Pacitan
BAB : I
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang didalamnya memuat struktur
kurikulum, telah mempertajam perlunya disusun dan dilaksanakannya program
pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau
dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga pendidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan
Bimbingan dan Konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial,
belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Bimbingan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan
maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi,
sosial, belajar dan karir, melalui berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pendukung
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistemik dalam memfasilitasi
individu mencapai perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku efektif,
pengembangan lingkungan perkembangan, dan peningkatan keberfungsian individu dalam
lingkungannya. Semua perilaku tersebut merupakan proses perkembangan yakni proses
interaksi antara individu dengan lingkungan. Pengampu bimbingan dan konseling adalah
guru bimbingan dan konseling atau konselor yang merupakan salah satu kualifikasi pendidik.
Dalam permendiknas Nomor 23 tahun 2006 dirumuskan SKL yang harus dicapai peserta
didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus
dikembangkan melalui pelayanan
bimbingan dan konseling adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri (self
actualization) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat
mendukung pencapaian kompetensi lulusan. Sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam
mencapai SKL akan secara signifikan menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian.
a. Visi :
Indikator Visi
B. MISI
a. Visi
b. Layanan Bimbingan dan Konseling
Terwujudnya Catur Sukses, yaitu ; sukses pribadi, sukses sosial, sukses akademis, dan sukses
karir
b. Misi
Secara umum tujuan penyusunan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah
tercermin pada diskripsi Kebutuhan Siswa SMP (8 Tugas Pokok Perkembangan Siswa)
adalah :
1. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2. Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam perannya sebagai pria dan
wanita
3. Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan yang
lebih luas
4. Mengenal kemampuan, bakat dan minat serta arah kecenderungan karir dan aparesiasi seni
7. Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap peruhan fisik dan
psikis yang terjadi pada diri sendiri
1. Sebagai pedoman atau panduan bagi guru pembimbing dalam melaksanakan layanan BK
di Sekolah
3. Untuk membantu pencapaian program sekolah secara umum dalam upaya peningkatan
mutu di sekolah
4. Sebagai acuan evaluasi atas pelaksanaan layananan BK dalam rangka peningkatan mutu
layanan BK di sekolah
c. Bidang Bimbingan Belajar adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan sikap
dan kebiasaan belajar yang efektif, penguasaan materi, program belajar di sekolah sesuai
dengan kondisi psikis, social budaya yang ada dimasyarakat
b. Pelayanan Responsip
kelas.
d. Dukungan Sistem
Manajemen
terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang dapat
mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian
tertentu dalam proses perkembangannya,
1) Pendekatan krisis, yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang didasarka
adanya krisis yang dialami oleh konseli. Tujuannya untuk membantu peserta didik dalam
mengatasi krisis atau masalah yang dihadapi/ dialaminya oleh konseli
fihak-fihak yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan menyelesaikan
permasalahan dan memperbaiki hubungan mereka.
b. Himpunan data: Merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang
relevan dengan pengembangan siswa.
c. Konferensi kasus: Merupakan kegiatan untuk membahas permasalah siswa dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberi keterangan. Pada kegiatan
pendukung ini kasus bersifat terbatas dan tertutup.
d. Alih Tangan Kasus: Merupakan kegiatan pendukung untuk mendapatkan penanganan yang
lebih tepat dan tuntas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penangan kasus.
Sasaran utama yang hendak dicapai terhadap penyusunan program BK di sekolah adalah :
Layanan orientasi : 80 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 75 %
Layanan orientasi : 30 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 45 %
Layanan orientasi : 60 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 45 %
Layanan orientasi : 60 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 5 %
Aplikasi instrumen : 60 %
Himpunan data : 70 %
Kunjungan rumah : 75 %
Referal : 10 %
6. Kegiatan mediasi
Orang tua : 60 %
1. Peserta Didik
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah
yakni :
a. Kesan siswa terhadap layanan BK seperti guru mata pelajaran memberikan pembelajaran,
sehingga belum secara maksimal dimanfaatkan sebagaimana fungsi layanan BK itu sendiri.
