Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK PATOFISIOLOGI

DENGAN BAHAN:

GANGGUAN HEPAR

(HATI)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Heru Setiawan, SKM., M.Biomed. (HS)


KELAS REGULER SORE

KELOMPOK 14

Ali Akbar P3.73.34.1.22.102


Amanathul Hasanah P3.73.34.1.22.105
Sarah Salsabilla P3.73.34.1.22.127

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA


III JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
PRODI D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Gangguan Hepar (Hati)”.

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada DR. Heru
Setiawan, SKM., M. Kes dan dr. Rovika Trioclarise, MKM selaku dosen mata kuliah
Patofisiologi Politeknik Kesehatan Jakarta III yang sudah memberikan kepercayaan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Adapun tugas dan penulisannya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Patofisiologi. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Gangguan Hepar (Hati) bagi para pembaca.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini.

Bogor, 30 Januari 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
2.1 IKTERUS......................................................................................................2
2.2 HEPATITIS..................................................................................................6
2.3 SIROSIS......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hati adalah salah satu organ paling penting dalam tubuh manusia,
bertanggung jawab untuk berbagai tugas kritis seperti memproses nutrisi,
mengeluarkan racun, dan memproduksi bahan-bahan yang dibutuhkan oleh
tubuh. Namun, karena banyaknya faktor risiko, seperti gaya hidup dan kondisi
medis, hati dapat mengalami gangguan dan kondisi kesehatan yang merugikan.
Gangguan hati adalah kondisi dimana fungsi hati terganggu. Hal ini dapat
mempengaruhi kinerja hati dalam memproses nutrisi, mengeluarkan racun dari
tubuh, dan memproduksi bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh. Penyebab
gangguan hati bisa bervariasi, mulai dari faktor lingkungan seperti polusi,
hingga gaya hidup dan kondisi medis tertentu seperti obesitas, penyakit kronis,
dan konsumsi alkohol dan obat-obatan yang tidak aman.
Gangguan hati bisa bervariasi, mulai dari masalah ringan seperti steatosis
(lemak dalam hati) hingga kondisi serius seperti sirosis (penyakit hati kronis).
Gangguan hati juga dapat menyebar ke organ lain dalam tubuh dan memiliki
konsekuensi serius pada kesehatan dan kualitas hidup seseorang.
Gangguan hati dapat memiliki konsekuensi serius pada kesehatan dan
kualitas hidup seseorang, seperti mengurangi kemampuan hati untuk
memproses nutrisi dan racun, meningkatkan risiko infeksi, dan memperburuk
kondisi kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk
memahami dan mengatasi gangguan hati agar dapat menjaga kesehatan hati dan
mengurangi risiko komplikasi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

GANGGUAN HEPAR (HATI)


2.1 IKTERUS
A. Definisi

Penyakit kuning atau jaundice merupakan suatu kondisi medis ketika


terjadinya perubahan warna menjadi kekuningan pada kulit, bagian putih
dari mata dan juga membran mukosa seseorang. Penyakit kuning terjadi
karena kadar bilirubin dalam sirkulasi darah seseorang meningkat. Penyakit
kuning umumnya menyerang bayi baru lahir yang berusia sekitar 1
minggu. Jaundice sendiri bukan merupakan sebuah penyakit melainkan
suatu kondisi yang muncul sebagai tanda dan gejala yang mendasari
penyakit tertentu, beberapa penyakit seperti Thalassemia dan penyakit sel
darah bulan sabit merupakan penyakit didapatkan sejak lahir dan memiliki
kaitan erat dengan genetika. Penyakit infeksi lain seperti hepatitis A,
hepatitus B, dan hepatitis C juga bisa meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kuning.

B. Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit kuning / jaundice berdasarkan 3 (tiga)


golongan besar yaitu masalah pada pre-produksi dari bilirubin (pre-
hepatik), masalah pada proses produksi bilirubin (hepatik) atau setelah
bilirubin selesai di produksi (post-hepatik):

2
1) Masalah pada Pre-Produksi (Pre-Hepatik)
Masalah ketika terjadinya peningkatan bilirubin akibat pemecahan sel
darah merah berlebihan di dalam pembuluh darah :

 Thalassemia suatu kondisi kelainan darah ketika sel darah merah


yang terbentuk tidak sempurna sehingga mudah hancur.
 Penyakit sel darah bulat sabit. Suatu kondisi kelainan darah ketika
bentuk keping darah yang seharusnya berbentuk bulan justru
memiliki bentuk yang menyerupai bulan sabit.
 Malaria

2) Masalah pada Produksi (Hepatik)

 Infeksi Virus seperti hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan


Infeksi Virus Epstei-Barr.
 Terjadinya penyakit sirosis pada hepar atau berubahnya struktur
hepar menjadi keras dan sudah tidak bisa berfungsi.
 Mengkonsumsi Alkohol
 Kanker merupakan sebuah keganasan pada hepar.

3) Masalah pada Post-Produksi (Post-Hepatik)

 Adanya batu empedu yang menyumbat saluran empedu membuat


bilirubin yang sudah diproduksi terperangkap di dalam kantung
empedu dan tidak dapat keluar.
 Infeksi / radang pada kantung empedu.
 Pankreatitis, infeksi atau peradangan pada pankreas.
 Kanker kantung empedu.

3
C. Manifestasi Klinis / Patofisiologi

Penyakit kuning adalah ketika secara klinis ada peningkatan jumlah


bilirubin dalam serum naik di atas 85mmol/l (5mg/dl). Saat di dalam rahim,
bilirubin tak terkonjugasi dibersihkan di plasenta untuk menghasilkan
bilirubin serum tali pusat sekitar 35mmol/L (2mg/dl). Setelah lahir, ikterus
merupakan cerminan dari bilirubin yang ada di hati, kecepatan ekskresi hati
dan kemampuan untuk mengikat protein serum untuk mempertahankan
bilirubin yang ada dalam plasma. Banyak variasi dalam respons individu
terhadap beban bilirubin mencegah tingkat tertentu dari ikterus psikologis.

Gejala yang dapat muncul selain perubahan kulit, mukosa membrane


dan mata bergantung dari penyakit yang mendasarinya, seperti :

 Urine dengan warna kecoklatan seperti air teh.


 Warna feses yang terang atau bisa menyerupai warna dempul.
 Nyeri atau rasa tidak nyaman di perut.
 Demam dapat terjadi terutama jika penyakit yang mendasari adalah
suatu infeksi.
 Mual dan muntah.

Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa upaya berikut ini :

1) Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun secara rutin, terutama
setelah beraktifitas di luar ruangan dan sebelum menyentuh makanan.
2) Melakukan hubungan seksual yang aman seperti dengan satu pasangan
atau menggunakan kondom.
3) Tidak berbagi penggunaan barang-barang pribadi, seperti alat cukur
atau sikat gigi.

4
4) Mengonsumsi makanan bergizi seimbang, berolah raga dan
beristirahat yang cukup.
5) Tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan tidak menggunakan
NAPZA.
6) Tidak mengonsumsi makanan mentah dan air minum yang tidak
terjamin kebersihannya.
D. Terapi

Cara mengobati penyakit kuning ini berbeda antara bayi dan orang dewasa.

1) Tindakan Medis untuk Bayi

Tindakan medis yang akan dilakukan dokter untuk menangani bayi


pengidap penyakit kuning adalah:

 Meresepkan suplemen makanan tertentu.


 Prosedur fototerapi atau terapi sinar.
 Transfusi protein darah, dilakukan apabila penyakit kuning pada
bayi disebabkan oleh ketidakcocokan golongan darah dengan ibu.

2) Tindakan Medis untuk Orang Dewasa

Tindakan medis yang dilakukan untuk menangani penyakit kuning pada


orang dewasa akan disesuaikan dengan penyebabnya terlebih dahulu.

