Anda di halaman 1dari 2

Nama : Duta Catur Agil Darsono

NPM : 2206814495
Kelas : Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan-1/IPE-45 - FG 2
Fasilitator : Dr. Debie Dahlia, S.Kp, MN.

Refleksi Diri Awal

Perkuliahan Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan telah dilalui sejak tiga minggu
lalu. Dalam jangka waktu tersebut saya mendapatkan banyak pelajaran berharga. Pada minggu
pertama, terdapat dinamika kelompok yang membuat kami mengenal satu sama lain dan
beberapa games yang bermanfaat. Dari minggu pertama tersebut, terdapat games untuk dinamika
kelompok. Games ini berisikan tentang mendiskusikan keputusan untuk menyelamatkan satu
pasien dari beberapa pasien yang masing-masing memiliki kasus dan urgensinya sendiri. Pada
zoom tersebut kelas kami atau dapat disebut IPE-45 dibagi menjadi empat focus group yang
masing-masing berisi lima orang. Saya pun mendapat focus group-2 dan pindah ke break out
room untuk mendiskusikan keputusan games tersebut.

Kami memulai diskusi tersebut dengan berbagi pendapat prioritas pasien yang perlu
diselamatkan beserta dengan alasan mengapa perlu menyelamatkan pasien tersebut. Pada proses
tersebut rekan focus group saya, Dhiyandra, memaparkan prioritas pasien yang perlu
diselamatkan dengan alasan urgensi dan kekurangan masing-masing prioritas. Saya pun
mengemukakan pendapat saya dengan cara yang sama dengan Dhiyandra. Rekan yang lain
tampak hanya menyimak dan memberikan persetujuan. Menurut saya dari hal tersebut terdapat
hambatan kepribadian individu yang tidak percaya diri untuk memberikan pendapat dan hanya
mengikuti pendapat seseorang yang dominan. Hierarki juga dapat menjadi alasan hal tersebut
terjadi karena Dhiyandra berasal dari fakultas kedokteran.

Selanjutnya dari diskusi kami tersebut kami saling mengomentari prioritas pasien
masing-masing. Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai beberapa hal namun juga
terdapat kesamaan diantara pendapat kami. Akhirnya kami menemukan jalan tengah yang dapat
diterima oleh semua pihak seperti gaya kolaborasi dalam gaya manajemen konflik. Setelah itu,
saya mempresentasikan pendapat teman-teman dan juga shared-decision yang telah kami
lakukan setelah melakukan diskusi.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya merasa perlu untuk melakukan action plan untuk
pertemuan selanjutnya yang tentu memerlukan diskusi atau brainstorming. Pengalaman tersebut
juga membuat saya merenungkan pengalaman negatif secara adaptif dengan membuat makna
dari pengalaman supaya tidak menjadi sumber kesusahan yang berkelanjutan. Hal tersebut juga
menjadi motivasi saya untuk dapat mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana membangun tim
kolaborasi yang baik. Lalu, saya menyadari bahwa pada proses diskusi perlu adanya moderator
untuk dapat mengatur jalannya diskusi dan secara aktif mendorong para anggota untuk
mengemukakan pendapatnya. Untuk membangun komunikasi interprofesi yang efektif, kami
perlu untuk menyampaikan pendapat secara asertif dan juga dapat memberikan dan menerima
umpan balik.

Namun diluar pengalaman tersebut, saya merasa senang dapat berbagi pendapat dan juga
melakukan diskusi yang tujuan akhirnya dapat kami capai. Pada minggu-minggu berikutnya,
keefektifan kolaborasi tim dari focus group-2 mulai meningkat karena keaktifan para anggota.
Hal tersebut memicu saya untuk perlu aktif juga dalam berkolaborasi. Saya juga perlu untuk
berterima kasih kepada rekan focus group-2 karena telah dapat bekerja sama secara baik.

Sumber Rujukan

Bahiyah, S & Savitri, I. (2018). Validasi Struktur Internal Alat Ukur Refleksi Diri Adaptif
melalui CFA. Jurnal Psikologi. 45. 107. 10.22146/jpsi.34966.

Soemantri, D., Sari, S.P. and Ayubi, D. (eds) (2019) Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan.
Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai