Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ISLAM DALAM MENJAMIN KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT


DALAM KONTEKS KEHIDUPAN MODERN”
MATA KULIAH AGAMA

Dosen Pengampu:
Moh. Hasan M., M.Pd.I.

Disusun Oleh :
Naylatus Surur 2022060007
Mazroatun Nisrin 2022060010

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


UNIVERSITAS GRESIK
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami. Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua
itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Gresik, 20 Februari 2023

Penyusun.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER......................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

1.1. LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 4


1.2. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................... 5
1.3. TUJUAN ............................................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 6

2.1. DEFINISI KEBAHAGIAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM .......................................................... 6


2.1.1. Kebahagiaan Dunia dan Akhirat ........................................................................ 7
2.2. CARA MERAIH KEBAHAGIAAN .................................................................................................. 8
2.2.1. Kunci Bahagia adalah Hati yang Bersih ............................................................ 9
2.3. PERAN ISLAM DI KEHIDUPAN MODERN ................................................................................. 10
2.4. ISLAM DALAM MENJAMIN KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT DALAM KONTEKS
KEHIDUPAN MODERN................................................................................................................. 12

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebahagiaan adalah hak setiap orang. Setiap manusia pasti mendambakan kehidupan dan
perasaan yang Bahagia dalam hidup mereka. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Personal
Growth, ditemukan bahwa aspek-aspek yang berkontribusi terhadap kebahagiaan seseorang antara
lain 90,4% memiliki rumah yang bagus, sebanyak 83% kekayaan finansial, dan 66,2% prestasi
akademik dan profesional. Pengertian tersebut memberikan kesimpulan bahwa bagi banyak orang
Bahagia sering dikaitkan dengan hal – hal yang bersifat duniawi. Orang yang memiliki rumah yang
bagus, pekerjaan yang baik, prestasi yang banyak, kedudukan tinggi, dan popularitas dianggap
sebagai orang yang berbahagia. Namun apakah kebahagiaan duniawi saja cukup untuk dapat
dikatakan sebagai kebahagiaan yang hakiki? Kebahagiaan yang kita rasakan di dunia dan bersifat
duniawi merupakan kebahagiaan yang sifatnya hanyalah sementara.
Bahagia yang kita rasakan di dunia ditandai dengan perasaan kecukupan, kepuasan, serta
cinta terhadap suatu hal. Sedangkan dalam pandangan islam, Bahagia adalah saat kita sebagai
muslim dapat mempertahankan keimanan atau keyakinan dan mampu melaksanakan perilaku yang
sesuai dengan keyakinan kita. Kebahagiaan yang dimaksud adalah sejauh apa kita yakin terhadap
ketentuan – ketentuan yang Allah SWT berikan di setiap langkah kehidupan kita. Sebagai seorang
muslim, percaya akan adanya dunia akhirat merupakan hal mutlak yang harus diimani. Hakikat
makna kebahagiaan terletak pada kebahagiaan akhirat. Menurut Imam Al – Ghazali, kebahagiaan
akhirat adalah nikmat yang tidak perlu untuk dipikirkan, akan tetapi cukup diyakini saja. Sebab
hanya dengan meyakininya saja sudah menjadi kebahagiaan tersendiri atau nantinya akan
melahirkan kebahagiaan.
Agama mempunyai peran penting dalam mengatur dan mengarahkan kehidupan sosial.
Agama juga berperan dalam menolong dan menjaga norma – norma sosial dan kontrol sosial.
Prinsip – prinsip islam yang kita yakini juga akan menjadi pedoman kita dalam menemukan arti
kebahagiaan yang sesungguhnya. Seiring berkembangnya zaman, sebagai muslim kita harus
menyadari bahwa berpedoman pada aturan agama akan membuat kita untuk tetap hidup dengan
berpegang pada nillai – nilai ajaran islam sehingga kita tidak hanya berfokus pad hal – hal duniawi
saja. Akan tetapi juga mengejar nilai akhirat.
Manusia modern saat ini dihadapkan dengan berbagai persoalan salah satunya adalah
tentang pencarian makna kebahagiaan. Pola kehidupan modern yang begitu hedonis menjadikan
tatanan manusia sekarang dihadapkan dengan idealitas semu yang hanya menginginkan
kesenangan duniawi semata. Akibatnya banyak Sebagian orang seperti berada dalam
keseimbangan yang palsu. Kepalsuan ini akhirnya menjebak manusia dan menyeretnya ke dalam
dimensi keringnya nilai spiritual dan tak lagi mampu mencapai tahap kebahagiaan. Makalah ini
disusun penulis dengan tujuan mengajak pembaca untuk meyakini bahwa islam sebagai agama
yang kita anut bisa menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat dalam konteks kehidupan modern.
Sehingga manusia di zaman sekarang mampu membawa dirinya menuju kebahagiaan yang hakiki,
bukan hanya kebahagiaan yang semu.

4
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebahagiaan dunia dan akhirat?
2. Bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan?
3. Bagaimana peran Islam di kehidupan modern?
4. Bagaimana Islam menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat dalam konteks kehidupan
modern?

1.3. Tujuan
1. Memahami pengertian kebahagiaan dunia dan akhirat
2. Mengetahui bagaimana cara agar mendapatkan kebahagiaa
3. Memahami peran Islam dalam kehidupan modern
4. Memahami bagaimana Islam bisa menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat dalam
konteks kehidupan modern.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kebahagiaan dalam Perspektif Islam

Kebahagiaan merupakan kebutuhan asasi umat manusia. Banyak persepsi soal kebahagian.
Sebagiannya sangat berorientasi pada duniawi. Sebagiannya ukhrawi, tak sedikit bahkan nihil
orientasi. Dalam tradisi Islam, kebahagiaan pada dasarnya merujuk pada salah satu kata dalam
bahasa Arab yang disebut Sa’adah yang merupakan kata bentukan dari suku kata Sa’ada, yang
berarti bahagia. Definisi bahagia, dalam tradisi ilmu tasawuf, seperti yang disampaikan Imam al-
Ghazali, dalam karyanya yang monumental Ihya Ulumiddin, merupakan sebuah kondisi spiritual,
saat manusia berada dalam satu puncak ketakwaan. Bahagia merupakan kenikmatan dari Allah
SWT. Kebahagiaan itu adalah manifestasi berharga dari mengingat Allah. Menurut tokoh bergelar
Hujjatul Islam ini, puncak kebahagiaan manusia adalah jika ia berhasil mencapai tahap makrifat,
telah mengenal Allah SWT.
Dinamika kebahagiaan hidup manusia tampak begitu bervariasi, beraneka ragam dan
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada orang-orang yang menganggap kebahagiaan adalah
karir yang tinggi, studi yang sukses, harta yang banyak, memiliki keluarga yang harmonis, bahkan
ada yang menyatakan sebagai suatu kebahagiaan bila dapat melewati hari tanpa adanya masalah.
Setiap orang memiliki konsep kebahagiaan yang ingin ia capai. Hal itu dilatarbelakangi oleh
kondisi seseorang yang menyangkut latar sosial, budaya, agama, suasana hati dan jiwa, bahkan
pendidikannya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata bahagia diartikan dengan
keadaan atau perasaan senang tentram yakni bebas dari segala macam yang menyusahkan.
Sehingga kata kebahagiaan yang mendapat awalan ke dan akhiran an diartikan dengan kesenangan
dan ketentraman hidup lahir dan batin, keberuntungan, serta kemujuran.
Sebuah syair dalam bahasa Arab menyebutkan, “Wa-lastu araa as-sa’adata jam’u maalin
wa-laakin at-tuqaa lahiya as-sa’iidu”. Artinya, kebahagiaan bukanlah mengumpulkan harta benda,
tetapi takwa kepada Allah. Selain itu, definisi kebahagian juga dicoba diuraikan oleh para pemikir
Muslim masa kini. Cendekiawan Muslim asal Bogor, Prof Syed Muhammad Naquib Al-Attas,
mendefinisikan kebahagiaan sebagai kesejahteraan yang bukan hanya lahiriah. Kebahagiaan tidak
merujuk pada ketenangan pikiran, ini adalah keyakinan diri akan hakikat segala yang
ada. Kebahagiaan adalah keadaan diri yang yakin akan Allah. Kebahagiaan datang sebagai
penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan dan menuruti batinnya.
Kebahagiaan merupakan kondisi hati yang dipenuhi dengan iman dan berperilaku sesuai dengan
keyakinannya itu. Kebahagiaan ialah keyakinan akan kebenaran akhir dan pemenuhan tindakan
dalam kesesuaian dengan keyakinan tersebut. Kebahagiaan adalah kondisi permanen kesadaran
yang alamiah terhadap apa yang permanen dalam manusia dan diterima hati (qalb). Kebahagiaan
merupakan kedamaian dan keamanan serta ketenangan hati (tuma’ninah). Kebahagiaan
mengakibatkan seseorang mengenal Allah. Kebahagiaan memunculkan keimanan. Pun,
kebahagiaan merupakan pengenalan tentang Tuhan sebagaimana Dia menggambarkan diri-Nya
dalam wahyu. Selain itu, juga mengetahui tempat yang benar dan tepat dalam alam ciptaan dan
hubungan yang tepat dengan Pencipta.

