Anda di halaman 1dari 35

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN

KADER TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS RUMBAI SEBELUM DAN
SETELAH PENYULUHAN

Disusun oleh

dr. Ariza Julia Paulina


dr. Bayu Fajar Pratama
dr. Dhita Natasha Dwiriyanti Hardi
dr. Dicky Pangestu Sandjaya
dr. Ivon Nafriti Gemiyani
dr. Ricky Rusydi Satriawan
dr. Septy Dwi Indriani

Pendamping Internsip

dr. Gusti Ayu Herawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS RUMBAI KEC. RUMBAI PESISIR
PERIODE 6 MARET - 5 JULI 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih

menjadi permasalahan di dunia hingga saat ini, baik negara berkembang maupun

negara maju. Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah

mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency Disease.1 Laporan WHO

tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada

tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap

detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini dan sekitar sepertiga

penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis.1

Berdasarkan WHO Global Tuberculosis Report tahun 2015, Indonesia

merupakan negara peringkat kedua prevalensi TB Paru tertinggi di dunia setelah

India. Angka insidensi semua tipe TB paru Indonesia pada tahun 2014 adalah 1

juta kasus atau 399 per 100.000 penduduk, angka prevalensi semua tipe TB paru

1,6 juta kasus atau 647 per 100.000 penduduk, dan angka kematian TB paru

100.000 kasus atau 41 per 100.000 penduduk.2 Di seluruh dunia, TB paru

merupakan penyakit infeksi terbesar kedua yang menyebabkan tingginya angka

mortalitas dewasa. TB paru menduduki peringkat 3 dari 10 penyebab kematian

terbanyak di Indonesia dengan proporsi 10% dari mortalitas total.3

Wilayah kerja Puskesmas Rumbai Kecamatan Rumbai Pesisir terdiri dari 4

kelurahan dan masing-masing kelurahan telah memiliki kader kesehatan yang

turut membantu penemuan kasus suspek tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

1
Rumbai. Berdasarkan data sekunder dari Pemegang Program TB Puskesmas

Rumbai pada tahun 2017, jumlah kasus suspek TB di Puskesmas Rumbai

mencapai 123 kasus. Angka penemuan kasus TB BTA positif di Puskesmas

Rumbai mencapai 23 kasus (52%). Angka ini masih di bawah target Standar

Pelayanan Minimal penemuan kasus TB BTA positif sebesar 70% atau sebanyak

95 kasus.

Berdasarkan wawancara dengan Pemegang Program TB Puskesmas

Rumbai, kader kesehatan Puskesmas Rumbai belum banyak terlibat untuk

membantu penemuan kasus suspek TB di Puskesmas Rumbai. Kader kesehatan

Puskesmas Rumbai belum mendapatkan penyuluhan tentang penyakit TB dan

gambaran terkini tentang penyakit TB di wilayah kerja Puskesmas Rumbai.

Pemegang Program Puskesmas Rumbai juga belum pernah mengadakan

penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader tentang

penyakit TB. Oleh karena itu, Dokter Internsip Puskesmas Rumbai Periode 6

Maret - 5 Juli 2018 ingin melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran

tingkat pengetahuan kader di wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebelum dan

setelah penyuluhan tentang penyakit TB.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: bagaimana gambaran tingkat pengetahuan kader tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebelum dan setelah penyuluhan?

2
1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan kader tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebelum dan

setelah penyuluhan.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebelum penyuluhan

2. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai setelah penyuluhan

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Peneliti

1. Melakukan penyuluhan kepada kader kesehatan Puskesmas Rumbai

2. Menerapkan keilmuan untuk membuat penelitian di bidang kesehatan

3. Melaksanakan mini project sebagai bagian dalam Program Internsip

Dokter Indonesia

1.4.2 Kader tuberkulosis Puskesmas Rumbai

Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan

kader tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Rumbai tentang penyakit TB.

Penyuluhan yang dilakukan juga dapat meningkatkan pengetahuan kader

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Rumbai tentang penyakit TB sehingga

dapat membantu penemuan kasus suspek TB di wilayah kerja Puskesmas Rumbai.

3
1.4.3 Puskesmas Rumbai

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi Puskesmas

Rumbai, khususnya Pemegang Program TB Puskesmas Rumbai tentang gambaran

tingkat pengetahuan kader TB di wilayah kerja Puskesmas Rumbai dan dapat

dijadikan pertimbangan untuk membuat program terkait peningkatan angka

penemuan kasus TB di wilayah kerja Puskesmas Rumbai.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis paru

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai

paru-paru (tidak termasuk pleura) yang disebabkan oleh bakteri berbentuk basil

tahan asam dan bersifat aerob, yaitu Mycobacterium tuberculosis

(M. tuberculosis) complex. Selain mengenai paru-paru, TB juga dapat mengenai

bagian tubuh lainnya, seperti otak, tulang, kulit, dan lain-lain.2

2.1.2 Epidemiologi

Menurut data WHO Global Tuberculosis Report 2014, sekitar 9 juta orang

menderita TB (sekitar 64% diantaranya adalah TB kasus baru) dan 1,5 juta

diantaranya meninggal dunia pada tahun 2013. Jumlah kasus yang dilaporkan ke

WHO sebanyak 6,1 juta kasus dimana 5,7 juta kasus diantaranya adalah kasus TB

baru. WHO juga memasukkan Indonesia dalam 22 negara dengan kasus TB

tertinggi di dunia dengan total case notified 327.103 kasus.2 Menurut Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi penduduk Indonesia yang

didiagnosis menderita TB paru oleh tenaga kesehatan adalah 0,4%.4

Angka Case Detection Rate (CDR) TB paru dengan Basil Tahan Asam

(BTA) positif di Provinsi Riau pada tahun 2013 adalah sebesar 35,7% dari total

penduduk 5.648.523 jiwa, meningkat sebesar 0,4% dari tahun 2012 yang dihitung

berdasarkan jumlah penderita yang telah ditemukan dibandingkan dengan jumlah

5
penderita yang diperkirakan ada di daerah tersebut. Angka CDR TB paru BTA

positif di Kota Pekanbaru pada tahun 2013 adalah sebesar 37,6% dan angka Case

Notification Rate (CNR), yaitu angka penemuan kasus per 100.000 penduduk di

wilayah tertentu, adalah sebesar 121 kasus. Angka keberhasilan pengobatan kasus

baru TB paru BTA positif dibagi per jumlah total TB kasus baru dikali 100%

(success rate) di tahun 2013 hanya mencapai 81,6%. Angka ini masih lebih

rendah dari target nasional, yaitu > 85%. Keberhasilan pengobatan yang rendah

dapat memicu munculnya Multi Drug Resistant (MDR) TB. MDR TB merupakan

resistensi ganda yang menunjukkan Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap

rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT (Obat Anti Tuberkulosis) lainnya.1,5

WHO melaporkan pada tahun 2013 sedikitnya 480.000 orang di dunia

menderita MDR TB, sedangkan di Indonesia, MDR TB belum memiliki data yang

akurat.6 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munir dkk di Poliklinik Paru

Rumah Sakit Persahabatan yang merupakan rujukan paru nasional selama 3 tahun

pada tahun 2005-2007, terdapat 554 pasien (14,86%) MDR TB dari 3.727 pasien

TB paru dalam kurun waktu tersebut.7

Beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat anti tuberkulosis,

yaitu pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB, penggunaan paduan obat

yang tidak adekuat, pemberian obat yang tidak teratur, fenomena addition

syndrome, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang

tidak berhasil, penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan

dengan baik, penyediaan obat yang tidak reguler, dan pengetahuan penderita yang

masih kurang tentang penyakit TB.1

6
2.1.3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit

melengkung dengan panjang 1-4 mikron dan lebar sekitar 0,3-0,6 mikron, tidak

berspora, dan tidak berkapsul. Mycobacterium tuberculosis berproliferasi dengan

baik pada suhu 22-23oC dengan pH optimal 6,4-7,0. Mycobacterium tuberculosis

berkembang biak dengan cara membelah diri.8

2.1.4 Cara penularan dan faktor risiko

Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya berasal dari:1

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percikan

dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti pasien TB dengan

hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam

dahaknya.

b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif

adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah

26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks

positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang

mengandung percikan dahak infeksius tersebut.

d. Saat batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk

dapat menghasilkan sekitar 3.000 percikan dahak dari orang dengan

TB BTA positif.

7
Daya penularan Mycobacterium tuberculosis dipengaruhi oleh banyaknya

kuman yang berasal dari paru-paru penderita, daya tahan tubuh orang yang

terhirup, dan lamanya pemaparan. Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan

cukup lama dalam ruangan yang tertutup dan lembab. Sinar matahari dapat

langsung mematikan Mycobacterium tuberculosis, sedangkan ventilasi dapat

mengurangi percikan.3

2.1.5 Klasifikasi

Klasifikasi pasien TB berdasarkan riwayat pengobatan, yaitu:1,3

1. Kasus baru, yaitu penderita yang belum pernah mendapat pengobatan

dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

(30 dosis harian).

2. Kasus kambuh (relaps), yaitu penderita tuberkulosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

3. Kasus lalai berobat, yaitu penderita yang sudah berobat paling kurang

1 bulan dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali

berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif.

4. Kasus gagal pengobatan (failure), yaitu penderita BTA positif yang

masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5

(satu bulan sebelum akhir pengobatan) dan penderita dengan hasil

BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada

8
akhir bulan ke-2 pengobatan dan/atau gambaran radiologik ulang

hasilnya mengalami perburukan.

5. Kasus pindahan (transfer in), yaitu penderita yang sedang

mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten/kota dan kemudian

pindah berobat ke kabupaten/kota lain.

2.1.6 Diagnosis

A. Gejala klinis

Gejala klinis TB paru dapat dibagi menjadi gejala lokal (sesuai organ

yang terlibat) dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru, maka

gejala klinis pada pasien adalah:1,3

1. Gejala respiratorik: bervariasi tergantung dari luas lesi, dapat bersifat

asimptomatik hingga simptomatik.

a. Batuk produktif ≥ 2 minggu.

b. Batuk berkembang dari batuk biasa menjadi purulen hingga batuk darah

(gross haemopthysis).

c. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru

yang cukup luas.

d. Nyeri dada pada TB termasuk nyeri pleuritik ringan. Nyeri dada yang

bertambah berat akan timbul jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura

sehingga menimbulkan pleuritis luas.

9
2. Gejala sistemik

a. Demam

Demam merupakan gejala pertama dari TB paru. Demam pada TB paru

biasanya subfebris, tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi

kuman.

b. Malaise

Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak

enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus,

sakit kepala, dan mudah lelah.

3. Gejala TB ekstra paru

Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis.

Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi

yang rongga pleuranya terdapat cairan.

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan tergantung organ yang terlibat. Penyakit TB

paru kelainannya tergantung luas kerusakan struktur paru. Kelainan paru pada

umumnya terletak di daerah lobus superior, terutama daerah apeks dan segmen

posterior serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan

TB paru dapat ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,

ronkhi basah karena sekret menjadi lebih banyak dan kental, serta tanda-tanda

penggunaan otot-otot bantu pernafasan.1

10
C. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologis dari spesimen dahak dapat dilakukan dengan

cara mikroskopis dan biakan. Cara pengambilan dahak tiga kali dengan

minimal satu kali dahak pagi hari. Pemeriksaan mikroskopis terdiri dari

dua jenis yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa dan pemeriksaan

mikroskopis fluoresens.1

2. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan lain yang juga

dianjurkan, tapi bukan merupakan gold standard. Pemeriksaan yang

diminta adalah foto toraks PA.1

3. Rapid test (tes cepat molekuler) TB

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kasus TB dan menunjukkan apakah

bakteri resisten terhadap rifampisin. Tes ini menyediakan deteksi

sensitif terhadap TB dan resistensi terhadap rifampisin langsung dari

dahak dalam waktu kurang dari dua jam.9

4. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi

DNA, termasuk DNA Mycobacterium tuberculosis. Hasil pemeriksaan

PCR dapat menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut

dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar.1

11
2.1.7 Tatalaksana10-13

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

a. Tahap awal (intensif), yaitu pasien mendapat obat setiap hari selama

2-3 bulan dan mendapat pengawasan langsung untuk mencegah

terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tepat, biasanya dalam

waktu 2 minggu pasien tidak akan menularkan penyakitnya. Sebagian

besar konversi dari TB BTA positif menjadi negatif terjadi dalam

waktu 2 bulan.

b. Tahap lanjutan, yaitu pasien diberi obat 3 kali dalam seminggu selama

4-7 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

dan mencegah kekambuhan.

OAT terdiri dari OAT utama (lini I) dan tambahan (lini II), antara lain:

a. OAT lini I : isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z),

etambutol (E), dan streptomisin (S).

b. OAT lini II : kanamisin, amikasin, kuinolon, makrolid, dan

amoksilin serta asam klavulanat (masih dalam

penelitian).

2.1.8 Suspek (tersangka penderita) TB

Tersangka penderita TB adalah seorang penderita batuk berdahak selama

2-3 minggu atau lebih dan dapat diikuti gejala tambahan, seperti batuk darah,

12
sesak nafas, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, malaise, berkeringat

di malam hari walaupun tanpa melakukan kegiatan fisik, dan demam meriang

lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit

paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, dan kanker paru.

Oleh karena prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas dianggap

sebagai seorang tersangka penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis langsung.3

2.2 Kader tuberkulosis

2.2.1 Definisi

Kader tuberkulosis adalah anggota masyarakat yang bekerja secara

sukarela dalam membantu Program Penanggulangan TB dan sudah dilatih. Semua

anggota masyarakat yang bersedia, berminat, dan mempunyai kepedulian terhadap

masalah sosial dan kesehatan dapat menjadi kader TB, seperti anggota PKK

(Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), karang taruna, pelajar, tokoh masyarakat,

tokoh agama, anggota kelompok keagamaan, tokoh adat, pasien, dan mantan

pasien TB.14

2.2.2 Peran kader dalam penanggulangan tuberkulosis

Peran kader dalam penanggulangan TB adalah mengatasi masalah TB di

wilayahnya dengan cara:14

1. Memberikan penyuluhan tentang TB dan penanggulangannya kepada

masyarakat.

13
2. Membantu menemukan orang yang dicurigai sakit TB dan pasien TB di

wilayahnya.

3. Membantu Puskesmas atau sarana kesehatan lainnya dalam membimbing

dan memberikan motivasi kepada pengawas menelan obat (PMO) untuk

selalu melakukan pengawasan menelan obat.

4. Menjadi koordinator PMO (KPMO).

5. Jika pasien tidak memiliki PMO, maka seorang kader bisa menjadi PMO.

2.2.3 Kemampuan dasar kader

Seorang kader saat menjalankan perannya dalam penanggulangan TB

harus memiliki beberapa kemampuan, seperti:14

1. Mampu baca tulis dan berhitung

2. Mampu berkomunikasi dengan baik, terutama saat sosialisasi tentang

penyakit TB.

3. Mampu membina hubungan sosial yang baik dengan masyarakat dan

sekitarnya.

2.2.4 Manfaat menjadi kader

Manfaat yang didapatkan kader kesehatan terkait perannya dalam

penanggulangan TB, antara lain:14

1. Meningkatkan rasa peduli terhadap lingkungan.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit TB

3. Menambah rasa percaya diri kader

4. Merasa lebih dihargai dan diterima oleh masyarakat

14
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain one group pre-

post test untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebelum dan setelah penyuluhan.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai pada bulan

April-Mei 2018.

3.3 Populasi dan sampel penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kader tuberkulosis di wilayah

kerja Puskesmas Rumbai. Sampel dari penelitian ini adalah kader tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memiliki kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah kader tuberkulosis di wilayah

kerja Puskesmas Rumbai yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

dengan menandatangani lembar informed consent. Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah kader tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Rumbai yang

tidak hadir dalam kegiatan penyuluhan, tidak mengikuti kegiatan penyuluhan

secara penuh, tidak mengikuti pengisian kuesioner sebelum dan setelah

penyuluhan, dan tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

15
3.4 Metode dan teknik pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yang

didapatkan dari penyebaran kuesioner kepada kader tuberkulosis di wilayah kerja

Puskesmas Rumbai sebelum penyuluhan. Setelah itu dilakukan intervensi berupa

penyuluhan dan kemudian dilakukan penyebaran kuesioner kembali dengan

pertanyaan yang sama kepada kader tuberkulosis setelah dilakukan penyuluhan.

Data dideskripsikan berdasarkan jumlah jawaban benar pada kuesioner, baik

sebelum maupun setelah penyuluhan, sehingga didapatkan gambaran tingkat

pengetahuan kader tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebelum dan

setelah penyuluhan.

16
BAB IV

PROFIL PUSKESMAS

4.1 Profil komunitas umum

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rumbai pada tahun 2016

adalah 34.144 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki adalah 17.525 jiwa dan jumlah

penduduk perempuan adalah 16.619 jiwa sehingga sex ratio laki-laki/perempuan

adalah 1,08. Jumlah kunjungan Puskesmas Rumbai pada tahun 2016 adalah

34.911 kunjungan.

Kepadatan penduduk di willayah Puskesmas Rumbai adalah 448.758

jiwa/km2 dengan rata-rata 4 jiwa per kepala keluarga. Kepadatan penduduk ini

bervariasi untuk setiap kelurahan dimana yang terpadat adalah Kelurahan Meranti

Pandak (15.980 jiwa/km2) dan yang terjarang penduduknya adalah Kelurahan

Tebing Tinggi Okura (40,54 jiwa/km2).

4.2 Keadaan geografis

Kecamatan Rumbai Pesisir merupakan 1 dari 12 kecamatan di Kota

Pekanbaru, yang dipisahkan dari kecamatan lain oleh Sungai Siak, dengan luas

wilayah 157,33 km2 dan terdiri dari 6 kelurahan. Wilayah kerja Puskesmas

Rumbai meliputi 3 kelurahan, yaitu: Kelurahan Meranti Pandak, Kelurahan

Limbungan, dan Kelurahan Tebing Tinggi Okura. Pada bulan Desember 2016

terjadi pemekaran wilayah kerja Tebing Tinggi Okura dimana Geringging

menjadi kelurahan sendiri dengan nama Kelurahan Sei Ukay. Kelurahan terluas

17
adalah Kelurahan Tebing Tinggi Okura (134,79 km2) dan yang terkecil adalah

Kelurahan Limbungan (2,48 km2).

Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Rumbai adalah:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Siak

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten

Pelalawan

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Siak (Kecamatan Lima

Puluh, Kecamatan Senapelan, dan Kecamatan Tenayan Raya)

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Umban Sari dan

Kecamatan Rumbai (Wilayah Kerja Puskesmas Umban Sari)

4.3 Data demografis

Data demografis penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rumbai berdasarkan

jenis kelamin, kelompok umur, dan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 1

dan tabel 2.

Tabel 1 Data demografis penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kelompok


umur di wilayah kerja Puskesmas Rumbai tahun 2016

Kelompok umur Jumlah penduduk (jiwa)


No
(tahun) Laki-laki Perempuan Total
1 0-4 855 782 1.637
2 5-9 898 746 1.644
3 10-14 817 865 1.682
4 15-19 989 876 1.865
5 20-24 916 875 1.791
6 25-29 1.547 1.380 2.927
7 30-34 1.234 1.076 2.310
8 35-39 1.991 1.777 3.768
9 40-44 2.063 2.017 4.080

18
Kelompok umur Jumlah penduduk (jiwa)
No
(tahun) Laki-laki Perempuan Total
10 45-49 2.145 2.147 4.292
11 50-54 1.556 1.737 3.293
12 55-59 1.559 1.387 2.946
13 60-64 313 295 608
14 65-69 289 277 566
15 70-74 178 198 376
16 75+ 175 184 359
Total 17.525 16.619 34.144

Tabel 2 Data demografis penduduk berdasarkan pendidikan terakhir di wilayah


kerja Puskesmas Rumbai tahun 2015

No Pendidikan Jumlah (jiwa)


1 Tidak tamat SD 4.608
2 Tamat SD 6.442
3 Tamat SMP 6.084
4 Tamat SMU 9.375
5 Diploma I 183
6 Akademi / Diploma III 377
7 Perguruan Tinggi 1012
Total 31.379

4.4 Sumber daya kesehatan

Pada tahun 2017, jumlah pegawai Puskesmas Rumbai yang menjalankan

pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rumbai sebanyak 44

orang dengan rincian sebagai berikut:

1. Dokter Umum 2 orang

2. Dokter Gigi 2 orang

3. SKM 4 orang

4. Akademi Kebidanan 5 orang

5. Akademi Keperawatan 8 orang

19
6. Akademi Gizi 1 orang

7. Perawat (SPK) 5 orang

8. Perawat gigi 1 orang

9. Bidan (D4) 2 orang

10. Bidan (D1) 1 orang

11. Analis lab 1 orang

12. Apoteker 1 orang

13. Asisten Apoteker 2 orang

14. Perekam Medis 1 orang

15. Administrator 1 orang

16. Akuntansi 1 orang

17. Pekarya Kesehatan 1 orang

18. Honorer 4 orang

19. Pekarya kesehatan 1 orang

4.5 Sarana kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rumbai pada

umumnya sudah menjangkau hampir seluruh masyarakat. Sarana kesehatan

tersebut berasal dari pemerintah/swasta maupun dari swadaya masyarakat dengan

rincian sebagai berikut:

1. Puskesmas Induk 1 buah

2. Puskesmas Pembantu 3 buah

3. Mobil Puskesmas Keliling 2 buah

4. Tempat Puskesmas Keliling 3 buah

20
5. Posyandu 34 buah

6. Poskesdes 3 buah

7. BP / Klinik 4 buah

8. Dokter Praktek 8 orang

9. Bidang Praktek 1 orang

4.6 Program kesehatan

Puskesmas bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan

perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang keduanya jika ditinjau dari

sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Upaya kesehatan tersebut adalah:

1. Promosi Kesehatan

2. Kesehatan Lingkungan

3. Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

6. Upaya Pengobatan Dasar

21
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil penelitian

5.1.1 Karakteristik umum responden penelitian

Karakteristik umum responden penelitian dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik umum responden penelitian

Karakteristik Frekuensi (orang) Persentase (%)


Umur
21-30 tahun 4 13,79
31-40 tahun 7 24,14
41-50 tahun 14 48,28
> 50 tahun 4 13,79
Jenis kelamin
Laki-laki 0 0
Perempuan 29 100
Pendidikan terakhir
Tamat SD 3 10,35
Tamat SMP 9 31,03
Tamat SMA/SMK 16 55,17
Tamat akademi/sarjana 1 3,45
Pekerjaan
Ibu rumah tangga (IRT) 20 68,96
Petani 6 20,69
Pedagang 2 6,90
Pegawai swasta 1 3,45

Responden dalam penelitian ini adalah kader tuberkulosis di wilayah kerja

Puskesmas Rumbai yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria

eksklusi. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 29 orang dimana seluruh

responden (100%) adalah perempuan.

22
Berdasarkan kelompok umur, responden dalam penelitian ini paling

banyak berada dalam kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 14 orang (48,28%).

Responden dalam kelompok umur 21-30 tahun berjumlah 4 orang (13,79%),

kelompok umur 31-40 tahun berjumlah 7 orang (24,14%), dan sisanya berumur

lebih dari 50 tahun, yaitu sebanyak 4 orang (13,79%).

Sebagian besar responden berlatar belakang pendidikan terakhir tamat

SMA/SMK, yaitu sebanyak 16 orang (55,17%), dan hanya 1 orang (3,45%)

responden dengan latar belakang pendidikan tamat akademi atau sarjana.

Selebihnya, 3 orang (10,35%) responden berlatar belakang pendidikan terakhir

tamat SD dan 9 orang (31,03%) respoden tamat SMP.

Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar responden bekerja sebagai ibu

rumah tangga (IRT), yaitu sebanyak 20 orang (68,96%). Kelompok pekerjaan

lainnya meliputi petani sebanyak 6 orang (20,69%), pedagang sebanyak 2 orang

(6,90%), dan pegawai swasta sebanyak 1 orang (3,45%).

5.1.2 Gambaran tingkat pengetahuan responden penelitian sebelum dan

setelah penyuluhan

Tingkat pengetahuan responden penelitian dibagi menjadi kurang, cukup,

dan baik. Tingkat pengetahuan dikategorikan kurang jika jumlah jawaban benar

adalah 0-4, cukup jika jumlah jawaban benar 5-7, dan baik jika jumlah jawaban

benar 8-10. Gambaran tingkat pengetahuan responden penelitian sebelum dan

setelah penyuluhan dapat dilihat pada tabel 4.

23
Tabel 4 Gambaran tingkat pengetahuan responden penelitian sebelum dan
setelah penyuluhan

Tingkat Sebelum penyuluhan Setelah penyuluhan


pengetahuan Jumlah % Jumlah %
Kurang 5 17,24 1 3,45
Cukup 6 20,69 3 10,35
Baik 18 62,07 25 86,20

Sebelum mendapatkan penyuluhan, 5 orang (17,24%) responden memiliki

tingkat pengetahuan kurang, 6 orang (20,69%) responden memiliki tingkat

pengetahuan cukup, dan 18 orang (62,07%) responden memiliki tingkat

pengetahuan baik. Setelah mendapatkan penyuluhan, tingkat pengetahuan

responden dinilai kembali dengan menggunakan kuesioner yang sama dan

didapatkan perubahan proporsi tingkat pengetahuan responden. Responden yang

memiliki tingkat pengetahuan kurang hanya 1 orang (3,45%) dan responden

dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 3 orang (10,35%). Selebihnya,

sebanyak 25 orang (86,20%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik.

5.2 Pembahasan

Penelitian telah dilakukan di Puskesmas Rumbai dengan jumlah responden

penelitian sebanyak 29 orang. Pengumpulan data penelitian dimulai dengan

penyebaran kuesioner kepada responden sebelum dilakukan penyuluhan dan

dinilai tingkat pengetahuannya sebelum penyuluhan. Setelah pengisian kuesioner

selesai, responden akan mendapatkan penyuluhan tentang penyakit TB.

Kemudian, responden diminta untuk mengisi kuesioner kembali setelah

mendapatkan penyuluhan dan dinilai kembali tingkat pengetahuannya.

24
Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran tingkat pengetahuan

responden sebelum penyuluhan, sebanyak 5 orang (17,24%) responden memiliki

tingkat pengetahuan yang kurang. Tingkat pengetahuan yang kurang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya sosialisasi dan

penyuluhan kepada kader tentang penyakit TB. Hal ini sesuai dengan hasil

wawancara dengan Pemegang Program TB Puskesmas Rumbai dimana kader

masih belum mendapatkan penyuluhan tentang penyakit TB dan gambaran terkini

tentang penyakit TB di wilayah kerja Puskesmas Rumbai.

Setelah dilakukan penyuluhan, terjadi peningkatan jumlah responden yang

memiliki tingkat pengetahuan yang baik serta penurunan jumlah responden

dengan tingkat pengetahuan cukup dan kurang. Perubahan tingkat pengetahuan ini

dapat disebabkan oleh penyuluhan dengan metode presentasi yang memanfaatkan

media powerpoint. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kusumawardani dimana perlakuan berupa penyuluhan kesehatan menggunakan

media powerpoint dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang

serta mengubah perilaku manusia secara individu, kelompok, atau masyarakat.15

Selain itu juga dibuka sesi tanya-jawab antara responden dan pemberi penyuluhan

sehingga tingkat pemahaman responden terhadap informasi yang diberikan

menjadi lebih jelas dan mudah dipahami.16

Peningkatan jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik

berdasarkan penelitian ini dapat dijadikan salah satu dasar untuk melakukan

penyuluhan tentang penyakit TB kepada kader secara berkala sehingga

pengetahuan kader tentang penyakit TB dapat ditingkatkan dan berdampak pula

pada peningkatan jumlah penemuan kasus TB di wilayah kerja Puskesmas

25
Rumbai yang merupakan tujuan jangka panjang dari penyuluhan tentang penyakit

TB. Penelitian ini tidak dapat menilai pengaruh perubahan tingkat pengetahuan

kader melalui penyuluhan terhadap jumlah penemuan kasus TB di wilayah kerja

Puskesmas Rumbai karena memerlukan pengumpulan data dan evaluasi lebih

lanjut di masa yang akan datang.

26
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

a. Sebelum mendapatkan penyuluhan, 5 orang (17,24%) responden

memiliki tingkat pengetahuan kurang, 6 orang (20,69%) responden

memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 18 orang (62,07%)

responden memiliki tingkat pengetahuan baik.

b. Setelah mendapatkan penyuluhan, terjadi peningkatan jumlah

responden dengan tingkat pengetahuan baik serta penurunan jumlah

responden dengan tingkat pengetahuan cukup dan kurang. Responden

yang memiliki tingkat pengetahuan kurang hanya 1 orang (3,45%) dan

responden dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 3 orang

(10,35%). Selebihnya, sebanyak 25 orang (86,20%) responden

memiliki tingkat pengetahuan yang baik.

6.2 Saran

a. Penyuluhan tentang penyakit TB secara berkala kepada kader di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai perlu dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan kader tentang penyakit TB sehingga

diharapkan kader dapat berperan aktif membantu penemuan kasus TB

di wilayah kerja Puskesmas Rumbai.

b. Penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan untuk menilai apakah

terdapat peningkatan angka penemuan kasus TB setelah dilakukan

27
penyuluhan kepada kader tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Rumbai.

c. Penelitian dengan desain yang lebih baik, variabel yang lebih

bervariasi, serta jumlah sampel yang lebih besar dapat dilakukan

untuk mendukung hasil penelitian ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan


tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Persatuan Dokter Paru Indonesia; 2011.

2. World Health Organization. Global tuberculosis report 2014. Geneva: World


Health Organization; 2014.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pengendalian


tuberkulosis 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun


2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2013. h.69-71.

5. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Laporan tahunan TB tahun 2013. Pekanbaru:


Dinas Kesehatan Provinsi Riau; 2013.

6. World Health Organization. Global tuberculosis report 2016. Geneva: World


Health Organization; 2016.

7. Munir SM, Nawas A, Soetoyo DK. Pengamatan pasien tuberkulosis paru


dengan multidrug resistant (TB-MDR) di Poliklinik Paru RSUP
Persahabatan. J Respir Indo 2010; 30(2):92-104.

8. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawets, Melnick, Adelberg’s: medical
microbiology 26rd ed. United States: McGraw-Hill Companies; 2010.

9. Boehme CC, Nabeta P. Rapid molecular detection of tuberculosis and


rifampisin resistance. N Eng J Med 2010; 363(11):1005-15.

10. TB Care I. International standarts for tuberculosis care 3rd ed. United States:
The Hague; 2014.

11. Kenyorini, Suradi, Surjanto E. Uji tuberkulin. J Tuberkulosis Indonesia 2006;


3(2):1-5.

12. Tjandra YA. Tuberkulosis: diagnosis, terapi, dan masalahnya: edisi V.


Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia; 2005.

29
13. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
III edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI; 2009. h. 1511-3.

14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku kader program


penanggulangan TB 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2014.

15. Kusumawardani E. Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat


pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dalam pencegahan demam berdarah
dengue pada anak. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro;
2012.

16. Sungkar S, Winita R, Kurniawan A. Pengaruh penyuluhan terhadap


pengetahuan masyarakat dan kepadatan Aedes aegypti di Kecamatan Bayah
Provinsi Banten. Makara Kesehatan 2010; 14(2):81-5.

30
Lampiran 1 Informed consent kesediaan menjadi responden penelitian

INFORMED CONSENT (PERNYATAAN PERSETUJUAN)


KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama lengkap : .........................................................................................


Tempat/tanggal lahir : .........................................................................................
Jenis kelamin : .........................................................................................
Alamat : .........................................................................................

telah mendapatkan penjelasan dan pengertian tentang penelitian yang berjudul


“Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tuberculosis di Wilayah Kerja
Puskesmas Rumbai Sebelum dan Setelah Penyuluhan” sehingga dengan ini
saya menyatakan SETUJU DAN BERSEDIA untuk menjadi responden dalam
penelitian tersebut. Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran penuh tanpa
tekanan dari pihak mana pun.

Pekanbaru, .............................................
Yang membuat pernyataan

( )

31
Lampiran 2 Formulir identitas kader

FORMULIR IDENTITAS DIRI


KADER TUBERCULOSIS (TB) PUSKESMAS RUMBAI

Nama lengkap :

Tempat/tanggal lahir :

Jenis kelamin :

Alamat :

Agama :

Status pernikahan :

Pendidikan terakhir : 1. Tidak sekolah 4. Tamat SMA / SMK


2. Tamat SD 5. Tamat akademi / sarjana
3. Tamat SMP

Pekerjaan : 1. PNS / pensiunan 5. Petani


2. TNI / POLRI / pensiunan 6. Buruh
3. Pegawai swasta / wiraswasta 7. Lain-lain
4. Pedagang .....................

Nomor HP :

Pekanbaru, .............................................

( )

32
Lampiran 3 Kuesioner tingkat pengetahuan kader

KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN KADER TUBERKULOSIS

1. Apakah yang dimaksud dengan Kader Tuberkulosis (TB)?


a. Anggota masyarakat yang mengobati TB
b. Anggota masyarakat yang terkena TB
c. A dan B benar
d. Anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam membantu
Program Penanggulangan TB dan sudah dilatih

2. Siapa yang bisa menjadi Kader TB?


a. Tokoh Masyarakat
b. Tokoh Agama
c. Mantan pasien TB
d. Benar semua

3. Yang bukan menjadi peran Kader TB dalam Program Penanggulangan TB


adalah ...
a. Membantu menemukan orang yang dicurigai sakit TB dan pasien TB di
wilayahnya
b. Membantu Puskesmas atau sarana kesehatan lainnya dalam membimbing
dan memberikan motivasi kepada PMO untuk selalu melakukan
pengawasan menelan obat
c. Menjadi Koordinator PMO (KPMO), dan jika pasien tidak memiliki PMO,
maka seorang kader bisa menjadi PMO
d. Mengobati pasien TB

4. Kemampuan dasar yang tidak harus dimiliki oleh Kader TB adalah ...
a. Bisa baca tulis dan berhitung
b. Kemampuan komunikasi yang baik
c. Mampu membina hubungan sosial yang baik dengan masyarakat
sekitarnya
d. Bisa mengobati pasien TB

5. Yang bukan manfaat menjadi kader TB adalah ...


a. Meningkatnya rasa peduli terhadap lingkungan.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit TB.
c. Menambah penghasilan
d. Menambah rasa percaya diri kader.

33
6. Apa yang harus dilakukan Kader bila menemukan orang yang diduga
menderita TB, kecuali:
a. Menginformasikan bahwa pemeriksaan dan pengobatan TB dapat
dilakukan di sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Klinik Swasta,
Rumah Sakit).
b. Menyarankan orang tersebut untuk memeriksakan diri ke sarana pelayanan
kesehatan (Puskesmas, Klinik Swasta, Rumah Sakit) yang terdekat.
c. Menginformasikan kepada petugas kesehatan mengenai orang yang diduga
sakit TB di wilayahnya.
d. Langsung memberikan pengobatan TB

7. Apa yang dapat dilakukan Kader bila menemukan pasien TB?


a. Memastikan apakah pasien tersebut memiliki PMO.
b. Jika pasien belum mempunyai PMO, kader dapat membantu mencarikan
PMO yang disetujui oleh pasian dan petugas kesehatan.
c. Jika pasien telah memilki PMO, kader dapat memberikan bimbingan dan
motivasi agar PMO dapat melaksanakan perannya dengan baik.
d. Semua benar

8. Bagaimana melakukan kunjungan rumah?


a. Ucapkan salam dan tanyakan kabar.
b. Jelaskan tujuan kunjungan anda kali ini.
c. A,b benar
d. Salah semua

9. Apa yang harus dilakukan jika mengunjungi PMO:


a. Tanyakan tentang perkembangan pengobatan pasien TB.
b. Ingatkan kapan pasien TB harus mengambil obat dan waktu periksa ulang
dahak.
c. Pastikan bahwa kartu kontrol PMO selalu diisi dan hal-hal lain yang anda
anggap perlu.
d. Benar semua

10. Apa yang harus dilakukan jika mengunjungi pasien TB:


a. Tanyakan perkembangan pasien.
b. Tanyakan tentang efek samping obat yang dirasakan dan berikan saran
untuk mengatasinya
c. Berikan motivasi kepada pasien agar tetap minum obat secara teratur
sampai tuntas dan ingatkan kapan harus mengambil obat dan waktu
periksa ulang dahak.
d. Benar semua

34

Anda mungkin juga menyukai