Anda di halaman 1dari 3

Nama: Fairuz Bagus Febriyanto

NPM: 20051010102

Mata Kuliah: Arsitektur Pertahanan (B)

Dosen Pengampu: Anas Hidayat, S.T., M.T.

Libu Ntodea Di Soulowe

Soulowe adalah salah satu dari 11 desa yang berada di Kecamatan Dolo, Kabupaten
Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Berbatasan dengan Desa Karawana disebelah utara, Desa
Watubula di selatan, dan Desa Tulo di barat. Luas Soulowe 1,97 km2 kontur daratan yang
rata. Soulowe dihuni oleh 1.397 jiwa dan Sebagian besar berprofesi sebagai petani.

Soulowe juga menjadi salah satu desa yang terdampak bencana gempabumi pada 28
September 2018. Banyak bangunan yang rusak, jalan penghubung antar dusun yang terbelah
dan bergelombang, dan hal paling krusial yang dialami adalah kerusakan lahan pertanian
yang membuat para warga menjadi beralih provesi yang awalnya seorah buruh tani menjadi
buruh bangunan atau kerja serabutan. Tidak sedikit dari warga Soulowe yang meninggalkan
kampung untuk merantau mencari pekerjaan ditempat lain.

Pascabencana, sumber air bersih yang dijadikan sebagai sumber air minum bagi
warga banyak yang kering. Namun diakhir tahun 2019, jalan penghubung antar desa sudah
dapat perbaikan. Langkah pertama upaya yang dilakukan untuk mengatasi bencana ini
dengan membuka ruang diskusi atau yang dalam Bahasa Kaili disebut Libu Ntodea atau
rembuk Bersama, dan dari hasil diskusi tersebut persoalan sumber air bersih menjadi pilihan
utama yang harus segera diselesaikan dengan dibuatkan 7 sumur air dalam dan 2 bak
penampungan.

Selain pembuatan sumber air bersih, membangun rumah belajar dengan tujuan agar
tempat ini menjadi ruang belajar bersama antara masyarakat dan pemerintah desa dalam
pengembangan upaya memperbaiki desa.

Menurut pendapat saya tentang upaya rekonstruksi Kembali desa terdampak bencana
tersebut diselesaikan dengan sangat baik. Mulai dari peran penggerak yang menjadi ujung
tombak dalam upaya ini dalam mengubah pola pikir masyarakat yang tidak mudah. Kata
kunci dari persoalan ini adalah komunikasi yang sangat krusial dan dengan adanya libu
ntodea atau rembuk bersama ini masyarakat dapat berbikir kritis dan konstruktif dalam
penanganan rekonstruksi di desanya. Dengan adanya penggerak dalam hal ini penggeraklah
yang menjadi aktor utama perubahan desa, karena menjadi garansi pertama yang secara aktif
menjembatani hubungan pemerintah desa dengan warganya dan desa secara keseluruhan.
Perubahan adalah keniscayaan. Harapan yang dibayangkan di sana adalah perbaikan. Begitu
pu Soulowe dengan pendekatan libu ntodea atau rembuk bersama yang digagas
penggeraknya.

Menuai Bibit Harapan Dari Toaya

Bencana gempabumi yang melanda Kabupaten Donggala mengakibatkan banyak


akses jalan yang rusak dan mengakibatkan bantuan dari pemerintah pusat tak tersalurkan
dengan baik di masa-masa darurat. Seperti pada salah satu desa di Donggala yaitu Desa
Toaya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala yang terdampak bencana ini. Akses jalan
terputus, listrik padam, jaringan seluler tidak ada, simpanan pangan menipis, memaksa orang-
orang bertahan dengan segala keterbatasan membuat masyarakat dan relawan secara mandiri
membangun kelompok relawan yang dinamai Tana Sanggamu.

Tana Sanggamu adalah satu dari beberapa kelompok yang menginisiasi diri untuk
mengabdi sebagai relawan yang bermodal seadanya. Dalam Bahasa Kaili Tana Sanggamu
bermakna segenggam tanah yang menjadi harapan baru bagi Desa Toaya. Tana Sanggamu
kemudian berinisiatif untuk mendirikan posko darurat sekaligus ruang untuk berbagi
inforfmasi. Setelah masa tanggap darurat selesai, kondisi perekonomian desa yang
memprihatinkan, mulai dari irigasi air rusak mengakibatkan aktivitas pertanian terhenti dan
para petani menghadapi berbagai kendala, ditambah lagi beban psikis akan trauma membuat
titik utama focus kierja teman-teman Tana Sanggamu dalam membantu membangkitkan
perekonomian desa.

Tana Sanggamu menggagas program pemberdayaan bagi warga untuk memperbaiki


kondisi tanah, juga memfasilitasi subsidi pengetahuan baru tentang pertanian organik bagi
petani yang awam akan hal itu. Besama Tana Sanggamu, kelompok tani belajar mengelola
lahan, membuat workshop untuk menghadapi kendala kedepannya. Tana Sanggamu juga
mengadakan program edukasi yang dinamai Dialog kampung dengan tujuan menghadirkan
ruang belajar, berbagi, dan berdiskusi bagi masyarakat. Selain bekerja dan mengorganisir
warga, koordinasu dengan aparatur desa juga dilakukan oleh penggerak sebagai upaya
Kerjasama.

Seiring berjalannya waktu penggerak Tana Sanggamu dan petani Toaya berhasil
menuai kerja mereka. Bibit-bibit yang ditanam menjadi hasil unggul yang mempresentasikan
harapan dan semangat baru bagi warga dan petani di masa sulit ini.

Menurut tanggapan saya dalam rekonstruksi wilayah yang terdampak bencana harus
sesegera mungkin dapat mengatasi apa yang menjadi penghambat dalam upaya ini dengan
menjadi penggerak dan memulai sesuatu jika kita terus menunggu bantuan dari pemerintah
dengan segala kericuhan dimana-mana, pemerintah akan semakin kerepotan dalam mengurus
wilayah yang begitu besar, maka akan semakin parah dampak yang akan dirasakan.
Kesadaran akan hal itu harus menjadi semangat dalam diri kita untuk sama-sama saling
membantu bukan untuk saling menjatuhkan. Dengan melakukan inisiasi berbagai upaya
sendiri dengan segala keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk terus maju. Komunikasi
menjadi peran penting dalam hal ini, dimulai dengan inisiasi sendiri Tana Sanggamu menjadi
ujung tombak dalam mengatasi segala hal yang telah terjadi. Dalam upaya rekonstruksi
sebuah bencana perlu adanya komunikasi yang antara masyarakat dan perangkat desa. Dan
menurut saya harus selalu didirikan dan menumbuhkan rasa kesadaran akan pentingnya ruang
diskusi yang dalam hal ini Tana Sanggamu mendirikan Dialog Kampung dan berbuah hasil
yang baik dalam upaya rekonstruksi ini.

Anda mungkin juga menyukai