b. Masih ada perasaan malu dan takut bila akan menyampaikan permasalahan yang dihadapi
sehingga permasalahan tersebut menumpuk pada diri siswa.
c. Banyak siswa bermasalah tetapi tidak memahami bahwa dirinya mangalami kesulitan
terutama dalam hal belajar, akibat dari kesulitan yang tidak dirasakan tersebut akan
menghambat aktifitas dan proses pembelajaran di kelas.
d. Kesungguhan dan komitmen siswa untuk mengatasi kesulitannya umumnya masih labil,
sehingga perlu secara kontinyu dilakukan pendekatan
2. Guru pembimbing
a. Belum maksimal memberikan layanan konseling kepada klien (perta didik) karena
pendekatan yang digunakan lebih bersifat preventif, yaitu lebih dominan melalui layanan
informasi di dalam kelas.
a. Umumnya guru mata pelajaran memandang layanan BK diberikan hanya kepada peserta
didik yang berperilaku menyimpang (“nakal”), sehingga pelaksanaan BK diharapkan seperti
polisi atau jaksa menghadapi pesakitan, atau layanannya bersifat klinis
therapeutis/pendekatan kuratif.
4. Wali kelas
b. Secara manajerial layanan bimbingan dan konseling, peranan wali kelas belum
menampakkan kerjasama yang proaktif, yaitu kepeduliannya terhadap siswa binaannya
secara menyeluruh dan kontinyu, hal ini akan berpengaruh terhadap keefektifan layanan
BK.
5. Urusan Kesiswaan
6. Orang tua
Masih ada sebagian orang tua memandang layanan BK sebagai pengawas atau
polisinya sekolah, sehingga terkesan bila diminta ke sekolah pasti putra/putrinya nakal
atau melanggar tata tertib sekolah, sehingga anak dicap nakal atau bandel. Kondisi ini
akan merusak citra layanan BK dimata anak.
b. Belum ada ruang untuk bimbingan kelompok, ruang terapi pustaka, kotak masalah, dll.
4. Meningkatkan konsultasi kepada fihak yang kompeten, terutama koordinasi dengan orang
tua dalam membantu mengentaskan masalah bagi peserta didik/ siswa asuh yang
bermasalah berdasarkan “kesepakatan” (se izin yang bersangkutan).
5. Meningkatkan profesionalisme melalui MGP, seminar, diklat, work shop, dll secara
mandiri maupun kedinasan.
1. Sebagai pedoman atau panduan bagi guru pembimbing dalam melaksanakan layanan BK
di Sekolah
3. Untuk membantu pencapaian program sekolah secara umum dalam upaya peningkatan
mutu di sekolah
4. Sebagai acuan evaluasi atas pelaksanaan layananan BK dalam rangka peningkatan mutu
layanan BK di sekolah
b. Bidang Bimbingan Sosial adalah bidang yang meliputi kemampuan yang berkomunikasi,
berargu mentasi, bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di rumah dan
masyarakat
c. Bidang Bimbingan Belajar adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan sikap
dan kebiasaan belajar yang efektif, penguasaan materi, program belajar di sekolah sesuai
dengan kondisi psikis, social budaya yang ada dimasyarakat
b. Pelayanan Responsip
Konseling Individual
terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang
dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-
kerugian tertentu dalam proses perkembangan
1) Pendekatan krisis, yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang didasarka
adanya krisis yang dialami oleh konseli. Tujuannya untuk membantu peserta didik dalam
mengatasi krisis atau masalah yang dihadapi/ dialaminya oleh konseli
keterampilan, sikap, dan pengalaman yang diperlukan konseli agar berhasil dalam kehidupan
akademik, pribadi-sosial, dan karirnya. Tujuannya adalah membantu peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan/potensi yang dimiliki dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang
diperlukan dalam hidupnya
fihak-fihak yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan menyelesaikan
permasalahan dan memperbaiki hubungan mereka.
b. Himpunan data: Merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang
relevan dengan pengembangan siswa.
c. Konferensi kasus: Merupakan kegiatan untuk membahas permasalah siswa dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberi keterangan. Pada kegiatan
pendukung ini kasus bersifat terbatas dan tertutup.
d. Alih Tangan Kasus: Merupakan kegiatan pendukung untuk mendapatkan penanganan yang
lebih tepat dan tuntas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penangan kasus.