 Pemberian obat antivirus apabila penyakit kuning disebabkan oleh


infeksi virus tertentu.
 Prosedur pembedahan, seperti transplantasi hati, apabila penyakit
kuning disebabkan oleh kerusakan organ hati kronis.

Selain itu, pengidap penyakit kuning juga akan disarankan untuk


menerapkan gaya hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan sehat dengan

5
gizi seimbang, rutin berolahraga, dan lain sebagainya. Penyakit kuning
perlu mendapatkan tindakan medis sesegera mungkin demi mencegah
terjadinya komplikasi.

2.2 HEPATITIS
A. Definisi
Hepatitis berasal dari kata Latin “hepar” yang berarti hati atau lever
dan “-itis” yang bermakna peradangan atau infalmasi. Menurut who
hepatitis adalah peradangan hati.peradangan ini dapat berkembang atau
terbatas. Jenis jenis : hepatitis A,B,C,D,E.

1) Hepatitis A
Salah satu jenis hepatitis yang umum terjadi. Penyebaran virus
hepatitis A biasanya lewat makanan dan air yang sudah tercemar.
2) Hepatitis B
Hepatitis B adalah jenis hepatitis yang paling banyak dijumpai di
seluruh dunia dan paling sering memicu kanker hati.
Hepatitis B akut lebih banyak dialami orang dewasa dan bisa sembuh
sendiri tanpa penanganan khusus. Tapi, saat anak-anak terinfeksi,
peluang hepatitis B yang diderita menjadi penyakit kronis yang serius
mencapai 90%. Karena itu, vaksinasi hepatitis B penting untuk
mencegah penyebaran penyakit ini sejak dini.
3) Hepatitis C
Hepatitis C juga salah satu jenis hepatitis yang lazim. Pasien hepatitis
C rentan mengalami kanker hati saat penyakit yang diderita menjadi
kronis. Sebanyak 80 % orang yang terinfeksi virus hepatitis C
menderita gejala yang kronis. Bahkan ada yang sampai membutuhkan
transplantasi karena kerusakan hati sudah terlalu parah.

6
4) Hepatitis D
Jenis hepatitis ini tidak umum karena hanya dapat menginfeksi orang
yang telah terkena hepatitis B. Karena itu, pasien hepatitis B bisa
terkena infeksi virus hepatitis ganda. Penyebaran hepatitis D sama
dengan hepatitis B, yakni lewat darah dan cairan yang telah
terkontaminasi.
5) Hepatitis E
Seperti hepatitis A, jenis hepatitis ini menyebar lewat air dan makanan
yang tercemar virus. Gejala hepatitis E relatif ringan, tapi bisa
menyebabkan penyakit serius bagi ibu hamil. Ada peningkatan risiko
kematian hingga 20 persen pada ibu hamil yang terinfeksi virus
hepatitis E pada trimester ketiga masa kehamilan.
B. Etiologi
1) Hepatitis A
Virus hepatitis A (HAV) diklasifikasikan sebagai hepatovirus. Virus
ini berasal dari famili Picornaviridae yang berbentuk single-stranded,
berpolar positif, berdiameter sekitar 28 nm, dan dapat dilihat
menggunakan mikroskop elektron. Virus ini adalah virus ikosahedral
tanpa pembungkus luar atau non-enveloped icosahedral. HAV stabil
dan tahan pada lingkungan kering, beku, dan pH rendah. Akan tetapi,
temperatur tinggi (>85ºC), formalin, dan klorin dapat menginaktivasi
virus.
2) Hepatitis B
Penularan hepatitis B (HBV) terjadi lewat hubungan seksual atau
kontak darah. Namun kebanyakan pasien hepatitis B kronis tertular
dari ibunya saat lahir.

7
3) Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) yang termasuk ke dalam famili
Flaviviridae, genus Hepacivirus. Risiko hepatitis C akan meningkat
pada populasi berisiko, seperti petugas kesehatan, pelajar bidang
medis, pengguna narkoba suntik, warga binaan pemasyarakatan,
pasien yang menjalani hemodialisis, pekerja seks, dan lelaki seks
dengan lelaki
4) Hepatitis D
Hepatitis D adalah virus hepatitis D atau HDV, memiliki 8 profil
genotipe yang berbeda, masing-masing dengan 2 sampai 4 subtipe.
Genotipe 1 adalah yang paling umum ditemukan di seluruh dunia,
terutama di Eropa dan Amerika Utara. Merupakan virus RNA untai
tunggal. Virus ini hanya mengkode dua protein, yakni antigen besar
dan kecil, sehingga membutuhkan bantuan virus hepatitis B atau HBV
untuk bereplikasi dan menginfeksi hepatosit.
5) Hepatitis E
Hepatitis E adalah virus hepatitis E (Hepatitis E Virus / HEV). Virus
hepatitis E adalah salah satu penyebab paling umum dari hepatitis
virus akut di negara-negara terbatas sumber daya, namun paling
sedikit didiagnosis. Transmisi terjadi fekal-oral. Di Asia, genotipe 1-4
telah dilaporkan
C. Patofisiologi
1) Hepatitis A
Virus hepatitis A (HAV) yang bereplikasi di dalam hepatosit.
Menginfeksi tubuh manusia melalui jalur fekal – oral. Ketika tertelan,
virus dari saluran pencernaan dibawa ke membran basolateral
hepatosit melalui sirkulasi portal. Kerusakan hepatoseluler, proses
apoptosis, dan inflamasi pada saat infeksi akut HAV terjadi karena
mekanisme imunitas tubuh yang berespon akan adanya virus

8
 Masa Inkubasi
Setelah bereplikasi di hati, HAV diekskresikan di empedu dan
dilepaskan melalui feses atau melewati siklus enterohepatik
kembali ke hati, hingga terjadi netralisasi virus terjadi selama 2-6
minggu dan beberapa hari gejala hepatitis akut timbul
2) Hepatitis B
Hepatitis B melibatkan paparan virus hepatitis B (HBV) melalui darah
atau cairan tubuh. Saat terpapar, tubuh akan merespon dengan
mengirimkan sel T sitotoksik dan sel natural killer (NK) untuk
melepaskan sitokin inflamasi. Semakin besar respons imun, semakin
besar peluang melawan virus.
 Masa Inkubasi
Infeksi HBV dihitung dari pajanan hingga onset gejala berada
dalam rentang 6 minggu hingga 6 bulan. Konsentrasi virus HBV
paling tinggi di dalam darah, dengan konsentrasi yang lebih
rendah pada cairan tubuh lainnya, yaitu eksudat luka, semen,
sekresi vagina, dan saliva. HBV merupakan virus yang cukup
infeksius dan lebih tahan atau stabil di lingkungan dibandingkan
dengan patogen yang menular dari darah lainnya
3) Hepatitis C
Hepatitis C diawali dengan masuknya virus hepatitis C (HCV) ke
dalam hepatosit secara endositosis. Virus hepatitis C menyebabkan
nekrosis sel melalui beberapa mekanisme, termasuk sitolisis yang
dimediasi imun, steatosis hati, stres oksidatif dan resistensi insulin.
4) Hepatitis D
Infeksi virus hepatitis D atau HDV diawali oleh infeksi hepatitis B
virus. Virus hepatitis D merupakan patogen yang defected, sehingga
membutuhkan glikoprotein virus hepatitis B atau HBV untuk replikasi.

