelanjutan. Produk inovatif menghadirkan peluang besar bagi
bisnis dalam hal pertumbuhan dan ekspansi ke daerah baru. Inovasi yang
signifikan memungkinkan perusahaan untuk membangun posisi dominan di pasar
yang kompetitif. Inovasi produk paling sering disebut sebagai persepsi kebaruan,
orsinalitas, atau keunikan produk. Dari perspektif pelanggan, karakteristik inovasi
produk yaitu atribut inovasi, resiko adopsi, dan tingkat perubahan dalam pola
perilaku yang sudah mapan dianggap sebagai bentuk produk kebaruan.
2. Inovasi Pasar
Inovasi pasar sangat terkait dengan inovasi produk, dan sering dipelajari
sebagai inovasi pasar produk, serta menganggap inovasi sebagai konstruksi
berbasis pasar dan mendefinisikan inovasi sebagai keunikan atau kebaruan produk
kepasar, Pada tingkat yang lebih luas, inovasi pasar mengacu pada inovasi yang
terkait identifikasi peluang pasar baru dan masuk ke pasar baru. Sebagai fokus
komponen yang terpisah dari inovasi produk, inovasi pasar sebagai pendekatan
baru yang diadopsi oleh perusahaan untuk memasuki dan mengeksploitasi pasar
7

yang ditargetkan. Sehingga inovasi pasar menekankan pada kebaruan pendekatan


berorientasi pasar.
3. Proses Inovasi
Inovasi proses dianggap sebagai sub elemen inovasi teknologi. Inovasi
proses sangat penting dalam innovation capability secara keseluruhan, dalam hal
kemampuan organisasi untuk mengekploitasi sumber daya dan kapabilitas, serta
kemampuan untuk menghubungkan kembali dan mengkonfigurasi ulang sumber
daya dan kapabilitasnya untuk memenuhi persyaratan produksi kreatif sangat
penting untuk keberhasilan organisasi.
4. Inovasi Strategis
Inovasi strategis terjadi ketika perusahaan mengidentifikasi celah dalam
posisi industri, mengejarnya, dan celah tersebut tumbuh menjadi pasar masal baru.
Dalam arti luas, inovasi strategis didefinisikan sebagai pengembangan strategi
kompetitif baru yang menciptakan nilai untuk perusahaan. Fokus utama dari
inovasi strategis adalah untuk mengukur kemampuan organisasi untuk mengelola
tujuan organisasi yang ambisius, dengan mengidentifikasi ketidaksesuaian antara
ambisi dan sumber daya yang ada untuk memperluas atau memanfaatkan sumber
daya yang terbatas secara kreatif.

2.2 Landasan teoritis dan pengembangan model

2.2.1 Aksentuasi nilai sosio-estetika dan perspektif logika layanan-dominan


Studi aksentuasi nilai sosio-estetika (SAVA) kami berakar pada teori SDL,
dengan fokus pada penciptaan nilai, penciptaan bersama, dan penyampaian nilai
untuk pasar sasaran dan pasar potensial (Evans, 2016; Lagrosen dan Grundén,
2014; Lusch et al, 2007). Tugas pemasaran adalah untuk menciptakan nilai yang
diharapkan dalam mengubah kondisi pasar dan mengikuti pola kebutuhan
pelanggan, terutama ketika konsumen yang menginginkan perubahan yang sangat
cepat dan tak terduga. Menciptakan nilai yang dirancang dengan baik adalah salah
satu perhatian utama perusahaan untuk memastikan keberlanjutannya (Vargo et
al., 2008).
8

