Anda di halaman 1dari 14

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

FAKULTAS SASTRA BUDAYA DAN KOMUNIKASI


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

KELOMPOK IV

ADESTI TASAFYA 2000030155 | TIKA OKTAVIANI 2000030118 | SINTA


ANGGRAENI 2000030132 | FADHILA IKMALINA FAZA 2000030122 | NADIA
ANZELLA PUTRI 2000030133 | NURNANINGSIH ANWAR 2000030146 |
ANNA NURHASANAH 2000030142

KOMUNIKASI ORGANISASI C

TULIS MATA KULIAH KELAS (EX: PERSONAL BRANDING A)*


TUGAS UTS (KEKUASAAN DAN PEMBERDAYAAN ORGANISASI)

PERNYATAAN:
1. Tugas ini adalah pekerjaan kami sendiri, kecuali kutipan-
kutipan yang telah disebutkan sumbernya dengan benar.
2. Tugas ini belum pernah dikumpulkan sebagian atau
seluruhnya untuk keperluan yang lain.
3. Jika terbukti tugas ini copy paste dari orang lain atau internet,
kami bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan
pelanggaran tentang plagiarisme.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.

Yogyakarta, 23 Mei 2022


Yang Menyatakan,

Sinta Anggraeni
*) Disesuaikan
1. Pendahuluan
Pentingnya komunikasi dengan manusia adalah suatu hal yang tidak bisa
dipungkiri begitu juga halnya dengan organisasi. Tidak hanya pengetahuan
dasar tentang komunikasi, pengetahuan dasar tentang organisasi sebagai suatu
lingkungan yang berstruktur, berkarakter serta fungsi tertentu adalah suatu hal
yang mendukung kelancaran komunikasi organisasi.

Proses komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi antara anggota


dan pemimpinnya. Pemimpin dan anggota organisasi dapat menjadi
komunikator atau komunikan sesuai dengan kepentingan yang ada dalam suatu
organisasi. Proses komunikasi dalam organisasi dapat terjadi dari atas ke
bawah (downward) atau dari bawah ke atas (upward) maupun linear.
Terjadinya proses komunikasi organisasi ini tidak lepas dari kekuasaan dalam
suatu organisasi. Kekuasaan organisasi ada pada jabatan masing-masing
jabatan di sebuah organisasi.
Proses komunikasi ini merupakan alat dalam membangun organisasi.
Dalam organisasi, individu yang merupakan anggota organisasi pasti
mempunyai tujuan masing-masing. Tujuan pribadi ini tidak lepas dari tujuan
organisasi karena organisasi adalah suatu wadah yang melahirkan suatu produk
berupa tujuan organisasi. Tujuan organisasi ini dapat dicapai ketika seluruh
anggota organisasi melakukan kerjasama. Tujuan organisasi tidak dapat dicapai
apabila organisasi kacau dan tidak ada keteraturan di dalamnya. Tujuan ini
tidak dapat dicapai apabila tidak ada komunikasi yang baik antar anggota serta
tidak adanya keteraturan dalam sebuah organisasi. Maka dari itu, perlu adanya
suatu kontrol dalam organisasi. Fungsi kontrol ini ada pada kekuasaan.
Kekuasaan ini dapat didelegasikan melalui seseorang (pemimpin) yang
dapat menyatukan anggota organisasi dengan kekuasaan. Dengan kekuasaan
ini, pemimpin organisasi dapat mengendalikan dan menjadi nahkoda bagi
pergerakan organisasi. Selain itu, pemimpin juga menentukan efektivitas
komunikasi, kualitas keputusan, dan efektivitas dan efisiensi implementasi
keputusan di dalam organisasi. Pemimpin organisasi ini untuk menjalankan
seluruh perannya, dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memimpin
anggotanya dan membangun organisasi dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam membangun suatu organisasi ini harus berdasar atas kesepakatan
bersama antara pimpinan dan anggotanya sehingga semua pihak akan merasa
bertanggung jawab. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan harus dapat
mengendalikan anggotanya. Hal ini tentunya tidak mudah dilakukan karena
seluruh anggota organisasi adalah individu yang mempunyai pemikiran
masing-masing.
Pemimpin dalam organisasi mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
menentukan arah perjalanan hidup organisasi. Pemimpin ini biasanya dipilih
oleh suara para anggota organisasi untuk memegang kekuasaan. “Kekuasaan”
dalam suatu organisasi merupakan bagian dari dinamika kehidupan organisasi.
Kekuasaan dalam suatu organisasi tidak dapat lahir tanpa adanya komunikasi
dari para anggotanya.
Kemudian, dalam suatu organisasi bukanlah hanya tentang kekuasaan
saja, namun organisasi juga menggambarkan kehidupan dan identitas pribadi.
Organisasi bukan hanya tempat pelayanan dan mencari keuntungan semata,
namun juga sebagai bentuk pemberdayaan bagi individu. “Pemberdayaan” ini
adalah proses yang merujuk pada cara individu menggunakan kekuasaan dalam
organisasi. Maka dari itu, kita akan menyoroti masalah kekuasaan dan
pemberdayaan dalam suatu organisasi.
2. Pembahasan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, mengatur, atau
mengendalikan dan merupakan bagian yang melekat pada proses dalam
organisasi (Pace, 2005, hlm. 272). Untuk lebih memahami apa yang dimaksud
dengan kekuasaaan, berikut adalah beberapa pengertian kekuasaan menurut
para ahli:
a. Kekuasaan adalah kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkan
dampak atau akibat pada orang lain (House, 1984).
b. Kekuasaan adalah potensi untuk mempengaruhi orang lain (Bass,
1990).
c. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain, dan kemampuan untuk mengatasi (bertahan dari) pengaruh orang
lain yang tidak diinginkan (Wagner dan Hollenbeck, 2005).
d. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
perilaku orang lain, sehingga orang lain tersebut akan berperilaku
sesuai dengan yang diharapkan oleh orang yang memiliki kekuasaan”
(Robbins dan Judge, 2007).
e. Kekuasaan merupakan hasil pengaruh yang diharapkan (Russel, 1986).
Kekuasaan mengandung suatu potensi/kemampuan yang belum tentu
efektif jika dilaksanakan, dan suatu hubungan ketergantungan. Bisa saja
seseorang memiliki suatu kekuasaan namun tidak digunakan oleh orang
tersebut. Jadi kekuasaan merupakan suatu kemampuan atau potensi yang tidak
akan terjadi jika tidak digunakan oleh orang yang memilikinya. Kekuasaan
juga merupakan suatu fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan Y
pada X, maka akan semakin besar kekuasaan X dalam hubungan tersebut. Jadi
ketergantungan didasarkan pada alternatif yang dipersepsikan oleh Y dan
pentingnya alternatif yang ditempatkan oleh Y untuk dikendalikan oleh X.
Seseorang hanya dapat memiliki kekuasaan atas diri orang lain, jika ia
dapat mengendalikan sesuatu yang diinginkan oleh orang lain tersebut. Contoh:
Orang tua memiliki kekuasaan yang sangat besar atas anaknya, pada saat anak
tersebut kuliahnya masih dibiayai oleh orang tuanya. Ketika si anak telah lulus,
dan kemudian ia bekerja serta memiliki pendapatan sendiri, maka kekuasaan
orang tua atas dirinya semakin berkurang.
2.1 Jenis Kekuasaan
a. Kekuasaan Memaksa (Coercive Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
kemampuan untuk memberikan hukuman (akibat negatif) atau
meniadakan kejadian yang positif terhadap orang lain. Pada suatu
organisasi, biasanya seseorang tunduk pada atasannya karena takut
dipecat, atau diturunkan dari jabatannya. Kekuasaan ini juga dapat
dimiliki seseorang karena ia mempunyai informasi yang sangat penting
mengenai orang lain, yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap
orang tersebut.
b. Kekuasaan Memberi Imbalan (Reward Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
kemampuan untuk mengendalikan sumber-daya yang dapat
mempengaruhi orang lain, misalnya: ia dapat menaikkan jabatan,