9
Patogenesis HDV bervariasi dan tergantung pada cara infeksi HDV
dan HBV
5) Hepatitis E
Hepatitis E umumnya ditransmisikan secara fekal-oral. Masa inkubasi
virus hepatitis E (HEV) adalah 2-10 minggu, dengan rata-rata 5-6
minggu.
Setelah ingesti HEV, virus diabsorpsi melalui mukosa gastrointestinal
ke dalam sikulasi portal menuju hepar. Virus mengalami replikasi di
dalam hepar dan menyebabkan perubahan morfologi hepar, sehingga
memunculkan gejala dan tanda kolestatik dan hepatitis akut klasik.
HEV diekskresikan ke feses yang kemudian dapat menginfeksi
manusia lain secara waterborne
D. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Fisik dan Tes Darah
a. Tes Fungsi Hati
 Alanine aminotransaminase (ALT).
 Aspartat aminotransferase (AST).
 Gamma glutamyl transaminase (GGT).
 Jumlah bilirubin.
b. Tes Antibodi
 Anti HBs
c. Pencitraan
 Ultrasonografi Perut
Tes ini dapat mengevaluasi kelainan pada hati dan perut,
juga dapat mendeteksi penumpukan cairan di perut akibat
gagal hati.

1
 Computerized Axial Tomography (CT)
CT scan perut dapat mendeteksi perubahan ukuran dan
kepadatan hati, serta dapat memvisualisasikan massa
atau tanda-tanda kanker dini.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI dapat mendeteksi kelainan yang menunjukkan
disfungsi hati atau kanker.
 Biopsi hati
Adalah bagian dari jaringan yang diambil dari organ dan
dievaluasi di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi
penyakit. Jenis biopsi hati yang paling umum disebut
biopsi perkutan, yang dilakukan dengan memasukkan
jarum berlubang melalui perut ke dalam hati.
E. Terapi

1) Hepatitis A
Penatalaksanaan hepatitis A umumnya bersifat suportif, karena
penyakit ini dapat self-limited. Tidak terdapat terapi spesifik atau obat
antiviral untuk kasus hepatitis A. Penyembuhan total memerlukan
waktu sekitar 3‒6 bulan. Walaupun jarang terjadi, transplantasi hati
dapat dilakukan apabila terjadi kegagalan liver fulminant.
Bed rest penting pada saat fase akut. Perawatan di rumah sakit dan
pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan jika pasien
mengalami dehidrasi karena gejala mual dan muntah. Pasien dewasa
lebih sering memerlukan perawatan di rumah sakit karena gejala yang
timbul lebih berat daripada pasien anak.
2) Hepatitis B
Pada hepatitis B kronik, diperlukan pemberian pegylated interferon
alfa (PEG-IFN-a), entecavir, dan tenofovir

1
Infeksi hepatitis B akut dapat sembuh secara spontan pada 95% orang
dewasa sehat. Pada populasi ini, manajemennya berupa tindakan
suportif. Sedangkan, pasien dengan kondisi akut berat dan akut berat
protracted membutuhkan pengobatan antiviral.
3) Hepatitis C
Penatalaksanaan hepatitis C yang utama adalah terapi antivirus dengan
direct-acting antivirals (DAAs), seperti sofosbuvir. DAAs umumnya
digunakan dalam regimen kombinasi dengan DAAs lain untuk
meningkatkan efikasinya.
Sebelum ditemukannya all-oral DAAs, hepatitis C diterapi dengan
injeksi pegylated interferon dan ribavirin, namun terapi tersebut hanya
memiliki angka kesembuhan 40-60% serta banyak menimbulkan efek
samping seperti neutropenia, trombositopenia, anemia berat, dan efek
neurokognitif. Dengan DAAs, angka kesembuhan meningkat sampai
90-97%, efek samping lebih ringan, durasi terapi lebih singkat, serta
menurunkan penggunaan obat injeksi.
15-50% pasien hepatitis C akut dapat sembuh spontan, namun terapi
harus segera diberikan tanpa menunggu resolusi spontan. Pilihan
regimen terapi untuk hepatitis C akut sama dengan regimen terapi
untuk hepatitis C kronik
4) Hepatitis D
Penatalaksanaan definitif untuk infeksi virus hepatitis D atau HDV)
sampai saat ini belum ada yang disetujui oleh FDA, namun pada saat
ini terapi yang dilakukan pada praktik klinis sehari-hari, menggunakan
IFN-a dan peginterferon alfa-2b atau peginterferon alfa-2a untuk
infeksi HDV kronis.