Adner dan Kapoor (2010), mengemukakan bahwa proses penciptaan nilai


bergantung pada ekosistem inovasi dalam organisasi. Dukungan penuh ekosistem
inovasi tidak diragukan lagi akan memfasilitasi proses desain dan penciptaan nilai.
Sebuah ekosistem inovasi yang baik dalam suatu organisasi memancing ide dan
implementasi inovasi untuk target pasarnya. Untuk menghasilkan nilai sebagai
tujuan strategis, perusahaan dengan ekosistem inovasi akan mengeksploitasi
semua faktor strategis seperti pribadi, sosial-budaya dan sumber daya lingkungan
layanan (Bruce et al., 2019). Setidaknya dua arah dapat diambil dalam membuat
konten nilai untuk perusahaan, dengan layanan menjadi nilai keras atau nilai lunak
(Auh, 2005). Jika arah nilai keras yang dipilih, maka nilai tersebut akan muncul
sebagai produk yang nyata dengan spesifikasi yang mudah dikenali. Jika arah nilai
lunak dipilih, nilai dapat dibuat dalam bentuk serangkaian elemen tidak berwujud
yang memberikan sensorik yang unik perasaan untuk memanfaatkan
kemungkinan.
Dalam diskusi ini, peneliti mengacu pada pemikiran dasar Holbrook dan
Hirschman (1982) tentang “sifat konsumsi yang simbolik, hedonis, dan estetis”
sebagai pemicu aliran fantasi, perasaan dan kesenangan yang merupakan bagian
dari pengalaman mengkonsumsi sesuatu. Sebuah pengalaman nilai tak berwujud
konsumen potensial dapat memberi mereka fantasi, perasaan dan kesenangan
yang menjadi memori nilai atau memori konsumsi jangka panjang. Nilai dapat
dibuat yang bersifat ikonik (Pearce et al., 2015) atau estetis dan memiliki jangka
Panjang potensi memori-konsumsi. Semakin ikonik suatu nilai produk, semakin
tinggi potensi untuk membangun memori konsumsi. Mengalami nilai estetika
menjadi menarik dan tampan dapat menyebabkan emosi positif dan penciptaan
memori konsumsi (Shin, 2012). Melihat, merasakan dan merasakan adalah bagian
dari proses pembentukan yang baik memori nilai, juga dikenal sebagai nilai
konsumsi. Perusahaan mungkin bergantung pada kreativitas dan memadukan
berbagai nilai yang dihasilkannya. Jika nilai yang dibuat diposisikan dengan baik
di benak konsumen, maka terciptalah memori konsumsi.
Setelah produk dibuat dan siap memasuki pasar, salah satu tugas
pemasaran adalah menyampaikan nilai kepada konsumennya. Dalam studi kesson
9

et al (2016), penulis meneliti bagaimana proposisi nilai dilakukan. Proposisi nilai


dapat dipahami sebagai proses memberikan nilai dalam tiga arah strategis:
kognitif, praktis dan diskursif. Itu arah kognitif mencakup upaya perusahaan
untuk membuat konsumen memahami yang diciptakan nilai. Pendekatan praktis
melibatkan tenaga penjualan menggunakan pengalaman mereka untuk
menentukan cara terbaik untuk menyampaikan proposisi nilai itu, termasuk
pengetahuan tacit yang mereka miliki untuk menyampaikan nilai lebih baik.
Pendekatan diskursif melibatkan departemen pemasaran menggunakan
keterampilan linguistik untuk mengartikulasikan manfaat dan keunggulan produk.
Dalam mengartikulasikan ini nilai, tugas pemasaran adalah mengkomunikasikan
nilai.
Töytäri dan Rajala (2015) menemukan bahwa proposisi nilai harus
menyoroti manfaat bersih pelanggan atau nilai yang diberikan tidak akan menarik
konsumen. Namun, karena ada begitu banyak nilai alternatif dalam persaingan
pasar, hanya perusahaan yang secara intensif menonjolkan nilainya yang
berpotensi untuk menarik perhatian konsumen. Sebagai aktivitas yang
memberikan nilai (Lusch et al., 2007), pemasaran menjadi signifikan jika nilainya
ditekankan, dibedakan dan secara tepat ditegaskan kembali oleh organisasi
pemasaran perusahaan. Oleh karena itu, kami mendalilkan SAVA konsep yang
menonjolkan nilai sosial dan estetika apa pun yang melekat pada produk tertentu
dalam konteks sosial dan lingkungan tertentu untuk meningkatkan kinerja
pemasaran. Itu
Pertanyaannya adalah bagaimana nilai itu harus ditekankan. Sebagai
bagian dari penciptaan dan penyampaian nilai proses, nilai dapat ditekankan
melalui penekanan kognisi nilai dalam bentuk menonjolkan karakter unik yang
melekat pada suatu produk, menegaskan bahwa suatu nilai akan memuaskan
keinginan konsumen dan secara diskursif menegaskan nilai dengan menonjolkan
kearifan local diatribusikan pada suatu produk.

2.2.2 Pengaruh kapabilitas inovasi produk terhadap aksentuasi nilai sosio-


estetik
10

Salah satu faktor kegagalan kinerja pemasaran dalam kurangnya kekuatan


proses inovasi dan kualitas inovasi (Tambunan, 2019; Taneo Stefanus Yufra dkk.,
2020; Wahyono dan Hutahayan, 2020; Wahyono, 2019) mengakibatkan
rendahnya efektifitas kemampuan inovasi dalam meningkatkan kinerja
pemasaran. Tambunan (2019) menyebutkan bahwa minimnya akses permodalan,
informasi bisnis, teknologi dan tenaga terampil dikenal sebagai kendala bagi
UKM inovasi dan pertumbuhan; Oleh karena itu, re-orientasi untuk mengelola
kemampuan inovasi adalah diperlukan.
Taneo Stefanus Yufra dkk. (2020) menemukan kebutuhan untuk
meningkatkan bisnis daya saing melalui inovasi untuk meningkatkan kualitas
produk. Inovasi proses harus direorganisasi dan diorientasikan kembali agar dapat
mempengaruhi pemasaran secara efektif kinerja (Wahyono dan Hutahayan, 2020)
dan sebagai instrumen strategis untuk meningkatkan daya saing (Wahyono, 2019).
Oleh karena itu, proses dan kualitas inovasi dapat diarahkan pada penciptaan nilai
dan proses penciptaan bersama dengan penekanan pada nilai tertentu.
Suatu nilai dapat ditekankan dengan baik jika perusahaan telah
berkembang dan terus berkembang kemampuan inovasinya. Menurut Stezano dan
Espinoza (2019), kemampuan inovasi dapat dikembangkan melalui rutinitas
organisasi penelitian dan pengembangan praktek. Kemampuan inovasi dapat
dicerminkan dalam keberhasilan perusahaan dalam mengembangkan paten dan
produk baru serta menciptakan nilai baru. Shuradze dkk. (2017) menemukan
bahwa kemampuan inovasi dapat dilihat pada kemampuan untuk mengkonfigurasi
nilai di luar yang sudah ada konten atau upaya apa pun untuk bereksperimen dan
menemukan produk atau layanan baru. Inovasi mungkin dibuktikan dalam produk
atau layanan yang sama sekali baru tersedia.
Peneliti lain seperti sebagai O'Cass dan Sok (2013) melihat kemampuan
inovasi produk termasuk aktivitas, rutinitas, proses bisnis, dan perilaku untuk
mengeksploitasi teknologi paling mutakhir tersedia; mengembangkan produk
baru; memperluas jangkauan produk perusahaan; memperbaiki yang sudah
kualitas produk ada; dan meningkatkan fleksibilitas produksi. Kemampuan
inovasi juga bisa dipahami sebagai kemampuan perkembangan (Oliveira et al.,
11