6
2.1.1. Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Kebahagian dalam hidup manusia merupakan faktor terpenting serta tujuan hidup utama
manusia. Kebahagiaan menjadi faktor terpenting dalam hidup, sebab seutuhnya semua orang
mendambakan kebahagiaan baik dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan sendiri merupakan suatu
hal yang tidak dapat di tunggu atau terjadi secara kebetulan, melainkan buah dari suatu usaha yang
dibangun secara kuat dan terus menerus. Dalam persepektif Islam, kebahagiaan yang hakiki dapat
diraih saat manusia sendiri dapat mengenali dirinya, Tuhannya, dan akhirat. Untuk mencapai
tingkat kebahagiaan sebenarnya sudah tercantum dalam do’a yang sering kita baca setelah shalat
yaitu melalui do’a sapu jagad yang berbunyi “Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah, wafil aakhirati
hasanah, waqinaa ‘adzaa bannaar” (Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat
serta peliharalah kami dari siksa api neraka). Dalam isi do’a sapu jagad tersebut mencakup tujuan
hidup manusia yaitu memohon kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tinggal bagaimana kita sebagai
hamba melalui permohonan do’a tersebut di perjuangkan sebenar-benarnya atau tidak. Maka dari
itu, dibutuhkan kesungguhan (jihad) kita dalam mengimplementasikan setiap do’a yang kita
panjatkan.
Menurut Imam Al Ghazali “kebahagiaan” yang tertuang dalam intisari doa sapu jagad
sejatinya terdiri dari empat kategori atau golongan. Bagaimana kita menempatkan dan
memantapkan potensi pilihan kita untuk memilih “kebahagiaan” sesuai yang kita inginkan.
Adapun empat kebahagiaan menurut Imam Al Ghazali sendiri sebagai berikut:
Pertama, golongan ‫( ﺳﻌﯿﺪ ﻓﯽ ادﻧﯿﺎ وﺷﻘﯽ ﻓﻰ اﻻﺧﺮة‬orang yang bahagia di dunia dan sengsara di
akhirat). Golongan yang pertama ini biasanya orang yang ketika hidupnya hanya terlena akan
gemerlapnya kehidupan dunia, sehingga terlena dan lupa akan akhiratnya. Namun tanpa kita sadari
kehidupan di dunia yang kita nikmati ini merupakan setetes dari luas nikamt akhirat yang Allah
SWT milik. Pelaku dalam kategori ini, salah satunya yaitu kaum hodenisme yang hanya
mengedepankan hawa nafsu semata untuk kepuasan pribadi. Ciri-ciri orang yang seperti ini
biasanya tidak takut berbuat bohong, maksiat, minum-minuman keras, dan perbuatan dosa lainya.
Kedua, golongan ‫( ﺷﻘﯽ ﻓﯽ ادﻧﯿﺎ وﺳﻌﯿﺪ ﻓﻰ اﻻﺧﺮة‬sengsara di dunia dan bahagia di akhirat).
Golongan yang kedua ini merupakan orang yang ketika di dunianya sengsara akan tetapi Allah
SWT memberikan kebahagian di akhiratnya kelak. Golongan ini yaitu orang-orang yang diberikan
kekurangan oleh Allah SWT berupa kekurangan nikmat harta/miskin semasa hidupnya. Akan
tetapi, ketika orang tersebut masih bersyukur, sabar ketika di timpa musibah, tidak ingkar kepada
Allah, serta selalu menjalankan segala kewajiban semasa hidupnya. Sehingga Allah memberikan
balasan kenikmatan yang amat banyak berupa “kebahagiaan di akhirat”.
Ketiga, golongan ‫( ﺷﻘﯽ ﻓﯽ ادﻧﯿﺎ وﺷﻘﻲ ﻓﻰ اﻻﺧﺮة‬sengsara di dunia dan sengsara di akhirat).
Golongan yang ketiga ini merupakan golongan yang paling rendah. Orang-orang seperti ini
merupakan kategori orang yang merugi. Sebab kategori ini diisi oleh mereka yang miskin dalam
imannya dan duniawinya. Bahkan dalam keadaanya seperti itu masih saja menyombongkan segala
kekurangannya dan sombong dalam kesengsaraannya. Sifat-sifat orang seperti ini yang perlu kita
hindari, karena dalam kesempitan hidupnya, mereka masih saja lupa dan tidak mau menjalankan
perintah Allah. Tidak ada sedikitpun do’a yang di panjatkan memohon belas kasih atas musibah
yang Allah SWT berikan kepadanya. Dalam keadaan seperti itu mereka malah selalu melakukan
hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT dan lupa bahwa Allahlah yang memberikan kenikmatan

7
hidup. Sehingga Allah memberikan balasan kesengsaraan baik dunia maupun akhirat.
Na’udzubillah…. Semoga kita semua dijauhkan dari golongan orang yang ketiga. Aamiin.
Keempat, golongan ‫( ﺳﻌﯿﺪ ﻓﯽ ادﻧﯿﺎ وﺳﻌﯿﺪ ﻓﻰ اﻻﺧﺮة‬bahagia di dunia dan bahagia pula di akhirat).
Yang terakhir ini yaitu salah satu golongan yang diberikan keistimewaan oleh Allah. Mereka
adalah orang yang di dunia dan akhiratnya mendapatkan sebuah keistimewaan berupa
“kebahagiaan.” Inilah kategori yang kita panjatkan dalam doa sapu jagad. Semasa di dunia, mereka
diberikan kenikmatan berupa nikmat harta benda, sehat, dan kenikmatan duniawi yang lainnya.
Mereka tetap beriman dan tidak lupa kepada Allah. Mereka selalu ingat apa yang Allah berikan
semasa hidupnya hanyalah sebuah titipan yang tidak selamanya selalu ada. Bahkan harta yang ia
punya digunakan untuk sedekah, membantu saudara yang membutuhkan, digunakan untuk
kemaslahatan orang-orang di sekitarnya. Mereka senantiasa menengok tetangga yang sedang sakit
dan mendo’akannya. Dalam kehidupan dunia Allah SWT telah menjanjikan kebahagian bagi
orang-orang beriman dan selalu beramal shalih.
‫ﺴِﻦ‬ َ ً ‫ﺻﺎِﻟًﺤﺎ ِﻣْﻦ ذََﻛٍﺮ أ َْو أ ُْﻧﺜ َٰﻰ َوُھَﻮ ُﻣْﺆِﻣٌﻦ ﻓَﻠَﻨُْﺤِﯿﯿَﻨﱠﮫُ َﺣﯿَﺎة‬
َ ‫ط ِﯿّﺒَﺔً ۖ َوﻟَﻨَْﺠِﺰﯾَﻨﱠُﮭْﻢ أ َْﺟَﺮُھْﻢ ِﺑﺄ َْﺣ‬ َ ‫َﻣْﻦ َﻋِﻤَﻞ‬
‫َﻣﺎ َﻛﺎﻧُﻮا ﯾَْﻌَﻤﻠُﻮَن‬
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.” (Qs An-Nahl [16]:97). Dalam ayat tersebut Allah SWT menegaskan
bahwa orang yang beriman dan beramal shalih akan dihidupkan di dunia dengan kehidupan yang
baik, bahagia, tenang, tentram meski hartanya sedikit. Golongan inilah semasa hidupmya
senantiasa mengoptimalkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai kebahagiaan baik dunia
maupun akhirat.

2.2. Cara Meraih Kebahagiaan


Setiap manusia pasti ingin bahagia dan menikmati kebahagiaan —bahkan bila perlu
selamanya. Bahagia ialah keadaan atau perasaan senang dan tenteram; bebas dari segala hal yang
menyusahkan (KBBI). Pakar psikologi menyebutnya dengan kondisi psikologis yang positif;
ditandai oleh tingginya kepuasan terhadap masa lalu, tingginya tingkat emosi positif, dan
rendahnya tingkat emosi negatif. Bahagia adalah penilaian terhadap diri sendiri dan kehidupannya,
yang memuat emosi positif, seperti kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap, maupun
aktivitas positif yang tidak memuat emosi apa pun, seperti absorpsi dan keterlibatan (Seligman,
2005). Sayangnya, untuk mencapai kondisi bahagia itu, kita sering terjebak pada makna “bahagia”
yang cenderung hedonis-materialistik. Bahagia yang diukur dengan banyaknya materi (uang,
deposito, properti, investasi)—yang terletak pada Ujung-Ujungnya Duit (UUD) alias Cuan.
Bahagia yang diperoleh ketika telah mapan ekonominya, tajir atau “the have”. Bahagia yang
sebatas di dunia tetapi tidak sampai di akhirat. Makna bahagia seperti ini tentu saja semu. Sebab,
tajir atau “the have” yang sakit-sakitan atau “pesakitan” pasti tidak bahagia. Begitu pula yang
proyeknya gagal, bisnisnya macet, atau koleganya berkhianat.
Alquran menyebut fenomena bahagia tersebut sebagai kenikmatan dunia yang sedikit
(mataa‘un qaliil) atau bahagia yang semu (sementara), bukan kenikmatan hakiki yang abadi.

8
Tentang kenikmatan duniawi, Allah Swt. befirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan pada hal-hal yang diingini (nafsu), yaitu wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran
[3]: 14). Kecintaan pada materi duniawi seringkali membuat kita buta tentang makna kebahagiaan
sejati. Kita pun mudah terpesona dan terpukau oleh keindahan dunia dan gemerlapnya, sehingga
melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena
sibuk mengurus harta, tahta, dan wanita, kita lupa untuk berbagi senyum kepada saudara kita
sesama muslim, lalu dalam hati kita tumbuh sifat-sifat iri, dengki, ria, hasud, bakhil, bangga diri,
hingga sombong. Padahal, sifat-sifat ini pertanda hati kita sakit, sedangkan orang yang hatinya
sakit niscaya tidak bahagia hidupnya.
2.2.1. Kunci Bahagia adalah Hati yang Bersih
Islam mengajari kita untuk bersuci (wudu, tayamum, mandi), mengerjakan salat,
membaca Alquran, mengingat Allah, dan melakukan amal saleh lainnya, semata agar kita mampu
meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun, para ulama menilai bahwa kunci kebahagiaan
adalah hati yang bersih (qalbun saliim). Ketika hati kita bersih (suci), jiwa kita akan terbebas dari
segala hal yang menyusahkan, menyedihkan, dan membuat kita menderita. Pada titik ini, rasa
marah, tegang, kesal, dengki, ria, hasud, bakhil, bangga diri, dan sombong akan berkurang,
sedangkan emosi yang positif, seperti kasih sayang, kecintaan, dan kedamaian, akan tumbuh dan
meningkat.
Hati yang bersih (suci), menurut Imam Al-Ghazali (505 H/1111 H) di dalam
adikaryanya, Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, merupakan sumber berbagai perilaku positif atau akhlak terpuji.
Hati yang bersih menjadi lokomotif dari semua gerakan positif tangan, kaki, mata, telinga, otak,
hingga jiwa. Dari hati yang bersih, segala macam kebaikan terpancar. Inilah hati yang menerima
dan memantulkan cahaya Ilahi; ilmu-Nya dan taufik-Nya. Inilah hati yang selalu mengajak kita
pada kebenaran dan kebajikan, sekaligus menolak kebatilan dan kemungkaran. Inilah hati yang
berbahagia.
2.2.2. 7 Cara Meraih Bahagia Dunia-Akhirat
Ada 7 cara untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yaitu:
Pertama, mencari rezeki yang halal. Mencari rezeki yang halal akan mengantarkan kita
pada keberkahan, dan keberkahan akan membawa kita pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Di dunia, rezeki halal jelas bersihnya dari kecurangan dan kezaliman kepada pihak lain sehingga
di akhirat pun akan selamat, tidak dihisab (diperiksa) secara ketat. Rezeki halal yang dikonsumsi
oleh tubuh kita juga akan membentuk darah, tulang, dan daging yang baik dan berkah sehingga
memproduksi energi dan emosi yang positif.
Kedua, bersikap Qanaah, artinya menerima apa pun pemberian Allah, baik terkait kondisi
tubuh dan paras kita (ganteng/cantik, biasa, jelek) maupun ketentuan Allah SWT. tentang umur,
jodoh, rezeki, pasangan hidup, dan keturunan kita. Sikap Qanaah akan membawa kita pada rasa
nyaman, puas, dan bahagia. Sebaliknya, sikap tidak qanaah akan membawa kita pada perasaan
tidak puas, rakus, dan serakah. Akibatnya, nuansa batin akan mudah gelisah dan ingin menuntut
yang lebih.

9
Ketiga, bersikap, Ikhlas artinya sikap tulus (murni) ketika berurusan dengan pihak lain.
Nabi SAW. pernah menyebut seorang sahabat yang diprediksi sebagai ahli surga. Setelah diselidiki
selama tiga hari tiga malam, sahabat itu ternyata minim amalan salat malam dan puasa sunnah.
Namun, ia memiliki hati yang sangat ikhlas. Sebelum tidur, ia selalu ikhlaskan apa saja perlakuan
orang lain kepada dirinya, hingga ia tak pernah menyimpan dendam (kenangan pahit). Dari sini,
keikhlasan membawa kebahagian di dunia dan di akhirat.
Keempat, menguatkan takwa. Takwa adalah kunci surga. Orang yang bertakwa akan diberi
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bila ia menghadapi masalah pelik, Allah SWT. pasti akan
memberinya solusi. Bila ia kesulitan ekonomi, Allah pasti akan memberi rezeki yang datang secara
tidak terduga (QS Al-Thalaq: 2-3). Orang yang bertakwa juga pasti disediakan surga yang sangat
luas (QS Ali Imran: 133).
Kelima, selalu bersabar. Orang yang selalu bersabar akan memperoleh kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Menurut Ali bin Abi Thalib, ketika bersabar menghadapi ujian (musibah),
kita akan diberi 100 derajat kemuliaan. Ketika bersabar melaksanakan ketaatan, kita akan
ditambah lagi 100 derajat. Ketika bersabar meninggalkan kemungkaran, kita akan ditambah lagi
100 derajat. Yang pasti, Allah SWT. bersama (menolong) orang-orang yang bersabar (QS Al-
Anfal: 46). Jadi, orang yang sabar pasti bahagia.
Keenam, selalu bersyukur. Orang yang selalu bersyukur niscaya hidupnya akan berkah
dan bahagia. Syukur, artinya: berterima kasih kepada Allah SWT. atas limpahan nikmat dan
karunia-Nya. Bersyukur dapat dilakukan dengan meningkatkan ibadah wajib atau ibadah sunah,
seperti bersedekah, menyantuni anak yatim, dan membantu fakir miskin. Bersyukur akan
membawa hidup semakin berkah dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.
Ketujuh, selalu berzikir. Orang yang selalu berzikir akan mencapai kedamaian batiniah dan
kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti dinyatakan dalam QS Ar-Ra’d: 28,
hanya dengan berzikir kepada Allah, hati kita akan mencapai ketenangan (kebahagiaan). Ketika
hati selalu berzikir, ia akan menuju kondisi aktif dan pasif. Aktif, artinya: hati kita akan mendekati
Allah. Pasif, artinya: hati kita akan didekati oleh cahaya (ilmu) Allah. Dalam sebuah riwayat
dikatakan: “Orang yang bahagia (as-sa‘iid) ialah yang hatinya selalu mendekati Allah, sedangkan
orang yang paling bahagia (al-as‘ad) ialah orang yang hatinya selalu didekati oleh (cahaya) Allah.”

2.3. Peran Islam di Kehidupan Modern


Di era modernisasi ini agama masih menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Di
tengah kehidupan yang terus berubah karena perkembngan ini, agama dapat menajdi setitik
kepastian yang dapat manusia pegang. Modernisasi dapat memberikan dua kemungkinan bagi
agama, yang pertama, agama dapat dengan mudah disebarluaskan secara global dengan segala
kemungkinan teknologi informasi saat ini. Sedangkan kemungkinan yang kedua justru berbanding
terbalik, modernisasi yang terjadi dapat menyebabkan adanya paham-paham baru yang justru
sangat jauh dari ajaran agama yang seharusnya disebarkan. Berikut ini merupakan peran agama
dalam masyarakat modern:
1. Agama sebagai motivator. Agama disini adalah sebagai penyemangat seseorang maupun
kelompok dalam mencapai cita-citanya didalam seluruh aspek kehidupan. Agama dapat
menjadi support system tak terbatas yang dimiliki manusia.

10
2. Agama sebagai creator dan inovator. Agama mendorong semangat untuk bekerja kreatif
dan produktif untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat
yang lebih baik pula.
3. Agama sebagai integrator. Agama sebagai mengintegrasikan dan menyelarasakan segenap
aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun sebagai anggota masyarkat.
4. Agama sebagai sublimator. Agama menyandukan dan mengkuduskan segala perbuatan
manusia, sehingga perbuatan manusia, bukan hanya yang bersifat keagamaan saja, tetapi
setiap perbuatan dijalan kan dengan tulus ikhlas dan penuh pengabdian karena keyakinan
agama, bahwa segala pekerjaan yang baik merupakan bagian pelaksanaan ibadah insan
terhadap Sang pencipta atau al-kholiqnya atau Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama sebagai sumber inspirasi budaya bangsa Indonesia. Melahirkan hasil budaya fisik
berupa cara pakaian yang sopan dan indah, gaya arsitektur, dan lain-lain, serta hasil budaya
nonfisik seperti seni budaya yang menafaskan agama kehidupan beragama yang jauh dari
syirik dan musyrik.

2.3.1 Agama di tengah Modernisasi


Menurut Afllaftun Muchtar, sebagaimana dalam bukunya yang dikutip dari dalam al-
Tadahmun Al-Islam, menurut pendapat Al-Zuhayli mengemukakan bahwa peran agama itu
setidaknya ada enam, yaitu:
1. Agama sebagai pemenuhan kebutuhan sosial. Manusia adalah makhluk rohani dan jasmani.
Kebutuhan jasmani dipenuhi dengan makan, minum, dll. Sedangkan kebutuhan rohani
diperoleh dari rasa aman, tentram, dan tenang. Oleh karenanya, rohani harus senantiasa
dibina agar tudak jauh dengan tuhan.
2. Agama sebagai pedoman hidup. Didalam kehidupan akan selalu ada kesulitan yang
dihadapi oleh semua makhluk hidup, ketika manusia kesulitan, ajaran agama memberi
tuntutan kepada manusia agar senantiasa mendekatkan hubungan dengan allah serta
memohon pertolongan dan petunjuk.
3. Agama sebagai motivasi dalam mencapai kemajuan. Agama dapat menjadi motivasi dari
segala kemajuan dilakukan oleh manusia hingga saat ini untuk mencapai tujuan duniawi.
4. Agama sebagai sarana pendidikan rohani. Kepatuhan kepada allah akan menimbulkan
rohani yang kuat. Manusia akan terhindar dari segala yang merugikan dirinya, maka inilah
peran agama sebagai sarana penddidkan rphani.
5. Agama sebagai pembentuk keseimbangan. Melalui agama kondisi manusia akan
terbimbing dan teratur hingga dapat ditegakkan keseimbangan dalam berbagai aspek dari
fitrah manusianya,seperti keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani, antara amal
duniawi dan ukhrowi.
6. Agama sebagai pembentuk kemantapan jiwa. Manusia membutuhkan adanya bimbingan
dan petunjuk yang memiliki kebenaran mutlak untuk menjadi pedoman, agar mereka dapat
menikmati kebahagiaan hidup baik individu maupun masyarakat.

11
2.4. Islam Dalam Menjamin Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat Dalam Konteks Kehidupan
Modern
Agama dipaksa untuk bisa hidup secara eksistensi pada masa yang modern ini. Agama pun
dapat diharapkan memiliki nilai signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup
umat manusia saat ini. Secara realistis,tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya
kehadiran bentuk modernitas yang terus- menerus berubah diatas pusaran dunia sehingga
menimbulkan gesekan bagi agama dan kehidupan dunia. Dalam penglihatan dari penampakan
dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehidupan yang
sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan dan perlu direspons dalam
konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula. Tarik-menarik antara tradisi (agama) dan juga
nilai modernitas menjadi wacana yang masih hangat untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan
bahwasanya agama yang ada itu bertolak belakang dengan modernitas yang ada pada kehidupan
manusia. Agama Islam yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW ini,terdapat
berbagai pedoman dan petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan
kehidupan yang ada.
Agama Islam yang diakui oleh para pemeluknya sebagai agama terakhir dan juga penutup
dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya sebagai
agama yang paling sempurna, sehingga Peradaban Islam dipahami sebagai akumulasi terpadu
antara normanitas Islam dan historis manusia di muka bumi ini yang selalu saja berubah-ubah.
Maka setiap zaman yang ada dalam kehidupan ini akan selalu terjadi reinterpretasi dan
reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia yang ada pada
zaman ini. Nasib agama Islam di zaman modern ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan
umat Islam dalam merespons secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era
modern ini. Bahwa secara teologis, Islam merupakan suatu bentuk sistem nilai dan ajaran yang
bersifat ilahiah (transenden).Sehingga pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia.Sehingga
pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia(weltanschaung) yang dapat memberikan kacamata
pada manusia dalam memahami realitas. Sedangkan secara sosiologis, Islam merupakan suatu
bentuk fenomena peradaban dan realitas sosial kemanusiaan.
Kebahagiaan merupakan konsep yang abadi dan akan selalu kekinian, artinya konsep
kebahagiaan tidak akan pernah selesai untuk dibicarakan. Mulai dari orang zaman dahulu, orang
zaman sekarang, dan orang di masa yang akan datang akan selalu sama yaitu menginginkan yang
namanya kebahagiaan. Islam juga merupakan agama yang ajarannya bersifat universal dan
menyeluruh, jadi Islam itu relevan untuk setiap zaman dan setiap waktu dalam semua keadaan.
Hal ini menunjukkan bahwa konsep Bahagia dan ajaran Islam memiliki relevansi yang sama yaitu
dua hal yang bersifat universal dan keduanya juga saling terhubung. Setiap manusia tentunya
memiliki ukuran bahagianya masing – masing sesuai dengan keadaan dan usia mereka. Namun
untuk mencapainya, pada dasarnya Islam mengajarkan umat muslim agar mampu merasakan
kebahagiaan tidak hanya kebahagiaan dunia tetapi juga kebahagiaan akhirat. Islam tak ingin
menusia memfokuskan diri pada duniawi dan melupakan akhirat. Begitupun sebaliknya, sibuk
urusan akhirat sampai lupa kalau masih di dunia. Islam adalah agama yang sempurna. Islam
memprioritaskan pola hidup seimbang antara dunia dan akhirat. Sebagai seorang muslim kita
harus mampu memilih mana yang terbaik untuk diri kita sendiri di dunia ataupun akhirat. Pemilik

