Anda di halaman 1dari 32

OBSERVASI DAN ANALISA

POLA PERKEMBANGAN CITRA KOTA


PADA KAWASAN PAKUWON TRADE CENTER (PTC)
JALAN RAYA LONTAR, KEL. BABATAN, KEC, WIYUNG, KOTA
SURABAYA

PENYUSUN :
20051010057 - BARA JUNIZAR DEAN R.
20051010064 - KRESNANDA KIYOSHIRO B.P.
20051010091 - ZAKKY FUAD ABDA IBRIL
20051010102 - FAIRUZ BAGUS FEBRIYANTO
20051010105 - FRIZQIE AKBAR D.

DOSEN PEMBIMBING :
Ir. NINIEK ANGGRIANI, MT.
FAIRUZ MUTIA, ST., M.T
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Objek


Citra Kota merupakan kesan fisik yang memberikan ciri khas pada suatu kota. Dalam
pengembangan suatu kota, citra kota berperan sebagai pembentuk identitas kota dan sebagai
penambah daya tarik kota. Oleh karena itu, citra kota yang jelas dan kuat akan memperkuat
identitas dan wajah kota sehingga membuat kota tersebut menarik dan memiliki daya tarik.
Lynch (1960) mendefinisikan citra kota sebagai gambaran mental dari sebuah kawasan dengan
rata-rata pandangan masyarakat. Citra kota yang mudah dibayangkan (mempunyai
Imagibilitas) dan mudah mendatangkan kesan (mempunyai legibilitas) akan dapat dengan
mudah dikenali identitasnya. Terdapat lima elemen yang dapat dipakai untuk mengungkapkan
citra kota yaitu path, edge, district, node dan landmark.
Pakuwon Trade Center atau PTC adalah pusat perbelanjaan modern yang terletak di
kawasan Babatan, Surabaya. PTC terintegrasi dengan pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya,
yaitu Pakuwon Mall. Lokasi kawasan PTC ini berada di Jalan Raya Lontar, Kelurahan Babatan,
Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sudah familiar pula di tengah warga
Surabaya bahwa PTC telah menjadi bagian dari mal seluas 180.000 meter persegi tersebut.
Meski begitu, PTC masih diingat oleh warga sebagai salah satu pelopor lahirnya pusat
perbelanjaan di kawasan Babatan. Dioperasikan tahun 2002, PTC selalu menjadi tujuan utama
warga Surabaya, terutama Surabaya Barat, dalam mencari kebutuhan sehari-hari, selain
memuaskan diri dengan hiburan dan kuliner yang tersedia di dalamnya.
Perkembangan kawasan PTC pada 2002 pembentukan kawasan telah dimulai. Pada
2005 PTC akhirnya telah terbentuk. Pada 2010 hingga 2015 terdapat penambahan tower-tower
apartemen di sekitar PTC.

Gambar 1. Perkembangan kawasan PTC.

(sumber:google)
BAB II
KAJIAN KOTA

2.1 Path

Menurut kevin lynch, 1969, yang dimaksud dengan path adalah.

1. Path adalah saluran pergerakan di mana kota dapat dikandung seperti gang, jalanan, rel
kereta api, jalan raya, kanal, dan sejenisnya.
2. Path juga bisa dimaknai dengan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk
bergerak atau berpindah tempat.
3. Path pada suatu kota adalah elemen yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia
ketika melewati suatu kota atau kawasan.

Dimana dalam menandai lingkungannya, faktor kekuatan visual (imageability) menjadi


sangat dominan. Yang mana kemudian, menurut Lynch, citra lingkungan ini dapat dianalisis
berdasarkan tiga komponen, yaitu identitas, struktur, dan makna.

1. Identitas, artinya orang dapat memahami gambaran mental perkotaan (identifikasi


obyek, perbedaan antara objek, perihal yang dapat diketahui), atau dengan pengertian
lain identitas dari beberapa objek/elemen dalam suatu kawasan yang berkarakter dan
khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan kawasan lainnya.
2. Struktur, artinya orang dapat melihat perkotaan (hubungan objek-obyek, hubungan
subyek-obyek, pola yang dapat dilihat), dengan kata lain yaitu mencakup pola
hubungan antara objek/elemen dengan obyek/elemen lain dalam ruang kawasan yang
dapat dipahami dan dikenali oleh pengamat berkaitan dengan fungsi kawasan tempat
obyek/elemen tersebut berada.
3. Makna, Orang dapat mengalami ruang perkotaan (arti objek-obyek, arti subyek-obyek,
rasa yang dapat dialami), atau merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua
komponen (identitas dan struktur)

Pada kawasan PTC ini, path yang terdapat didalamnya adalah :


1. Jalan Mayjend Jonosewojo

Gambar 2. Jalan Mayjend Jonosewojo.

(sumber:google)

Jalan ini memiliki lebar sekitar 10 meter dan merupakan salah satu jalan utama
serta jalan masuk dari arah selatan menuju kawasan PTC. Dimana jalan ini sendiri
dalam 1 jalur, terdiri dari 3 lajur. Jalan ini cenderung lurus dengan pemandangan pada
arah kiri dan kanannya adalah bangunan gedung tinggi dengan dipisahkan oleh trotoar
dan berem jalan/bahu jalan. Setelah jalur lurus Mayjend Jonosewojo ini, akan
dilanjutkan oleh Jalan Bukit Darmo Boulevard

Gambar 3. Jalan Mayjend Jonosewojo.

(sumber:google)

2. Jalan Bukit Darmo Boulevard


Gambar 4. Jalan Bukit Darmo Boulevard.

(sumber:google)

Jalan Bukit Darmo Boulevard ini adalah jalan terusan dari jalan Mayjend
Jonosewojo. Dimana jalan ini memiliki lebar yang sama yaitu sekitar 10 meter dan juga
3 lajur per jalurnya. Pada jalan ini, terdapat hal yang cukup identik dan memiliki
identitas, yaitu softscape/taman/sejenisnya yang berada untuk memisahkan dua jalur
yang ada.

Gambar 5. Jalan Bukit Darmo Boulevard.

(sumber:google)

Jika kita terus menuju arah utara dari jalan Bukit Darmo Boulevard dan jalan
Mayjend Jonosewojo ini, akan bisa terlihat bundaran yang juga cukup menjadi
identitas dari path kawasan PTC ini. Tetapi jika kita berbelok dan menuju arah
selatan, kita akan menuju jalan perumahan, yaitu jalan Pakuwon Indah.
Gambar 6. Jalan Bukit Darmo Boulevard.

(sumber:google)

3. Jalan Pakuwon Indah

Gambar 7. Jalan Pakuwon Indah.

(sumber:google)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jalan ini merupakan jalan perumahan


yang memiliki lebar sekitar 7 meter dan dalam satu jalurnya memiliki 2 lajur. Jalan ini
juga memiliki keunikan dan identiknya sendiri, dimana jalan ini memiliki softscape
yang cukup besar untuk memisahkan kedua jalurnya. Selain itu, pada jalan ini, yang
unik adalah landscape yang ada cukup naik turun seperti di bukit. Yang mana hal ini
bisa menjadi keunikan sendiri untuk jalan ini.
Gambar 8. Jalan Pakuwon Indah.

(sumber:google)

4. Jalan Pakuwon Indah Lontar Barat

Gambar 9. Jalan Pakuwon Indah Lontar Barat.

(sumber:google)

Jika kita terus menuju arah selatan dari jalan Pakuwon Indah, maka kita akan
bertemu dengan jalan Pakuwon Indah Lontar Barat. Dimana jalan ini sama halnya
dengan jalan Pakuwon Indah, dimana memiliki lebar jalan sekitar 7 meter dan dalam
satu jalurnya memiliki 2 lajur. Sama juga dengan halnya jalan Pakuwon Indah, jalan ini
juga masih merupakan jalan perumahan. Yang mana sama-sama memiliki keunikan
jalan yang berbukit dan landscape yang naik turun. Yang mana hal ini jarang terjadi
pada jalan-jalan perkotaan lainnya.
Gambar 10. Jalan Pakuwon Indah Lontar Barat.

(sumber:google)

Selain itu, pada kawasan PTC ini, dalam hal Path juga terdapat hal yang
mempunyai keunikan dan identitas tersendiri. Dimana pada kawasan PTC ini
memiliki bundaran yang bisa dibilang cukup unik dan memiliki identitasnya sendiri.

Gambar 11. Bundaran PTC.