Sasaran utama yang hendak dicapai terhadap penyusunan program BK di sekolah adalah :
Layanan orientasi : 80 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 75 %
Layanan konseling individual : 30 %
Layanan orientasi : 30 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 45 %
Layanan orientasi : 60 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 45 %
Layanan orientasi : 60 %
Layanan informasi : 85 %
Layanan pembelajaran : 5 %
Aplikasi instrumen : 60 %
Himpunan data : 70 %
Kunjungan rumah : 75 %
Referal : 10 %
6. Kegiatan mediasi
Orang tua : 60 %
1. Peserta Didik
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah
yakni :
a. Kesan siswa terhadap layanan BK seperti guru mata pelajaran memberikan pembelajaran,
sehingga belum secara maksimal dimanfaatkan sebagaimana fungsi layanan BK itu
sendiri.
b. Masih ada perasaan malu dan takut bila akan menyampaikan permasalahan yang dihadapi
sehingga permasalahan tersebut menumpuk pada diri siswa.
c. Banyak siswa bermasalah tetapi tidak memahami bahwa dirinya mangalami kesulitan
terutama dalam hal belajar, akibat dari kesulitan yang tidak dirasakan tersebut akan
menghambat aktifitas dan proses pembelajaran di kelas.
d. Kesungguhan dan komitmen siswa untuk mengatasi kesulitannya umumnya masih labil,
sehingga perlu secara kontinyu dilakukan pendekatan
2. Guru pembimbing
a. Belum maksimal memberikan layanan konseling kepada klien (perta didik) karena
pendekatan yang digunakan lebih bersifat preventif, yaitu lebih dominan melalui layanan
informasi di dalam kelas.
b. Belum efektifnya pelaksanaan konseling, karena keterampilan teknik konseling masih
tebatas, sehingga waktu konseling kadang-kadang cukup lama.
a. Umumnya guru mata pelajaran memandang layanan BK diberikan hanya kepada peserta
didik yang berperilaku menyimpang (“nakal”), sehingga pelaksanaan BK diharapkan seperti
polisi atau jaksa menghadapi pesakitan, atau layanannya bersifat klinis
therapeutis/pendekatan kuratif.
4. Wali kelas
a. Memandang layanan BK sebagai layanan yang menangani peserta didik yang bermasalah
(melakukan tindakan indisipliner), sehingga permasalahan di dalam kelas umumnya
diserahkan kepada Guru Pembimbing.
b. Secara manajerial layanan bimbingan dan konseling, peranan wali kelas belum
menampakkan kerjasama yang proaktif, yaitu kepeduliannya terhadap siswa binaannya
secara menyeluruh dan kontinyu, hal ini akan berpengaruh terhadap keefektifan layanan
BK.
5. Urusan Kesiswaan
6. Orang tua
Masih ada sebagian orang tua memandang layanan BK sebagai pengawas atau polisinya
sekolah, sehingga terkesan bila diminta ke sekolah pasti putra/putrinya nakal atau
melanggar tata tertib sekolah, sehingga anak dicap nakal atau bandel. Kondisi ini akan
merusak citra layanan BK dimata anak.
a. Ruangan layanan masih kurang nyaman untuk melaksanakan layanan konseling, sehingga
klien kurang fokus dalam proses konseling jika ada orang yang lewat di depannya.
b. Belum ada ruang untuk bimbingan kelompok, ruang terapi pustaka, kotak masalah, dll.
5. Meningkatkan profesionalisme melalui MGP, seminar, diklat, work shop, dll secara
mandiri maupun kedinasan.