12
kebahagiaan, kesuksesan, kekayaan, kemuliaan, ilmu, dan hikmah adalah Allah. Kebahagiaan
dapat diraih kalau dekat dengan pemilik kebahagiaan itu sendiri yaitu Allah SWT.
Agama Islam menjamin kebahagiaan karena Allah SWT telah menurunkan Al – Qur’an
sebagai pedoman dan petunjuk pada jalan yang benar dan lurus. Al – Qur’an sebagai pedoman
hidup manusia tidak hanya di zaman ini namun di segala zaman sampai kapanpun. Berikut ini
merupakan strategi untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang bisa dilakukan di zaman
modern saat ini:
1. Ingat tujuan penciptaan jin dan manusia, yaitu untuk menyembah Allah SWT.
Menyembah dalam arti luas adalah beribadah kepada Allah SWT, segala yang diniatkan
dan dikerjakan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Dalam hal ini ada dua
dimensi, yaitu dimensi vertikal hubungan manusia dengan Allah SWT dan dimensi
horizontal, yaitu hubungan manusia dengan makhluk ciptaan Allah SWT.
2. Menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman dalam menjalani hidup.
Perhatikan hadist berikut: “ Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan
tersesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah
Rasulullah SAW. “ (Hadist Riwayat Muslim).
3. Selalu mengingat Allah SWT. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).
Ketenangan hati karena selalu dekat dengat Allah, bagi orang-orang yang beriman
menjadi sumber kebahagiaan. Bila kita mencintai Allah SWT maka Allah SWT juga
akan lebih mencintai kita.
4. Menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan Nya. Sikap dan
perilaku orang mencintai Allah SWT akan selalu berusaha untuk tunduk dan patuh
kepada semua aturan yang sudah ditetapkan Allah SWT, bukan hanya dalam ingatan,
dan sikap, tetapi juga dalam perbuatannya. Itulah iman dan amal sholeh yang selalu
harus diselaraskan. Iman saja tidak cukup, harus diikuti amal sholeh. Amal sholeh saja
juga tidak ada artinya tanpa disertai iman.Iman perlu bukti, maka amal sholeh buktinya.

13
BAB III
KESIMPULAN

Setiap zaman yang ada dalam kehidupan ini akan selalu terjadi reinterpretasi dan
reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia yang ada pada
zaman ini. Nasib agama Islam di zaman modern ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan
umat Islam dalam merespons secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era
modern ini. Dalam populasi manusia, kebahagiaan merupakan konsep yang abadi dan akan selalu
kekinian, artinya konsep kebahagiaan tidak akan pernah selesai untuk dibicarakan. Mulai dari
orang zaman dahulu, orang zaman sekarang, dan orang di masa yang akan datang akan selalu sama
yaitu menginginkan yang namanya kebahagiaan. Agama Islam menjamin kebahagiaan karena
Allah SWT telah menurunkan Al – Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk pada jalan yang benar
dan lurus. Maka sebagai manusia beragama dan memeluk agama Islam, merupakan kewajiban
bagi kita untuk mengimani bahwa islam mampu menjamin kebahagiaan kita tidak hanya di dunia
tetapi juga di akhirat. Untuk mencapai semua itu, maka kita harus hidup berdasarkan pedoman
yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan mengikuti ajaran ajaran Rasulallah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, S. (2015). Islam dan Modernitas. Dalam Dari Teori Modernisasi Hingga Penegakan
Kesalehan Modern.
Kencana, S. (2015). Pendidikan Islam di Era Peradaban Modern. Yogyakarta.
'Aidh, A. A.-Q. (2008). La Tahzan for Smart Muslimah. Jakarta: PT. Grafindo.
Hartati, N. (2004). Islam dan Psikologi. Jakarta: PT.Raja Graindo.
Sutrisna, S. (2007). The Balance Ways. In Jalan Menuju Keseimbangan Hidup untuk Kesuksesan
dan Kebahagiaan Sejati. Jakarta: Hikmah.
Walgoti, B. (1989). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Saputra, A. (2017). Spada Ristekdikti. Retrieved from
http://spada.ristekdikti.go.id/lms1/mod/resource/view.php?id=1989

15

Anda mungkin juga menyukai