(sumber:google)

Dimana bundaran ini memiliki luas yang cukup besar dan luas, serta bercabang.
Yang mana hal ini juga bisa menjadi pembeda antara citra kawasan ini dengan kawasan
lainnya.
Gambar 12. Bundaran PTC.

(sumber:google)

2.2 Landmark

Seiring berjalannya waktu perkembangan dan pembangunan kota semakin maju dan
berubah. Hal ini membuat munculnya krisis identitas kota. Melihat dari permasalahan tersebut
maka sangat membutuhkan peran rancangan dan perencanaan kota agar terciptanya identitas
kota yang membedakan dengan kota lainnya. Selain itu, isu-isu yang terjadi yaitu masyarakat
merasa ada sesuatu yang kurang apabila kota tidak memiliki simbol khusus sebagai titik
orientasi atau titik awal. Oleh karena itu, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan Landmark untuk menjadi patokan di daerah tersebut.

Landmark merupakan salah satu bentuk fisik yang dapat memberikan informasi bagi
pengamat dari suatu jarak, jadi pengamat berada diluar lingkup objek (lynch, Kevin, The image
Of city, The M.I.T. Press,1960) .Dari pengertian tersebut maka dapat diperoleh 3 unsur penting
dalam landmark, yaitu :

1. Tanda fisik

Landmark objek fisik yang dapat ditangkap dengan indra penglihatan secara mudah.
2. Informasi & jarak

Landmark memberikan gambaran dengan cepat & pasti tentang suatu tempat kepada
pengamat, sehingga membentuk image fisik & non fisik lokasi landmark dan
sekitarnya.

3. Jarak

Landmark harus dapat dikenali dari suatu jarak jadi pengamat berada diluar lingkup
bangunan.

Dalam menjadi objek landmark suatu kota, maka dibutuhkan kriteria – kriteria sebagai
berikut, yaitu:

1) Mempunyai karakteristik lain dari objek fisik di sekitarnya mempunyai unsur


unik & mudah diingat (unique, memorable).
2) Mudah diidentifikasikan (identifiable). Hal ini berkaitan dengan tuntutan bahwa
landmark harus mudah dikenali pengamat.
3) Mempunyai bentuk yang jelas dalam luasan / bentang yang relatif besar. Bentuk
yang jelas dapat dicapai antara lain dengan membentuk kontras antara objek
landmark dengan latar belakangnya.
4) Mempunyai nilai lebih dalam suatu lingkup / luasan tempat. Nilai lebih tersebut
dapat berupa nilai lebih bidang historik / estetik.

Menurut Lynch (1960), untuk dapat memahami identitas sebuah kota terlebih dahulu
memahami citranya. Citra kota yang mudah dibayangkan (mempunyai imageability) dan
mudah mendatangkan kesan (mempunyai legibilitas) akan dapat dengan mudah dikenali
identitasnya. Identitas kota dapat berbentuk fisik dan non fisik (Suwarno, 1989). Kemampuan
menangkap identitas kota sangat subjektif, tergantung si pengamat, yang menarik secara visual/
imageable (jelas, terbaca, atau terlihat) dan mudah diingat serta memiliki keunikan untuk
dijadikan sebagai identitas kawasan.
\

Gambar 13. Lokasi Kawasan Pakuwon Mall (Pusat Perbelanjaan)

(sumber:google)

Gambar 14. Landmark Pakuwon Mall

(sumber:google)

Landmark pada kawasan PTC yaitu ada pada tulisan “Pakuwon Trade Center” yang
tertera pada gedung pusat perbelanjaan. Kawasan ini merupakan salah satu pusat
perbelanjaan terbesar di Indonesia yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bangunan
PTC ini termasuk salah satu landmark yang terkenal di Kota Surabaya karena memberikan
ciri khas tertentu pada wilayah Surabaya Barat, sehingga mudah dikenal dan diingat oleh
masyarakat sekitar dan juga memberikan orientasi bagi orang maupun kendaraan yang
melewatinya.
Selain itu, penempatan bangunan PTC sebagai salah satu landmark Kota Surabaya
juga menjadi poin utama dalam pembentukan dari citra kota. Dimana gedung PTC ini dapat
terlihat dari jarak yang lumayan cukup jauh namun masih dapat diketahui oleh masyarakat.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa suatu landmark bangunan PTC dapat mencapai suatu
dominasi wilayah atau wilayah yang menonjol terhadap suatu ruangan apabila landmark
tersebut dapat dilihat dari berbagai lokasi, atau memiliki kekontrasan dengan elemen sekitar
baik dari segi variasi bentuk bangunan maupun ketinggian bangunan di sekitar lingkungan.

2.3 District

Kawasan ini berupa daerah komersial yang didominasi oleh kegiatan ekonomi. Daerah
ini masih merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan-hiburan dan lapangan pekerjaan.
Hal ini ditunjang oleh adanya sentralisasi sistem transportasi dan sebagian penduduk kota
masih tinggal pada bagian dalam kota-kotanya (intersections). Proses perubahan yang cepat
terjadi pada kawasan ini dapat mengancam rumah-rumah masyarakat ekonomi rendah. Pada
daerah-daerah yang berbatasan dengan kawasan ini masih banyak tempat yang agak longgar
dan banyak digunakan untuk kegiatan ekonomi antara lain pasar lokal, daerah-daerah
pertokoan untuk golongan ekonomi rendah dan sebagian lain digunakan untuk tempat tinggal.
District merupakan kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan district
memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, di
mana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. District dalam kota dapat dilihat
sebagai referensi interior maupun eksterior. District mempunyai identitas yang lebih baik jika
batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan
posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang
lain).(Markus Zahnd, 1999, p.158)
Karakteristik-karakteristik fisik yang menentukan district adalah kontinuitas tematik
yang terdiri dari berbagai komponen yang tidak ada ujungnya: yaitu tekstur, ruang, bentuk,
detail, simbol, jenis bangunan, penggunaan, aktivitas, penghuni, tingkat pemeliharaan,
topografi.
1. Tekstur
Gambar 15. Landmark Pakuwon Mall

(sumber:google)

Tekstur kawasan ini yang tergolong heterogen. Dapat disimpulkan dari


konfigurasi yang dibentuk oleh massa dan ruangnya yang ukuran, bentuk dan
kerapatannya berbeda.
2. Bentuk
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. Dapat dilihat
dari adanya apartemen,mall,pasar dan ruko-ruko.
3. Detail

Gambar 16. Detail Kawasan


(sumber:pribadi)
4. Jenis Bangunan
Jenis bangunan pada daerah ini termasuk jenis bangunan komersial. Pada
kawasan ini dilengkapi oleh fasilitas perniagaan seperti ATM, penerangan jalan, dan
fasilitas pendukung lain yang biasanya dibutuhkan pada aktivitas jual-beli.
5. Penggunaan Kawasan
Penggunaan kawasan ini dijadikan sebagai penyedia fasilitas umum komersial
seperti mal,apartemen,supermarket dan ruko
6. Aktivitas Kawasan
Sebagian besar aktivitas yang terjadi pada kawasan ini yaitu melakukan
kegiatan ekonomi dan penyedia jasa masyarakat. terlihat dari banyaknya pertokoan
dan apartemen.

Gambar 17. Kawasan Pakuwon Mall


(sumber:google)

7. Penghuni
Penghuni kawasan ini tergolong ke dalam masyarakat ekonomi menengah ke
atas. Untuk masyarakat menengah ke bawah sedikit menjauh dari kawasan ini. Hal ini
akan menjadi kesenjangan sosial antar keduanya.

Gambar 18. Rumah di Jl. Pakuwon Indah


(sumber:google)
2.4 Edge / tepi
Edge merupakan elemen linear yang tidak digunakan atau dianggap sebagai jalan
(path) oleh pengamat. Edge membedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang
lainnya, misalnya daerah permukiman dibatasi oleh sungai, daerah pertokoan dibatasi oleh
gerbang-gerbang menuju parkir, dan lain sebagainya.
Kawasan Pakuwon Trade Center (PTC) ini sebagian besar berada pada Kecamatan
Wiyung yang dimana berbatasan langsung dengan:
● Batas Utara : Kecamatan Dukuh Pakis
● Batas Timur : Kecamatan Karang Pilang
● Batas Selatan : Kecamatan Karang Pilang
● Batas Barat : Kecamatan Lakarsantri

Gambar 19. Peta Surabaya


(sumber:google)

Berdasarkan hasil analisis, bagian pada kawasan PTC yang teridentifikasi sebagai edge
yaitu aliran Kali “Rolak” Gunungsari, aliran Kali Brantas, Bundaran PTC, Universitas Negeri
Surabaya yang semuanya menjadi batas kawasan PTC.

1. Kali “Rolak” Gunungsari


Sungai ini yang menjadi pembatas di bagian timur kawasan yang identik karena
terdapat pintu air (rolak) yang menjadi ikonik kawasan tersebut. Sungai ini selain
sebagai pengendali banjir juga berfungsi sebagai penyedia air irigasi, air baku untuk
PDAM dan industri di Surabaya serta sebagai bahan penggelontor Sungai Surabaya
(Kali Mas dan Kali Jagir Wonokromo).

Gambar 20. Peta aliran Kali Gunungsari.

(sumber:pribadi)

Gambar 21. Rolak Kali Gunungsari.

(sumber:google)

2. Kali Brantas
Sungai ini merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa, setelah Bengawan Solo.
Di Surabaya juga terkena aliran Sungai Brantas juga yang berasal dari Kota Mojokerto
dan akan menjadi dua cabang yang salah satunya akan menjadi Kali Mas. Sungai ini
juga menjadi salah satu pembatas wilayah ini karena terletak di Kecamatan Wiyung.
Gambar 22. Peta aliran Kali Brantas yang ada di Surabaya.

(sumber:pribadi)

Gambar 23. Aliran Kali Brantas yang ada di Surabaya.

(sumber:google)

3. Bundaran PTC
Bundaran PTC menjadi penanda dimana masuk ke kawasan komersil PTC dimana yang
ditandai dengan banyak gedung-gedung tinggi dan pertokoan. Dimana bundaran ini
memiliki luas yang cukup besar, serta bercabang. Yang mana hal ini menjadi penanda
atau batas wilayah PTC yang menjadi pembeda pembeda antara citra kawasan ini
dengan kawasan lainnya.
Gambar 10. Bundaran PTC.

(sumber:google)

4. Universitas Negeri Surabaya


Sebuah perguruan tinggi yang terlrtak di Surabaya. Dengan adanya perguruan tinggi ini
masyarakat akan lebih mengerti jika mereka telah berada di kawasan Kecamatan
Lakarsantri yang menjadi batas pada bagian barat wilayah PTC.

Gambar 24. Peta wilayah Universitas Negeri Surabaya.

(sumber:google)
Gambar 25. Universitas Negeri Surabaya.

(sumber:google)

2.5 Nodes

Nodes adalah titik-titik, spot-spot strategis dalam sebuah kota dimana pengamat bisa
masuk, dan yang merupakan fokus untuk ke dan dari mana dia berjalan. Nodes bisa merupakan
persimpangan jalan, tempat break (berhenti sejenak) dari jalur, persilangan atau pertemuan
path, ruang terbuka atau titik perbedaan dari suatu bangunan ke bangunan lain.

Elemen ini juga berhubungan erat dengan elemen district, karena simpul simpul kota
yang kuat akan menandai karakter suatu district. Untuk beberapa kasus, nodes bisa juga
ditandai dengan adanya elemen fisik yang kuat. Nodes menjadi suatu tempat yang cukup
strategis, karena bersifat sebagai tempat bertemunya beberapa kegiatan/aktivitas yang
membentuk suatu ruang dalam kota. Setiap nodes dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda,
tergantung dengan pola aktivitas yang terjadi didalamnya.

Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya
saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitasnya lain, misalnya persimpangan lalu
lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar,
pasar, taman, square, dan sebagainya. Tidak setiap persimpangan jalan adalah sebuah nodes,
yang menentukan adalah citra place terhadapnya. Nodes adalah satu tempat dimana orang
mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ’keluar’ dalam tempat yang sama. Nodes mempunyai
identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah
diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk).

Persimpangan jalan atau tempat berhenti sejenak dalam perjalanan sangat penting bagi
pengamat kota. Karena keputusan harus dibuat di persimpangan jalan-persimpangan jalan,
masyarakat meningkatkan perhatian mereka di tempat tempat tersebut dan melihat unsur-unsur
terdekat dengan lebih jelas. Kecenderungan ini dikonfirmasi dengan begitu berulang kali
sehingga unsur unsur yang berada pada persimpangan otomatis dapat diasumsikan mengambil
kelebihan khusus dari lokasinya. Pentingnya persepsi lokasi tersebut menunjukkan cara lain
juga, ketika masyarakat ditanya dimana kebiasaan mereka pertama kali di kota, banyak yang
memilih titik perhentian transportasi sebagai tempat kunci.

Stasiun-stasiun kereta utama adalah hampir selalu menjadi node-node kota penting,
sama halnya bandara udara. Dalam teori, persimpangan jalan biasa adalah node-node, tetapi
umumnya mereka tidak mempunyai cukup keunggulan untuk dibayangkan lebih dari sekedar
simpang empat, karena tidak dapat memuat banyak pusat nodes.

Pada kawasan Pakuwon Trade Center ini, terdapat cukup banyak simpulan-simpulan
yang menandakan adanya sebuah aktivitas maupun keramaian masyarakat.

1. Taman Angsa

Gambar 26. Lokasi Taman Angsa

(sumber:google)
Taman Angsa merupakan taman yang terletak di dalam Komplek Perumahan
Pakuwon Indah. Taman ini merupakan gabungan dari beberapa fasilitas, seperti Taman
Angsa, Taman Pakuwon, serta Amphitheater Pakuwon. Taman ini menjadi salah satu
nodes karena menjadi tempat berkumpul warga yang ada disini, dengan berbagai
aktivitas seperti berjalan pagi, olahraga, kolam, dan juga amphitheater. Meski, tempat
ini tergolong kurang ramai karena letaknya yang ada di dalam perumahan sehingga sulit
dijangkau untuk kalangan yang lebih luas.

Gambar 27. Taman Angsa

(sumber:google)

2. Persimpangan Danau UNESA

Gambar 28. Lokasi Persimpangan Danau UNESA

(sumber:google)
Di bagian selatan, terdapat sebuah persimpangan yang sangat ramai,
terlebih pada sore dan malam hari. Persimpangan tersebut adalah persimpangan
danau UNESA. Persimpangan ini termasuk kedalam nodes karena tempat ini
menimbulkan kesan “masuk” pada kawasan pakuwon. Persimpangan ini
menjadi tempat berkumpul masyarakat yang sekedar lalu lalang atau
berolahraga. Selain karena danau UNESA yang menjadi daya tarik, beberapa
stand yang berjualan di daerah ini juga semakin menghidupkan persimpangan
ini karena mengundang keramaian masyarakat.

Gambar 29. Persimpangan Danau UNESA

(sumber:google)

3. Bundaran Pakuwon Trade Center

Gambar 30. Lokasi Bundaran PTC

(sumber:google)
Bundaran PTC juga menjadi tempat yang sangat ramai, terlebih pada
saat sore dan juga malam hari. Bundaran ini menjadi salah satu nodes utama
dalam kawasan ini karena bundaran ini merupakan titik bertemunya 5 paths dari
beragam asal. Oleh karena itu, bundaran ini juga menjadi salah satu penanda/ciri
khas bahwa pengunjung sudah memasuki komplek PTC. Keramain ini juga
berasal dari beberapa tempat komersil, seperti tempat parkir sepeda motor,
beberapa cafe, dan juga warung kopi yang selalu ramai.

Gambar 31. Bundaran PTC Utara

(sumber:google)

Gambar 32. Bundaran PTC Selatan

(sumber:google)
2.6 Level ketinggian bangunan

Gambar 33. Mapping level ketinggian kawasan.

(sumber:Pribadi)

Pada area tengah kawasan ini tergolong kedalam tinggi bangunan level 4 dan 5
sedangkan untuk area pemukiman tergolong kedalam tinggi bangunan level 1 dan untuk level
2 dan 3 adalah bangunan pertokoan dan juga sekolah.

Gambar 34. Section level ketinggian kawasan.

(sumber:Pribadi)
2.7 Zoning

Pemetaan atau pembagian kawasan PTC.

Gambar 35. Zoning kawasan.

(sumber:Pribadi)
BAB III
GAGASAN IDE

3.1 LANDUSE
Kawasan PTC ini masih memiliki lahan-lahan atau persil-persil yang nantinya akan digunakan
untuk proyek-proyek atau akan dibangun gedung perkantoran maupun perumahan mewah, dan
setiap persil-persil di kawasan ini sudah ditata oleh pengelola kawasan ini, sesuai dengan
peruntukannya masing-masing.

3.2 BUILDING AND MASSING


Kawasan PTC terdiri dari beberapa jenis bangunan dengan berbagai gaya arsitektur
pada bangunannya, ketinggian bangunan yang berbeda-beda dan jarak bangunan satu dengan
bangunan yang lainnya jauh, sehingga tidak dapat membentuk Skyline di setiap lingkungannya.

Gambar 34. Section level ketinggian kawasan.

(sumber:Pribadi)

3.3 CIRCULATION AND PARKING


Sirkulasi pada kawasan ini terbilang sangat padat akibat dari aktivitas perdagangan dan
perkantoran. Terlebih lagi kawasan ini dekat dengan kampus UNESA sehingga kawasan ini
menjadi akses pilihan menuju kampus. Kurangnya angkutan umum pada kota dan juga
kebanyakan penghuni berekonomi menengah keatas yang kebanyakan memiliki kendaraan
pribadi menjadi penyebab padatnya sirkulasi kawasan ini. Ditambah lagi dengan kurangnya
fasilitas parkir yang hanya disediakan di depan ruko-ruko dan bangunan mal pada kawasan ini.
Banyaknya pengojek online yang kurang tertib dengan memarkir kendaraannya di sepanjang
jalan menjadi permasalahan baru pada kawasan ini. Laju kendaraan di kawasan ini kisaran 40-
60 kilo meter perjam.
Gambar 36. Kendaraan ojek online

(sumber:google)

3.4 PEDESTRIAN WAYS


Pedestrian (Pedestrian Ways) di kawasan PTC ini tergolong lebar yang berukuran ±7
meter, tidak ditemukan pendukung aktivitas pejalan kaki seperti tempat duduk, tempat
sampah, dan jalur untuk penyandang disabilitas, sehingga dibutuhkan desain pedestrian yang
baik yang disesuaikan dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa
mendatang.

Gambar 3. Jalan Mayjend Jonosewojo.

(sumber:google)
3.5 OPEN SPACE
Ruang Terbuka (Open Space) di kawasan PTC ini hanya ada taman Angsa dan
selebihnya hanya berupa lahan kosong yang ditumbuhi banyak pohon-pohon dan rumput, hal
ini dikarenakan padatnya kawasan tersebut. Open space ini dibantu dengan adanya lapangan
Bukit Darmo Golf dan Lapangan Golf Graha Famili.
Gambar 37. Taman Angsa

(sumber:pinterest)

Gambar 38. Lapangan Bukit Darmo Golf

(sumber:bukitdarmogolf.com)

Gambar 39. Lapangan Golf Graha Famili

(sumber:intiland.com)

3.6 ACTIVITY SUPPORT


Activity Support adalah segala bentuk aktivitas yang ada pada suatu kawasan dalam
memperkuat keberadaan kawasan tersebut, Hamid Shirvani (1985). Activity Support disini
sangat berpengaruh pada pembentukan image suatu kawasan tersebut.
Lantas, pada kawasan PTC ini sendiri, termasuk sebuah kawasan bisnis. Dimana
aktivitas yang ada didalamnya juga merupakan aktivitas-aktivitas berbau bisnis. Hal ini bisa
dilihat dari fungsi bangunan-bangunan yang ada didalamnya. Seperti banyak ditemui ruko pada
kawasan ini dan juga gedung-gedung tinggi seperti mall.
3.7 SIGNAGE
Papan penanda (Signage) di kawasan PTC cukup baik hanya saja tidak didesain agar
lebih baik dengan mengatur jarak dan ukuran sehingga bisa menjamin jarak penglihatan dan
menghindari kepadatan kendaraan. Petunjuk arah di kawasan PTC juga cukup baik, namun
masih terdapat rambu-rambu lalu lintas yang ditempatkan pada posisi yang tidak pas, sehingga
pengendara tidak dapat melihat rambu dengan jelas. Sehingga dibutuhkan penempatan rambu
atau petunjuk arah yang baik yang bisa memberikan informasi pengendara dengan jelas dan
tidak menimbulkan pengaruh negatif dan tidak mengganggu lalu lintas.

Gambar 40. Rambu lalu lintas

(sumber:google )

3.8 CONSERVATION
Di kawasan Pakuwon Trade Center ini tidak ditemukan bangunan tua hal ini disebabkan
oleh kawasan PTC dikembangkan dari lahan kosong, maka dapat disimpulkan bahwa kawasan
ini tidak memiliki preservasi atau perlindungan terhadap fungsi dan keberadaan gedung-
gedung tua atau bersejarah. Namun akan dilihat kembali keberadaan bangunan-bangunan tua
yang memiliki nilai sejarah berdirinya kawasan ini dan bangunan yang menjadi ikonik atau
identitas dari kawasan ini yang nantinya akan dilakukan preservasi di kemudian hari

3.9 GAGASAN
Jika dilihat dari semua aspek teori Hamid Shirvani (1985), perlu adanya sebuah open
space yang bisa benar-benar menggambarkan sebuah image bisnis dalam kawasan ini. Hal ini
disebabkan karena aktivitas berbisnis pada kawasan ini banyak terjadi dalam sebuah ruangan
dan gedung. Dimana dengan penambahan open space yang berbau bisnis ini, bisa saja
membuat image bisnis pada kawasan ini semakin meningkat dan menguat. Selain itu, hal ini
juga didukung dengan kurangnya open space yang ada.
Selain itu, perlu dibenahi aspek-aspek yang mendukung kegiatan ini. Seperti halnya
pembenahan sirkulasi yang ada. Baik dari segi fisik maupun non fisik. Seperti bisa
memperbanyak akses angkutan umum atau kota pada kawasan ini, agar masyarakat bisa
menggunakannya dan memperkecil permasalahan kemacetan dalam kawasan ini.
Lalu, masalah fasilitas parkir yang ada juga harus diselesaikan dengan berbagai cara.
Mungkin juga bisa diberi lahan yang cukup untuk parkir, agar tidak banyak parkir-parkir liar
yang mana juga akan mengganggu sirkulasi yang ada (kemacetan).
Selain itu, pada pedestrian ways juga bisa diberi fasilitas penunjang yang ada seperti
tempat duduk, tempat sampah, jalur disabilitas, dll. Yang mana dengan bagusnya dan
efektifnya pedestrian ways ini akan berdampak juga kepada sirkulasi dari kawasan ini dan
juga image bisnis pada kawasan ini.
Penempatan signage pada kawasan ini juga perlu dibenahi, seperti penempatan yang
bisa terlihat dari berbagai sisi, ukuran, dll. Dimana lagi-lagi dengan penyelesaian ini gagasan
utama dan juga image bisnis yang sudah dimiliki kawasan ini bisa terjaga dan meningkat
lebih baik.
Dengan gagasan utama ini dan penyelesaian “atribut-atribut” lainnya, maka image
atau citra kawasan ini akan jauh meningkat daripada sebelumnya. Dimana orang-orang akan
lebih mengenal jauh kawasan ini sebagai kawasan ber-image bisnis dan bercitra bisnis.
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam pengembangan suatu kota, citra kota berperan sebagai pembentuk identitas kota
dan sebagai penambah daya tarik kota.Oleh karena itu, citra kota yang jelas dan kuat akan
memperkuat identitas dan wajah kota sehingga membuat kota tersebut menarik dan memiliki
daya tarik. Kawasan PTC ini merupakan pusat komersial dan perkantoran yang ada di kota
surabaya. Kawasan ini memiliki banyak perkantoran, mall, cafe, dan lain-lain, banyak
perkantoran yang ada di kawasan tersebut membuat banyak kawasan perbelanjaan di Surabaya
yang menjadi tempat refreshing bagi pekerja kantoran dan nongkrong bagi anak-anak muda
Surabaya.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik garis kesimpulan bahwa apabila kawasan yang
mempunyai sejarah pertumbuhan yang didasarkan atas pengaruh aktivitas kehidupan
masyarakat yang bergantung satu sistem nilai yang berkembang sesuai perjalanan sejarah
dengan beberapa kelebihan dan keunikannya yang tidak pernah berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Rafsyanjani, Muhammad Akbar. & Purwantiasning, Ari Widyati. (2019). Study Of The Five
Elements Of City Image Theory Concept Of The Kota Lama Semarang. Jurnal
Arsir Universitas Muhammadiyah Palembang.

Tateli, D. I. (2018). Analisis Elemen-Elemen Pembentukan Citre Kota Di Kawasan Perkotaan


Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Laporan Tugas Akhir Universitas
Pasundan.

Mulyandari, H., & Andi, P. (1960). Pengertian Citra Kota. Jurnal Universitas Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai