Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pemasaran

Menurut Kotler, Philip dalam Mu’ah dan Masram (2014:21) pemasaran

adalah sebuah aktivitas dan proses kelengkapan perusahaan, untuk menciptakan

komunikasi, pengiriman, dan perubahan proses penawaran yang mempunyai nilai

untuk pelanggan, klien, partner, dan untuk masyarakat luas. Menurut Peter dan

Olson dalam Mu’ah dan Masram (2014:21) sebelum menerapkan konsep

pemasaran, organisasi harus mampu memahami pelanggan mereka dan tetap dekat

dengan mereka untuk menyajikan produk serta layanan yang akan dibeli dan

digunakan oleh pelanggan. Kegiatan pemasaran mencakup: 1) Meneliti dan

mengetahui apa yang diinginkan pelanggan, 2) Merencanakan dan engembangkan

produk atau jasa yang dapat memenuhi dan memuaskan keinginan pelanggan, 3)

Memutuskan cara yang terbaik dalam penentuan harga,mengkomunikasikan janji

perusahaan dan mendistribusikan produk atau jasa.

2.1.2 Pemasaran Jasa

Menurut Stanton dalam Mu’ah dan Masram (2014:22) marketing is a total

system of business activities designed to plan, price, promote, and distribute want

satisfying goods and services to present and potensial customers. Hal ini dapat

diartikan bahwa pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan

usaha yang di rancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan,


21

serta mendistribusikan barang dan jasa, yang dapat memuaskan kebutuhan dan

keinginan pelanggan, baik kepada pelanggan saat ini maupun pelanggan potensial.

Jasa pada dasarnya adalah sebuah sikap atau tindakan yang ditawarkan oleh

satu pihak kepada pihak lain, yang tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan hak

milik terhadap sesuatu. Produksinya dapat berkenaan dengan sebuah produk fisik

atau tidak. Tetapi perlu diperhatikan bahwa penjualan jasa tidak mengakibatkan hak

milik, dan jasa yang dihasilkan perusahaan sifatnya membantu agar pembeli

memperoleh kemudahan dalam mencapai kepuasan yang diinginkan (Mu’ah &

Masram, 2014:20) .

Sedangkan pemasaran jasa menurut Zeithaml & Bitner dalam Mu’ah dan

Masram (2014:24) adalah mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada pelanggan

dan harus dijaga. Untuk lebih bisa menerapkan strategi pemasaran jasa, perusahaan

dituntut untuk menyusun kerangka kerja strategik yang dikenal dengan istilah

service triangle, dimana kerangka ini memberi penekanan atas pemahaman

terhadap arti pentingnya orang dalam perusahaan menjaga janji mereka dan sukses

dalam membangun customer relationship

2.1.3 Perilaku Konsumen

Menurut American Marketing Association dalam Setiadi, Nugroho J (2015:3)

perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi,

perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran

dalam hidup mereka. Mengenali perilaku konsumen tidaklah mudah, kadang

mereka terus terang menyatakan kebutuhan dan keinginannya, namun sering pula

mereka bertindak sebaliknya.


22

Menurut Mowen, John C. & Minor, Michael (2002: 8) Perilaku konsumen

merupakan pemahaman mengenai konsumen dan proses konsumsi yang akan

menghasilkan sejumlah manfaat, diantaranya adalah kemampuan untuk membantu

para manajer mengambil keputusan, memberikan para peneliti pemasaran

pengetahuan dasar ketika menganalisis konsumen, dan membantu konsumen

menengah dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. Sedangkan menurut

Peter & Olson dalam Mu’ah dan Masram (2014:37) mendefinisikan perilaku

konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan

kejadian sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup

mereka.

Schiffman and Kanuk dalam Mu’ah dan Masram (2014:38) mengemukakan

perilaku konsumen yang sangat bervariatif, yaitu :

a) Konsumen mencari resiko (Consumers Seek Information)

Konsumen mencari informasi mengenai produk dan kategori produk

melalui komunikasi kata melalui mulut atau yang biasa disebut dengan word

of mouth, baik dari teman, keluarga, orang lain, tenaga penjual, dan dari media

umum. Mereka menyimpan lebih banyak waktu untuk berpikir tentang pilihan

mereka dan mencari lebih banyak informasi tentang alternatif produk ketika

mereka menghubungkan tingkat resiko yang tinggi dengan pembelian.

b) Konsumen adalah setia terhadap merek (Consumers are Brand Loyal)

Konsumen menghindari resiko dengan tetap setia pada satu merek baru

atau merek-merek yang belum pernah mereka coba. Penerima resiko yang
23

tinggi mungkin menjadi lebih setia pada merek-merek lama dan mungkin

sedikit untuk membeli produk-produk baru yang diperkenalkan.

c) Konsumen memilih melalui citra merek (Consumers Select by Brand Image)

Konsumen sering berpikir bahwa merek yang terkenal lebih baik dan

cukup baik sebagai jaminan secara tidak langsung mengani kualitas yang dapat

dipertanggungjawabkan hasil dan pelayanannya. Usaha promosi pemasar

menambah kualitas yang diterima dari produk-produk mereka dapat menolong

untuk membangun dan menyokong kesan merek yang baik.

d) Konsumen mengandalkan kesan toko (Consumers Rely on store Image)

Jika konsumen tidak memiliki informasi lain tentang produk, mereka

sering percaya pada penilaian terhadap pembeli barang dagangan dari toko

yang mempunyai nama baik dan bergantung ada merek untuk membuat

keputusan-keputusan yang hati-hati dalam memilih produk untuk dijual

kembali. Kesan toko juga memberi implikasi dari percobaan produk dan

jaminan pelayanan, hak pengembalian dan penyesuaian diri dalam kasus

ketidakpuasaan.

e) Konsumen membeli produk yang paling mahal (Consumers buy the most

expensive model)

Ketika dalam keragu-raguan, konsumen dapat merasa kalua produk yang

paling mahal mungkin yang terbaik dalam hubungannya dengan

kualitas, yaitu mereka menyamakan harga dengan kualitas.

f) Konsumen mencari kepastian (Consumers Seek Reassurance)


24

Konsumen yang tidak tahu dalam membuat keputusan dalam memilih

produk cenderung untuk mencari kepastian melalui garansi uang kembali,

pemerintah dan hasil tes laboraturium sendiri.

2.1.4 Kualitas Pelayanan (X1)

2.1.4.1 Definisi Kualitas Pelayanan

Keberhasilan suatu perusahaan dapat diketahui dari respon yang

ditunjukkan oleh konsumen. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi

konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi konsumen tentang kualitas negatif,

produk atau jasa tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama. Sebaliknya, jika

persepsi konsumen tentang kualitas positif, produk atau jasa akan disukai, dengan

anggapan bahwa kualitas pelayanan yang baik merupakan jaminan kepuasan dalam

menggunakan jasa tersebut.

Suatu pemahaman tentang konsepsi kualitas pelayanan dikemukakan oleh

Wyckof dalam Mulyawan, Rahman (2016:47) sebagai berikut: Kualitas pelayanan

diartikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas

tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas

pelayanan bukanlah dilihat dari sudut pandang pihak penyelenggara atau penyedia

layanan, melainkan berdasarkan persepsi masyarakat (pelanggan) penerima

layanan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan merasakan pelayanan yang

diberikan, sehingga merekalah yang seharusnya menilai dan menentukan kualitas

pelayanan. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan itu sesuai dengan apa

yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika

pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan


25

dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima

lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.

Dengan demikian baik buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan

penyedia layanan dalam memenuhi harapan masyarakat (para penerima layanan)

secara konsisten.

Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila pelayanan tersebut

dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak

puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat

dipastikan tidak berkualitas atau tidak efisien. Karena itu, kualitas pelayanan sangat

penting dan selalu fokus kepada kepuasan pelanggan (Hardiansyah, 2018: 36).

Menurut Mulyawan, Rahman (2016:60) pelayanan yang baik harus

berlandaskan kepada bentuk bukti langsung (tangible) yang berhubungan dengan

sarana dan prasarana, yang meliputi fasilitas fisik dilingkungan dinas. Selain itu

segala perlengkapan yang dibutuhkan di dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat semestinya tersedia dengan baik agar yang dilayani merasakan manfaat.

Ketersediaan pegawai sebagai pelaksana dan pemberi layanan semestinya

dipersiapkan agar masyarakat sebagai penerima layanan merasa terbantu. Untuk

memberikan pelayanan maksimal dibutuhkan sarana komunikasi sebagai bagian

dari pencapaian dari suatu pelayanan. Kesempurnaan suatu pelayanan dapat

dinyatakan berkualitas bila didukung adanya kemampuan memberikan layanan

yang dijanjikan dengan segera, akurat dan responsibel, sehingga waktu yang

dijanjikan untuk melakukan layanan semakin efisien dan efektif bagi penerima

layanan. Agar akurasi layanan dapat memuaskan penerima layanan,


26

makadibutuhkan adanya keandalan (reliability) di dalam memberikan layanan yang

berkualitas. Kualitas pelayanan dirasakan memuaskan oleh penerima layanan,

apabila suatu institusi dapat memenuhi kebutuhan penerima layanan. Untuk itu

dibutuhkan satuan kerja dinas yang dapat melakukan pelayanan dengan daya

tanggap (responsiveness) maksimal tanpa pilih kasih,artinya setiap peminta layanan

mendapat perhatian dan perlakuan sama.

Kualitas Pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan

perusahaan untuk memenuhi harapan konsumen. Pelayanan dalam hal ini diartikan

sebagai jasa yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan,

kecepatan, hubungan, kemampuan, dan keramahtamahan yang ditunjukkan melalui

sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen (Mu’ah

dan Masram, 2014:56).

Kualitas layanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

tingkat loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa. Perusahaan perlu

meningkatkan kualitas pelayanan untuk mengembangkan loyalitas pelanggannya,

karena produk atau jasa yang berkualitas rendah akan membuat pelanggan menjadi

tidak setia. Artinya, dapat disimpulkan jika kualitas diperhatikan, maka loyalitas

pelanggan akan lebih mudah diperoleh (Bulan, Tengku Putri Lindung, 2016:593).

Menurut Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane (2012:131) quality is the totality

of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to

satisfy stated or implied needs. This is clearly a customer-centered definition. We

can say the seller has delivered quality whenever its product or service meets or

exceeds the customers expectations”. Hal ini dapat diartikan bahwa kualitas
27

merupakan keseluruhan fitur dan karakteristik dari suatu produk atau pelayanan

yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kepuasan yang nyata atau kebutuhan

yang tersirat. Ini jelas merupakan definisi pusat pelanggan. Kita dapat mengatakan

bahwa penjual telah memberikan kualitas setiap kali produk atau pelayanan nya

memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Menurut Tjiptono dalam Bulan, Tengku Putri Lindung (2016:594) kualitas

pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan

konsumen. Sedangkan Lupiyoadi dan Hamdani dalam Bulan, Tengku Putri

Lindung (2016:594) mengatakan kualitas pelayanan adalah derajat yang dicapai

oleh karakteristik yang berkaitan dalam memenuhi persyaratan. Kualitas sering

dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas

kualitas desain dan kualitas kesesuaian.

Berdarkan teori- teori para ahli, maka dapat peneliti simpulkan bahwa

Kualitas Pelayanan merupakan tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan harapan mampu untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan pelanggan.

2.1.4.2 Kriteria Kualitas Pelayanan

Menurut Muah dan Masram (2014:73) dalam rangka menyiapkan suatu

pelayanan berkualitas yang sesuai dengan yang diharapkan perlu berdasarkan pada

sistem kualitas yang memiliki katakteristik tertentu. Suatu masyarakat pelanggan,

akan selau bertitik tolak kepada pelanggan, sehingga pelayanan yang diberikan
28

dapat memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas menurut Tjiptono dalam

Mulyawan, Rahman (2016:49) mengandung kriteria yang meliputi:

1. Kesesuaian dengan persyaratan;

2. Kecocokan untuk pemakaian;

3. Perbaikan berkelanjutan;

4. Bebas dari kerusakan/cacat;

5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat;

6. Melakukan segala sesuatu secara benar; dan

7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

2.1.4.3 Atribut Kualitas Pelayanan

Ketujuh kriteria tersebut jelas tertuju pada upaya pemenuhan harapan para

penerima layanan. Setiap penerima layanan jelas menghendaki kepuasan dari

produk layanan yang diterimanya. Kepuasan para penerima layanan ini merujuk

pada ciri-ciri atau atribut pelayanan seperti yang dikatakan oleh Tjiptono dalam

Mulyawan, Rahman (2016:50) berikut:

1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses.

2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahankesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.

4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang

melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer.

5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang

tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi, dan lain-lain.


29

6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC,

kebersihan, dan lain-lain.

Dengan demikian kualitas pelayanan mencakup sejumlah persyaratan dan

juga berkorelasi dengan berbagai faktor. Model untuk mengetahui kualitas

layanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset adalah model Servqual yang

mengaitkan dua dimensi sekaligus yaitu: penilaian pada dimensi pelanggan

(customer) dan di pihak lain juga dilakukan pada dimensi provider

atau terletak pada kemampuan kualitas pelayanan yang disajikan oleh orang-orang

yang melayani dari tingkat menagerial hingga tingkat front line service. Pada

Model Servqual ini dapat saja terjadi kesenjangan atau gap antara harapan dan

kenyataan yang dirasakan pelanggan dengan persepsi provider terhadap harapan-

harapan pelanggan tersebut, yang diidentifikasikan oleh Zeithaml et. al. dalam

Mulyawan, Rahman (2016:52) terdapat lima gap yang menyebabkan

ketidaksuksesannya penyampaian layanan, yaitu:

1. Gap between consumer expectation and management perception

Kesenjangan antara harapan consumen dan persepsi manajemen timbul

karena manajemen tidak selalu mengetahui sepenuhnya apa keinginan

konsumen atau dengan kata lain manajemen tidak mengetahui apa keinginan

konsumen.

2. Gap between management perception and service-quality specification.

Kesenjangan persepsi manajemen dengan kualitas layanan, mungkin

manajemen sudah mengetahui apa yang diinginkan konsumen tetapi

manajemen tidak sanggup dan tidak sepenuhnya melayani keinginan


30

konsumen tersebut. Intinya ádalah pihak manajemen kurang teliti terhadap

detail layanan yang ditawarkan.

3. Gap between service-quality specifications and service delivery

Kesenjangan antara kualitas layanan dengan penyampaian layanan. Kata

kuncinya ialah manajemen tidak sanggup menyampaikan jasa secara

memuaskan kepada konsumen.

4. Gap between service delivery and external communications

Kesenjangan penyampaian layanan dengan komunikasi eksternal yang

diakibatkan karena penyampaian janji-janji yang di obral dalam iklan, brosur

dll. Kata kuncinya ialah iklan atau promosi lainya terlalu muluk tidak sesuai

dengan kenyataan.

5. Gap between percieved service and expected service

Kesenjangan layanan yang diterima dengan layanan yang diharapkan.

2.1.4.4 Indikator Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka

terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan / inginkan

terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau

dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas

pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui

harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan

berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk (Mu’ah, 2014:62).


31

Untuk mengukur kualitas layanan seperti yang diharapkan oleh

pelanggan, perlu diketahui kriteria (dimensi) yang dipakai oleh pelanggan dalam

menilai pelayanan tersebut. Untuk mengukur kualitas pelayanan menurut

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Mulyawan, Rahman (2016:63) memiliki

lima dimensi yakni:

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan

sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya

adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. ini

meliputi fasilitas fisik (Gedung, Gudang, dan lainnya), teknologi (peralatan dan

perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawainya. Secara

singkat dapat diartikan sebagai penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil,

dan materi komunikasi.

2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Harus sesuai

dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa

kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi tinggi. Secara singkat dapat

diartikan sebagai kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan

secara akurat, tepat waktu, dan dapat dipercaya.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan,

dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu

tanpa alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas
32

pelayanan. Secara singkat dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu

pelanggan dengan memberikan layanan yang baik dan cepat.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan,

dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari komponen: komunikasi

(Communication), kredibilitas (Credibility), keamanan (Security), kompetensi

(Competence), dan sopan santun (Courtesy). Secara singkat

dapat diartikan sebagai pengetahuan dan keramahtamahan personil dan

kemampuan personil untuk dapat dipercaya dan diyakini.

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau

pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami

keinginan konsumen dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu

pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman

bagi pelanggan. Secara singkat dapat diartikan sebagai usaha untuk mengetahui

dan mengerti kebutuhan pelanggan secara individual.

2.1.5 Kepercayaan (X2)

2.1.5.1 Definisi Kepercayaan

Kepercayaan konsumen merupakan semua pengetahuan yang dimiliki oleh

konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut,

dan manfaatnya (Mowen, John C & Minor, Michael, 2002:312). Crosby dalam

Harumi, Sasha Dwi (2016 : 118) menyatakan bahwa kepercayaan adalah keyakinan
33

bahwa penyedia jasa dapat menggunakannya sebagai alat untuk menjalin hubungan

jangka panjang dengan konsumen yang akan dilayani.

Kurniasari dan Ernawati dalam Harumi, Sasha Dwi (2016 : 118) menyatakan

bahwa kepercayaan penting bagi perusahaan karena perusahaan tidak dapat

membangun hubungan tanpa adanya kepercayaan. Selain itu, kepercayaan juga

sangat penting bagi perusahaan penyedia jasa karena menjanjikan pelanggan atas

produk atau jasa yang tidak dapat dilihat, dimana pelanggan harus membayar

sebelum merasakan produk atau jasa tersebut.

Menurut Bulan, Tengku Putri Lindung (2016: 597) kepercayaan timbul dari

suatu proses yang lama sampai kedua belah pihak saling mempercayai. Apabila

kepercayaan sudah terjalin di antara pelanggan dan perusahaan, maka usaha untuk

membinanya akan lebih mudah, hubungan perusahaan dan pelanggan tercermin dari

tingkat kepercayaan (trust) para pelanggan. Apabila tingkat kepercayaan pelanggan

tinggi, maka hubungan perusahaan dengan pelanggan akan menjadi kuat.

Lee dan Lau dalam Sya’diah (2017 :27) menyatakan bahwa kepercayaan

secara umum dipandang sebagai unsur mendasar bagi keberhasilan suatu hubungan

(relationships). Tanpa adanya kepercayaan suatu hubungan tidak akan bertahan

dalam jangka waktu yang panjang. Kepercayaan adalah faktor penting dalam

membangun komitmen antara perusahaan dan pelanggan. Kepercayaan sebagai

kesediaan (willingness) seseorang untuk menggantungkan dirinya pada orang lain

dengan besaran risiko tertentu.

Kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif kita tentang sebuah objek,

maka sikap merupakan tanggapan perasaan afektif yang kita miliki tentang objek,
34

maka sikap merupakan tanggapan perasaan atau afektif yang kita miliki tentang

objek. Pertama-tama konsumen membentuk kepercayaan terhadap sebuah produk

atau jasa kemudian mengembangkan sikap. Jika sikap menjadi positif maka akan

terjadi kesetiaan (Bahrudin, Muhammad & Zuhro, Siti, 2015: 3). Menurut Morgan

dan Hunt dalam Tumbel, Altje (2016: 67) mendefinisikan kepercayaan sebagai

keinginan untuk tetap mempertahankan pertukaran karena dipercaya.

Inti dari kepercayaan yaitu keyakinan, dimana keyakinan ini timbul dari

kedua belah pihak percaya bahwa keduanya akan bersifat dapat dipercaya, memiliki

integritas tinggi, konsisten, kompeten, adil, bertanggung jawab, dan sikap positif

lainnya. Sedangkan menurut Debholkar dalam Yuniarta, dkk (2019:152) bahwa

kepercayaan merupakan keyakinan bahwa tindakan orang lain atau suatu kelompok

konsisten dengan kepercayaan mereka. Mitel, dkk dalam Yuniarta, dkk (2019:153)

menyatakan bahwa kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa akan

tumbuh apabila memiliki pengalaman dan informasi yang baik.

Selnes dan Hess dalam Nasution, R.A., & Widjajanto A.S (2007: 98)

menyatakan bahwa kepercayaan merupakan faktor awal yang menciptakan

komitmen antara seorang pelanggan dengan suatu penyedia produk atau jasa.

Sedangkan menurut Chow dan Reed dalam Nasution, R.A., & Widjajanto A.S

(2007: 98) menyatakan bahwa kepercayaan yang dimiliki oleh seorang konsumen

kepada suatu usaha jasa membuat seorang konsumen mempunyai sikap yang baik,

seperti melakukan konsumsi jasa dengan frekuensi dan volume yang semakin

banyak serta melakukan konsumsi jasa lain yang disediakan oleh perusahaan yang

bersangkutan. Sikap baik yang dimunculkan oleh seseorang tersebut akan mulai
35

menciptakan niat dalam diri seseorang itu untuk menjadi loyal, dan pada akhirnya

niat untuk menjadi loyal tersebut akan menghasilkan loyalitas.

Morgan and Hunt dalam Nasution, R.A., & Widjajanto A.S (2007: 98)

mengembangkan teori mengenai loyalitas. Dalam teori mereka, loyalitas

merupakan suatu bentuk komitmen yang dibentuk oleh kepercayaan sebagai faktor

utama. Kepercayaan didefinisikan di sini sebagai sebuah obyek intangible yang bisa

ditransfer dari seorang trustor (pemberi kepercayaan) kepada seorang trustee

(penerima kepercayaan). Ketika trust muncul dan ditransfer, terjadi perubahan

sikap mental dari trustor yang mendorongnya untuk memberikan hak kepada trustee

untuk melakukan sesuatu yang menjadi kepentingannya. Sewaktu memberikan hak

tersebut trustor sadar bahwa tindakannya itu mengandung sebuah resiko dan

menjadikannya vulnerable (rentan terhadap resiko) atas tindakan trustee.

Kepercayaan bisa mengurangi resiko atau perasaan rentan tersebut sehingga

transaksi di antara keduanya bisa terjadi.

Singh and Sirdeshmukh dalam Nasution, R.A., & Widjajanto A.S (2007: 99)

menjelaskan bahwa pembentukan kepercayaan sudah dimulai sebelum seseorang

menerima jasa. Kadar atau tingkat kepercayaan pada fase ini masih sangat kecil.

Setelah proses konsumsi jasa selesai tingkat kepercayaan menjadi berubah.

Pengalaman yang positif saat mengkonsumsi jasa (kepuasan) akan meningkatkan

kepercayaan, sementara pengalaman yang negatif (ketidakpuasan) akan

menurunkan kepercayaan seseorang terhadap usaha jasa tersebut. Tinggi rendahnya

kepercayaan setelah menerima jasa akan mempengaruhi tinggi rendahnya loyalitas.


36

Kepercayaan merupakan suatu proses yang diawali dari munculnya suatu

harapan umum (expectacy) dari diri seseorang (trustor) yang masih global

mengenai kemampuan seseorang lainnya (trustee) yang kemudian berkembang

menjadi suatu keyakinan (belief) karena trustee dianggap memiliki kemampuan,

keterandalan, integritas, dan niat baik untuk menjalankan tugas yang diberikan

trustor kepadanya. Titik puncak kepercayaan diwujudkan melalui pendelegasian

tugas atau pemberian wewenang kepada trustee untuk bertindak atas nama trustor

dan bahwa trustor siap menerima konsekuensi apapun dari hasil pekerjaan trustee

(Nasution, R.A., & Widjajanto A.S, 2007: 101).

Berdarkan teori- teori para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan

kepercayaan merupakan suatu keyakinan yang disimpulkan oleh konsumen bahwa

perusahaan dapat dipercaya, kompeten, bertanggung jawab, dan memiliki integritas

yang tinggi.

2.1.5.2 Proses Pembentukan Kepercayaan

Menurut Brashear, dkk dalam Nasution, R.A., & Widjajanto A.S (2007:100)

merangkum proses pembentukan kepercayaan tersebut ke dalam tiga model, yakni

calculative, predictive dan identification. Pada model yang pertama, kepercayaan

terbentuk melalui proses perhitungan costs dan benefits yang rasional. Pada model

berikutnya trustor melakukan prediksi atas kemungkinan- kemungkinan tindakan

trustee sebelum ia memberikan kepercayaan kepadanya. Di dalam model terakhir

disebutkan bahwa kepercayaan terbentuk setelah trustor mengidentifikasi hal-hal

yang membuatnya percaya kepada trustee. Hal-hal tersebut berupa minat, tujuan,

dan nilai nilai/prinsip. Menurut Nasution, R.A., & Widjajanto A.S (2007: 100)
37

menyatakan bahwa ketiga model ini masih belum memadai dengan alasan sebagai

berikut:

1. Kepercayaan terbentuk melalui serangkaian proses yang cukup memakan

waktu. Di dalam proses tersebut terjadi perubahan sikap mental di dalam diri

trustor yang menunjukkan penilaiannya terhadap trustee. Ketiga model di atas

tidak menjelaskan perubahan sikap mental tersebut.

2. Ketiga model di atas dikembangkan atas asumsi bahwa trustor memiliki

informasi yang cukup baik mengenai trustee sehingga dapat melakukan

kalkulasi, prediksi dan identifikasi lengkap di awal. Pada kenyataannya,

informasi yang diperoleh sangat sedikit di awal. Informasi ini akan semakin

banyak seiring dengan perubahan mental state dari trustor. Dengan demikian,

proses pembentukan kepercayaan harus mengakomodasi keterbatasan

informasi yang sering terjadi di dunia nyata.

3. Proses kalkulasi, prediksi dan identifikasi tidak bisa dipisahkan. Proses

penilaian trustee merupakan hal yang kompleks karena trustor berusaha

meminimalkan resiko yang akan ditanggungnya. Untuk tujuan tersebut, trustor

melibatkan ketiga proses tersebut dalam menilai trustee.

2.1.5.3 Indikator Kepercayaan

Moorman, Deshpande dan Zaltman dalam Azis, Asriel (2016: 10)

memahami kepercayaan sebagai kesediaan seseorang untuk menggantungkan

dirinya pada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran karena ia mempunyai

keyakinan pada pihak lain tersebut, da kepercayaan akan ada apabila satu pihak

mempunyai keyakinan terhadap pihak lain yang terlibat dalam pertukaran yang
38

mempunyai reliabilitas dan integritas. Menurut Ballester, Elena Delgado &

Aleman, Jose Luis Manuera (2001: 1242) Kepercayaan dapat diukur menggunaka

2 (dua) dimensi yaitu reliability dan intentionality.

1. Reliability (Reliabilitas), untuk membantu/memuaskan kebutuhan

konsumen, serta mempengaruhi keyakinan individu untuk memenuhi janji

dalam operasi produk atau jasa.

2. Intentionality (Integritas), dimensi yang merefleksikan suatu perasaan aman

yang membuat individu merasa ada jaminan.

2.1.6 Manfaat Relasional (X3)

2.1.6.1 Definisi Manfaat Relasional

Manfaat Relasional atau lebih dikenal dengan relational benefits

didefinisikan oleh Gwiner, dkk dalam Triadinda, D., Puspaningrum, A., & Hussein,

A.S (2018: 67) sebagai manfaat yang didapat pelanggan dari hubungan yang

berkesinambungan dan melebihi kinerja jasa inti. Menurut Zeithaml & Gremler

dalam Prayoga, dkk (2015:12) manfaat relasional (benefit relasional) merupakan

hal yang akan dirasakan oleh pelanggan ketika telah menerima layanan dari

perusahaan penyedia jasa yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan apa yang

mereka harapkan/dapatkan dari perusahaan lainnya. Ketika perusahaan mampu

dengan konsisten menyampaikan nilai dari sudut pandang pelanggan, maka satu

manfaat akan dirasakan pelanggan dengan lebih jelas yang akan mendorong mereka

untuk mempertahankan hubungan.

Manfaat relasional muncul dari adanya pelanggan yang bertahan pada

hubungan dengan satu penyedia jasa meskipun sebenarnya memiliki kesempatan


39

untuk memilih dan berpindah kepada para penyedia jasa yang lain untuk memenuhi

kebutuhannya (Hamdi, Dudhi, 2006:23). Menurut Semadi, L.P.S.W., Suprapti,

N.W.S., & Nurcahya, K. (2012:161) dalam mempertahankan pelanggan lama bukan

berarti tanpa menonjolkan manfaat (benefit) seperti halnya ketika menarik

pelanggan baru. Justru dalam upaya untuk mempertahankan pelanggan lama harus

mampu memperlihatkan manfaat secara kontinyu (berkelanjutan) sebagai alasan

pelanggan untuk tetap loyal.

Hennig-Thurau, dkk dalam Semadi, dkk (2012:162) menyebutkan bahwa

relationship marketing didalamnya mencakup manfaat kepercayaan (confidence

benefits), manfaat sosial (social benefits), dan manfaat perlakuan istimewa (special

treatment benefits). Ketiga manfaat tersebut merupakan hal-hal mendasar sebagai

keuntungan yang diperoleh pelanggan dalam menjalin hubungan dengan

perusahaan atau dikenal dengan istilah manfaat relasional (relational benefits).

Ketiga manfaat tersebut saling berhubungan dan terikat dalam menciptakan

hubungan yang lebih erat lagi kepada pelanggan sehingga terjalin persahabatan.

Disamping itu, ketiga manfaat tersebut jika diterapkan dengan konsisten diharapkan

dapat menciptakan kepuasan pada diri pelanggan sehingga timbul suatu komitmen

untuk setia (loyal) menggunakan produk dan jasa yang disediakan oleh perusahaan

yang bersangkutan.

Zheithaml, Bitner, & Gremler dalam Prayoga, dkk (2015:12) menyebutkan

bahwa pemasaran hubungan atau pemasaran relasional (relationship marketing)

adalah filosofi dalam melakukan bisnis yang berorientasi strategis dengan fokus

pada menjaga dan meningkatkan kualitas hubungan dengan pelanggan saat ini,
40

bukan berfokus pada usaha untuk memperoleh pelanggan baru. Filosofi ini

mengasumsikan bahwa banyak konsumen dan pelanggan bisnis lebih memilih

untuk memiliki hubungan yang berkelanjutan dengan satu perusahaan saja daripada

harus berpindah-pindah pada perusahaan lain, selama perusahaan mampu

memberikan nilai dan memenuhi harapan dari pelanggan. Menjaga pelanggan saat

ini akan membuat biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan akan jauh lebih

sedikit dibandingkan dengan mencoba untuk menarik konsumen yang baru.

Pemasar yang sukses akan bekerja dengan menggunakan strategi yang efektif untuk

mempertahankan pelanggan.

Vincent & Cynthia dalam Triadinda, dkk (2018:66) mengatakan bahwa

dalam dunia bisnis modern fokus pemasaran mencerminkan pergerakan perubahan

dari pemasaran transaksional ke relationship marketing. Memberikan manfaat dari

sebuah hubungan atau relational benefit sesungguhnya dapat menguntungkan

kedua belah pihak, baik pelanggan maupun perusahaan. Menurut Bagozzi dalam

Hamdhi, Dudhi (2006:24) pelanggan akan kembali membeli apa yang ditawarkan

oleh perusahaan untuk memuaskan kebutuhan tertentu yang berhubungan dengan

hubungan tersebut dan agar memperoleh manfaat tertentu dari sebuah hubungan.

Berdarkan teori- teori para ahli, maka dapat peneliti simpulkan bahwa

manfaat relasional merupakan keuntungan yang diperoleh pelanggan ketika

memiliki hubungan dengan perusahaan.

2.1.6.2 Kategori Manfaat Relasional

Menurut Gwinner, Gremler, dan Bitner dalam Hamdhi, Dudhi (2006:25)

menyusun empat kategori manfaat relasional yang dirasakan pelanggan, yaitu:


41

1. Social Benefits

Mengacu pada bagian emosional dari sebuah hubungan antara pelanggan

dengan karyawan. Pelanggan menikmati hubungan positif dengan karyawan

dan menginterpretasikan hubungannya dengan menghargai karyawan sebagai

seorang teman.

2. Psychological Benefits

Aspek dari hubungan yang terfokus pada pengurangan rasa ketidakpastian dan

perasaan nyaman terhadap penyedia layanan jasa.

3. Economic Benefits

Mengandung manfaat moneter (misal: potongan harga) dan non-moneter

(misal: layanan yang lebih cepat dan penghematan waktu) yang berasal dari

hubungan pelanggan dengan perusahaan.

4. Customization Benefits

Manfaat yang dihasilkan dari perlakuan secara khusus/ individual dari

penyedia jasa kepada pelanggan yang dapat berupa tambahan jasa layanan

yang tersedia untuk pelanggan yang lain dan perhatian extra.

Terdapat dua kategori dasar motif pelanggan membangun dan

mempertahankan sebuah hubungan, yaitu: (Hamdhi, Dudhi, 2006:24)

1. Manfaat yang berhubungan dekat dengan core product (dalam hal pemasaran

consumer good).

2. Manfaat yang menunjukkan pada hubungan itu sendiri dan luasnya hubungan

dengan kualitas tunggal transaksi.


42

2.1.6.3 Indikator Manfaat Relasional

Manfaat relasional akan diukur menggunakan 3 (tiga) indikator yaitu

manfaat sosial, manfaat perlakuan khusus, dan manfaat kepercayaan (Semadi, dkk,

2012:162).

1. Manfaat Sosial

Merupakan isi emosional dari suatu hubungan dan ditandai dengan

pemahaman karakteristik personal dari para pelanggan oleh para karyawan

perusahaan

2. Manfaat Perlakuan Khusus

Merupakan bentuk hubungan dengan pelanggan yang memberikan fasilitas

khusus pada pelanggan.

3. Manfaat Kepercayaan

Merupakan manfaat yang merujuk pada persepsi untuk mengurangi

kegelisahan dan merasa nyaman karena mengetahui apa yang diharapkan

dari penyedia jasa.

2.1.7 Loyalitas Pelanggan (Y)

2.1.7.1 Definisi Loyalitas Pelanggan

Secara harfiah loyal berarti setia dan loyalitas diartikan sebagai suatu

kesetiaan. Kesetiaan ini sesuatu yang timbul tanpa adanya paksaan, namun timbul

atas kesadaran sendiri. Sedangkan loyalitas pelanggan adalah kesetiaan pelanggan

untuk terus menggunakan produk yang sama dari suatu perusahaan. Menurut

Swastha dalam Nurrulaili (2013:91) menyatakan bahwa loyalitas menggambarkan

perilaku yang diharapkan sehubungan dengan produk atau jasa. Loyalitas


43

konsumen akan tinggi apabila suatu produk dinilai mampu memberi kepuasan

tertinggi sehingga konsumen enggan untuk beralih ke merek lain. Sedangkan

menurut Griffin dalam Sangadji, E.M. & Sopiah (2013:104) menyatakan “loyality

is defined as non random purchase expressed over time by some decision making

unit.” Loyalitas mengacu pada wujud perilaku dari unit- unit pengambilan

keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau

jasa dari suatu perusahaan yang dipilih.

Menurut Oliver dalam Mu'ah & Masram (2014:108) loyalitas konsumen

merupakan kedalaman komitmen yang dipegang untuk melakukan pembelian

kembali atau berlangganan terhadap suatu produk dimasa mendatang. Loyalitas

Konsumen merupakan bentuk dari pembelian berulang (repetitive purchase).

Konsumen yang loyal akan melakukan perilaku pembelian berulang pada suatu

produk yang sama, walaupun banyak produk yang menawarkan diskon dan promosi

gencar. Konsumen akan tetap loyal jika harapan konsumen terhadap suatu produk

terpenuhi. Harapan konsumen tersebut dapat berupa produk yang bagus dan lain

sebagainya. Sedangkan menurut Sheth and Miatl dalam Mu'ah & Masram

(2014:110) loyalitas konsumen adalah komitmen konsumen terhadap suatu merek,

toko atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif tercermin dalam

pembelian ulang yang konsisten.

Seseorang dianggap loyal terhadap suatu perusahaan, produk atau jasa jika

ia menunjukkan jumlah dan frekuensi pembelian yang semakin meningkat terhadap

perusahaan, produk atau jasa tersebut dan menunjukkan preferensi yang kuat atas

suatu produk. Jika tidak menemukan produk yang diinginkan maka pelanggan yang
44

loyal akan mencoba mencari di tempat lain atau menunggu hingga produk yang

diinginkan kembali tersedia Nasution, R.A & Widjajanto, A.S (2007:98).

Menurut Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane (2016:153) “Loyalty has been

defined as a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product

or service in the future despite situational influences and marketing efforts having

the potential to cause switching behavior.” Loyalitas adalah komitmen yang

dipegang teguh untuk membeli kembali atau berlangganan produk pilihan atau jasa

di masa depan meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran memiliki

potensi untuk menyebabkan konsumen beralih ke produk lain”.

“Perilaku pembelian ulang sering kali dihubungkan dengan loyalitas merek

(brand loyalty). Akan tetapi, ada perbedaan di antara keduanya. Bila loyalitas

merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku

pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama

secara berulang kali (Mu'ah & Masram, 2014:109). Misalnya, karena memang satu-

satunya merek yang tersedia, termurah, dan sebagainya. Pembelian ulang bisa

merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat

produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya

konsumen tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa

pula merupakan hasil dari upaya promosi terus menerus dalam rangka untuk

memikat dan membujuk konsumen untuk membeli kembali merek yang sama. Bila

tidak ada dominasi pasar dan upaya promosi intensif tersebut, maka konsumen

bersangkutan sangat mungkin akan beralih kemerek yang lain. Sebaliknya,

konsumen yang setia pada merek tertentu cenderung “terikat” pada merek tersebut
45

dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif

lainnya.

Berdarkan teori- teori para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

Loyalitas Pelanggan merupakan suatu komitmen untuk tetap setia menggunakan

jasa yang sama.

2.1.7.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan

Marconi dalam Mu'ah & Masram (2014:120) menyebutkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen yaitu sebagai berikut:

a. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan merek tertentu dalam waktu yang

lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus

bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan,

pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan

konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun, begitu juga

dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol

kualitas merek beserta harganya.

b. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek

tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran.

Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas

konsumen pada merek.

c. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan produk teretentu, dalam

situasi yang penuh tekanan dan permintaan terhadap pasar yang menuntut

akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan

produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.


46

d. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.

e. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh

produk tertentu dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek

tersebut.

f. Garansi dan jaminan yang diberikan

Sedangkan menurut Swastha dan Handoko dalam Mu'ah & Masram

(2014:122) menyebutkan lima faktor utama yang mempengaruhi loyalitas

konsumen, yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas Produk, secara langsung akan mempengaruhi tingkat kepuasan

konsumen, dan bila hal tersebut berlangsung secara terus- menerus maka

akan membuat konsumen selalu setia membeli atau menggunakan produk

tersebut.

2. Kualitas Pelayanan, selain kualitas produk ada hal lain yang dapat

mempengaruhi loyalitas konsumen yaitu kualitas pelayanan.

3. Emosional, diartikan sebagai keyakinan penjual itu sendiri agar lebih maju

dalam usahanya. Keyakinan tersebut nantinya akan mendatangkan ide- ide

yang dapat meningkatkan usahanya.

4. Harga, sudah pasti konsumen menginginkan barang yang bagus dengan

harga yang lebih murah atau bersaing. Jadi harga di sini lebih diartikan

sebagai akibat atau dengan kata lain harga yang tinggi adalah akibat dari

kualitas produk tersebut yang bagus, atau harga yang tinggi sebagai akibat

dari kualitas pelayanan yang bagus.


47

5. Biaya, konsumen berpikir bahwa perusahaan yang berani mengeluarkan

biaya yang banyak dalam sebuah promosi atau produksi pasti produk yang

akan dihasilkan akan bagus dan berkualitas, sehingga konsumen akan lebih

loyal terhadap produk tersebut.

2.1.7.3 Tahapan Loyalitas Pelanggan

Oliver dalam Mu'ah & Masram (2014:116) menerangkan bahwa loyalitas

berkembang mengikuti empat tahap yang dikenal dengan istilah “The Four Stage

Model of Loyalty Strength” yang meliputi Cognitive Loyalty, Affective Loyalty,

Conative Loyalty, dan Action Loyalty. Model ini memberikan gambaran bahwa

konsumen menjadi loyal lebih dulu pada kognitifnya, kemudian pada aspek afektif,

dan akhirnya pada aspek kognitif dimana selanjutnya dengan disertai motivasi dan

komitmen yang kuat loyalitas kognitif inilah yang akan menimbulkan perilaku

loyal.

a. Loyalitas Kognitif (Cognitive Loyalty), yang didasarkan pada aspek kognitif

saja. Artinya, loyalitas ini terbentuk hanya didasari oleh informasi mengenai

produk yang diterima oleh konsumen sehingga akan membentuk kepercayaan

terhadap produk. Kepercayaan terhadap produk ini datang, sebelum dan akan

mempengaruhi loyalitas berikutnya.

b. Loyalitas Efektif (Effective Loyalty), sikap konsumen terhadap suatu produk

yang akan membangun hubungan antara konsumen dengan produk.

Kecenderungan konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi produk

tertentu inilah yang akan menentukan terbangun atau tidaknya loyalitas efektif.
48

Jika konsumen memiliki sikap positif maka mereka akan memiliki loyalitas

efektif terhadap produk tersebut.

c. Loyalitas Konatif (Conative Loyalty), keinginan konsumen untuk tetap

menggunakan merek yang sama pada masa yang akan datang atau minat untuk

berperilaku loyal. Hal ini berarti minat berperilaku (behavioral intention)

menyatakan secara tidak langsung adanya suatu kehendak untuk berusaha

melanjutkan ke arah tindakan (action).

d. Loyalitas Tindakan (Action Loyalty), seperti yang telah diuraikan sebelumnya

bahwa minat berperilaku (behavioral intention) akan diubah menjadi suatu

tindakan loyal. Niat yang diikuti oleh motivasi merupakan kondisi yang

mengarah pada kesiapan bertindak serta keinginan untuk mengatasi hambatan

guna mencapai tindakan tersebut.

2.1.7.4 Indikator Loyalitas Pelanggan

Pelanggan yang loyal merupakan aset yang tak ternilai harganya bagi

perusahaan, menurut Azis, Asriel (2016:23) indikator Loyalitas Pelanggan yaitu:

a. Repeat Purchase (melakukan pembelian ulang yang konsisten);

b. Retention (pelanggan tidak akan beralih menggunakan jasa perusahaan lain);

c. Referrals (merekomendasikan kepada orang lain).

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan

Menurut Mu'ah & Masram (2014:70) kualitas pelayanan merupakan upaya

yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggannya. Kualitas

pelayanan lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan yang diberikan oleh


49

perusahaan yang menawari jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di

sektor jasa tergantung kualitas pelayanan yang ditawarkan. Dengan demikian

organisasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, hendaknya

selalu berfokus kepada pencapaian pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan

diharapkan dapat diberikan untuk memenuhi pelanggan. Menerapkan prinsip

menyiapkan kualitas pelayanan sebaik mungkin, perlu dilakukan untuk dapat

menghasilkan kinerja secara optimal, sehingga kualitas pelayanan dapat meningkat

dan konsumen pun akan loyal terhadap perusahaan.

Beberapa penelitian tentang penelitian terdahulu tentang Kualitas Pelayanan

terhadap Loyalitas Pelanggan yaitu yang dilakukan oleh Bulan, Tengku Putri

Lindung (2016) hasil menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh

signifikan terhadap loyalitas konsumen. Penelitian Yuniarta, dkk (2019) hasil

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan memiliki hubungan yang positif terhadap

loyalitas pelanggan. Penelitian Montolalu, Marcelitha T. (2013) hasil menunjukkan

bahwa kualitas pelayanan dan harga positif signifikan mempengaruhi loyalitas

konsumen. Dan penelitian Jumawan (2018) hasil menunjukkan bahwa kualitas

pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas. Adapun penelitian

dari Kusumasasti, I., Andarwati, & Hadiwidjojo, D. (2017) yang menunjukkan

bahwa kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.

2.2.2 Pengaruh Kepercayaan Terhadap Loyalitas Pelanggan

Morgan dan Hunt dalam Bahrudin, Muhammad & Zuhro, Siti (2015:6).

mengemukakan bahwa kepercayaan adalah variabel kunci dalam mengembangkan

keinginan yang tahan lama untuk terus mempertahankan hubungan jangka panjang.
50

Kepercayaan akan membangun persepsi konsumen, apakah memiliki integritas,

kompetensi dan benevolence dan lainya yang akan mempengaruhi sikap dan

perilaku.

Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh Kepercayaan terhadap

Loyalitas Pelanggan yaitu yang dilakukan oleh Yuniarta, dkk (2019) hasil

menunjukkan bahwa kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

loyalitas pelanggan. Penelitian Upamannyu, dkk (2015) hasil menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara kepercayaan konsumen terhadap loyalitas

konsumen. Penelitian Daud, dkk (2018) hasil menunjukkan bahwa kepercayaan

konsumen berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap loyalitas

konsumen.

2.2.3 Pengaruh Manfaat Relasional Terhadap Loyalitas Pelanggan

Menurut Stricker dalam Krisdianto, Bagus Dwi (2013:3), manfaat relasional

tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap penciptaan customer loyalty

(loyalitas pelanggan), dimana jika dilakukan dengan konsisten maka tidak hanya

akan berhenti pada penciptaan loyalitas, melainkan lebih kepada menjaga loyalitas

tersebut agar makin baik ke depannya.

. Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh manfaat relasional

terhadap loyalitas pelanggan yaitu yang dilakukan oleh Prayoga, dkk (2015) hasil

menunjukkan bahwa manfaat relasional (relational benefit) untuk faktor confidence

benefits dan social benefits berpengaruh dan positif signifikan terhadap loyalitas

pelanggan, sedangkan faktor special treatment benefits tidak berpengaruh

signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Penelitian Triadinda, dkk (2018) hasil


51

menunjukkan bahwa relational benefits (manfaat relasional) memiliki pengaruh

tertinggi terhadap loyalitas pelanggan. Dan penelitian Fitria, N., Troena, E.A., &

Hussein, A.S (2016) hasil menunjukkan bahwa manfaat relasional berpengaruh

terhadap loyalitas pelanggan.

2.2.4 Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepercayaan, dan Manfaat Relasional

Terhadap Loyalitas Pelanggan

Menurut Oliver dalam Mu'ah & Masram (2014: 108) loyalitas konsumen

merupakan kedalaman komitmen yang dipegang untuk melakukan pembelian

kembali atau berlangganan terhadap suatu produk dimasa mendatang. Loyalitas

Konsumen merupakan bentuk dari pembelian berulang (repetitive purchase).

Konsumen akan tetap loyal jika harapan konsumen terhadap suatu produk

terpenuhi. Harapan konsumen tersebut dapat berupa produk atau jasa yang memiliki

kualitas pelayanan yang bagus dan lain sebagainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Bulan, Tengku Putri Lindung (2016) hasil

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas

konsumen. Kemudian penelitian oleh Yuniarta, dkk (2019) hasil menunjukkan

bahwa kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas

pelanggan. Dan penelitian oleh Triadinda, dkk (2018) hasil menunjukkan bahwa

relational benefits (manfaat relasional) memiliki pengaruh tertinggi terhadap

loyalitas pelanggan.
52

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu:

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu


Teknik
No. Nama, Tahun Judul Penelitian Model Penelitian Hasil Penelitian
Analisis Data
1. (Prayoga, Yasa, Relational Benefit, Structural Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Confidence
& Wardana, Kepuasan, Dan Loyalitas Benefits (X1) Equation 1. Confidence benefits dan social
2015) Pelanggan Pada Bengkel Modeling benefits berpengaruh positif dan
PT. Honda Dewata Motor. (SEM) signifikan terhadap kepuasan dan
Kepuasan
Pelanggan (Y1)
loyalitas pelanggan bengkel.
JMK, Vol.17, No.1 Social 2. Special treatment benefits tidak
Benefits (X2)
berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan dan loyalitas pelanggan
bengkel.
Loyalitas
Special Pelanggan (Y2)
Treatment
Benefits (X3)

2. (Bulan, Tengku Pengaruh Kualitas Regresi Linier Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Putri Lindung, Pelayanan dan Harga Kualitas Pelayanan
Berganda Kualitas pelayanan berpengaruh positif
2016) terhadap Loyalitas (X1) dan signifikan terhadap loyalitas
Konsumen pada PT. Tiki Loyalitas Pelanggan
(Y)
konsumen.
Jalur Nugraha Ekakurir
Agen Kota Langsa. Harga
(X2)
53

Teknik
No. Nama, Tahun Judul Penelitian Model Penelitian Hasil Penelitian
Analisis Data
Jurnal Manajemen dan
Keuangan, Vol 5, No.2
3. (Triadinda, Peranan Relational Structural Hasil analisis menunjukkan bahwa:
Puspaningrum, Benefits Dan Perceived Equation 1. Relational benefits memiliki
Relational
& Hussein, Value Dalam Benefits H3 Modeling pengaruh tertinggi terhadap trust
2018) Meningkatkan Trust Dan H1 (SEM) dan loyalitas.
H5 Loyalitas
Loyalitas Pelanggan Klinik Trust 2. Trust mampu meningkatkan
H2 Pelanggan
Kecantikan loyalitas pelanggan serta
Perceived H4
Value
meningkatkan pengaruh antara
Jurnal Bisnis dan (X1) relational benefits terhadap
Manajemen, Vol. 5 No.1 loyalitas dan perceived value
terhadap loyalitas.

4. (Kusumasasti, Pengaruh Kualitas Produk Structural Hasil penelitian menunjukkan bahwa:


Andarwati, & dan Layanan Terhadap Kualitas Equation Kualitas Layanan di DW Coffee tidak
H3
Hadiwidjojo, Loyalitas Pelanggan Produk Modeling berpengaruh terhadap Loyalitas
2017) Coffee Shop. H1
Kepuasan H5 Loyalitas (SEM) Pelanggan.
Pelanggan Pelanggan
H2
Jurnal Ekonomi Bisnis
Kualitas H4
Volume 22 No.2. Edisi Layanan
Oktober.
5. (Yuniarta, Pengaruh Kepercayaan dan Path Analysis Hasil penelitian antara lain:
Barokah, & Kualitas Pelayanan Kepercayaan H3 1. Pengaruh kepercayaan terhadap
(X1)
Wulandari, Terhadap Loyalitas H1 loyalitas pelanggan menunjukkan
2019) Pelanggan Pengguna Jasa Kepuasan (Z) Loyalitas Pelanggan
(Y) hubungan yang positif.
Pengiriman Paket Pada PT. H2
JNE Express Cabang Kualitas H5
Jember dengan Kepuasan Pelayanan (X2)
H4
54

Teknik
No. Nama, Tahun Judul Penelitian Model Penelitian Hasil Penelitian
Analisis Data
Sebagai Variabel 2. Pengaruh kualitas pelayanan
Intervening. terhadap loyalitas menunjukkan
hubungan yang positif.
e-Journal Ekonomi Bisnis
dan Akuntansi. Volume 6
No. 1.
6. (Montolalu, Impact of Service Quality Path Analysis The result of this study indicate that:
2013) and Price to Customer Service H3 Service quality and price has a positive
Satisfaction and Customer Quality significant influence to customer
(X1)
Loyalty in Swiss Belhotel H1 loyalty.
Customer H5 Customer
Maleosan Manado. Satisfaction Loyalty
(Y1) (Y2)
H2
Jurnal EMBA. Volume 1, Price
(X2)
Nomor 4. Edisi Desember. H4

7. (Upamannyu, The Eeffect of Customer Kaiser Meyer The results of the current study also
Gulati, Chack, Trust on Customer Loyalty Customer Olkin (KMO) revel:
Trust
& Kaur, 2015) and Repurchase Intention: The result of the current also show the
The Moderating Influence H1
strong and positive relationship
of Perceived CSR. Repurchase
between customer loyalty and
H3
H6 Intentriion repurchase intention and it was found
H5
International Journal of positive, but when perceived CSR is
H2
Research in IT, Customer used as moderate or the relationship
Management and Loyalty H4 become again strongers.
Engineering.
Perceived CSR
55

Teknik
No. Nama, Tahun Judul Penelitian Model Penelitian Hasil Penelitian
Analisis Data
8. (Fitria, Troena, The Influence of Partial Least The findings of this study show that:
& Hussein, Relational Benefits and Square (PLS) 1. Relational benefits has influence to
Relational
2016) Bank Brand Image to Benefit customer loyalty.
H3
Customer Loyalty Through (X1) 2. Relational benefits has influence
H1
Sharia Bank Customer Customer H5 Customer indirectly to customer loyalty
Satisfaction
Satisfaction (A Study on H2 (Z)
Loyalty (Y) through customer satisfaction.
PT Bank Syariah Mandiri
Brand
Kediri Branch). Image H4
(X2)

Imperial Journal of
Interdisciplinary Research
(IJIR). Volume 2, Issue 8.
9. (Daud, Farida, Impact of Customer Trust Structural Empirical study applied to the
Andriyansah, & Toward Loyalty: The Equation customer's of PT. Telekomunikasi
Perceived
Razak, 2018) Mediating Role of H1 Modeling Indonesia, Tbk. in order to test 6
Ease of Use Perceived
Usefulness
Perceived Usefulness and (SEM) hypotheses as recommended. The
H2 H7
Satisfaction. H5
Simulation of conceptual model and
H3
empirical data research acquired by
Customer Customer
Journal of Business and Loyalty
using of AMOS software indicates that
Trust H6
Retail Management all of the hypotheses proved positively
H4
Research (JBRMR). significant. Variable trust is a good
H8
Volume 13, Issue 2. Customer antecedent of perceived usefulness,
Satisfaction satisfaction and loyalty constructs.
Besides that, there is a direct effect
between trust with loyalty or indirect
effect through the mediation on
56

Teknik
No. Nama, Tahun Judul Penelitian Model Penelitian Hasil Penelitian
Analisis Data
perceived usefulness and or
satisfaction.

10. (Jumawan, The Effect of Service Path Analysis Based on the result of the research and
Service Quality Entrepreneurs
2018) Quality on Loyalty using (X) Loyalty (Y) the discussion, the following
Satisfaction as an conclusions can be made:
Intervening Variable 1. Service quality variable positively
(Study on Entrepreneurs in and significantly affects
Bekasi Bonded Zone). Entrepreneurs entrepreneurs’ loyalty in the
Satisfaction (Z)
Bonded Zone.
International Journal of 2. Service quality indirectly and
Advanced Enginering, significantly affects entrepreneurs’
Management and Science loyalty through entrepreneurs’
(IJAEMS). Volume 4, satisfaction.
Issue 5.

Sumber: Data diolah peneliti berdasarkan Jurnal Nasional dan Jurnal Internasional (2020)
57

2.3 Model Penelitian

Model penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini mengacu

pada perumusan masalah yang telah diuraikan. Maka model penelitian yang akan

dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Penelitian

H4

Kualitas
Pelayanan (X1)

H1

Kepercayaan Loyalitas Pelanggan


(X2) (Y)
H2

Manfaat
Relasional (X3) H3
(X3)

Sumber: Data diolah peneliti (2020)

Keterangan:
: Pengaruh variabel secara Parsial
: Pengaruh variabel secara Simultan

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penilitian ini yaitu sebagai

berikut:

H1 =Terdapat pengaruh signifikan secara parsial Kualitas Pelayanan

terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Barang J&T Express di

Banjarmasin.
58

H2 =Terdapat pengaruh signifikan secara parsial Kepercayaan terhadap

Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Barang J&T Express di

Banjarmasin.

H3 =Terdapat pengaruh signifikan secara parsial Manfaat Relasional

terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa Pengiriman Barang J&T Express di

Banjarmasin.

H4 =Terdapat pengaruh signifikan secara simultan Kualitas Pelayanan,

Kepercayaan, dan Manfaat Relasional terhadap Loyalitas Pelanggan

Jasa Pengiriman Barang J&T Express di Banjarmasin.


59

Anda mungkin juga menyukai