1
 Berobat Jalan
Pada pasien dengan hasil deteksi antigen permukaan hepatitis B
atau HBsAg positif yang bergejala, perlu dilakukan screening
anti-HDV (hepatitis D virus). Bila anti HDV negatif dapat
ditatalaksana sesuai standard tata laksana hepatitis B. Bila anti-
HDV positif perlu diperiksa HDV RNA, bila HDV RNA negatif
dan enzim hepar dalam batas normal, maka pasien boleh berobat
jalan dan diobservasi berkala setiap 3 sampai 6 bulan.
5) Hepatitis E
Penatalaksanaan hepatitis E bergantung pada status imun pasien
(imunokompeten atau imunokompromais) dan sifat penyakit (akut
atau kronik). Hingga saat ini belum ada terapi spesifik untuk hepatitis
E. Hepatitis E umumnya bersifat akut, self-limited pada pasien
imunokompeten, dan sembuh spontan sehingga tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit. Rawat inap diperlukan pada wanita hamil
dan pada pasien hepatitis E akut yang berkembang menjadi hepatitis
fulminan.
 Penatalaksanaan Hepatitis E Akut
Penatalaksanaan hepatitis E akut pada pasien imunokompeten
lebih bersifat simtomatik dan suportif. Perlu diperhatikan
penggunaan obat-obat simtomatik seperti paracetamol harus sesuai
indikasi dan dosis yang tepat, mengingat penggunaan obat-obat
tersebut dalam dosis melebihi dosis maksimal dan jangka lama
dapat berisiko menyebabkan kerusakan hepar.

1
2.3 SIROSIS

A. Definisi
Sirosis adalah kondisi ketika organ hati telah dipenuhi dengan jaringan
parut dan tidak bisa berfungsi dengan normal. Jaringan parut ini terbentuk
akibat penyakit liver yang berkepanjangan, misalnya karena infeksi virus
hepatitis atau kecanduan alkohol.
Infeksi virus atau konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mencederai
hati secara perlahan. Normalnya, hati akan memperbaiki cedera tersebut
dengan membentuk jaringan parut. Namun, jika kerusakan terus berlanjut
atau ada kelainan pada hati, jaringan parut yang terbentuk akan makin
banyak sehingga mengganggu fungsi hati.
Bila terjadi selama bertahun-tahun, sirosis bisa menyebabkan gagal
hati. Karena hati adalah organ yang sangat vital bagi tubuh, gagal hati akan
sangat berbahaya bagi seseorang, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Namun, jika penyebabnya diobati, perkembangan sirosis dapat
dihentikan atau diperlambat.
B. Etiologi
Penyebab Srosis Hepatis secara morfologis, tidak dapat dipastikan.
Tapi ada 4 penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan sirosis
hepatis adalah:

 Hepatitis virus
Hepatitis virus (B,C,dan D) terutama tipe B sering disebut
sebagai salah satu penyebab sirosis hati.
 Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan
hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan

1
kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-
sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat
jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada
kerusakan parenkim hati.
 Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit. Hal ini disebabkan karena pola makan yang kurang
baik dapat menimbulkan berbagai jenis masalah kesehatan, salah
satunya sirosis hati. Mengatur pola makan dan kadar gula yang
dikonsumsi merupakan cara yang tepat untuk menurunkan berat
badan.
 Faktor lainnya
Faktor lainnya yang dapat memicu timbulnya penyakit ini
adalah fibrosis kistik, penumpukan zat besi, penyakit Wilson,
penyakit autoimun, sipilis, penyumbatan empedu, dan lain
sebagainya.

C. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps
dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul
dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan
pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan
hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik
1
tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada

1
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis
dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi
ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah
porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi
sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin,
mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak
memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari
daerah porta menyebar ke parenkim hati.
D. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis,
yaitu :
1. Mikronodular
Yaitu nodul-nodul yang berdiameter kurang dari 3 mm. Penyebabnya
meliputi alkohol, hemokromatosis, obstruksi biliaris, obstruksi aliran
vena hepatik, jejunoileal bypass, dan Indian childhood cirrhosis (ICC).
2. Makronodular
Yaitu nodul-nodul yang berdiameter lebih dari 3 mm. Penyebabnya
meliputi hepatis C kronis, hepatitis B kronis, defisiensi alfa-1
antitripsin, dan sirosis biliaris primer.
3. Campuran
Yaitu merupakan gabungan sirosis mikronodular dan makronodular.
Sirosis mikronodular sering berevolusi menjadi sirosis makronodular.

1
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas:
1) Sirosis hati kompensata

Yaitu hati mengalami kerusakan akan tetapi masih dapat melakukan


banyak fungsi tubuh yang penting. Sering disebut dengan Laten Sirosis
hati. Kebanyakan penderita sirosis kompensasi mengalami sedikit
gejala atau bahkan tanpa gejala dan dapat hidup selama bertahun-tahun
tanpa komplikasi serius.Pada atadiu kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.

2) Sirosis hati Dekompensata

Yaitu hati mengalami kerusakan yang parah secara luas dan tidak
dapat berfungsi dengan baik. Dikenal dengan Active Sirosis hati.
Penderita sirosis dekompensasi mengalami berbagai macam etiologi
dan komplikasi serius yang dapat mengancam jiwa. Pada stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan
ikterus.

E. Penyebab dan Gejala


Sirosis terjadi akibat kerusakan hati jangka panjang. Kerusakan ini
dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti infeksi virus hepatitis B atau
hepatitis C, konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, dan berat
badan berlebih.

Sirosis pada awalnya tidak menimbulkan gejala. Namun, jika


kerusakan hati makin parah, penderita akan mengalami lemas, mual,
muntah, dan nafsu makan menurun. Periksakan ke dokter jika gejala
tersebut tidak kunjung membaik atau malah makin memburuk. Segera ke
dokter bila muncul gejala:

1
 Kulit dan bagian putih mata menguning
 Muntah darah
 Perut membesar

F. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk sirosis hepatis meliputi
yaitu pemeriksaan lab, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lainnya seperti
radiologi, dan lain-lain. Perlu di ingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji
biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis
sirosis hepatis.

1. Darah
Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom
normositer, hipokom mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme
(lien membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah
trombosit dan leukosit kurang dari nilai normal).
a) Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan jaringan
parenkim hepar. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat
kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar
gamma GT sama dengan transaminase ini lebih sensitif tetapi
kurang spesifik.
b) Albumin
Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan
sel hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan
peningkatan kadar globulin merupakan tanda, kurangnya daya
tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.

1
c) Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE
akan turun. Pada perbaikan sel hepar, terjadi kenaikan CHE
menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah nilai
normal, mempunyai prognosis yang buruk.

d) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik


dan pembatasan garam dalam diet. Pada ensefalopati, kadar
natrium (Na) kurang dari 4 meq/l menunjukan kemungkinan
terjadi syndrome hepatorenal.
e) USG (Ultrasonografi)
f) Pemeriksaan radiologi
g) Tomografi komputerisasi
h) Magnetic resonance imaging.
i) Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis

G. Pengobatan
Pengobatan penyakit ada berbagai macam cara, yang mana cara
tersebut disesuaikan dengan penyebab timbulnya penyakit. Dalam beberapa
kasus, pengobatan yang diberikan dapat membantu mengurangi
kemungkinan kondisi yang lebih parah. Pilihan pengobatan meliputi:

1. Menurunkan kadar zat besi

Pada beberapa kasus ditimbulkan akibat kadar zat besi yang terlalu
tinggi. Maka penurunan kadar zat besi merupakan salah satu metode
pengobatan yang dapat dilakukan.

2
2. Mengubah pola hidup

Mengubah pola hidup menjadi lebih sehat merupakan salah satu


metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkenan
penyakit ini. Melakukan diet rendah lemak, makan makanan tinggi
protein, olahraga rutin, dan mengurangi konsumsi alkohol adalah
kegiatan yang dapat dilakukan.

3. Menghindari konsumsi obat-obatan

Menghindari konsumsi obat-obatan seperti beta-blocker, antiinflamasi


non-steroid (NSAID), dan obat penenang dapat mengurangi risiko
penyakit ini. Obat-obatan tersebut dapat menyebabkan gejala dan
kondisi penyakit semakin memburuk.

4. Transplantasi hati

Transplantasi hati merupakan pilihan yang perlu dipertimbangkan


ketika penyakit dalam kondisi yang parah. Pengobatan transplantasi
hati perlu diimbangi dengan pemeriksaan rutin bersama dokter.

Penyakit sirosis tidak dapat menular, kecuali jika penyebab penyakit


tersebut adalah virus hepatitis. Penyakit tersebut tidak dapat dengan
mudah disembuhkan, tetapi ada beberapa pengobatan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit. Menjaga dan
melakukan pemeriksaan kesehatan tubuh secara rutin dapat dilakukan
supaya tidak mudah terserang penyakit.

2
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan makalah tentang gangguan hati, dapat disimpulkan bahwa


gangguan hati dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti konsumsi alkohol, infeksi
virus, dan penyakit kronis seperti sirosis. Gejala gangguan hati meliputi nyeri perut,
peningkatan ukuran hati, dan peningkatan tingkat enzim hati dalam darah.

Untuk mencegah gangguan hati, saran yang dapat diberikan antara lain,
Hindari atau batasi konsumsi alcohol, Menjaga pola makan sehat dan tidak
mengonsumsi makanan berlemak berlebihan, Melakukan aktivitas fisik secara teratur,
Mencegah infeksi virus dengan menjaga kebersihan dan mengikuti vaksinasi yang
disarankan, Menjaga kesehatan kronis seperti diabetes dan obesitas, Bersosialisasi
dan mengurangi stress, Menjalani pemeriksaan rutin untuk mengetahui kondisi hati.

Saran-saran tersebut dapat membantu mencegah gangguan hati dan


memelihara kesehatan hati. Namun, jika terjadi gejala-gejala gangguan hati,
sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui diagnosis dan
pengobatan yang tepat.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. https://news.unair.ac.id/2022/03/08/manifestasi-klinis-dan-patofisiologi-
ikterus/?lang=id
2. European Association for the Study of the Liver. EASL Clinical Practice
Guidelines on hepatitis E virus infection. Journal of hepatology, 2018.
68(6), 1256–127
3. Waqar S, Sharma B, Koirala J. Hepatitis E. [Updated 2021 Jul 18].
In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532278/
4. Gilroy RK. Hepatitis A. Medscape. 2019 May.
https://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#a2
5. Shin EC, Jeong SH. Natural history, clinical manifestations, and
pathogenesis of hepatitis A. Cold Spring Harbor perspectives in medicine.
2018 Sep 1;8(9):a031708
6. https://ciputrahospital.com/sirosis-hati/
7. https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3386/penydalam-
srimaryani5.pdf?sequence=1&isAllowed=y
8. https://eprints.umm.ac.id/53888/2/BAB%20II.pdf
9. Fatima Maulidina Fajrian. Enzim Transferase dengan Bilirubin Total
Penderita Ikterus Obstruktif. https://akper-sandikarsa.e-journal.id .
10. Eka Pratiwi, dkk Indentifikasi Hepatitis A pada sindrom Penyakit Kuning
Akut. https://ejournal.unisba.ac.id .
11. Sutan Malik Maulana Syah. Acute Viral Hepatitis Caused By Hepatitis A
Virus In Children. https://juke.kedokteran.unila.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai