Anda di halaman 1dari 13

Action Research Literate Vol. 4 No.

1, Special Issue Januari 2020


p-ISSN : 2613-9898 e-ISSN : 2808-6988 Sosial Sains

Penunjukan Wali Nikah Bagi Anak Dibawah Umur Menurut Imam Mazhab dan KHI
Pada Penerapannya Di Pengadilan Agama Stabat

Alang Sidek1, Diani Syahfitri2, Fatmawati3


Sekolah Tinggi Agama Islam Jam’iyah Mahmudiyah, Tanjung Pura
Email: Alang_Sidek@staijm.ac.id, Diani_Syahfitri@staijm.ac.id , Fatma@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Diterima Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penunjukan wali nikah
2 September 2019 bagi anak di bawah umur menurut Imam Mazhab dan penunjukan
Direvisi wali nikah menurut KHI yang telah diterapkan di pengadilan agama
15 November Stabat. Metode penelitian ini menggunakan metode studi literatur
2019 atau studi pustaka dengan menggnakan analisis data kualitatif
Disetujui deskriptif. Hasil penelitian dari beberapa literatur menjelaskan
15 Desember bahwaterdapat perbedaan antara 4 mazhab tentang penunjukan wali
2019 nikah . Sedangkan dalam Hukum Islam (KHI) mensyaratkan adanya
wali dan ia juga sebagai pelaksana ijab akad nikah dalam perkawinan,
Kata Kunci: maka demikian juga UU Perkawinan di Indonesia, karena UU
Wali nikah, Imam perkawinan menganggap sah perkawinan apabila telah dianggap sah
Mazhab, KHI hukum agama yang bersangkutan. Namun dalam Pasal 19 kompilasi
(Kompilasi hukum Islam (KHI) tidak menjelaskan secara rinci, apakah calon
Hukum Islam) mempelai wanita dimaksud belum dewasa atau sudah, ataukah masih
gadis atau sudah janda.

ABSTRACT

This study aims to determine the appointment of marriage guardians


for minors according to the Imam Mazhab and the appointment of
marriage guardians according to the KHI which has been applied in the
Stabat religious court. This research method uses the method of
literature study or literature study by using descriptive qualitative data
analysis. The results of research from several literatures explain that
there are differences between the 4 schools of thought regarding the
appointment of marriage guardians. Whereas in Islamic Law (KHI)
requires the existence of a guardian and he is also the executor of the
marriage contract in marriage, so does the Marriage Law in Indonesia,
because the Marriage Law considers marriage valid if it is considered
Keywords: valid by the relevant religious law. However, Article 19 of the
Marriage compilation of Islamic law (KHI) does not explain in detail whether the
guardian, Imam prospective bride in question is not yet an adult or already, or is still a
Madhab, KHI girl or is a widow.
(Islamic Law
Compilation)

Pendahuluan akibat hukum berupa hak dan kewajiban


Perwalian tidak lain merupakan sehingga dalam pelaksanaannya dituntut
suatu perbuatan hukum yang melahirkan harus sesuai dengan aturan-aturan hukum

1
yang berlaku. Sering orang berbicara atau dipahami usia dewasa menurut Kompilasi
bahkan melakukan atau mengembang tugas Hukum Islam di Indonesia adalah 21 (dua
dan kewajiban sebagai wali tetapi tidak puluh satu) tahun dan atau belum pernah
pernah tahu secara tepat di mana masalah kawin. Perwalian menurut Hukum Islam
perwalian itu diatur dan bagaimana meliputi perwalian terhadap diri dan harta
perwalian itu harus dilaksanakan sesuai kekayaan. Apabila wali tidak mampu
dengan ketentuan hukum yang berlaku. berbuat atau lalai melaksanakan tugas
Sehingga terjadilah tindakan-tindakan yang perwaliannya maka pengadilan agama
justeru menyimpang atau menyeleweng dapat menunjuk salah seorang kerabat
dari tujuan sesungguhnya lembaga untuk bertindak sebagai wali (Suma, 2004).
perwalian. Padahal aturan hukum Pembatalan perwalian lama dan
mengenai perwalian telah lama ada penunjukan perwalian baru ini adalah atas
sebagaimana tercantum dalam beberapa permohonan kerabat tersebut. Untuk
peraturan perundang-undangan yang menjadi wali sedapat-dapatnya diambil
berlaku (Sudarsono, 1991). dari keluarga anak tersebut atau orang lain.
Seperti diketahui masalah perwalian Syarat menjadi wali adalah harus
sebenarnya bukanlah hal baru dalam kajian sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur
hukum Islam maupun dalam praktek dan berkelakuan baik. Disamping orang
kehidupan masyarakat. Masalah perwalian perorangan, Badan Hukum juga dapat
pada dasarnya sudah ada sejak adanya menjadi wali. Selanjutnya pasal 109
hukum Islam itu sendiri dan telah pula menentukan bahwa Pengadilan Agama
dipraktekan dalam kehidupan sejak adanya dapat mencabut hak perwalian seseorang
masyarakat. Secara teoritis kajian hukum atau Badan Hukum dan memindahkannya
Islam maupun hukum adat di bidang kepada Pihak lain. Permohonan untuk itu
perwalian dapat dikatakan tidak ada hal diajukan oleh kerabatnya, dengan alasan
baru. Kalau hingga saat ini masalah wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros,
perwalian masih dianggap sebagai salah gila, dan atau melalaikan atau menyalah
satu materi yang penting untuk dikaji, gunakan hak dan wewenangnya sebagai
dipahami dan disosialisasikan kepada wali demi kepentingan yang berada di
masyarakat. Menurut penulis lebih bawah perwaliannya. Pasal 110 mengatur
dikarenakan masih adanya kesenjangan kewajiban wali untuk mengurus diri dan
antara yang dipahami masyarakat secara harta orang yang berada di bawah
teoritis maupun yang diatur dalam perwaliannya (Syaifudin, 2009), wali wajib
peraturan perundang-undangan dengan memberikan bimbingan agama, pendidikan
yang berjalan secara praktis dalam dan keterampilan lainnya kepada anak
kehidupan masyarakat. yang berada di bawah perwaliannya kecuali
Perwalian bagi orang-orang bila perbuatan tersebut menguntungkan
beragama Islam di Indonesia diatur dalam bagi orang yang berada di bawah
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal perwaliannya atau merupakan suatu
107 sampai 111, Pasal 107 mengatur kenyataan yang tidak dapat dihindarkan.
bahwa perwalian hanya dapat dilakukan Adapun Perkawinan di bawah umur
terhadap anak yang belum mencapai umur menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum 1974 tentang Perkawinan dibatasi dengan
pernah melangsungkan perkawinan (Jamal, ukuran umur. Artinya bahwa setiap pria
2005a). Dari ketentuan tersebut. dapat dan wanita yang belum mencapai batasan

2
umur yang ditetapkan tidak boleh (Indonesia, 2009). Telepas dari itu semua
melangsungkan perkawinan, meskipun ada masalah perkawinan dibawah umur adalah
lembaga dispensasi perkawinan isu-isu kuno yang sempat tertutup oleh
(Darmabrata, 2013). Apabila perkawinan tumpukan lembaran sejarah. Dan kini isu
dilangsungkan di bawah batasan umur tersebut kembali muncul ke permukaan hal
tersebut maka pria dan wanita dapat ini tampak begitu dahsyat, benturan ide
dinyatakan melakukan perkawinan di yang terjadi antara para sarjana Islam
bawah umur. Usia dewasa seseorang pada klasik dalam merespon kasus tersebut.
hakekatnya mengandung unsur yang Kompilasi Hukum Islam memuat
berkaitan dengan dapat atau tidaknya aturan yang kurang lebih sama dengan
seseorang mempertanggung jawabkan atas aturan yang dimuat oleh Undang-Undang
perbuatan hukum yang telah dilakukannya, Perkawinan. Batas usia kawin dalam pasal
yang menggambarkan kecakapan 15 KHI sama dengan pasal 7 Undang-
seseorang untuk bertindak dalam lalu lintas Undang Perkawinan. Demikian halnya
hukum perdata. Pernikahan adalah sesuatu dengan dispensasi kawin (Jamal,
yang sakral dan sangat suci, ia merupakan 2005b). Bedanya dalam KHI disebutkan
dambaan setiap pemuda dan pemudi, alasan mengapa dispensasi kawin itu
namun di dalam mewujudkan hal tersebut diberikan, yaitu untuk kemaslahatan
tidaklah mudah dan sembarangan, karena keluarga dan rumah tangga. Kenyataan di
di dalam pernikahan ada rukun-rukun dan lapangan menunjukkan bukannya
syarat-syarat yang harus dipenuhi, apabila melahirkan kemaslahatan keluarga dan
kurang salah satu rukun atau syaratnya rumah tangga, perkawinan di bawah umur
maka menurut kesepakatan ulama fiqih justru banyak berujung pada perceraian.
tidak sah pernikahan tersebut. Dampak lain yang lebih luas seperti
Secara umum dalam menjawab meningkatnya angka kematian ibu saat
hukum perkawinan di bawah umur, hamil atau melahirkan lantaran usia yang
pendapat para fuqaha dikategorikan masih belia. Dari sudut pandang
menjadi tiga kelompok: Pertama kedokteran, perkawinan di bawah umur
pandangan jumhur fuqaha, yang mempunyai dampak negatif bagi ibu dan
membolehkan perkawinan di bawah umur. anak. Menurut psikolog ditinjau dari sisi
Walaupun demikian, kebolehan ini serta sosial perkawinan dibawah umur dapat
merta membolehkan adanya hubungan mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini
badan. Jika dihubungkan dengan disebabkan oleh emosi yang masih labil,
berhubungan badan akan mengakibatkan gejolak darah muda dan cara pikir yang
adanya dlarar, maka hal itu terlarang, baik belum matang. Melihat perkawinan di
perkawinan di bawah umur maupun bawah umur memang menimbulkan sisi
dewasa. Kedua, pandangan yang negatif dari segala aspek maka pemerintah
dikemukakan oleh beberapa ulama fiqih, menetapkan usia kawin untuk pria (19
menyatakan bahwa perkawinan di bawah tahun dan wanita 16 tahun). Dalam hal ini
umur hukumnya terlarang secara mutlak. Kompilasi Hukum Islam menselaraskan
Beliau memilah antara perkawinan anak dengan peraturan tersebut dalam Pasal 15
lelaki kecil dan anak perempuan kecil. Jika KHI yaitu Untuk kemaslahatan keluarga
perkawinan anak perempuan kecil oleh dan rumah tangga (Jamal, 2005a),
bapaknya diperbolehkan, sedangkan perkawinan hanya boleh dilakukan calon
perkawinan anak lelaki kecil dilarang mempelai yang telah mencapai umur yang