memberikan bonus, menaikkan gaji, atau hal-hal positif lainnya.
c. Kekuasaan Resmi (Legitimate Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
posisi sebagai pejabat pada struktur organisasi formal. Orang ini
memiliki kekuasaan resmi Untuk mengendalikan dan menggunakan
sumber-daya yang ada dalam organisasi. Kekuasaannya meliputi
kekuatan untuk memaksa dan memberi imbalan. Anggota organisasi
biasanya akan mendengarkan dan melaksanakan apa yang dikatakan
oleh pemimpinnya, karena ia memiliki kekuasaan formal dalam
organisasi yang dipimpinnya.
d. Kekuasaan karena Ahli (Expert Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
keahlian, keterampilan atau pengetahuan khusus dalam bidangnya.
Misalnya seorang ahli komputer yang bekerja pada sebuah perusahaan,
atau seorang karyawan yang memiliki kemampuan menggunakan dua
atau tiga bahasa internasional, akan memiliki expert power karena
sangat dibutuhkan oleh perusahaannya.
e. Kekuasaan karena pantas dijadikan contoh (Referent Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
sumber-daya, kepribadian yang menarik, atau karisma tertentu.
Kekuasaan ini dapat menimbulkan kekaguman pada orang tersebut, dan
membuat orang yang mengaguminya ingin menjadi seperti orang
tersebut. Misalnya seorang dengan kepribadian menarik, sering
dijadikan contoh atau model oleh orang lain dalam berperilaku.
Sedangkan menurut Boulding (1989), kekuasaan mempunyai tiga jenis
yaitu:
a. Kekuasaan bersifat menghancurkan (destruktif), kekuasaan ini
merupakan kekuasaan mengancam dan kemampuan untuk
menghancurkan.
b. Kekuasaan bersifat menghasilkan (produkti) adalah kekuasaan yang
bersifat ekonomik dan meliputi kekuasaan untuk menghasilkan dan
menjual.
c. Kekuasaan bersifat menyatukan (integratif) adalah kekuasaan yang
bersifat mendorong kesetiaan, menyatukan orang-orang bersama, dan
mampu menggerakan orang-orang kearah tujuan bersama.
2.2 Konsep Kekuasaan dan Organisasi
Konsep kekuasaan menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis
perilaku khusus. Dalam kekuasaan terdapat perbedaan gagasan yang
didasarkan pada perbedaan gagasan kausalitas (hubungan sebab akibat).
Riker (1964) mengungkapkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh
sebenarnya. Kekuasaan menyatakan beberapa pertanyaan utama seperti
apakah kekuasaan didistribusikan secara meluas atau dipegang kalangan
atas? Disengaja atau tidak disengaja? Dan lainnya (Clegg,1989).
Sedangkan Mintzberg (1983) mengemukakan bahwa konsep kekuasaan
tidak hanya mendefinisikan apakah kekuasaan itu, tetapi juga tentang siapa,
kapan dan bagaimana cara memperoleh kekuasaan. Kemudian Boulding
(1989) menambahkan bahwa masalah penentuan bagaimana kekuasaan
diperoleh sampai tingkat bagaimana anggota organisasi memperoleh apa
yang mereka inginkan. Kekuasaan tidak terletak pada manusia semata-
mata, tapi juga terletak pada struktur sosial yang memungkinkan mereka
bertindak (Lukes, 1977; Giddens, 1979, 1984) struktur ini menentukan
persoalan dalam proses pengambilan keputusan. Jadi, konsep kekuasaan
mempertimbangkan dua hal yaitu apa yang dikatakan dan apa yang tidak
dikatakan berdasarkan struktur sosial (Bachrach dan Baratz, 1962).
Kekuasaan terletak pada hubungan antar manusia dan dalam sistem sosial.
Organisasi menggambarkan nilai dan praktik tertentu pada
strukturnya yang memegang peranan dan diperkukuh oleh perilaku
organisasi. Kekuasaan terletak pada struktur ini karena struktur merupakan
daya pengendali pemegang kekuasaan. Schattschneider (1960)
Menyatakan bahwa organisasi merupakan sebuah mobilisasi prasangka
yang berarti bahwa masalah menjadi bagian dari suasana politis organisasi.
Clegg (1989) mengatakan bahwa semua teori kekuasaan adalah teori
organisasi yang mengarahkan kepada penjelasan bagaimana kepatuhan
organisasi dihasilkan untuk mengembangkan kerangka tempat
“kepatuhan” dan “perlawanan” yang mengandung timbal balik untuk
kepentingan pertumbuhan dan perjuangan organisasi.
Konsep kekuasaan organisasi tersentral pada suatu hirarki yang
membatasi pelaksanaan kekuasaan. Jabatan seseorang dalam organisasi
memungkinkan untuk melakukan kekuasaan tertentu. Namun kekuasaan
tidak dapat mempertahankan dirinya tanpa perilaku komunikasi anggota
organisasinya.
2.3 Sumber Kekuasaan Organisasi
Sumber kekuasaan terbagi menjadi dua kelompok besar (Robbins
dan Judge, 2007), yaitu:
1) Sumber kekuasaan antar individu (interpersonal sources of power).
Kekuasaan ini berasal dari kekuasaan formal dan kekuasaan personal.
Kekuasaan formal (formal power) adalah kekuasaan berdasarkan pada
posisi individu dalam organisasi yang berupa kemampuan memaksa
(coercive power), memberi imbalan (reward power), dan kekuatan
formal (legitimate power). Sedangkan kekuasaan personal adalah
kekuasaan yang berdasarkan dari karakteristik unik individu dan berasal
dari kekuasaan karena dianggap ahli (expert power), karena dijadikan
contoh (referent power).
2) Sumber kekuasaan struktural (structural sources of power). Kekuasaan
ini merupakan sumber kekuasaan yang berasal dari kelompok yang
dikenal dengan istilah intergroup atau interdepartemental. Kekuasaan
ini bersumber dari lima aspek kekuasaan yaitu ketergantungan
(dependency), kesentralan (centrality), sumber dana (financial
resources), ketidakberlanjutan (non-sustainability) dan menghadapi
ketidakpastian (copying with uncertainity).
2.4 Pemberdayaan Organisasi
Paul (1987) dalam Prijono dan Pranarka (1996) mengatakan bahwa
pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga
meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah
serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil
pembangunan.”Sedangkan konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992)
dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik
melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan
rakyat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui
partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan
langsung.

Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan


memiliki dua kecenderungan, antara lain : pertama, kecenderungan primer,
yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian
kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau
individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan
upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan
kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan
sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan
stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan
(pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk
mewujudkan kecenderungan primer harus melalui ke cenderungan
sekunder terlebih dahulu (Sumodiningrat, Gunawan, 2002).
Pemberdayaan berdampak pada efektivitas peningkatan kinerja
organisasi dengan munculnya sistem atau pola perilaku baru sebagai
manifestasi dari aturan perilaku organisasi yang kondusif untuk
mengembangkan tanggung jawab, kompetensi, dan produktivitas kerja.
Keberhasilan produktivitas organisasi menurut Michael Pacanowsky
(1988: 356-379) memiliki 6 aturan yaitu kekuasaan dan peluang dibagi
secara luas; sistem komunikasi yang penuh, terbuka, dan terdesentralisasi,;
menggunakan teknik pemecahan masalah integratif; berlatih menghadapi
berbagai tantangan dalam iklim saling percaya; memberikan hadiah dan
penghargaan sebagai dorongan kinerja tinggi dan tanggung jawab pribadi;
hikmah kebijakan dari pengalaman dan pembelajaran dari berbagai
ketidakpastian, kegamangan, kontradiksi, dan paradoks organisasi. Proses
pemberdayaan mempunyai 5 tahap yang membutuhkan kepekaan dan
kejelian pemimpin dalam menentukan pilihan tentang gaya komunikasi,
kepemimpinan, dan motivasi.

Gambar Tabel Lima Tahap Pemberdayaan Jay Conger dan Rabindra


Kanugo (1988: 411-428)

Pemberdayaan dipercayai akan menumbuhkan hubungan yang


bercirikan tolong menolong, partisipasi, kepercayaan dan keterlibatan
pekerja yang akan mendorong terjadinya suasana kerja yang positif. Hal
ini disebabkan timbulnya perasaan saling mendukung sesama rekan
pekerja, mengurangi tingkat depresi serta mengurangi perpindahan kerja
yang akhirnya memberikan impak positif kepada perusahaan dan
pelanggan (Nurdin, 2018).

2.5 Komunikasi dan Pelaksanaan Kekuasaan


Komunikasi menjadi salah satu hal penting dalam menjalin
hubungan baik secara internal maupun eksternal organisasi. Komunikasi
bisa menyebabkan sesuatu hal jadi tampak nyata, karena dengan
berkomunikasi menciptakan pemahaman satu sama lain. Berbicara terkait
komunikasi, secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin
“communicatio” yang berarti sama. Kata “sama” yang dimaksudkan
adalah “sama makna”. Jadi dalam pengertian ini, komunikasi berlangsung
ketika orang-orang di dalamnya memiliki pemahaman yang sama tentang
suatu hal yang tengah dikomunikasikan, maka hubungan antara mereka
bersifat komunikatif. Sebaliknya, jika ada pihak yang kurang mengerti
tentang suatu hal yang sedang dikomunikasikan, berarti komunikasi
kurang berjalan, dan hubungan antara orang yang terlibat tidak
komunikatif (Nurhadi & Kurniawan, 2017).

Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menyebarluaskan


informasi. Baik itu implementasinya gagasan atau perilaku. Komunikasi
yang baik akan mempengaruhi komunikator dan komunikan paham
maksud dan tujuan yang sedang diperbincangkan. Hal ini bisa
mempengaruhi perilaku antar individu. Kebutuhan komunikasi banyak
berkaitan di semua aspek. Tanpa adanya komunikasi, jaringan tidak akan
luas, relasi tidak akan banyak, adanya perbedaan yang memungkinkan
kesalahpahaman terjadi karena tidak ada komunikasi yang efektif.
Sehingga komunikasi begitu penting dalam kehidupan bersosialisasi.

Dalam suatu organisasi, komunikasi bukan hanya sebagai


penyebaran informasi, namun juga memiliki maksud tertentu. Seperti
memberikan suatu arahan atau instruksi. Menurut Goldhaber komunikasi
organisasi bisa diartikan proses menciptakan pesan dalam satu jaringan.
Hubungan yang saling ketergantungan untuk mengatasi lingkungan yang
belum tentu konsisten. Komunikasi organisasi disebut juga sebagai
penafsiran dari beberapa bagian yang ikut serta dalam organisasi tersebut.
Sehingga menciptakan suatu makna dan interaksi sehingga bisa menjaga
atau mengubah suatu sistem dalam organisasi tersebut (Zahara, 2018).

Organisasi pasti mengalami perubahan entah jangka panjang maupun


pendek. Perubahan organisasi menjadi tanda bahwa dalam prosesnya
dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan dan perilaku di dalamnya. Tidak
dipungkiri suatu organisasi di masa depan akan menemukan dan
menghadapi tantangan yang menyebabkan perusahaan atau lembaga
mencari bentuk organisasi dan ide lain dalam mengelola sumber daya
manusia yang tersedia. Menurut Clegg, Hardy & Nord (1996) menyatakan
bahwa dalam perubahan organisasi, kekuasaan umum yang digunakan oleh
jabatan yang ada di organisasi itu mempengaruhi proses dalam perubahan
dengan menggunakan taktik kekuasaan. Kekuasaan sendiri berarti
kemampuan diri untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang , sehingga tingkah laku tersebut menjadi sesuai dengan
keinginan dan tujuan dari pemilik kekuasaan itu. Dalam proses perubahan
yang terjadi, manusia berperilaku untuk memberikan pengaruh kepada
orang lain. Akibat tindakan tersebut, konsep kekuasaan ternyata
melibatkan kekuasaan orang lain. Selain itu terdapat dampak positif yaitu
menyebabkan kepatuhan dan komitmen terhadap perubahan Terdapat lima
perspektif dinamika kekuasaan suatu organisasi. Adapun lima perspektif
tersebut sebagai berikut: (Farid, Rahman, Raehani, & Febrianti, 2020).

1. Perspektif pertama, kewenangan yang digunakan dan kekuasaan yang


sah dari agen. Dalam hal ini perubahan organisasi dipengaruhi oleh
atasan, sebut saja manajer dan saling membutuhkan kekuatan posisi
mereka untuk melakukan perubahan.
2. Perspektif kedua, basis kekuasaan sebagai titik awal. Maksudnya
kekuatan pribadi diperlukan untuk melakukan perubahan di organisasi.
3. Perspektif ketiga, manajemen organisasi dimana melakukan
pembagian kekuasaan dalam organisasi dan penggunaan kekuasaan
oleh lembaga sebagai pengontrol. Penggunaan kekuasaan terlihat
ketika ada kelompok dengan kepentingan berbeda dengan saling tawar
menawar atau negosiasi untuk melakukan perubahan.

Pada dasarnya selain orang-orang penting yang memegang


kekuasaan untuk melakukan perubahan, juga adanya komunikasi yang
baik terjalin. Jalinan komunikasi ini bisa mempengaruhi pelaksanaan
kekuasaan dalam suatu organisasi. Bagaimana komunikasi yang dibagun
dari bawah ke atasa maupun atas ke bawah dan bisa saling bekerja sama
serta berkolaborasi. Pada tingkat tertinggi kekuasaan, tugas pemimpin
yaitu pada tingkat tertinggi kekuasaan, tugas pemimpin yaitu menentukan
keputusan berdasarkan yang telah dimusyawarahkan dan juga usulan dari
beberapa pihak. Ada tiga tipe komunikasi di dalamnya, antara lain,
perintah komunikasi untuk mengembangkan kebijakan lalu
menggambarkan dan menetapkan rencana keputusan, memastikan
komunikasi tepat sasaran, dan mengevaluasi hasil komunikasi, mencari
efektivitasnya seperti apa sehingga bisa membuat perubahan dasar untuk
yang akan datang. Jadi membangun komunikasi dan pelaksanaan dalam
kekuasaan juga harus memiliki persuasi yang efektif dan tata bahasa yang
baik, karena komunikasi menjadi suatu hal yang penting untuk
mewujudkan pelaksanaan kekuasaan dan mampu untuk membuktikan
kredibilitasnya, sehingga akan adanya kemudahan berkomunikasi yang
efektif demi kelancaran hubungan dari staf ke kekuasaan tertinggi maupun
sebaliknya di dalam suatu organisasi dan penerapan kekuasaan yang ada
(Nurrohim & Anatan, 2009). Serta komunikasi dengan mampu
menempatkan seseorang dalam posisinya merupakan wujud dari
kekuasaan itu sendiri.

3. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tentang kekuasaan, bisa disimpulkan bahwa
kekuasaan bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan atau
mempengaruhi bagian yang ada di dalam suatu organisasi yang mempunyai
beberapa jenis kekuasaan seperti kekuasaan memaksa, kekuasaan resmi,
kekuasaan ahli, kekuasaan imbalan, kekuasaan merusak, kekuasaan produktif,
dan kekuasaan integratif. Kekuasan bukan hanya tentang jabatan saja, tetapi
sumber daya manusia yang mumpuni dan bisa memposisikan diri di dalam
struktur sosial masing-masing. Struktur organisasi juga berperan penting untuk
keberhasilan organisasi, karena di dalamnya juga terdapat norma atau aturan
yang bisa mengendalikan, dan keberlangsungan komunikasi yang terjadi maka
timbulah perubahan yang ada di dalamnya serta inovasi yang akan datang.
Kekuasaan bisa terbilang positif jika hal tersebut dikembangkan dengan baik,
diurus dengan semestinya, dan ditegakkan norma yang berlaku. Sehingga hal
tersebut melatih tanggung jawab peserta organisasi yang ada di dalamnya.

Pembagian Tugas:
1. Pendahuluan: Tika Oktaviani
2. Pembahasan:
2. Definisi Kekuasaan: Sinta Anggraeni
2.1 Jenis Kekuasaan: Nadia Anzella Putri
2.2 Sumber Kekuasaan: Anna Nurhasanah
2.3 Konsep Kekuasaan: Sinta Anggraeni
2.4 Pemberdayaan Organisasi: Adesti Tasafya
2.5 Komunikasi dan Pelaksanaan Kekuasaan: Fadhila Ikmalina Faza
3. Kesimpulan: Nurnaningsih Anwar
4. Editor: Sinta Anggraeni dan Adesti Tasafya
Daftar Pustaka

Farid, Rahman, A., Raehani, C., & Febrianti, D. (2020). Dinamika kekuasaan
dalam perubahan organisasi. Jurnal Sinar Manajemen, 89-92.

Hadi, A. P. (2010). Konsep pemberdayaan, partisipasi dan kelembagaan dalam


pembangunan. Jurnal Yayasan Agribisnis Pusat Pengembangan
Masyarakat Agrikarya (PPMA).

Hardjana, A. (2019). Komunikasi Dalam Organisasi (Cetakan pertama). Depok:


Penerbit RajaGrafindo Persada.

Isi, D., Redaksi, P., Karakter, M., Melalui, B., Kurikulum, B., Biologi, P.,
Berbasis, K., Suatu, K., & Pendidikan, D. I. (2005). Ed uca re. Jurnal
Pendidikan Dan Budaya, 3(116), 53.

Marianti, M.M. (2011). Kekuasaan dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam
Organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis, 7(1), 51.

Nurdin, R. (2018). Pemberdayaan , Kepemimpinan Dan Konseptual. Manajemen


Dan Inovasi, 9(1), 60–74.

Nurhadi, Z. F., & Kurniawan, A. W. (2017). Kajian Tentang Efektivitas Pesan


Dalam Komunikasi. Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian, 91.

Nurrohim, H., & Anatan, L. (2009). Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi.


Jurnal Manajemen, 6.

Pace, R.W, & Faules, D.F. (Ed.). (2005). Komunikasi Organisasi Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Cetakan keempat). Jakarta: Penerbit
Rosda.

Zahara, E. (2018). Peranan Komunikasi Organisasi Bagi pimpinan Organisasi.


Jurnal Warta, 3.

Anda mungkin juga menyukai