PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dosen Pengampu:
Di susun oleh:
Muhammad Nashihuddin
( TASAWWUF WA THORIQOTUHU )
Akademik 2022-2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada ungkapan menggelitik yang acapkali muncul seiring perubahan
penguasa negeri ini yakni “ganti menteri ganti kurikulum”, nyatanya
dalam perjalanan sejarah sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945,
kurikulum2 pendidikan nasional memang telah berulangkali
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, dan 2004, 2006 serta yang terbaru adalah kurikulum 2013.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis
sesuai dengan tun dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Dari perspektif historis dari masa ke masa, determinan paradigma
politik dan kekuasaan yang secara bersama-sama mewarnai dan
mempengaruhi secara kuat sistem pendidikan Indonesia selama ini.
Corak sistem pendidikan suatu Negara pada gilirannya kembali pada
stakeholder yang paling berkuasa dalam pengambilan kebijakan.
Pada tataran ini, maka sistem politiklah yang berkuasa. Siapa yang
berkuasa pada periode tertentu akan menggunakan kekuasaannya
untuk menentukan apa dan bagaimana pendidikan diselenggarakan.
Kecenderungan inilah yang kemudian turut menjadi penguat pada
apa yang kemudian disitilahkan “ganti menteri ganti kebijakan”,
termasuk didalamnya kurikulum pendidikan, sebab muatan-muatan
politis, value, ideologi, maupun tujuan-tujuan tertentu yang
diinginkan penguasa acapkali juga di-setting sedemikian rupa dalam
kerangka kurikulum.
Seiring dengan perkembangan zaman, dengan berbagai alasan dan
rasionalisasi kurikulum Indonesia terus mengalami pergantian dari
1
periode ke periode. Keberadaan kurikulum memberi pengaruh yang
signifikan bagi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh
karena itu, melalui tulisan ini, penulis menganggap penting untuk
mengurai lebih mendalam dan cermat akan kurikulum pendidikan
Indonseia dari periode ke periode, sekaligus memperbandingannya,
sehingga sebagai pelaku pendidikan tulisan ini diharapkan dapat
menjadi bahan diskusi solutif untuk memahami pokok permasalahan
pendidikan Indonesia dalam perspektif kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis jenis orientasi pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana sejarah orientasi pengembangan kurikulum di indonesia
dari zaman dahulu sampai sekarang?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahu jenis jenis orientasi pengembangan kurikulum.
2. Untuk mengetahui sejarah orientasi pengembangan kurikulum di
indonesia dari zaman dahulu sampai sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
2
baik bagi para pengembang kurikulum maupun para
pelaksana di sekolah.
Orientasi Pengembangan kurikulum menurut Seller
menyangkut enam aspek, yaitu :
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan
pendidikan. Artinya , hendak dibawa ke mana siswa yang
kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak. Apakah anan dianggap
sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran. Apakah
proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses
transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku.
4. Pandangan tentang lingkungan. Apakah lingkungan
belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas
yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi tentang peran guru . Apakah guru harus
berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau
guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi
bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6. Evaluasi belajar. Apakah mengukur keberhasilan
ditentukan dengan tes atau nontes.
Pada garis besarnya ada empat jenis orientasi kurikulum :
*Kurikulum berdasarkan matapelajaran (Subject
Centered)
3
Subject centered design curiculum merupakan bentuk
desain yang paling populer, paling tua dan paling banyak
digunakan. Dalam Subject centred design, kurikulum
tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-
mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah.
Karena terpisah-terpisahnya itu maka kurikulum ini
disebut juga separated subject curikulum. Disain
kurikulum ini mengacu pada disiplin ilmu. Model
pengembangan kurikulum berdasarkan disiplin ilmu
merupakan refleksi dari model orientasi posisi transmisi.
Pandangan posisi transmisi yang melandasi model ini
antara lain fungsi pendidikan untuk menyampaikan fakta-
fakta, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Desain
jenis ini dapat dibedakan atas tiga desain, yaitu subject
desain, disciplines design, dan broadfields design.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam
kurikulum ini, yaitu:
*Matapelajaran terpisah-pisah (Separate Subject
Curriculum)
*Matapelajaran gabungan (Correlated Curriculum)
*Pola pengelompokkan mata pelajaran serumpun (Broad
Fields)
Kelemahan-kelemahan kurikulum-kurikulum ini ialah :
a. Tidak menggunakan bahan yang langsung
berhubungan dengan kebutuhan dan minat anak-anak
4
serta dengan masalah-masalah yang hangat yang dihadapi
murid-murid dalam kehidupannya sehari-hari.
b. Tidak memberi pengetahuan yang sistematis serta
mendalam mengenai pelbagai matapelajaran.
c. Guru sering tidak menguasai pendekatan inter-
disipliner.
Kurikulum yang mengutamakan peranan siswa (Student
Centered)
5
antara dosen dengan peserta didik dalam penyelesaian
tugas-tugas pendidikan. Desain kurikulum ini dibedakan
atas areas of living design dan core design.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam
kurikulum ini, yaitu :
A. Kurikulum berpusat pada anak didik (Student
centered)
Kurikulum berpusat pada pengalaman (The Activity atau
Experience Centered)
Ada beberapa kelebihan dari kurikulum ini, yaitu:
a. Kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan
minat peserta didik.
b. Pengajaran memperhatikan perbedaan individual.
Mereka turut dalam kegiatan belajar kelompok karena
membutuhkannya, demikian juga kalau mereka melakukan
kegiatan individual.
c. Kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan
bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi
kehidupan di luar sekolah.
Ada beberapa kelemahan dari model disain kurikulum ini,
yaitu:
a. Penekanan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik
belum tentu cocok dan memadai untuk menghadapi
kenyataan dalam kehidupan.
b.Kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan
peserta didik. Kurikulum tidak mempunyai pola dan
6
struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab
beberapa tokoh activity design telah mengembangkan
struktur ini.
Kurikulum yang berorientasi pada tujuan (Goal Centered)
7
dirumuskan biasanya bersifat menyeluruh, mencakup
aspek-aspek, mulai aspek pengetahuan, nilai-nilai,
keterampilan maupun sikap. Dalam pengembangan
semacam ini yang menjadi persoalan adalah menentukan
tujuan-tujuan atau harapan apa yang diinginkan dari
tercapainya hasil pembelajaran tersebut. Pengembangan
kurikulum yang semacam ini di Indonesia adalah
kurikulum 1975. Berdasarkan tujuan yang dirumuskan
tersebut maka disusun atau diterapkanlah bahan pelajaran
yang meliputi pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan
sehingga lebih terarah.
Adapun beberapa kelebihannya, yaitu :
a) Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas,
sehingga bahan, metode, jenis-jenis kegiatan juga jelas
dalam menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan
yang jelas maka memudahkan penilaian- penilaian untuk
mengukur hasil kegiatan.
b) Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu
para pengembang kurikulum mengadakan perbaikan-
perbaikan / perubahan-perubahan penyesuaian yang
diperlukan.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence Based)
Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi
kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menetukan kesuksesan pencapaian
kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran.
8
Sehubungan dengan itu Depdiknas (2002) mengemukan
bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Menekankan pada kecakapan kompetensi baik secara
individu maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes)
dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya pendidik tetapi juga
sumber lain yang memenuhi unsur edukatif.
Pengembangan KBK mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan model-model kurikulum sebelumnya.
Pertama, KBK bersifat alamiah (konstekstual), karena
berangkat berfokus dan bermuara pada hakekat peserta
didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai
dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta
didik merupakan subjek belajar dan proses belajar
berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan
mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu,
bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge).
Kedua, KBK boleh jadi mendasari pengembangan
kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu
pengetahuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan,
kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, serta aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan
9
secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
Ketiga, ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran
tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat
menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang
berkaitan dengan ketrampilan.
Kurikulum Orientasi pada Masalah (Problem centered)
10
situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka
jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya
dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan
suatu desain kurikulum bidang-bidang kehidupan yang
dirumuskan dengan baik akan merangkumkan
pengalaman-pengalaman sosial peserta didik. Dengan
demikian, desain ini sekaligus menarik minat peserta didik
dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan
hidupnya dalam masyarakat.
Adapun beberapa kelebihan-kelebihannya dibandingkan
dengan bentuk-bentuk desain lainnya, yaitu:
a) Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema-
problema kehidupan sosial.
b) Kurikulum diorganisasikan di sekitar problema-
problema peserta didik dalam kehidupan sosial, maka
desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar
pemecahan masalah.
c) Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional
d) Motivasi belajar datang dari dalam diri peserta didik,
tidak perlu dirangsang dari luar.
Adapun beberapa kelebihan-kelebihannya dibandingkan
dengan bentuk-bentuk desain lainnya, yaitu:
a) Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema-
problema kehidupan sosial.
11
b) Kurikulum diorganisasikan di sekitar problema-
problema peserta didik dalam kehidupan sosial, maka
desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar
pemecahan masalah.
c) Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional
d) Motivasi belajar datang dari dalam diri peserta didik,
tidak perlu dirangsang dari luar.
12
Dengan kerja sama semacam ini, siswa dapat berusaha
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
masyarakat dapat menjadi masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum rekonstruksi sosial ini adalah model kurikulum
yang lebih memusatkan perhatian pada problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat. Melalui interaksi dan
kerja sama antara guru dan peserta didik berusaha
memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam
masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih
baik. Kelemahan dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah
sukar diterapkan dan kemampuan siswa berbeda-beda.
Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini :
a) Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah
menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman,
hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang
dihadapi manusia.
b) Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan
belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang
mendesak.
c) Pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menengah,
pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda,
masalah sebagai tema utama terletak pada poros untuk
dibahas secara pleno, tema utama tersebut dijabarkan
dalam topik-topik yg dibahas secara berkelompok.
B. Sejarah Orientasi Pengembangan Kurikulum Di
Indonesia Dari Zaman Dahulu Sampai Sekarang
13
*Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”
14
diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajarannya
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Kurikulum 1952, “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”
Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952
kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang
kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus
15
, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/
artistik, keprigelan, dan jasmani. Ada yang menyebut
Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan),
dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
16
kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok
saja," . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan
kuat
*Kurikulum 1975
17
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum
1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan
sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.
Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah
kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru
tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan
CBSA bermunculan.
*Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk
memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama
kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara
tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik
berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai
terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-
18
isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti
kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya
lebih pada menambal sejumlah materi pelajaran saja.
8. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi)”
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004,
yang disebutdengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)6. Suatu program pendidikan berbasis
kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-
indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber
belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur
kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek,
kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam
setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek
19
dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar
ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada
setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan
mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level
ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman,
dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja
yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.
Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan,
“Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai
hasil belajar yang diharapkan?”
*Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)”
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada
awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan
selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006
yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun
2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006
yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004.
Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam
penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan.Pada kurikulum 2006,
pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru
20
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah
dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata
pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang
dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
21
kurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar mereka
dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan
bakat. Setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk
mencapai tujuan sesuai dengan kemamapuan dan
kecepatan belajar masing-masing.7Tema utama kurikulum
2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum,
guru dituntut secara profesional merancang pembelajaran
secara efektif dan bermakna, mengorganisir pembelajaran,
memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan
prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi
secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Rachim, Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren,(jakarta:wordpress, 8 April
2015
Haidar Putra Dualay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Jakarta: Prenada Media Group, 2004
M. A. ma’arif, pola pengembangan pendidikan pesantren berkarakter: “studi
implementasin pendidikan berkarakter di pondok pesantren Nurul Ummah
Mojokerto”, Tadris, 13, 1, 2018
Agus PW, Manajemen pondok dan mengintregasikan kurikulum pesantren dengan
pendidikan formal, edu Islamic, vol 5, no 3, 2013,
A. Aly, pendidikan islam mulltikulturalisme di pesantren: telaah kurikulum
pondok pesantren islam As-Salam Surakarta, Yogyakarta, Pustaka pelajar,
2011
A, Arifai, pengembangan kurikulum pesantren, madrasah dan swkolah,”jurnal
tarbiyah islamiyah, vol 3, no 2, 2015
http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/kurikulum-pendidikan-
pondokpesantren.html, 2 Nopember 2013.
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi Yogyakarta: Teras, 2009
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Kebijakan Departemen Agama
dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia. Jakarta: Ditjen Pendais
Departemen Agama, 2008
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi Jakarta: Raja Grafindo, 2005
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi
Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010
http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangan
kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, 20 Januari 2015.
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Bumi Aksara, 2001
Muhaimin, pengembangan pendidikan agama islam di sekolah dan madrasah,
Jakarta, raja grafindo persada, 2005
Drajat, ilmu pendidikan islam, Jakarta, bumi aksaea, 2008
A. Musthofa, perkembangan kurikulum pesantren, madraah dan sekolah,
jombang. Urwatul wustq, 2001
Andayani, pendidikan agama islam berbasis kompetisi, Bandung
remajarosdakarya, 2005
23