3
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang Mengenai proses penetapan
No.1 tahun 1974 yakni calon suami kekuasaan orangtua terhadap anak
sekurang-kurangnya berumur 19 tahun diperlukan campur tangan pihak penegak
dan calon isteri sekurang-kurangnya hukum dalam menyelesaikan yaitu
berumur 16 tahun. Pasal (2) Bagi calon pengadilan. Khusus bagi orang yang
mempelai yang belum mencapai umur 21 beragama Islam dilakukan di Pengadilan
tahun harus mendapati izin sebagaimana Agama, dimana Pengadilan Agama
yang diatur dalam pasal 6 ayat 2,3,4 dan 5 merupakan suatu lembaga hukum yang
Undang-undang No 1 tahun 1974 (Moh. mengayomi umat Islam dalam hukum.
Idrris Ramulyo, 1985). Termasuk salah satunya penetapan
Hukum Islam meliputi lima prinsip penguasaan anak, dalam hal ini
yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, merupakan penetapan kekuasaan orang
keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai tua terhadap anak kandung. Permohonan
universal Islam ini, satu diantaranya adalah kekuasaan orang tua terhadap anak
agama menjaga jalur keturunan bahwa agar kandung ini merupakan kewenangan
jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks absolut Peradilan Agama. Telah
yang mendapatkan legalitas agama harus dirumuskan dalam Pasal 49 Undang-
melalui pernikahan. Seandainya Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
agama tidak mensyari’atkan pernikahan yang diubah dengan Undang-Undang
niscaya geneologi (jalur keturunan) akan Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
semakin kabur antara agama dan negara kedua dengan Undang-Undang Nomor 50
terjadi perselisihan dalam memaknai Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
perkawinan di bawah umur, perkawinan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
yang dilakukan melewati batas minimal Tahun 1989 yaitu “Pengadilan Agama
Undang- Undang Perkawinan secara hukum bertugas dan berwenang memeriksa,
kenegaraan tidak sah. Istilah perkawinan di memutus dan menyelesaikan perkara-
bawah umur menurut negara dibatasi perkara di tingkat pertama antara orang-
dengan umur sementara dalam konsep orang Islam. Dalam bidang perkawinan,
Hukum Islam perkawinan di bawah umur waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infak,
ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang shadaqah, dan ekonomi Syariah (Basri,
yang belum baligh. Di sisi lain, menurut 1998). Penjelasan lebih lanjut mengenai
Kompilasi Hukum Islam sesuai bunyi Pasal perkara Perkawinan yang dimaksud oleh
15 ayat (1) dan (2) telah menetapkan batas Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor
umur perkawinan sesuai dengan batasan 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
yang ditetapkan oleh Undang-Undang sebagaimana yang diubah dengan Undang-
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Oleh karena itu, perkawinan di bawah perubahan kedua dengan Undang-Undang
umur menurut KHI adalah perkawinan Nomor 50 Tahun 2009 tentang
yang dilakukan oleh calon mempelai yang perubahan kedua atas Undang-Undang
berumur dibawah batas umur sesuai Pasal Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
15 ayat (1). Dengan kata lain, perkawinan Agama disebutkan, bahwa kewenangan
menurut KHI ialah berkaitan dengan absolut dalam bidang “Perkawinan’’ dirinci
batasan umur seperti yang dipahami oleh atas 22 macam yang terdapat di dalam
Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
tentang Perkawinan. Perkawinan yaitu (Basri, 1998):

4
1. Izin beristri lebih dari satu orang ditinggalkan oleh kedua orang
(poligami) Pasal 3 ayat (2) tuanya padahal tidak ada
2. Izin melangsungkan Perkawinan penunjukan wali oleh orang tuanya;
bagi orang yang belum berumur 19. Pembebanan kewajiban ganti
21 tahun, dalam hal orang atau kerugian terhadap wali yang
wali atau keluarga dalam garis telah menyebabkan kerugian atas
lurus adaperbedaan pendapat Pasal harta benda anak yang berada di
6 ayat (5) bawah kekuasaannya (Pasal 54)
3. Dispensasi kawin Pasal 7 ayat (2) 20. Penetapan asal usul anak Pasal 55
4. Pencegahan Perkawinan Pasal 17 ayat (2)
ayat (1) 21. Putusan tentang penolakan
5. Penolakan Perkawinan oleh PPN pemberian keterangan untuk
(Pegawai Pencatat Nikah) Pasal melakukan perkawinan campuran
21 ayat (3) Pasal 60 ayat (3)
6. Pembatalan Perkawinan (Pasal 22); 22. Pernyataan tentang sahnya
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban Perkawinan sebelum lahirnya
suami atau istri Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun
8. Penceraian karena talak (Pasal 39) 1974 tentang Perkawinan berlaku
9. Gugatan perceraian Pasal 40 ayat yang dijalankan menurut peraturan
(1) yang lain (Pasal 64).
10. Penyelesaian harta bersama (Pasal
37) Dari 22 jenis kewenangan
11. Mengenai Penguasaan anak (Pasal Pengadilan Agama seperti yang telah
47) disebutkan di atas pada poin 11 “Mengenai
12. Ibu dapat memikul biaya Penguasaan anak” merupakan salah satu
pemeliharaan dan pendidikan anak kewenangan Pengadilan Agama yang
bila bapak yang seharusnya yang akan dibahas lebih lanjut dalam
bertanggung jawab tidak mampu pembahasan ini. Penguasaan anak yang
memenuhinnya (Pasal 41 subb) dimaksud di sini ialah permohonan orang
13. Penentuan kewajiban memberi tua kandung agar ditetapkan sebagai wali
biaya penghidupan oleh suami untuk mewakili anak tersebut dalam hal
kepada bekas istri (Pasal 41sub c) perbuatan hukum baik di dalam dan di luar
14. Putusan tentang sah atau tidaknya pengadilan. Di dalam Undang-Undang
seorang anak Pasal 44 ayat (2) Peradilan Agama tersebut dapat
15. Putusan tentang pencabutan disimpulkan bahwa Pengadilan Agama
kekuasaan orang tua Pasal 49 ayat 1 berwenang menetapkan penguasaan anak
16. Pencabutan kekuasaan wali Pasal (Basri, 1998). Berdasarkan observasi
53 ayat (2) awal yang telah penulis lakukan,
17. Penunjukan orang lain sebagai wali diperoleh gambaran bahwa Pengadilan
oleh Pengadilan dalam hal Agama kelas1 B Stabat di dalam beberapa
kekuasaan seorang wali dicabut tahun terakhir, menerima, memproses
Pasal 53 ayat (2) (Basri, 1998). dan memutus penetapan kekuasaan
18. Menunjuk seorang wali dalam hal orang tua terhadap anak di bawah umur.
seorang anak yang belum cukup Di dalam undang-undang Nomor 1 Tahun
berumur 18 tahun yang 1974 Pasal 47 ayat (1) tentang Perkawinan

5
dijelaskan bahwa “Anak yang belum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
mencapai umur delapan belas tahun atau tentang Perkawinan sedangkan KUH
belum pernah melangsungkan Perdata hanya merupakan ketentuan
perkawinan ada di bawah kekuasaan umum (lex generalis) yang berlaku di
orang tuanya selama mereka tidak lingkungan Peradilan Agama, dalam
dicabut kekuasaannya (Mohammad Idris persidangan dikenal asas yaitu (lex specialis
Ramulyo, 1986)”. Sedangkan dalam derogat lex generalis) ketentuan khusus itu
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan mengesampingkan ketentuan umum.
dalam Pasal 98 ayat (1) dan (2) Bab 6 Menurut penulis hal mengenai penetapan
XIV Pemeliharaan Anak dikatakan “batas wali nikah oleh Pengadilan Agama melalui
usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dispensasi nikah perlu dikaji lebih
dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak mendalam oleh karena adanya perbedaan
tersebut tidak bercacat fisik maupun usia anak yang berada di bawah
mental atau belum pernah kekuasaan orang tua antara Undang-
melangsungkan perkawinan”. Kemudian Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kitab
dalam ayat (2) dikatakan bahwa “orang Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dan
tuanya mewakili anak tersebut mengenai Kompilasi Hukum Islam, namun demikian
segala perbuatan hukum di dalam dan di dalam pertimbangan hukum majelis
luar Pengadilan” Jika kita mengacu pada hakim terjadi ketidak kekonsistenan
sumber hukum acara pada Pengadilan dalam memilah dasar hukum yang mana
dalam lingkungan Peradilan Agama, yang yang tepat, sehingga hakim mempunyai
diatur dalam bab IV undang-undang pertimbangan hukum sendiri dalam
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan memutuskan perkara tersebut. Adapun
Agama, mulai Pasal 54 sampai dengan dalam memutuskan suatu perkara hakim
Pasal 105 Menurut ketentuan Pasal 54 harus melihat hukum acara dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pengadilan Agama yang sebetulnya hanya
tentang Peradilan Agama mengatakan mengabdi kepada hukum materil, atau
bahwa “Hukum acara yang berlaku pada dengan kata lain hukum acara itu hanya
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan bermaksud untuk mewujudkan hukum
Agama adalah hukum acara perdata yang materil (Manan, 2012).
berlaku dalam lingkungan Peradilan Maka dari itu penulis ingin
Umum, kecuali yang telah diatur secara meneliti lebih jauh terkait masalah
khusus dalam undang-undang ini (Manan, tersebut karena penulis melihat belum
2012). ada satu pun permasalahan yang serupa.
Ketentuan tersebut menunjukkan Penulis juga tertarik untuk meneliti
bahwa terdapat hukum acara perdata bagaimana analisis penetapan tersebut
yang secara umum berlaku pada dalam pandangan imam mazhab dan
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan kompilasi hukum islam. Untuk itu penulis
Umum dan Peradilan Agama, dan ada akan menuangkannya ke dalam karya tulis
pula hukum acara yang berlaku khusus ilmiah yang dengan judul ‘’Penunjukan
pada Pengadilan dalam lingkungan wali nikah bagi anak dibawah umur
Peradilan Agama. Adapun ketentuan menurut Imam Mazhab dan KHI pada
khusus (lex specialis) yang berlaku di penerapanya di pengadilan agama
Pengadilan Agama dalam lingkungan Stabat’’, dengan membatasi ruang lingkup
Peradilan Agama salah satunya memakai dan rumusan permasalahan sebagai berikut

6
: 1) Bagaimana penunjukan wali nikah bagi tentang kekuasaan orang tua dan
anak dibawah umur menurut Imam bahan-bahan lain yang berkaitan
Mazhab?, 2) Bagaimana penunjukan wali dengan penelitian.
nikah bagi anak di bawah umur menurut 3) Teknik Pengumpulan Data
KHI? Dalam pengumpulan data yang
Adapun tujuan yang akan dicapai diperlukan, teknik yang digunakan
dengan adanya penelitian ini adalah adalah:
a. Dokumenter, yaitu penulis
sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui cara
memperoleh data primer
penunjukan nikah bagi anak di bawah umur
dan sekunder. data primer
menurut Imam Mazhab, 2. Untuk
adalah data yang mengikat
mengetahui penunjukkan wali nikah bagi
yaitu peraturan
anak di bawah umur menurut KHI yang
perundang-undagan yang
diterapkan di pengadilan agama Stabat.
berlaku atau dari dokumen
yang berupa putusan atau
penetapan itu sendiri.
Metode Penelitian
Sementara untuk data
Metodologi penelitian merupakan
sekundernya yaitu bahan-
suatu cara yang ditempuh untuk
bahan yang penulis
melaksanakan penelitian. Dalam
dapatkan dari buku-buku
membuktikan tentang kebenaran ilmiah
yang berkaitan dengan
dari penelitian yang dilaksanakan, maka
judul.
diperlukan kumpulan fakta serta data yang
b. Survey kepustakaan, yaitu
berkaitan dengan permasalahan yang
dengan menghimpun data
diteliti dengan menggunakan metode dan
berupa sejumlah literatur
teknik penelitian ilmiah. Metodologi
di perpustakaan atau
penelitian sangat penting dari suatu
tempat lainnya guna
penelitan karena kualitas dari hasil
dijadikan bahan penunjang
penelitian tersebut sangat ditentukan oleh
dalam penelitian ini.
ketetapan metodologi penelitian yang
c. Studi literatur yakni
dipergunakan.
mengkaji, menelaah dan
1) Jenis dan sifat Penelitian
mempelajari bahan bahan
Jenis penelitian yang
perpustakaan yang ada
digunakan adalah penelitian hukum
kaitannya dengan objek
normatif yang bersifat studi
penelitian ini.
dokumenter, dengan mengkaji
4) Teknik Pengolahan dan Analisis
penetapan pada Pengadilan Agama
data
Stabat
Setelah data terkumpul
2) Sumber Data
selanjutnya dilakukan pengolahan
Data yang digali dalam
dengan melalui beberapa tahapan
penelitian berupa sumber data
sebagai berikut:
primer dan sekunder. Sumber data
a. Editing yaitu memeriksa dan
primer yakni mengenai Penetapan
menelaah kembali terhadap
Pengadilan Agama Stabat dan
data-data yang terkumpul
sumber data sekunder berupa
untuk mengetahui
buku-buku fiqih, yang membahas

7
kekurangan dan ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan
kelengkapannya, sehingga kepada orang-orang yang beriman
dapat diadakan penggalian di antara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. itu lebih baik
lebih lanjut bila diperlukan.
bagimu dan lebih suci. Allah
b. Deskripsi yaitu penulis mengetahui, sedang kamu tidak
menggambarkan data-data mengetahui’’.
yang sudah melalui tahap Dan dalam surah Surat An-Nisa
editing dengan bahasa yang Ayat 25 yang berbunyi:
sesuai dengan ejaan yang ‫ت فَمِ ْن‬ ِ ‫ت ْال ُمؤْ مِ ٰن‬ ِ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫ط ْو اًل اَ ْن يَّ ْن ِك َح ْال ُمح‬ َ ‫َو َم ْن لَّ ْم َي ْستَطِ ْع مِ ْنكُ ْم‬
disempurnakan. ِۗ ‫ّٰللا اَ ْعلَ ُم بِ ِا ْي َمانِكُ ْم‬
ُ ‫ت َو ه‬ ْ
ِ ِۗ ‫َّما َملَكَتْ اَ ْي َمانُكُ ْم ِ ِّم ْن فَتَ ٰيتِكُ ُم ال ُمؤْ مِ ٰن‬
Data yang terkumpul disajikan dalam َّ‫ض فَا ْن ِك ُح ْوه َُّن بِ ِا ْذ ِن اَ ْه ِل ِه َّن َو ٰات ُ ْوه َُّن ا ُ ُج ْو َرهُن‬ ٍۚ ‫ضكُ ْم ِ ِّم ْۢ ْن بَ ْع‬ ُ ‫بَ ْع‬
bentuk uraian-uraian secara deskriptif, ‫ت اَ ْخدَان ٍۚ فَ ِاذَآ‬ ِ ‫غي َْر ُمسٰ ِفحٰ ت َّو ًَل ُمتَّخِ ٰذ‬ َ ‫ص ٰنت‬ َ ُ ْ‫ح‬‫م‬ ِ‫ف‬ ‫و‬ ْ ْ ‫ِب ْال َم‬
‫ر‬
ُ ‫ع‬
kemudian dianalisis secara dekskriptif ‫ت‬ِ ‫ص ٰن‬ ْ
َ ْ‫علَى ال ُمح‬ َ ‫ْف َما‬ ُ ‫ص َّن فَا ِْن اَتَيْنَ بِفَاحِ شَة فَعَلَ ْي ِه َّن نِص‬ ِ ْ‫اُح‬
kualitatif terhadap data tersebut, yakni ‫صبِ ُر ْوا َخي ٌْر‬ ْ َ ُ ْ
ْ َ‫ِي العَنَتَ مِ نك ْم ِۗ َوان ت‬ ْ ْ
َ ‫ب ذلِكَ ِل َمن َخش‬ ٰ ِۗ َ
ِ ‫مِ نَ العَذا‬ ْ
salinan penetapan dan berita acara yang ࣖ ‫غفُ ْو ٌر َّرحِ ْي ٌم‬ َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫لَّكُ ْم ِۗ َو ه‬
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Stabat
dan buku-buku penunjang lainnya. Artinya:
“Dan Barangsiapa diantara
Hasil dan Pembahasan kamu (orang merdeka) yang tidak
1. Penunjukan Wali Nikah Bagi cukup perbelanjaannya untuk
Anak Di Bawah Umur Menurut mengawini wanita merdeka lagi
Imam Mazhab beriman, ia boleh mengawini
wanita yang beriman, dari budak-
Singkatnya pendapat imam
budak yang kamu miliki. Allah
mazhab tentang perwalian dalam
mengetahui keimananmu
pernikahan adalah sebagai berikut:
sebahagian kamu adalah dari
a) Imam Syafi’I
sebahagian yang lain, karena itu
Menurut imam Syafi’i, kehadiran
wali menjadi salah satu rukun kawinilah mereka dengan seizin
nikah, yang berarti tanpa tuan mereka, dan berilah maskawin
kehadiran wali ketika melakukan mereka menurut yang patut, sedang
akad nikah perkawinan tidak sah. merekapun wanita-wanita yang
Bersamaan dengan ini, Imam memelihara diri, bukan pezina dan
Syafi’i juga berpendapat wali bukan (pula) wanita yang
dilarang mempersulit perkawinan
mengambil laki-laki lain sebagai
wanita yang ada di bawah
perwaliannya sepanjang wanita piaraannya; dan apabila mereka
mendapat pasangan yang sekufu telah menjaga diri dengan kawin,
(Thalib, 1981). Dasar yang kemudian mereka melakukan
digunakan imam Syafi’i adalah Q.S. perbuatan yang keji (zina), Maka
Al-Baqarah Ayat 232 yang artinya, atas mereka separo hukuman dari
“apabila kamu mentalak isteri- hukuman wanita-wanita merdeka
isterimu, lalu habis masa
yang bersuami. (Kebolehan
iddahnya, Maka janganlah kamu
(para wali) menghalangi mereka mengawini budak) itu, adalah bagi
kawin lagi dengan bakal suaminya, orang-orang yang takut kepada
apabila telah terdapat kerelaan di kemasyakatan menjaga diri (dari
antara mereka dengan cara yang perbuatan zina) di antara kamu,

8
dan kesabaran itu lebih baik (rukun nikah), yakni harus hadir
bagimu. dan Allah Maha ketika melakukan akad nikah.
Pengampun lagi Maha Penyayang. Menurutnya hadits yang
Menurut Imam Syafi’I, mengharuskan adanya wali bersifat
bapak lebih berhak menentukan umum yang berarti berlaku untuk
perkawinan anak gadisnya. Hal ini semua. Sedangkan hadits yang
didasarkan pada mafhum menyebutkan hanya butuh izin
mukhalafah dari hadits yang adalah hadits yang bersifat khusus.
menyatakan “janda lebih berhak Sehingga yang umum harus
kepada dirinya”. Sehingga menurut didahulukan dari dalil khusus. Ibnu
Syafi’i izin gadis bukanlah satu Qudamah berpendapat adanya hak
keharusan tetapi hanya sekedar ijbar wali untuk menikahkan gadis
pilihan. Adapun perkawinan yang belum dewasa, baik wanita
seorang janda harus ada izin secara tersebut senang atau tidak, dengan
tegas dari yang bersangkutan syarat sekufu. Sedangkan menurut
(Thalib, 1981). Hal ini didasarkan Ibnu Qayyim, persetujuan wanita
pada kasus al-khansa’a. harus ada dalam perkawinan.
b) Imam Maliki d) Imam Hanafi

Imam Maliki mengharuskan Imam Abu Hanifah, Zufar,


izin dari wali atau wakil terpandang Asy Sya`bi dan Az-Zuhri
dari keluarga atau hakim untuk berpendapat bahwa apabila
akad nikah. Akan tetapi tidak seorang perempuan melakukan
dijelaskan secara tegas apakah wali akad nikah tanpa wali, sedang calon
harus hadir dalam akad nikah atau suaminya sebanding (kufu`), maka
cukup sekedar izinnya. Meskipun pernikahannya boleh. Abu Hanifah
demikian imam malik tidak dan Abu Yusuf malahan
membolehkan wanita menikahkan mengatakan bahwa wanita yang
diri-sendiri, baik gadis maupun baligh lagi berakal boleh
janda. Mengenai persetujuan dari menikahkan dirinya dan anak
wanita yang akan menikah, imam perempuannya yang masih belum
malik membedakan antara gadis dewasa (kecil) dan dapat pula
dengan janda. Untuk janda, harus sebagai wakil dari orang lain
terlebih dahulu ada persetujuan (Hasan, 1997). Tetapi sekiranya
secara tegas sebelum akad nikah. wanita itu ingin kawin dengan
Sedangkan bagi gadis atau janda seorang laki-laki yang tidak kufu,
yang belum dewasa dan belum maka wali dapat menghalanginya.
dicampuri suami, maka jika bapak Para wali juga dapat menghalangi
sebagai wali ia memiliki hak ijbar. pernikahan, bila maharnya lebih
Sedangkan wali diluar bapak, ia kecil (rendah) dari mahar yang
tidak memilki hak ijbar. biasanya berlaku (dipandang tidak
c) Imam Hambali wajar). Sekiranya wanita itu tidak
mempunyai wali (dalam
Ibnu Qudamah dari kedudukannya sebagai ahli waris)
Madzhab Hambali menyatakan, wali dan yang ada hanya wali hakim saja
harus ada dalam perkawinan

9
umpamanya, maka wali itu tidak ayat ketiga jelas, bahwa wewenang
ada hak untuk menghalangi wanita itu berada pada diri wanita itu. Para
itu menikah dengan laki-laki yang wali tidak dipersalahkan (berdosa).
tidak kufu dan maharnya lebih kecil Bila si wanita itu bertindak atas
(rendah) sekalipun, karena namanya sendiri.Menurut golongan
wewenang berada di tangan wanita Hanafiyah, keberadaann wali dalam
itu sepenuhnya. tidak sekufu dan suatu perkawinan hukumnya sunat
maharnya kecil, tidak ada yang (Hasan, 1997). Setelah melihat
menanggung malu dari keluarganya kedua pendapat yang berbeda,
(walinya) (Hasan, 1997). Sebagai maka Abu Tsaur (salah seorang
landasan yang dikemukakan oleh fakih golongan Syafi`iyah)
golongan Hanafiyah adalah firman mengemukakan pendapatnya,
Allah Surah Al-Baqarah ayat 230 bahwa suatu perkawinan
yang artinya “Kemudian jika si dilangsungkan sesudah disetujui
suami mentalaknya (sesudah Talak bersama oleh wanita dan walinya.
yang kedua), Maka perempuan itu Mengenai wali nikah bagi
tidak lagi halal baginya hingga Dia anak dibawah umur yaitu apabila
kawin dengan suami yang lain. seseorang menikah pada usia belia,
kemudian jika suami yang lain itu pernikahan tersebut menurut para
menceraikannya, Maka tidak ada imam mazhab mempunyai banyak
dosa bagi keduanya (bekas suami pertimbangan, hal ini ditunjukan
pertama dan isteri) untuk kawin dengan terjadinya perbedaan di
kembali jika keduanya berpendapat antara para ulama mengenai batas
akan dapat menjalankan hukum- minimal usia wanita mendapatkan
hukum Allah. Itulah hukum-hukum haidh sebagai tanda bahwa ia sudah
Allah, diterangkan-Nya kepada baligh (Thalib, 1981).:
kaum yang (mau) mengetahui’’.
Kemudian juga firman Allah Surah 1. Imam Malik, Al Laits, Ahmad, Ishaq,
Al-Baqarah ayat 234 yang artinya dan Abu Tsaur berpendapat bahwa
“Orang-orang yang meninggal dunia batas usia baligh adalah tumbuhnya
di antaramu dengan meninggalkan bulu-bulu di sekitar kemaluan,
isteri-isteri (hendaklah Para isteri sementara kebanyakan para ulama
itu) menangguhkan dirinya madzhab Maliki berpendapat
(ber'iddah) empat bulan sepuluh bahwa batasan usia haidh untuk
hari. kemudian apabila telah habis perempuan dan laki-laki adalah 17
'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu tahun atau 18 tahun.
(para wali) membiarkan mereka 2. Abu Hanifah berpendapat bahwa
berbuat terhadap diri mereka usia baligh adalah 19 tahun atau 18
menurut yang patut. Allah tahun bagi laki-laki dan 17 tahun
mengetahui apa yang kamu bagi wanita.
perbuat’’. 3. Syafi’i, Ahmad, Ibnu Wahab dan
Menurut golongan ini, ayat jumhur berpendapat bahwa hal itu
pertama dan kedua ditujukan adalah pada usia sempurna 15
(khitab) kepada suami, buka kepada tahun. Bahkan Imam Syafi’i pernah
wali (pendapat jumhur). Sedangkan bertemu dengan seorang wanita

10
yang sudah mendapat monopouse KHI yang diterapkan di
pada usia 21 tahun dan dia Pengadilan Agama Stabat
mendapat haidh pada usia persis 9
tahun dan melahirkan seorang bayi Pengadilan Agama Stabat
perempuan pada usia persis 10 Klas 1-B mempunyai kewenangan
tahun. Dan hal seperti ini terjadi absolute dan kewenangan relative.
lagi pada anak perempuannya. Kewenangan absolute Pengadilan
Agama yaitu merupakan
Perbedaan para imam madzhab kewenangan sebuah lembaga
di atas mengenai usia baligh sangat peradilan yang berhubungan
dipengaruhi oleh lingkungan dan kultur dengan jenis perkara keperdataan,
di tempat mereka tinggal. Imam Abu seperti perkara perkawinan, waris,
Hanifah tinggal di Kufah, Iraq. Imam shadakah dan lain-lain. Dalam
Malik tinggal di kota Rasulullah saw, memutuskan perkara perkawinan,
Madinah. Imam Syafi’i tinggal waris, shadakah, dan lain-lain,
berpindah-pindah mulai dari Madinah, setiap Pengadilan Agama
Baghdad, Hijaz hingga Mesir dan berpatokan pada KHI yaitu :
ditempat terakhir inilah beliau Kompilasi Hukum Indonesia yang
meninggal. Sedangkan Imam Ahmad telah dirumuskan oleh anggota tim
tinggal di Baghdad. inilah yang kita yang meliputi para pejabat
pahami dari nash-nash tersebut, kalau Mahkamah Agung dan Departemen
pun ada yang berpendapat lain dalam Agama, ulama-ulama, dan para
hal ini tentunya tidaklah dipersalahkan cendikiawan yang kemudian
sebagaimana perbedaan yang sering ditindaklanjuti dengan keluarnya
terjadi diantara para imam dalam suatu instruksi presiden No.1 Tahun 1991
permasalahan fiqih, namun sikap saling kepada menteri Agama untuk
menghargai dan tidak memaksakan menyebarluaskan Kompilasi
pendapatnya tetap terjalin di antara Hukum Islam yang terdiri dari buku
mereka. Perbedaan pendapat di I tentang Perkawinan, Buku II
kalangan kaum Muslimin selama bukan tentang Kewarisan, Buku III tentang
masuk wilayah aqidah adalah rahmat Perwakafan. Inpres tersebut
dan sebagai khazanah ilmiyah yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri
harus disyukuri untuk kemudian bisa Agama No.154 Tahun 1991 tanggal
terus menjadi bahan kajian kaum 22 Juli 1991.
muslimin. Meskipun menikahi anak Wali nikah dalam
pada usia belum baligh diperbolehkan perkawinan menurut kompilasi
secara ijma’ namun demikian tetaplah hukum Islam (KHI) menjadi salah
memperhatikan batas usia minimal satu rukun dan sebagai pelaksana
baligh kebanyakan wanita di daerah ijab akad nikah sebagaimana yang
tertentu dan juga kesiapan baik dari dikehendaki pasal 19. “Wali nikah
aspek kesehatan maupun psikologi. dalam perkawinan adalah rukun
yang harus ada bagi calon mempelai
2. Penunjukan Wali Nikah Bagi wanita yang bertindak untuk
Anak di Bawah Umur Menurut menikahkannya”. Jadi, oleh karena
hukum Islam (KHI) mensyaratkan

11
adanya wali dan ia juga sebagai Madzhab Hambali menyatakan, wali harus
pelaksana ijab akad nikah dalam ada dalam perkawinan (rukun nikah), yakni
perkawinan, maka demikian juga harus hadir ketika melakukan akad nikah.
UU Perkawinan di Indonesia, Menurutnya hadits yang mengharuskan
karena UU perkawinan adanya wali bersifat umum yang berarti
menganggap sah perkawinan berlaku untuk semua. Berbeda dengan
apabila telah dianggap sah hukum Mazhab Hambali, Abu Hanifah dan Abu
agama yang bersangkutan. Pasal 19 Yusuf malahan mengatakan bahwa wanita
kompilasi hukum Islam (KHI) tidak yang baligh lagi berakal boleh menikahkan
menjelaskan secara rinci, apakah dirinya dan anak perempuannya yang
calon mempelai wanita dimaksud masih belum dewasa (kecil) dan dapat pula
belum dewasa atau sudah, ataukah sebagai wakil dari orang lain.Tetapi
masih gadis atau sudah janda. sekiranya wanita itu ingin kawin dengan
Undang-Undang Perkawinan berlaku seorang laki-laki yang tidak kufu, maka wali
umum dan menganggap sah perkawinan dapat menghalanginya.
jika ada wali dan ia yang melaksanakan ijab Sedangkan dalam Hukum Islam (KHI)
akad nikah tersebut. Sedangkan wali yang mensyaratkan adanya wali dan ia juga
dimaksud adalah meliputi wali nasab dan sebagai pelaksana ijab akad nikah dalam
wali hakim. Dengan demikian, maka setiap perkawinan, maka demikian juga UU
perkawinan harus ada wali, karena Perkawinan di Indonesia, karena UU
keberadaan wali menentukan sah atau perkawinan menganggap sah perkawinan
tidaknya perkawinan itu. Hal ini juga apabila telah dianggap sah hukum agama
mengisyaratkan bahwa UU perkawinan di yang bersangkutan. Pasal 19 kompilasi
Indonesia lebih cenderung kepada mahzab hukum Islam (KHI) tidak menjelaskan
Syafi’i atau pendapat mayoritas fuqaha’ secara rinci, apakah calon mempelai wanita
yang mensyaratkan adanya wali dalam dimaksud belum dewasa atau sudah,
perkawinan. ataukah masih gadis atau sudah janda.

Kesimpulan Bibliografi
Penentuan wali nikah menurut 4 Basri, C. H. (1998). Peradilan Agama di
mazhab, yaitu: Menurut Syafi’i izin gadis Indonesia. Raja Grafindo Persada.
bukanlah satu keharusan tetapi hanya
Darmabrata, W. (2013). Tinjauan UU no 1
sekedar pilihan. Adapun perkawinan
Tahun 1974 Tentang Perkawinan
seorang janda harus ada izin secara tegas Beserta UU dan Peraturan
dari yang bersangkutan. Mengenai Pelaksanaanya. CV Gitamaya Jaya.
persetujuan dari wanita yang akan
menikah, Imam Malik membedakan antara Hasan, M. A. (1997). Perbandingan Mazhab
gadis dengan janda. Untuk janda, harus Fiqih. Raja Grapindo Persada.
terlebih dahulu ada persetujuan secara
Indonesia, M. U. (2009). Pernikahan Usia
tegas sebelum akad nikah. Sedangkan bagi
Dini dalam Perpektif Fiqih Munakahat
gadis atau janda yang belum dewasa dan dalam Ijma Ulama. Gremedia.
belum dicampuri suami, maka jika bapak
sebagai wali ia memiliki hak ijbar. Jamal, M. (2005a). Kompilasi Hukum Islam.
Sedangkan wali diluar bapak, ia tidak Focus Media.
memilki hak ijbar. Sedangkan menurut

12
Jamal, M. (2005b). Kompilasi Hukum Islam. hukum perkawinan Islam. Ind-Hillco.
Focus Media.
Sudarsono. (1991). Hukum Perwalian
Manan, A. (2012). Penerapan Hukum Acara Nasional. Rineka Cipta.
Perdata di Peradilan Agama. In
Jakarta, Kencana. Suma, A. (2004). Hukum Keluarga Islam di
Dunia Islam. Raja Grafindo.
Ramulyo, Moh. Idrris. (1985). Tinjauan
Beberapa Pasal Undang-Undang No 1 Syaifudin, K. R. &. (2009). Hukum Acara
Tahun 1974, Dari Segi Hukum Perdata dan Teori Pengadilan Agama.
perkawinan Islam. Indohillco. Usaha Fress.

Ramulyo, Mohammad Idris. (1986). Thalib, M. (1981). Fiqh Sunnah Terjemah.


Tinjauan beberapa pasal undang- In PT Al-Ma’arif. Jilid ke-6. Bandung.
undang nomor 1 tahun 1974 dari segi
Copyright holder :
Alang Sidek, Diani Syahfitri, Fatmawati (2020).

First publication right :


Action Research Literate

This article is licensed under:

13

Anda mungkin juga menyukai