2019), untuk menonjolkan nilai-nilai yang perlu disorot untuk menarik daya tarik
konsumen, yang merupakan faktor penting untuk meningkatkan kinerja inovasi.
Kemampuan inovasi sebagai rutinitas organisasi untuk menciptakan yang baru
produk dan layanan (Stezano dan Espinoza, 2019) dapat dipahami sebagai upaya
untuk menemukan tempat baru untuk merevitalisasi permintaan jenuh dan
kebutuhan untuk peremajaan pasar (Shuradze dkk., 2017).
Kemampuan inovasi dapat dipahami sebagai kemampuan untuk
menciptakan cara-cara baru untuk mengisi kebutuhan pasar (O'Cass dan Sok,
2013). Untuk kemampuan inovasi untuk meningkatkan pemasaran kinerja,
kemampuan ini harus dilihat sebagai instrumen untuk memperkuat SAVA produk
atau jasa yang dihasilkan. Hanya jika perusahaan dapat menonjolkan nilai yang
mereka miliki dibuat, apakah mereka akan meningkatkan kinerja pemasaran
mereka. Dengan demikian kami mengusulkan yang hipotesa pertama :
H1. Kemampuan inovasi produk berpengaruh positif terhadap
SAVA.
Kinerja penjualan adalah salah satu ukuran paling penting untuk kinerja
pemasaran UKM. Kurangnya informasi pemasaran makro di lingkungan UKM
membuat perusahaan memprioritaskan kinerja penjualan sebagai ukuran kritis
kinerja pemasaran. Menonjolkan sosial nilai melalui penciptaan nilai sosio-estetis
akan menjadi kekuatan magnet yang menarik di pasar dan meningkatkan kinerja
pemasaran. Kinerja berbasis penjualan dapat menjadi diukur dengan mengacu
pada berbagai pencapaian, seperti menambah pelanggan baru dan meningkatkan
penjualan dan pendapatan penjualan (Singh et al., 2017). Melakukan SAVA akan
meningkatkan performa penjualan. Salah satu poin penting dari SDL adalah
bahwa kinerja ditentukan oleh kekuatan nilai yang dihasilkan dan seberapa baik
nilai itu diposisikan (Vargo dan Lusch, 2017; Vargo et al., 2008).
Secara teknis, penelitian ini melibatkan proses mengartikulasikan nilai
dengan menemukan berbagai cara untuk menonjolkan nilai tersebut. Nilai yang
diartikulasikan dengan baik dan ditekankan akan menjadi menarik bagi pasar, dan
logika kami adalah bahwa nilai tersebut akan memiliki substansial berdampak
pada peningkatan kinerja penjualan. Studi kami mengacu pada pandangan dasar
12

Choi dan Reid (2016), Chowdhury dkk. (2014) dan Zagata (2012). Artinya, jika
kemampuan inovasi digunakan untuk mengartikulasikan nilai-nilai, seperti dengan
menonjolkan atribut etnografis yang unik, mengonfigurasi rangkaian karakter
kearifan lokal yang khas dan menonjolkan motif yang unik dan khas untuk
menjadi menarik secara fisik dalam penampilan, nilai-nilai itu akan menjadi daya
tarik pasar yang baik dan meningkatkan daya jual perusahaan. Oleh karena itu,
hipotesis berikut diajukan:
H2. SAVA berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan.
Dalam menjelaskan pengaruh yang tidak signifikan dari kemampuan
inovasi terhadap kinerja pemasaran, kami menekankan bahwa kemampuan inovasi
adalah sumber daya input. Karena itu, itu harus berfungsi sebagai penggerak
proses pemasaran yang baik, seperti menonjolkan nilai. Dalam teori SDL, nilai
kreasi yang menonjolkan, misalnya, keaslian dan keunikan dengan sentuhan local
budaya akan meningkatkan kinerja penjualan (Vargo dan Lusch, 2017).
Kemampuan inovasi harus, Oleh karena itu, menjadi prasyarat penciptaan nilai
yang mampu menonjolkan nilai.
Studi oleh Shuradze dkk. (2017) dan Bruce et al. (2019) mengungkapkan
bahwa aksentuasi yang efektif dari nilai akan meningkatkan daya tarik pasar suatu
produk. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa logika. Pertama, dalam pasar
yang kompetitif, hanya mereka yang mampu mengartikulasikan nilai dari produk
mereka dengan aksen yang kuat dan khas mampu tampil sebagai konsumen
prioritas pilihan. Kedua, dalam pasar yang dinamis, nilai sosio-estetik yang
berbeda dapat membedakan satu produk dengan produk lainnya. Aksentuasi nilai
dengan demikian menjadi pendorong untuk menyoroti nilai yang berbeda ini
(Wang dan Li, 2017; Schnurr et al., 2016). Oleh karena itu, hipotesis mediasi
diusulkan:
H3. SAVA memediasi pengaruh kemampuan inovasi produk pada
penjualan

2.2.3 Kemampuan inovasi produk, keunggulan posisi dan kinerja penjualan


13

Jogaratnam (2017), mwngemukakan dalam portofolio sumber daya dan


kemampuan perusahaan mungkin menentukan keunggulan posisinya dalam
menjalankan strategi pemasaran yang bertindak sebagai batu loncatan untuk
meningkatkan kinerja. Karya mani Day dan Wensley (1988) tentang keunggulan
kompetitif memperkenalkan pentingnya strategis sumber daya dan kemampuan
dalam membedakan produk atau layanan dengan terlibat dalam aktivitas nilai
tambah yang menghasilkan nilai superior bagi konsumen. Menurut SDL, sebuah
perusahaan berhasil karena kemampuannya menciptakan nilai yang memiliki
keunikan tertentu bagi target pasarnya. Berbagai nilai, termasuk inovasi dan
kebaruan, dapat dihasilkan oleh diferensiasi proses yang dikembangkan
perusahaan. Keunggulan posisi sangat penting dalam meningkatkan kinerja
penjualan. Keuntungan seperti itu dapat dihasilkan oleh inovasi; keberhasilan
dalam berinovasi suatu produk dapat mengakibatkan serangkaian produk yang
lebih baik dari yang ditawarkan oleh pesaing. Keuntungan posisi adalah apa saja
dominasi yang diciptakan perusahaan dan hasil dari penerapan yang sangat baik
dari perusahaan terhadap instrumen pemasaran.
Matear dkk. (2004) menemukan bahwa keunggulan posisi mungkin
muncul sebagai konsekuensi dari kemampuan inovasi. Kemampuan ini dapat
mengarah pada produk perusahaan atau layanan berkualitas premium versus
dasar, memiliki inovasi versus imitative nilai-nilai produk dan fitur-fitur yang
terdiferensiasi versus yang tidak terdiferensiasi. Carbonell dan Rodriguez (2006),
keberhasilan dalam inovasi dapat menghasilkan keunggulan posisi yang bertindak
sebagai batu loncatan untuk mencapai kinerja pemasaran dan penjualan. Dengan
demikian, keunggulan posisi berakar pada inovasi produk dalam arti
menghasilkan apapun yang otentik dan estetis konfigurasi berorientasi nilai fitur
produk melalui inovasi ambidexterity (Hughes dkk., 2010).
Keunggulan posisi dapat berupa berbasis nilai atau berbasis pengiriman
(Morgan, 2012). Sebagai keunggulan berbasis nilai, keunggulan posisi adalah
nilai superior relatif yang melekat pada produk inovatif, seperti fitur produk
inovatif, kualitas atau penampilan. Keunggulan berbasis pengiriman adalah
keunggulan dalam ketersediaan dan aksesibilitas produk (Martin dkk., 2017;
14

Morgan, 2012) dan mempertahankan peran strategis dalam menarik pelanggan


untuk sebuah saluran distribusi. Oleh karena itu, dan sejalan dengan perspektif
SDL, sebuah UKM di pasar yang kompetitif akan memiliki dasar yang kuat untuk
keunggulan posisional dengan mengejar kombinasi konfigurasi nilai estetika dan
aksentuasi dan inovasi produk kemampuan. Inovasi, sebagai salah satu
kemampuan pemasaran yang paling berpengaruh, adalah strategi instrumen untuk
mempertahankan keunggulan posisi untuk meningkatkan kinerja yang unggul
(Martin dkk., 2017). Oleh karena itu, hipotesis berikut diajukan:
H4. Kemampuan inovasi memiliki pengaruh positif terhadap
keunggulan posisional.
H5. Keunggulan posisi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
penjualan.

2.2.4 Aksentuasi nilai sosio-estetika, keunggulan posisi, dan kekuatan


jaringan penjualan
SAVA dilakukan untuk menekankan nilai yang dihasilkan pada saluran
distribusi dan konsumen akhir. Sebuah perusahaan yang produknya menonjolkan
dengan baik dapat menyoroti bahwa nilai lebih mungkin untuk menjual produk itu
ke pengecer di saluran distribusi. Seperti yang digarisbawahi dalam studi Fouad et
al. (2018), manfaat dari proses inovasi, seperti baru dan manfaat unik dengan
proposisi nilai yang lebih unggul dari pesaing, adalah instrumen untuk
meningkatkan keunggulan kompetitif dari perspektif pelanggan.
SAVA menimbulkan pertanyaan apakah kemampuan inovasi diakui
sebagai keterampilan front-end (kreativitas) atau back-end (pengiriman)
keterampilan (Briganti dan Samson, 2019), itu memanfaatkan aksentuasi nilai
bagi pelanggan dan mengartikulasikan cara untuk mencapai keunggulan
posisional. Keterampilan front-end dalam bentuk kreativitas seperti dalam nilai
budaya, mudah diidentifikasi dalam sebuah produk bordir, mungkin menjadikan
produk itu sebagai produk yang diprioritaskan oleh pelanggan di atas produk
pesaing dan menciptakan keunggulan posisi (Wang dan Yao, 2016). Oleh karena
itu, hipotesis berikut adalah:
15

H6. SAVA memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan posisional.


Jaringan penjualan selalu menjadi salah satu penentu kelancaran arus
barang dari produsen ke pengguna akhir atau konsumen. Dalam pasar yang
kompetitif, perusahaan akan hanya menjual produk dan jasa dalam jaringan
penjualan jika kegiatan tersebut memiliki manfaat ekonomi yang baik.
Dalam kerangka ini, keberhasilan perusahaan sangat tergantung pada
efektivitas jaringan penjualan. Dalam mempelajari kekuatan jaringan penjualan,
Smith (2015) dan Zhang dan Wu (2017) menemukan bahwa kekuatan jaringan
penjualan adalah kemampuannya untuk mendorong suatu produk untuk mencapai
yang baik pertunjukan. Ini akan mencakup kapasitas jaringan untuk mempercepat
pengiriman produk ke pelanggan, tingkat daya tarik bagi mitra bisnis bahwa
perusahaan berada di jaringan dan keunggulan komparatif produk untuk mitra
bisnis dalam jaringan.
Untuk memperoleh manfaat ekonomi ini, anggota jaringan distribusi akan
memastikan apakah produk memiliki kekuatan untuk menarik konsumen, karena
mereka akan membeli produk lebih lanjut distribusi daripada memegangnya pada
konsinyasi. Anggota jaringan distribusi akan menentukan apakah produk memiliki
daya jual yang tinggi atau tidak. Daya jual ini akan mempengaruhi tingkat omset
penjualan. Untuk UKM, omset penjualan yang tinggi sangat penting karena
investasi dibuat dari dana terbatas perlu memberikan pengembalian yang cepat.
Dengan menarik konsumen, sebuah produk dapat memperoleh keunggulan posisi
perusahaan. Semakin besar keunggulan posisi, semakin banyak kemungkinan
besar produk tersebut akan menjadi pilihan konsumen.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, produk keunggulan posisional
dapat berupa keunggulan dalam atribut produk, pengiriman atau daya jual, yang
secara logis merupakan salah satu faktor yang menarik bagi pasar dan konsumen.
Apa yang menarik bagi konsumen tentunya menjadi dasar pertimbangan saluran
distribusi yang sesuai. Hipotesis berikut diajukan:
H7. SAVA memiliki pengaruh positif terhadap kekuatan jaringan
penjualan.
16

Jika perusahaan memiliki keunggulan posisi – keunggulan dibandingkan


pemain pasar lainnya. Keunggulan tersebut dapat berupa fitur produk yang
inovatif, kualitas, penampilan, ketersediaan dan aksesibilitas (Martin et al., 2017;
Morgan, 2012). Dalam hal itu, mereka menyatakan bahwa keunggulan akan
menarik mitra jaringan penjualan untuk bekerja sama dalam proses penjualan.
Zhang dan Wu (2017) menemukan bahwa kekuatan jaringan penjualan
dapat dicerminkan dalam kemampuan untuk mendorong produk dengan
memanfaatkan kinerja pemasaran dan penjualan yang baik. Dalam
mengkonseptualisasikan posisi keuntungan, Day dan Wensley (1988)
menunjukkan bahwa dasar keuntungan posisional adalah superior customer value,
yang hanya dihasilkan jika perusahaan dapat menunjukkan superior value dalam
inti dan nilai-nilai yang diperluas. Menciptakan nilai pelanggan yang unggul
adalah dasar untuk penciptaan sewa distribusi di saluran distribusi. Ini adalah
motif bagi perusahaan untuk bekerja keras dan terus meningkatkan daya jual
produk yang mereka jual.
Dalam prakteknya, sewa distribusi mungkin lebih unggul dalam penjualan
atau manfaat relasional yang dirasakan terkait dengan perusahaan yang
memproduksi produk tertentu (Iršic, 2017). Secara tidak langsung, distribusi sewa
mungkin timbul dari keunggulan atribut penjualan dan layanan pengiriman.
Distribusi sewa yang dihasilkan oleh keuntungan positif akan membuat produk
menarik bagi pelanggan di jaringan distribusi dengan mempermudah memperoleh
keuntungan finansial dari penjualan produk. Dengan demikian kami mengajukan
hipotesis berikut:
H8. Keunggulan posisi memiliki pengaruh positif terhadap kekuatan
jaringan penjualan.
Jika produk suatu perusahaan memiliki berbagai keunggulan yang
memudahkan dalam pendistribusian produk ke pasar yang lebih luas dan
kelompok sasaran yang lebih luas, maka ketersediaan produk dapat bertindak
sebagai dasar untuk menarik konsumen dan menciptakan penjualan.
Logika kami adalah untuk membuat saluran distribusi lebih mampu
memasarkan produknya, perusahaan harus menjadi sumber pertunjukan. Kekuatan
17

jaringan penjualan dapat terwujud dalam beberapa cara (Zhang dan Wu, 2017;
Smith, 1997), seperti dengan mempercepat layanan pengiriman, meningkatkan
nilai pelanggan dan kemampuan untuk menarik lebih banyak pelanggan.
Jaringan penjualan dapat menjadi sumber kekuatan jika ada saling
ketergantungan antara perusahaan dan anggota distribusinya jaringan. Semakin
tinggi potensi sumber daya, semakin tinggi daya jaringan penjualan. Oleh karena
itu, kami mengandaikan bahwa kekuatan jaringan penjualan terdiri dari portofolio
kekuatan distribusi disediakan oleh perusahaan untuk jaringan penjualannya. Jika
anggota jaringan penjualan menikmati manfaat dari berbagai kekuatan yang
dimungkinkan oleh perusahaan, itu akan menjadi sumber peningkatan kinerja
pemasaran. Dengan demikian kami mengajukan hipotesis berikut:
H9. Kekuatan jaringan penjualan berpengaruh positif terhadap
kinerja penjualan.

Berdasarkan tinjauan literatur dan logika hipotesis yang diajukan,


konseptual
model penelitian disajikan pada Gambar 1.
18

Model kami mendalilkan bahwa kemampuan inovasi produk, sebagai


input strategis hanya akan meningkatkan kinerja penjualan. Selain itu,
kemampuan ini dapat meningkatkan penonjolan nilai-nilai sosioestetik. Nilai
estetika yang terdefinisi dengan baik akan mendorong keunggulan posisi dan
meningkatkan kekuatan jaringan penjualan perusahaan sebagai dasar untuk
meningkatkan kinerja penjualan.
H1. Kemampuan inovasi produk berpengaruh positif terhadap SAVA.
H2. SAVA berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan
H3. SAVA memediasi pengaruh kemampuan inovasi produk pada penjualan
pertunjukan.
H4. Kemampuan inovasi memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan
posisional.
H5. Keunggulan posisi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja penjualan.
H6. SAVA memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan posisional
H7. SAVA memiliki pengaruh positif terhadap kekuatan jaringan penjualan
H8. Keunggulan posisi memiliki pengaruh positif terhadap kekuatan jaringan
penjualan.
H9. Kekuatan jaringan penjualan berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan.

Anda mungkin juga menyukai