Anda di halaman 1dari 2

Alasan Kesehatan Diharamkannya

Mengkonsumsi Daging Babi

Hubungan Diharamkannya Daging Babi oleh Islam dengan Kesehatan

Haram menurut istilah yaitu sesuatu yang dilarang oleh Allah dan sudah dijelaskan dalam Al-
Qur’an maupun Hadist. Seseorang yang melakukan tindakan atau memakan sesuatu yang
diharamkan akan mendapatkan konsekuensi berupa dosa.
Dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 115 dikatakan “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih
dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya
dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Diharamkannya daging babi karena hewan tersebut nista/kotor yaitu najis, najis harus di
jauhi oleh setiap muslim. Daging babi selain haram untuk dimakan ternyata terdapat banyak
alasan yang menyatakan bahwa daging babi juga tidak baik bagi kesehatan. Dari beberapa
alasan yang tidak memperbolehkan memakan daging babi antara lain :
1.Babi adalah tempat penyakit, di mana di dalam daging babi terdapat banyak bibit penyakit
misalkan cacing pita dan sebagainya.
2.Daging babi empuk. Meskipun terkenal empuk dan lezat, daging babi juga terdapat banyak
lemak dan dagingnya sulit untuk dicerna, akibatnya gizinya tidak dapat dimanfaatkan oleh
tubuh.
3.Kantung urine babi sering bocor sehingga urine babi merembes ke daging babi. Akibatnya
daging tersebut tercampur bersama kotoran dan harus dibuang bersama urine.
4.Lemak punggung tebal dan mudah rusak oleh proses ransiditas oksidatif (tengik) dan tidak
baik untuk dikonsumsi manusia.
5.Babi merupakan carrier virus/penyakit, misalnya Flu Burung dan Flu Babi.
6.Memakan babi yang terjangkit cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga
menyebabkan kolesterol meningkat dan memperlambat proses penguraian protein dalam
tubuh.
7.Daging babi adalah faktor utama penyebab kanker anus dan kanker usus.
8.DNA babi mirip dengan manusia, sehingga sifat buruk babi dapat menular ke manusia.
Sumber: kompasiana.com
Syarif Mujaddid Al-Khalidi

Anda mungkin juga menyukai