Anda di halaman 1dari 33

Nama : Anita Khoerunnisa Rianto

NIM : 1107720154

Resume Materi Kelompok 5 “Penelitian Studi Pustaka”

Penelitian studi pustaka atau kepustakaan adalah kegiatan penelitian yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang
ada di perpustakaan seperti buku referensi, hasil penelitian sebelumnya yang sejenis, artikel,
catatan, serta berbagai jurnal guna mencari jawaban atas permasalahan yang ingin dipecahkan

Tujuan penelitian studi pustaka, yaitu: Jenis-jenis studi kepustakaan, meliputi:

 Menemukan suatu masalah atau  Kajian pemikiran tokoh.


 Analisis buku teks.
topik.
 Kajian sejarah.
 Mencari informasi yang relevan.
Sumber-sumber studi pustaka, yaitu:
 Mengkaji topik yang relevan.
 Jurnal penelitian.
 Mencari landasan teori
 Buku.
 Memperdalam pemahaman dan  Media massa.
pengetahuan penulis.  Internet.

Kegiatan penelitian studi kepustakaan, meliputi mengumpulkan, membaca, dan


mencatat literatur/buku-buku. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu
mengetahui/mencari tahu jenis pustaka yang dibutuhkan, membaca jenis pustaka yang sudah
ditentukan, melakukan pengkajian, dan menyajikan hasil studi kepustakaan.

Kelebihan penelitian studi pustaka, yaitu: Kekurangan penelitian studi pustaka, yaitu:

 Menggali teori dan konsep yang  Data yang diperoleh mungkin tidak
ditemukan peneliti terdahulu. dapat memenuhi kebutuhan
 Mengikuti perkembangan peneliltian. penelitian karena dikumpulkan oleh
 Memperoleh orientasi yang luas. orang lain.
 Memperoleh banyak informasi tanpa  Sulit menilai akurasi data yang
biaya. disajikan.
 Mudah menemukan bahan penelitian.  Data tidak terlalu relevan dengan
 Tersedia pustakwan yang dapat situasi saat ini.
membantu.  Belum banyak panduan atau
 Meningkatkan fokus dengan pedoman dalam melakukan
tersedianya lingkungan. penelitian.
Contoh judul penelitian studi pustaka dari kelompok 5, yaitu Peran Harun Nasution Dalam
Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia, Analisis Problema Pembelajaran Daring
Terhadap Pendidikan Karakter Peserta Didik.

Contoh Artikel Penelitian Studi Pustaka

Judul:

UGENSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL DALAM MENINGKATKAN


MOTIVASI PEMBELAJARAN DARING DI SEKOLAH DASAR

Rumusan Masalah:

Bagaimana urgensi penggunaan media audiovisual dalam meningkatkan motivasi


pembelajaran daring di sekolah dasar?

Artikel tersebut termasuk artikel penelitian studi pustaka, karena teknik pengumpulan
data dilakukan melalui dokumentasi atau kajian pustaka yaitu mencari data dalam penelitian
dengan menelaah beberapa jurnal, buku, dokumen-dokumen, atau infromasi lainnya yang
relevan dengan penelitian. Berarti dalam penulisannya peneliti berhadapan langsung dengan
teks, dimana bahan-bahan yang ada telah siap pakai, biasanya terdapat di perpustakaan ataupun
internet.

Artikel studi pustaka tersebut bersifat deskriptif, dimana artikel tersebut fokus pada
penjelasan yang sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan. Data
dijelaskan dengan teks tulisan dan tidak ada data yang disajikan dalam bentuk angka. Adapun
biasanya studi pustaka menggunakan teknik analisis isi
URGENSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL
DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI PEMBELAJARAN DARING
DI SEKOLAH DASAR

Unik Hanifah Salsabila


Universitas Ahmad Dahlan

Maulida Nurus Sofia


Universitas Ahmad Dahlan

Hilda Putri Seviarica


Universitas Ahmad Dahlan

Maulida Nurul Hikmah


Universitas Ahmad Dahlan

Abstract: Audiovisual-based learning method is a learning method that combines audio


and visual media or can be called visual-view media. Audiovisual media is very
appropriate to be used at the elementary school level to increase student
motivation from an early age. In this study, the writer has several aspects of the
subject that is aimed, namely (1) knowing how the preparation process in
implementing audiovisual-based learning, (2) the effect on student learning
motivation, (3) knowing the effectiveness of using audiovisual-based methods in
online learning. The type of research used in this research is the literature study
approach (literature review). This type of literature research method is used to
discuss the use of audiovisual media that is used to increase student learning
motivation at the elementary school level. To collect research data, the author
uses documentation techniques, namely data collection in the form of
documents, data sources that are inanimate in nature, can be in the form of
records, letters, assets, photos, etc.
Keywords: Audiovisual Media, Effectiveness, Learning Motivation, and Online
Learning.

Abstrak : Metode pembelajaran berbasis audiovisual merupakan suatu metode


pembelajaran yang menggabungkan media audio dan visual atau bisa disebut
dengan media pandang-dengar. Media audiovisual ini sangat tepat digunakan
ditingkat sekolah dasar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sejak dini.
Didalam penelitian ini penulis memiliki beberapa aspek pokok bahasan yang
dituju, yaitu (1) mengetahui bagaimana proses persiapan dalam menerapkan
pembelajaran berbasis audiovisual, (2) pengaruh terhadap motivasi belajar
siswa, (3) mengetahui keefektifan penggunaan metode berbasis audiovisual
dalam pembelajaran daring. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jenis pendekatan Studi Kepustakaan (kajian pustaka). Jenis metode
penelitian kepustakaan ini digunakan untuk membahas mengenai penggunaan
media audiovisual yang digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
ditingkat sekolah dasar. Untuk mengumpulkan data penelitian, penulis
menggunakan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan berupa

ISSN 1410-0053 284


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

dokumen, sumber data yang sifatnya benda mati, bisa berupa rekaman, surat-
surat, asset, foto dsb.
Kata Kunci: Media Audio Visual, Efektivitas, Motivasi Belajar, Pembelajaran Daring.

A. PENDAHULUAN
Merebaknya wabah pandemi Covid-19 di seluruh dunia, khususnya Indonesia
memberikan dampak yang begitu terasa. Segala jenis kegiatan atau pekerjaan terhambat
hingga harus dilaksanakan secara daring yang cukup dilakukan di rumah saja. Dampak
ini tidak hanya dirasakan oleh mereka para pekerja saja namun dirasakan oleh semua
penduduk bumi secara merata. Di dunia pendidikan juga sangat terasa dampaknya, yang
membuat para pelajar dan pendidik harus melakukan aktivitasnya secara online.
Dampak akibat wabah pandemi Covid-19 pada aspek pendidikan adalah terjadinya
transformasi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang awalnya dilakukan secara tatap
muka di kelas atau biasa disebut “luring”, menjadi secara daring di rumah. Hal ini tentu
menjadi perbincangan hangat karena banyak pihak yang merasa dirugikan termasuk guru.
Melihat kondisi saat ini yang sedang terjadi guru dituntut agar tetap mampu menjalankan
kewajibannya sebagai seorang pendidik yakni, menyampaikan ilmu kepada peserta
didiknya. Biarpun pembelajaran dilaksankan secara daring, namun guru diharapkan
mampu menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan seperti
halnya pembelajaran secara tatap muka. Maka dari itu, seorang guru harus bisa menguasai
teknologi untuk melaksanakan proses pembelajaran daring ini, agar tetap berjalan lancar.
Memang tidak bisa dipungkiri satu dari sekian peserta didik mengaku lebih nyaman
dengan pembelajaran tatap muka dari pada daring. Pihak guru pun sama, karena banyak
dari mereka yang masih belum bisa memahami penggunaan teknologi jaman sekarang,
sehingga hal ini menjadi salah satu faktor penghambat proses pembelajaran.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila kegiatan belajar mengajar dapat mencapai tujuan
sesuai pada perencanaan awal. Pembelajaran akan dikatakan efektif ketika peserta didik
dapat menyerap materi pelajaran dan efisien. Problematika dunia pendidikan yaitu belum
seragam antara proses pembelajaran, baik standar maupun kualitas dengan capaian
pembelajaran yang diinginkan.
Menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan selama daring menjadi
tantangan tersendiri bagi seorang guru. Dengan adanya teknologi yang begitu modern
diharapkan mampu mempermudah guru dalam menggunakan metode dan media apa yang
sesuai dan tepat. Metode dan media yang digunakan harus mutualisme atau sama-sama
menguntungkan, yakni mempermudah guru ketika menyampaikan ilmu, dan juga
ISSN 1410-0053 285
Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

mempermudah peserta didik ketika menerima dan menyerapnya. Maka diharapkan


dengan semakin berkembangnya teknologi, kegiatan pembelajaran tetap berjalan
walaupun dilakukan melalui jarak jauh.
Diciptakannya teknologi bukan hanya sebagai tagline saja, namun kita harus mampu
memanfaatkan dan menikmati keberadaan teknologi itu sendiri. Jika keadaan sudah
seperti ini maka kita dipaksa mampu beradaptasi dengan semua hal yang serba daring dan
menggunakan teknologi yang semakin canggih. Disini peran SDM diharuskan untuk
melek digital sangat penting, karena apalah arti kemajuan teknologi tanpa adanya
kemampuan dalam menggunakannya.
Setiap lembaga pendidikan baik dari jenjang Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi
melakukan sistem pembelajaran daring sesuai kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Bagi kalangan mahasiswa mungkin bisa mempelajari dengan cepat, namun
bagaimana dengan siswa Sekolah Dasar. Siswa-siswi sekolah dasar sangatlah dini untuk
menerima kondisi saat ini, yang semuanya harus dilakukan dengan virtual. Dampak dari
wabah pandemi Covid-19 sangatlah dirasakan oleh guru SD, mereka bingung mau
menerapkan model pembelajaran daring yang seperti apa. Akhirnya sekolah-sekolah
dasar menggunakan sistem yang berbeda dengan tingkat pendidikan yang lain. Di sekolah
dasar setiap satu kali dalam seminggu orang tua harus dating ke sekolah untuk mengambil
tuugas sekolah dan menyerahkan tugas yang telah diberikan minggu sebelumnya. Namun
hal ini dirasa belum efektif, karena siswa sekolah dasar tidak menerima pelajaran yang
langsung disampaikan oleh gurunya. Hal ini disebabkan karena kurangnya interaksi
antara guru dengan siswa yang mempengaruhi efektifitas pembelajaran.
Teknologi diciptakan untuk mempermudah manusia dalam melakukan usaha dan
meningkatkan kualitas ketrampilanya. Berbagai teknologi yang ada merupakan sistem
yang diciptakan untuk membantu pencapaian suatu tujuan tertentu. Teknologi juga
berfungsi untuk membantu memcahkan permasalahan yang ada didalam proses
pembelajaran seperti sekarang ini. Mengingat perkembangan teknologi yang begitu pesat
dan semakin canggih, terdapat banyak sekali media pembelajaran yang bisa digunakan
selama pembelajaran daring. Salah satu media yang dirasa cukup efektif untuk digunakan
siswa di tingkat sekolah dasar adalah media audiovisual, karena menggabungkan dua
media sekaligus yakni audio-visual atau bisa disebut pandang-dengar. Media audiovisual
ini merupakan salah satu sarana alternatif dalam melakukan pembelajaran daring. Media
audiovisual diyakini dan terpercaya lebih mampu menggairahkan animo siswa di tingkat
sekolah dasar, karena sifatnya sendiri yang mudah dikemas dan lebih menarik siswa untuk
mengikuti dengan suasana senang. Media yang berbasis menggunakan aplikasi video ini

286 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

juga mudah diperbaharui jika menginginkan adanya perubahan pembelajaran agar mudah
dipahami. Nantinya juga akan mempermudah guru dalam proses penyampaian materi dan
mengontrol suasana belajar siswa, seperti visualisasi bahan materi yang diajarkan.
Sehingga proses pembelajaran daring ini lebih interaktif dan kondusif, serta siswa akan
lebih termotivasi untuk tetap mengikuti pembelajaran ini walaupun dirasa sulit, tetapi
menyenangkan.

B. METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan
Studi Kepustakaan (kajian pustaka). Jenis metode penelitian ini digunakan untuk
membahas mengenai penggunaan media audiovisual yang digunakan untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa ditingkat sekolah dasar. Studi kepustakaan (Library
Research) merupakan suatu studi yang digunakan dalam mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan seperti
dokumen, buku, majalah, kisah-kisah sejarah, dsb (Mardalis : 1999). Berdasarkan hal
tersebut, maka pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah
beberapa jurnal, buku, dan dokumen-dokumen, serta sumber-sumber data atau informasi
lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian atau kajian. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa buku, jurnal, dan situs internet yang dianggap
relevan terkait topik yang telah dipilih.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan kajian
pustaka, yakni mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, makalah atau
artikel, jurnal, dsb (Arikiunto : 2010). Kajian pustaka merupakan cara pengumpulan data
dengan mengeluarkan semua isi buku sesuai diri kita dan teknik ini khusus untuk buku-
buku karangan.
Sementara itu, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis isi, yakni untuk mendapatkan inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang
berdasarkan konteksnya (Kripendoff : 1993). Dalam teknik analisis ini akan dilakukan
proses memilih, membandingkan, menggabungkan, dan memilah berbagai pengertian
hingga ditemukan yang relevan (Serbaguna : 2005).

ISSN 1410-0053 287


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemilihan Media Pembelajaran
Merebaknya kasus pandemi Covid-19 ini sangat membuat resah warga negara
Indonesia, tak hanya warga Indonesia, namun seluruh penjuru dunia sangat
mengkhawatirkan atas datangnya wabah ini. Apalagi sudah semakin lama kita dituntut
agar selalu berhati-hati dengan virus ini, karena semakin bertambahnya hari, semakin
banyaknya pula pasien Covid-19 ini, baik dari tenaga pendidik, pejabat-pejabat
pemerintah, maupun dari pihak tenaga medis. Dan yang sangat memprihatinkan yaitu
terkait dunia pendidikan yang semakin tidak terarah, sudah hampir 7 bulan kegiatan
belajar mengajar dilakukan dirumah, karena untuk membantu memutuskan mata rantai
penularan virus ini.
Baik dari lembaga formal maupun informal semuanya diliburkan atau lebih
tepatnya di rumahkan. Untuk setiap sekolah diminta agar tetap melaksanakan proses
pembelajaran dengan sistem pembelajaran daring atau online. Hal ini tentunya akan
menjadi sebuah tantangan baru untuk lembaga pendidikan, baik dari pendidiknya maupun
untuk peserta didik. Menjadi tantangan atau bahkan menjadi sebuah masalah pada siswa
yang memilki keterbatasan dalam menutut ilmu, dari segi fasilitas, faktor pendukung
yang biasa melakukan pembelajaran dengan tatap muka langsung dengan gurunya
sekarang tidak bisa. Kini peserta didik harus berada dirumah masing-masing untuk
melaksanakan sistem pembelajaran daring, yaitu dengan menggunakan personal
computer (pc) atau bisa menggunakan handphone.
Banyak faktor penghambat jalannya pembelajaran daring, misalnya masalah
jaringan, ekonomi, dan terutama terkait dengan materi, serta strategi dan metode
pembelajarannya. Materi pembelajaran online tidak fokus pada kurikulum tetapi pada
karakter adalah hal baru bagi guru dan siswa. Materi ini belum matang disusun oleh
Kemendikbud sehingga guru harus mampu berimprovisiasi masing-masing. Standar
pendidikan dan penilaian sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan latar belakang guru.
Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan harus diubah, guru diminta untuk lebih
berkreasi untuk membuat media pembelajaran agar tidak terlihat monoton dan
membosankan. Dalam hal ini, peserta didik akan melaksanakan proses belajar dengan
sistem daring yang bersifat individu, dengan mencari bahan belajar sendiri, dan
mengerjakan tugas secara individu.
Media pembelajaran merupakan salah satu perantara yang digunakan dalam proses
pembelajaran yang mempunyai peran penting, dan juga bagian yang tidak bisa terpisah
dari metode pengajaran. Melalui media inilah proses pentransferan ilmu bisa berjalan

288 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

dengan baik, agar bisa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Maka dari
itu para pendidik harus mempelajari setiap media yang akan digunakan dalam
mengefektifkan kegiatan belajar mengajar, Bretz (dalam Hujair, 2009). Perlu
mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok, yaitu suara, visual, dan
gerak, serta harus memperhatikan kondisi siswa, agar lebih mudah dalam
melaksanakannya. . Jika dilihat dari jenisnya, media memiliki berbagai jenis yang
berbeda-beda. Salah satu diantaranya seperti media cetak, audio, audio visual dan masih
banyak lagi yang lainnya. Selama proses pembelajaran daring para pendidik 75% guru
menggunakan media audiovisual untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.
Seperti yang telah di identifikasikan oleh Bretz sebelumnya, media audio visual
termasuk media yang memiliki unsur pokok seperti yang di maksudkan tersebut. Sebelum
lebih lanjut menggali tentang media audiovisual, sebaiknya perlu diketahui terlebih
dahulu apa itu audio dan apa itu visual. Media audio merupakan karakter media yang
berupa suara. Audio dimaksudkan sebagai media penyampaian informasi dalam bentuk
auditif (suara). Dari media yang di maksudkan tersebut media audio merangsang dan
mengaktifkan indra pendengaran bagi responden. Salah satu contoh media berbentuk
audio yaitu seperti radio, record, dan lainnya yang berunsur suara. Penyampaian
informasi dengan media audio bisa dilakukan baik verbal maupun non verbal. Secara
verbal dapat dituangkan dalam bentuk kata-kata ataupun lisan, kemudian non verbal dapat
dituangkan dalam bentuk instrumen, musik, dan lain sebagainya.
Kemudian media visual merupakan media yang berupa gambar. Media visual
digunakan dengan mengaktifkan indra penglihatan dalam menangkapnya. Jadi pada
media visual ini, responden menangkap suatu informasi melalui penglihatan yang
kemudian akan dicerna oleh otak dalam memahami suatu gambar. Dalam media visual
sendiri terdapat media visual diam dan media visual gerak. Media visual diam yaitu
dimana faktor utamanya berupa garis, simbol verbal, atau sesuatu yang berunsur gambar
diam seperti sketsa, ilustrasi, foto dan lainnya. Kemudian media visual gerak yaitu dimana
faktor utamanya berupa gambar dan gerak seperti slide, film bisu. Mengambil intinya,
pada dasarnya media visual yaitu media yang unsur utamanya adalah gambar.
Pada kedua media tersebut dapat disimpulkan bahwa media audio visual merupakan
penggabungan dari media audio dan visual. Media audio visual yaitu alat atau perantara
yang bukan hanya berupa suara atau gambar saja tetapi mencangkup pada keduanya.
Dengan mengkolaborasikan unsur suara dan unsur gambar, keduanya menjadi satu
kesatuan yang utuh sebagai media yang biasa disebut audiovisual. Audio visual yaitu

ISSN 1410-0053 289


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

media yang memiliki unsur suara (audio) dan gambar (visual). Jadi, media audio visual
merupakan media yang dapat di dengar sekaligu di lihat. Salah satu contoh dari media
audio visual yaitu seperti video, film, televisi, dan lainnya. Media audio visual marak
diterapkan di berbagai tempat, dari mulai tempat pekerjaan, bisnis, hiburan bahkan
pendidikan. Terutama dalam kondisi saat ini dengan adanya pandemi covid-19 yang
segala aktivitasnya dilakukan dirumah dan terhalang jarak, menjadikan teknologi
semakin berguna. Seperti media audio visual sendiri yang dapat di jadikan solusi untuk
mempermudah penyampaian informasi baik dalam aktivitas apapun.
Seperti yang telah kita ketahui, media audio visual juga berperan dalam pendidikan.
Dalam pendidikan, media audio visual yaitu suatu alat yang menjadikan perantara antara
pendidik dan peserta didik pada suatu proses pembelajaran. Media audio visual menjadi
suatu alat bantu bagi pendidik dalam memudahkan melaksanakan pembelajaran terlebih
dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain memudahkan pendidik dalam
menyampaikan, pemanfaatan media audio visual juga berperan penting terhadap peserta
didik. Media audio visual membantu mengaktifkan peserta didik melalui unsur
pendengaran dan unsur penglihatan pada anak. Peserta didik akan menangkap informasi
atau penyampaian materi dari guru melalui pendengaran dan penglihatan yang kemudian
di transfer ke otak. Penggunaan media auido visual dalam pembelajaran dapat
menciptakan ketertarikan pada peserta didik sehingga peserta didik lebih semangat dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Media audio visual ini juga terbilang lebih
menyenangkan dan mudah di mengerti oleh peserta didik.
Media audiovisual merupakan alat bantu yang berbasis suara dan gambar. Media
ini mempunyai kelebihan tersendiri ketika digunakan dalam proses pembelajaran, karena
bisa melihat kelangsungan proses belajar. Penggunaan media audiovisual ini terbukti
lebih menarik perhatian para siswa dan mempemudah dalam menerima ilmu yang
disampaikan oleh gurunya. Materi-materi pembelajaran yang disajikan dengan desain-
desain menarik disertai suara penjelasan dari seorang guru itu lebih mudah untuk
dipahami dan diserap oleh peserta didik. Dengan tampilan menarik disertai suara akan
mengalihkan perhatian siswa agar tetap menyimak pembelajaran tersebut. Penggunaan
media audiovisual diharapkan mampu menjadi solusi bagi jalannya proses pembelajaran
daring ini, karena tujuan digunakannya media pembelajaran ini untuk mempermudah
guru dalam menyampaikan materi atau memberi kemudahan kepada siswa dalam proses
belajarnya.
Namun, pada kenyataanya setiap lembaga pendidikan belum menggunakan media
pembelajaran sepenuhnya. Di sekolah dasar guru tidak menyampaikan ilmu secara

290 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

langsung, melainkan dengan sistem yang berbeda. Setiap satu kali dalam seminggu orang
tua wajib hadir disekolah untuk mengambil tugas putra-putrinya dan mengumpulkan
tugas minggu lalu. Hal ini dirasa kurang efektif dilakukan, karena kebanyakan siswa
merasakan jenuh dan bosan. Untuk itu pada pada penelitian ini mencoba menerapkan
penggunaan media pembelajaran berbasis audiovisual di sekolah dasar.
Melihat banyaknya anak jaman sekarang sering bermain handphone, dan lebih suka
melihat gambar bersuara, maka media audiovisual ini cocok diterapkan di Sekolah Dasar.
Anak-anak jaman sekarang lebih tertarik untuk menyimak dan memperhatikan video-
video yang menarik dan unik. Sehingga dengan media ini, materi pembelajaran akan
dikemas sedemikian rupa agar semangat-semangat belajar siswa kembali normal. Media
audiovisual merupakan alat bantu pentransferan ilmu yang tepat, karena dengan desain
gambar yang menarik disertai rekaman suara penjelasan itu bisa mempengaruhi daya
tangkap pemahaman siswa.
Ada beberapa jenid media audiovisual yang bisa digunakan dalam pembelajaran
daring, agar bisa di inovasi dalam penggunaanya, yakni Pertama, media audiovisual
murni (media audiovisual gerak), maksudnya media ini menampilkan gambar dan suara
yang bisa bergerak, misalnya, film dan video. Kedua, media audiovisual tidak murni
(media audiovisual diam), dalam artian media ini tidak menampilkan gambar yang
bergerak, contohnya seperti slide power point. Pemiliihan media pembelajaran dengan
media audiovisual ini tetap harus menyesuaikan dengan tema pembelajaran, agar berjalan
sesuai tujuan dari pembelajaran yang akan dicapai.

Keefektifan Media Audiovisual Dalam Pembelajaran Daring


Media audio visual dalam pendidikan digunakan sebagai alat bantu atau perantara
antara pendidik dan peserta didik dalam suatu pembelajaran baik di dalam kelas maupun
diluar kelas. Dalam kondisi saat ini dengan maraknya Covid-19 yang proses belajar
mengajarnya dilaksanakan secara daring atau online, oleh karenanya media audiovisual
tentunya sangat tepat dan penting digunakan pada masa ini. Media audiovisual terbilang
sangat efektif digunakan terlebih khususnya pada pembelajaran di Sekolah Dasar. Siswa
pada kalangan Sekolah Dasar merupakan kalangan anak yang terbilang dalam usia masih
berkembang. Pada usia ini siswa cenderung lebih suka bermain daripada belajar, terlebih
dalam keadaan sulit seperti ini dimana proses pembelajarannya pun dilakukan secara
daring di rumah. Tentunya sulit pula bagi guru yang tidak dapat menyampaikan secara

ISSN 1410-0053 291


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

langsung materi pembelajaran. Oleh karena itu media merupakan solusi yang paling tepat
dan efektif untuk mengatasi kendala tersebut.
Pada pembelajaran daring dirumah, biasanya dilakukan melalui perantara sosial
media seperti WhatsApp, Google Classroom, dan lainnya. Sulit bagi kalangan anak
Sekolah Dasar untuk melalui pembelajaran daring tanpa pemantauan dari orang tua. Masa
anak-anak biasanya cenderung tidak memiliki alat komunikasi seperti HP, Laptop, dan
lainnya untuk mengakses sosial media. Oleh karena itu, orang tua perlu dalam
menyampaikan tugas apa yang di perintahkan oleh guru dan secara efektif memantau
anak dalam proses pembelajaran. Anak seusia ini tidak akan efektif mengikuti proses
pembelajaran tanpa pemantauan orang tua, terlebih jika proses pembelajaran dilakukan
dengan hanya pemberian tugas saja. Pembelajaran yang hanya dilakukan dengan
memberikan tugas, akan berdampak membosankan dan cenderung monoton bagi anak
seusia siswa di tingkat Sekolah Dasar. Guru perlu menciptakan proses pembelajaran yang
menarik bagi siswa dan tentunya tidak menimbulkan keterpaksaan pada siswa dalam
melaksanakan pembelajaran yang hanya dilakukan di rumah atau pembelajaran daring.
Seperti pada pengguaan media audiovisual ini yang terbilang dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa terutama siswa di kalangan Sekolah Dasar. Penggunaan media
audio visual juga membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran serta
mempermudah siswa dalam memahami materi yang disampaikan tersebut. Terlebih
dalam kondisi saat ini siswa akan sulit memahami jika proses pembelajaran dilakukan
hanya dengan membaca secara pribadi oleh siswa tanpa adanya penjelasan atau hanya di
berikan tugas saja oleh guru.
Menurut Sapto Haryoko (2009: 3) “Media audio-visual adalah media penyampai
informasi yang memiliki karakteristik audio (suara) dan visual (gambar). Jenis media ini
mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua karakteristik tersebut”.
Pemaparan tersebut menjelaskan bahwa media audiovisual yaitu sebagai wadah untuk
menyampaikan materi pembelajaran dengan karakter audio yaitu suara, dan visual yaitu
berupa gambar. Media ini merupakan media yang lebih baik digunakan untuk
menyampaikan informasi atau materi dalam proses pembelajaran daring pada tingkat
Sekolah Dasar. Penggunaan media audiovisual akan lebih efektif dan efisien dalam
pembelajaran daring karena media ini berkarakter suara dan gambar seperti contohnya
video, film, televisi, sesuatu yang menimbulkan suara dan lainnya yang menarik perhatian
siswa. Guru dapat memberikan materi berupa video penyampaian materi atau penjelasan
materi sesuai mata pelajaran yang dituju, menyarankan film atau acara televisi yang
berbau pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran, dan masih banyak lagi metode dengan

292 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

menggunakan media audiovisual ini. Dengan demikian, terbukti bahwa pembelajaran


daring pada tingkat Sekolah Dasar lebih efektif dengan digunakannya media audiovisual.
Murid lebih tertarik untuk belajar, karena dengan media audiovisual ini memberikan efek
berupa suara dan gambar yang membantu meningkatkan rasa keingin tahuan terhadap
siswa.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan
minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Seperti pendapat tersebut,
penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini, penggunaan media audiovisual
bisa dikatakan efektif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Media audiovisual
membantu membangkitkan keinginan dan minat siswa pada kegiatan belajar terlebih
utama pada siswa di tingkat Sekolah Dasar dengan tingkatan siswa yang masih diusia
anak-anak dan masih dalam masa perkembangan. Beberapa dampak positif dari
penggunaan media audiovisual, diantaranya; 1) penyampaian materi bisa lebih jelas, 2)
siswa lebih terjaga dan fokus dalam menerima materi, 3) pembelajaran terlihat lebih
menarik karena disertai gambar dan suara. 4) guru bisa memantau dan melihat langsung
keadaan siswa dirumah, 5) bisa menambah semangat belajar siswa. Hasil dari
penggunaan media audiovisual ini sangat jelas dan bisa dirasakan oleh siswa maupun
pendidik.
Di dalam teknologi media merupakan sumber belajar, jadi media audiovisual
sebagai sumber belajar yang membantu pendidik dalam meningkatkan pola pikir peserta
didiknya. Penggunaan media pembelajaran yang sesuai dan efektif bisa meningkatkan
motivasi belajar siswa, serta menjadi sumber dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
Dengan demikian bisa membantu mempermudah siswa dalam menerima dan memahami
materi. Jika peserta didik tidak memiliki daya tarik atau motivasi belajar, maka proses
pembelajaran daring ini gagal dilakukan. Disini penggunaan media audiovisual menjadi
solusi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, dan membantu melawan rasa males
belajarnya.
Model pembelajaran yang diterapkan untuk siswa di tingkat Sekolah Dasar
menggunakan alat bantu berupa media audiovisual, yang ternyata sangat mempengaruhi
hasil belajar siswa. Perbedaan pembelajaran sebelumnya yang masih dilakukan secara
manual orang tua datang kesekolah, dengan menggunakan media audiovisual ini sangat
terlihat jelas. Hal ini dikarenakan penggunaan media audiovisual yang sangat
meningkatkan tumbuh kembangnya peserta didik. Dengan media audiovisual ini peserta

ISSN 1410-0053 293


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

didik dilatih dalam ketrampilannya, mengubah pola pikirnya, kemampuan dalam


menyimak dan menerima materi yang disampaikan oleh guru.
Media audiovisual ini mengubah penyajian bahan ajar kepada siswa, dan hasilnya
menjadi lebih lengkap dan lebih jelas untuk di terima. Selain itu, peran dan tugas guru
juga tergantikan, dengan memakai media audiovisual ini peran seorang guru beralih
menjadi fasilitator, yakni memberi kemudahan bagi siswanya dalam proses
pembelajaran. Media audiovisual bisa berupa berbagai aplikasi video conference, slide
power point bersuara, film, atau video yang berisi penjelasan materi yang disampaikan
langsung oleh gurunya. Kunci keberhasilan dalam menyampaikan materi dengan media
audiovisual ini adalah keberhasilan seorang guru dalam membuat atau mendesain media
pembelajaran, yang sesuai dengan kondisi atau suasana peserta didiknya. Dari suksesnya
guru dalam mendesain media pembelaran inilah yang akan membuat siswa merasakan
senang dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran daring ini. Penggunaan media
audiovisual ini sangat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatnya
motivasi belajar siswa, dan keaktifan siswa. Guru merasakan ketika dalam
menyampaikan materi lebih cepat dan lebih jelas menggunakan media audiovisual ini.
Adanya semangat belajar dari siswa membuat guru semakin berusaha dalam mendesain
media pembelajaran, agar siswa tidak jenuh dan bosan ketika mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
Berdasarkan uraian data diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
audiovisual ini sangat efektif, melihat siswa tingkat sekolah dasar ini masih dalam
pertumbuhan, dan masih suka bermain-main dari pada belajar. Penggunaan media
audiovisual ini sangat tepat karena basisnya yang berupa gambar dan suara, sehingga bisa
mempermudah guru dalam mendesainnya. Namun disisi lain media yang didesain oleh
guru harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan, agar terlihat menarik dan lebih
berkesan. Karena ketika memilih media pembelajaran yang akan digunakan juga harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dituju. Oleh karena itu tugas guru adalah
menciptakan media pembelajaran yang tidak membosankan dan siswa tertarik untuk
mencermati dengan tidak ada rasa terpaksa dalam mengikutinya.
Sebenarnya tujuan utama dari penggunaan media audiovisual ini agar siswa tidak
merasa jenuh atau bosan dalam belajarnya, karena sebelum menggunakan media ini siswa
terlihat sangat tidak semangat dan malas untuk belajar. karena pada pembelajaran
sebelumnya guru belum kreatif dalam penyampaian materi dan terhihat monoton,
sehingga terkesan membosankan. Penggunaan media audiovisual juga dimaksudkan
untuk meningkatkan kreativitas siswa dan membantu siswa dalam berimajinasi jauh lebih

294 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

luas. Untuk menanggapi hal itu perlunya dorongan dari berbagai pihak, karena guru tidak
bisa berjalan sendirian. Perlunya faktor pendukung dari pihak sekolah juga sangat
berpengaruh di hasilnya nanti. Maka dari itu, baik dari pihak sekolah maupun orang tua
harus bekerja sama, mendorong satu sama lain, agar pembelajaran daring ini tetap
berjalan normal. Sudah tidak diragukan lagi penggunaan media audiovisual ini sangat
tepat digunakan di masa pandemi Covid-19 ini, jika menggunakannya dengan bijaksana
dan baik. Dari awal guru menggunakan media audiovisual siswa sangat antusias dalam
mengikutinya. Dalam hal ini secara tidak langsung juga meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilannya.

Pengaruh Audiovisual Terhadap Motivasi Belajar


Pembelajaran adalah situasi formal yang dilaksanakan secara sengaja dan di
program oleh guru sebagai kewajibannya mentransformasikan ilmu kepada peserta
dididknya berdasarkan kurikulum sekolah dan tujuan yang ingin dicapai. Pembelajaran
juga dapat diartikan sebagai interaksi positif antara guru dengan siswa, dimana interaksi
tersebut sebagai upaya agar tercapainya tujuan-tujuan yang telah dirancang. Jadi, pada
hakikatnya didalam pembelajaran harus ada interaksi antara guru dengan siswa, karena
pembelajaran bukan sekedar kegiatan guru menyampaikan materi saja, namun adanya
penerimaan dari peserta didik berupa pemahaman. Adanya interaksi yaitu untuk
mengetahui hasil apa yang dicapai selama pembelajaran.
Abdillah dalam Aunurrahman (2010:35) mengatakan bahwa belajar adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui
latihan dan pengalaman, yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor
untuk memperoleh tujuan tertentu. Seseorang dikatakan belajar apabila mengalami
adanya perubahan dalam dirinya. Belajar bukan hanya sekedar bertambahnya ilmu yang
diperoleh, namun apakah dari ilmu yang diperoleh tersebut menjadikan acuan perubahan
dalam sikap dan perilaku seseorang. Sikap dan perilaku adalah sesuatu yang dapat
diamati. Maka perbedaan seseorang yang belajar dan tidak belajar bisa dilihat dari
perubahan sikap dan perilaku yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam upaya agar tercapainya perubahan dalam belajar dibutuhkan adanya
motivasia atau dorongan. Motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang dirasakan
pada diri seorang peserta didik agar mau belajar atau melakukan suatu hal yang dapat
menghasilkan perubahan. Hadirnya motivasi pada diri seseorang sangat dibutuhkan,
karena ketika akan melakukan segala hal seseorang membutuhkan adanya motivasi.

ISSN 1410-0053 295


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

Terutama pada proses belajar, belajar merupakan kegiatan yang identik dengan
kefokusan, keseriusan dalam melaksanakannya. Maka tak heran banyak orang yang tidak
menyukai proses belajar. Terutama peserta didik yang masih menduduki bangku Sekolah
Dasar, mereka masih sangat membutuhkan pantauan dari guru agar tetap termotivasi
untuk selalu meningkatkan kualitas belajarnya.
Ada macam-macam motivasi yang dilihat dari berbagai pandangan, berikut
penjelasannya:
1. Motivasi Instrinsik
Merupakan motivasi yang sudah ada dan tumbuh didalam diri seseorang atau sudah
bawaan. Motivasi ini ada karena adanya kemauan dari diri sendiri bukan dari pengaruh
orang lain. Contoh: ketika seseorang tidak menyukai mempelajari filsafat. Namun, ia
berusaha untuk menyukainya karena ia sadar belajar filsafat akan melatih untuk berpikir
kritis.
2. Motivasi Ekstrinsik
Merupakan motivasi yang datang karena adanya faktor pengaruh dari luar diri
seseorang. Motivasi ini bukan berasal dari diri seseorang, namun sebab adanya pengaruh
berupa tindakan,perkataan dari orang lain. Contoh: ketika seseorang enggan disuruh
belajar. Namun ketika temannya mengajak untuk belajar bersama ia menyanggupinya
karena ia merasa belajar ketika sendiri tidak menyenangkan, dan ketika belajar dilakukan
bersama menimbulkan rasa semangat.
Terdapat pandangan lain yang mengatakan bahwa motivasi terdiri dari jasmaniah dan
ruhaniah:
1. Motivasi Jasmaniah
Motivasi jasmaniah merupakan motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan jasmani,
seperti kebutuhan ketika seseorang lapar maka ia harus makan, ketika ia haus ia harus
minum, kebutuhan bernafas, seksual, serta kebutuhan untuk istirahat jika merasa lelah
secara jasmani.
2. Motivasi Ruhaniah
Motivasi ruhaniah adalah daya yang dibawa dari asal (daya spiritual). Motivasi
ruhaniah berhubungan dengan hal-hal spiritual yang harus dipenuhi keberadaannya
seperti beribadah, pengembangan ilmu pengetahuan, aktualisasi diri. Yang termasuk
dalam motivasi ruhaniah adalah kemauan.
Sekolah marupakan tempat dimana peserta didik melangsungkan kegiatan belajar
mengajar, yang terdiri dari berbagai banyaknya peserta didik. Mereka memiliki karakter
dan watak yang berbeda-beda, salah satunya motivasi belajar yang dimiliki. Sudah

296 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

menjadi tugas guru dihadapkan dengan berbagai karakter berbeda yang dimiliki peserta
didik, maka dari itu peran guru cukup penting dalam meningkatkan motivasi belajar.
Berikut upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh guru guna meningkatkan motivasi belajar
peserta didik:
1) Mengoptimalisasikan penerapan prinsip belajar.
Dalam proses pembelajaran guru dihadapkan dengan peserta didik dan materi
bahan ajar. Maka adapun syarat penyampaian bahan ajar kepada pesert didik yang harus
dikuasai oleh guru yaitu: (1) sebelum menyampaikan materi guru harus sudah
mempelajari bahan materi yang akan diajarkan, (2) guru harus mampu memahami materi
yang akan diajarkan, (3) guru sudah memahami porsi materi yang akan diajarkan, mana
materi yang mudah,sedang, dan susah, (4)guru sudah memahami metode dan strategi apa
yang akan diterapkan selama menyampaikan materi, (5) dan yang terakhir guru harus
sudah memahami sifat bahan ajar yang akan disampaikan.
2) Mengoptimalisasikan unsur kedinamisan proses belajar pembelajaran.
Guru merupakan pendidik dan juga sebagai pembimbing belajar. seorang guru juga
yang lebih memahami batas waktu peserta didik. Seringkali peserta didik lengah akan
kesempatan belajar. Maka dari itu guru dapat mengupayakan optimalisasi unsur dinamis
dalam diri peserta didik yang ada di lingkungan siswa.
3) Penggunaan media pembelajaran yang sesuai, guru harus mampu sedemikian rupa
merancang media pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didik, sehingga
menambah gairah belajar bagi peserta didik.
Berhasil tidaknya proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya
motivasi belajar yang dimiliki oleh peserta didik. Kurangnya motivasi belajar tidak hanya
dialami oleh peserta didik yang notabennya kurang pandai, bahkan peserta didik yang
dianggap pandai pun tidak menutup kemungkinan untuk kurang dalam memiliki motivasi
belajar. Apalagi siswa di bangku Sekolah Dasar, mereka masih moody ketika dihadapkan
dengan belajar. Kadang-kadang merasa sangat semangat dan kadang pula mereka kurang
semangat atau bahkan tidak mau belajar. Hal ini dimaklumi karena memang anak yang
duduk dibangku Sekolah Dasar masih sangat labil.
Sudah menjadi tugas utama seorang guru agar mampu menumbuhkan motivasi
belajar peserta didiknya. Peran guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang
efektif, menumbuhkan motivasi belajar, tidak membosankan sangat diperlukan.
Dikarenakan hampir semua peserta didik terutama di tingkat Sekolah Dasar tidak begitu
tertarik dengan pembelajaran yang terlalu monoton.

ISSN 1410-0053 297


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

Ditambah kondisi pandemi sekarang ini yang mengharuskan pembelajaran


dilakukan secara daring dari rumah. pembelajaran yang tadinya dilaksanakan secara face
to face di kelas menjadi secara virtual. Menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru
menghadapi pembelajaran daring, guru harus sepandai mungkin, sekreatif mungkin
merancang pembelajaran yang apa-apa serba daring. Guru secara instan harus mampu
mempergunakan berbagai jenis teknologi yang dianggap mempermudah pembelajaran
daring ini.
Nyatanya merancang pembelajaran daring untuk siswa tingkat Sekolah Dasar tidak
semudah ketika merancang untuk tingkat pendidikan diatasnya. Sekolah Dasar
merupakan jenjang pendidikan formal level paling rendah. Pada masa ini mereka baru
dikenalkan dengan ilmu pengetahuan dimana ini sebagai bekal pembentukan karakter
untuk nanti kedepannya. Di tingkat Sekolah Dasar identik menyukai pembelajaran yang
menarik dan menyenangkan, karena dengan cara itulah pembelajaran dikatakan mampu
menumbuhkan motivasi belajar pada peserta didik. Sehingga terciptanya rasa semangat
pada diri peserta didik untuk terus belajar.
Dibutuhkan media pembelajaran berbasis teknologi yang mampu menumbuhkan
motivasi belajar di tingkat Sekolah Dasar. Media merupakan sebuah alat saluran
komunikasi yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan guna
memperjelas makna. Media juga bisa diartikan secara harfiah yaitu sebuah perantara.
Dalam proses belajar media digunakan sebagai perangsang bagi para peserta didik agar
terjadi adanya proses belajar. Melihat kondisi pembelajaran yang serba daring sekarang
ini media pembelajaran berbasis teknologi sangat dibutuhkan, agar proses pembelajaran
tetap terus berjalan bagaimana mestinya.
Penggunaan media pembelajaran yang baik, maka akan menciptakan hasil yang
baik pula. Dalam merancang dan memilih media pembelajaran seyogyanya harus
memperhatikan dampak yang terjadi kedepannya. Apakah hanya sekedar menarik, tetapi
tidak efektif, atau malah menarik dan juga efektif. Seorang guru harus saling bahu-
membahu agar mampu mencapai tujuan menciptakan pembelajaran yang secara terus
menerus. Dan mampu menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, karena perlu diingat
kembali bahwasannya tingkat kestabilan siswa yang duduk dibangku Sekolah Dasar
masih sangat tinggi, sehingga mereka harus selalu dalam pantauan.
Peserta didik di tingkat Sekolah Dasar masih cenderung berpikir kongkrit atau
nyata, sehingga mereka masih susah jika diberikan materi yang bersifat abstrak. Maka
dari itu pemaparan materi selama pembelajaran harus divisualisasikan sehingga dianggap
lebih nyata, dan peserta didik lebih mudah memahami. Ada banyak sekali media

298 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

penunjang pelaksanaan pembelajaran yang dianggap mampu mempermudah berjalannya


belajar terutama pada pembelajaran daring sekarang ini. Media yang sering digunakan
oleh guru biasanya adalah media berupa visual dan media audiovisual, karena media ini
merupakan komponen media yang cocok dan praktis diterapkan pada pembelajaran
daring sekarang ini
1. Media visual
Media visual adalah media yang paling familiar dan sering digunakan oleh guru
sebagai alat membantu proses selama pembelajaran. Media ini melibatkan indra
penglihatan, serta dapat membantu dalam memperlancar pemahaman dan juga mampu
mempertajam ingatan. Media visual juga mampu menumbuhkan minat belajar siswa
karena dapat memberikan pemahaman yang kongkrit. Sesuai dengan kondisi peserta
didik di tingkat Sekolah Dasar yang memang kurang berminat jika harus dihadapkan
dengan pembelajaran yang bersifat abstrak.
2. Media audiovisual
Media audiovisual adalah media yang memiliki unsur suara dan gambar. Media ini
memiliki kemampuan lebih baik sebagai penunjang proses pembalajarn daring, karena
tidak hanya melibatkan indra penglihatan saja, namun juga melibatkan indra pendengar
sekaligus. Contoh: penyajian video, berbagai film, ppt slide suara, VCD dan lain
sebagainya.
Semua jenis media pembelajaran yang ada sudah sangat baik dan mampu
membantu, memperlancar jalannya kegiatan belajar mengajar, terutama pembelajaran
daring. Namun sebagai guru harus cerdas dalam memilah dan memilih jenis media apa
yang sesuai dengan kondisi peserta didik. Bukan hanya melihat dari aspek pribadi namun
guru harus lebih memperhatikan dari aspek peserta didik.
Media audiovisual dianggap lebih sesuai, efektif, efisien jika diterapkan untuk
pembelajaran pada tingkat Sekolah Dasar, karena lebih menumbuhkan semangat belajar
biarpun pembelajaran dilaksanakan secara daring. Media audiovisual dirasa lebih
menarik sebab tidak hanya mengandung unsur auditif namun juga mengandung visual.
Penggunaan media audiovisual sangat efektif sebagai pemanfaatan alat indera.dalam arti
peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan melibatkan lebih dari satu indera.
Media audiovisual dapat dibagi:
a. Audiovisual diam, merupakan media yang hanya menampilkan suara dan gambar,
namun tidak bergerak, contoh: film bingkai (sounds slides),film rangkai suara,
dan cetak suara

ISSN 1410-0053 299


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

b. Audiovisual gerak, merupakan media yang menampilkan unsur suara serta


gambar secara bergerak. Contoh: film suara, video-cassete
Media audiovisual memiliki banyak macam, dari berbagai macam inilah sangat
membantu guru dan peserta didik untuk memahami materi-materi pembelajaran. Berikut
macamnya:
1. Film
Film merupakan rangkaian berbagai gambar yang di proyeksikan ke layar sehingga
timbul adanya gerakan secara normal. Film menjadikan rangkaian gambar yang tadinya
diam menjadi berkesan lebih hidup dan nyata karena adanya pergerakan yang
ditimbulkan. Film merupakan salah satu media yang menyajikan audio, visual dan gerak.
Sehingga mampu memberikan kesan yang mendalam (impresif) dan memiliki daya tarik
serta bersifat menyenangkan (atraktif). Dalam proses pembelajaran film disajikan sebagai
media mengajar, diperuntukan agar peserta didik dapat mengambil pesan dari alur cerita
sesuai tema dan subjek pembelajaran. Penggunaan media film dalam penyampaian materi
lebih menarik perhatian peserta didik, karena mereka lebih mudah memahami dan
mengambil pesan dan kesan yang terkandung di dalam film yang ditonton. Jenis film
yang bisa dipilih sesuai keinginan pun juga memudahkan guru agar menambah motivasi
belajar peserta didik.
Penggunaan media film sebagai penyampaian materi memiliki kelebihan yang
bisa sama-sama dirasakan: film sangat efektif untuk menerangkan sebuah proses, efisien
tempat dan waktu, dirasa lebih realistis, serta dapat dilihat secara berulang bahkan bisa
dijeda sesuai keinginan dan kebutuhan. Film juga lebih memberikan kesan mendalam
yang dapat memengaruhi sikap dan perilaku pserta didik yang menonton. Tidak hanya itu
film mampu memberikan hiburan tersendiri bagi peserta didik sehingga sangat cocok
untuk menghilangkan rasa bosan ketika belajar.
Ketika ada kelebihan maka ada kekurangan yang mengiringi, penggunaan media
film untuk penyampaian materi juga memiliki kekurangan didalamnya. Harga produksi
yang dibilang cukup mahal, pembuatan film yang juga memakan banyak waktu dan
tenaga, memerlukan ruangan yang di desain gelap, serta pengoperasian pun harus
dilakukan oleh orang yang cakap akan dunia teknologi.
Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran film berguna untuk:
a. Membantu dalam mengembangkan pikiran serta pendapat peserta didik.
b. Memperkuat daya ingat pada materi yang disampaikan. Sehingga segala materi
yang disampaikan oleh guru dengan mudah tersimpan dan teringat oleh peserta
didik.

300 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

c. Menambah minat serta motivasi belajar peserta didik, karena penyampaian film
sendiri yang lebih bisa memberi kesan menarik pada peserta didik, membuat
peserta didik lebih suka menonton film sebagai media belajar.
d. Sangat membantu memperjelas sesuatu yang masih abstrak, film lebih mampu
menjelaskan suatu materi yang dirasa masih abstrak dengan tampilan gambaran
yang nyata . sehingga peserta didik tidak hanya berkhayal namun juga mampu
merelevansikan dengan kehidupan nyata.
Jenis-jenis film pun sangat bermacam-macam, sehingga mempermudah guru untuk
memilih mana yang dirasa cocok diterapkan jenjang Sekolah Dasar. Pemilihan film yang
sesuai maka akan menambah motivasi belajar peserta didik. Namun guru juga harus
mampu menyesuaikan dengan materi dan subjek yang akan disampaikan.

2. Video
Penyampaian materi melalui video sudah sangat familiar karena sering digunakan
oleh guru. Video merupakan salah satu media berjenis audiovisual karena mampu
menampilkan gambar, suara, dan juga gerak. Media ini dianggap efektif digunakan untuk
menyajikan berbagai topik pembelajaran yang sulit jika harus disampaikan secara oral.
Video mampu menhadirkan objek-objek yang dirasa mustahil jika harus ditampilkan
secara nyata. Video adalah media yang mampu mengemas segala kejadian secara praktis
namiun tetap mampu menghadirkan suasana yang nyata. Contohnya; ketika guru harus
menyampaikan materi tentang thowaf, dimana harus menampilkan orang sedang
mengelilingi ka’bah. Tidak mungkin guru menyampaikan materi dengan menghadirkan
ka’bah secara nyata, walaupun dilakukan secara visual juga dibutuhkan banyak waktu.
Melalui video materi bisa disampaikan secara efisien tempat dan waktu. Guru juga dapat
mempersiapkan video penyampaian materi jauh-jauh hari untuk melalukan proses
persiapan hingga jadwal pembelajaran tiba. Dalam kata lain guru bisa lebih totalitas
dalam penyampaian materi.
Video dapat menyajikan pesan secara obyek, kejadian, ataupun informasi nyata,
tetapi bisa juga bersifat fiktif belaka. Pada pembelajaran daring, media video lebih
mampu menarik perhatian peserta didik, serta menumbuhkan motivasi belajar. Karena
tampilannya yang memang lebih jelas membuat peserta didik khususnya di tingkat
Sekolah Dasar lebih merasa dipermudah. Sekarang ini ada banyak sekali jenis-jenis video
yang dikemas secara praktis, seperti VCD (video compact disk). Penggunaan media video
selama pembelajaran daring sangat cocok untuk untuk diterapkan di Sekolah Dasar. Oleh

ISSN 1410-0053 301


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

karena itu, guru harus mampu memanfaatkan secara maksimal agar motivasi belajar
peserta didik tetap terkendali
Dari berbagai media audiovisual yang sudah sebutkan dan dipaparkan oleh penulis
maka dapat disimpulkan bahwasannya media audiovisual merupakan media yang
melibatkan indra penglihatan dan indra pendengar sekaligus. Media audiovisual dirasa
lebih efektif dan mampu menumbuhakn motivasi belajar terutama selama pembelajaran
daring. Dikarenakan kondisi saat pembelajaran daring berbeda dengan pembelajaran tatap
muka di kelas, memerlukan lebih banyak kreativitas guru dalam merancang dan
menerapkan media yang digunakan selama pembelajaran. Di tingkat Sekolah Dasar
merupakan tingkatan dimana mereka masih moody ketika belajar, sangat dibutuhkan
berbagai upaya yang harus dilakukan guru selama pembelajaran.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa penggunaan
media audiovisual selama pembelajaran daring di tingkat sekolah dasar sangat efektif.
Media audiovisual sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa karena karakteristiknya
yang berbasis gambar dan suara, sehingga mempermudah siswa dalam menerima materi.
Dalam proses pembelajaran kedudukan motivasi belajar sangatlah penting, maka sudah
menjadi keharusan bagi guru untuk terus melakukan upaya agar motivasi belajar tetap
tumbuh pada diri peserta didik. Munculnya motivasi belajar bukan hanya dari diri peserta
dididk sendiri, melainkan terdapat faktor-faktor yang memengaruhi. Salah satunya guru,
peran guru penting dalam memotivasi belajar peserta didik. Terutama pada pembelajaran
yang serba daring sekarang ini, guru dituntut agar lebih cerdas, dan kreatif untuk
menciptakan pembelajaran yang tetap efektif dan menimbulkan motivasi belajar.
Pembelajaran daring tak terlepas dari pemanfaatan kemajuan teknologi, ada
berbagai media pembelajaran berbasis teknologi yang bisa digunakan sesuai kebutuhan.
Namun tidak semua media yang ada mampu menyesuaikan kondisi peserta didik.
Terutama jika harus diterapkan peserta didik tingkat Sekolah Dasar, mereka menyukai
pembelajaran yang bersifat kongkrit, dan menarik. Maka penggunaan media audiovisual
menjadi pilihan yang dianggap efektif dan mampu menumbuhkan motivasi belajar.
Media audiovisual merupakan media yang melibatkan indra penglihatan dan pendengaran
sekaligus dalam arti mampu menampilkan gambar dan suara, contoh dari media
audiovisual; video, film, televisi, dll.

302 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Urgensi Penggunaan Media Audiovisual
Dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Nurseto, Tejo. (2011). Membuat Media Pembelajaran yang Menarik. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan. 8(1)

Lestari, A T, dkk. (2017). Keefektifan Media Audi Visual sebagai Kreativitas Guru
Sekolah Dasar dalam Menumbuhkan Keterampilan Menulis Puisi Siswa. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. 7(3): 214-225

Muhson, Ali. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi.


Jurnal Pendidikan Akutansi Indonesia. VIII(2): 1-10

Kustandi, Cecep, Darmawan D. (2020). Pengembangan Media Pembelajaran: Konsep &


Aplikasi Pengembangan Media Pembelajaran Bagi Pendidik di Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Kencana

Hamid, M A, dkk. (2020). Media Pembelajan. Yayasan Kita Menulis


Jaelani, Ahmad, dkk. (2020). Penggunaan Media Online dalam Proses Kegiatan Belajar
Mengajar PAI dimasa Pandemi Covid-19. Jurnal Ikatan Alumni PGSD UNARS.
8(1)

Emda, Amna. (2017). Kedudukan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran.


Lantanida Journal. 5(2)

Huda, M.J. (2018). Keefektifan Media Audio Visual Terhadap Motivasi Belajar Siswa di
Sekolah. Jurnal Pendidikan. 2(4)

Irawan, V.W.E. (2019). Peranan Kecerdasan Spiritual dalam Meningkatkaan Motivasi


Belajar Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pembelajaran. 1(1): 33-47

Oktadinata, Sandra. (2011). Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual Terhadap


Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI pada Standar
Kompetensi Memperbaiki Sistem Starter dan Pengisian di SMK Muhammadiyah
4 Klaten Tengah. Fakultas Teknik: Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
-
Yusmarwati. (2018). Efektifitas Penggunaannn Media Audio Visual Terhadap Motivasi
dan Hasil Belajar Mengidentifikasi Unsur-unsur Cerita Anak di Kelas V SD
Negeri 018 Kubang Jaya Kecamatan Siak Hulu. Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran. 2(3): 387-394

Bambang, Lestari, dkk. (2015). Penerapan Pembelajaran Media Audio-Visual untuk


Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Biologi di Kelas
VIII A SMP GKST Imanuel Palu. Jurnal Sains dan Teknologi. 4(1): 23-28

Ibrahim, Muhammad. (2018). Pemanfaatan Media Audio Visual dalam Meningkatkan


Motivasi Belajar Peserta Didik Paket C. Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran.
5(1)

Nina, I.A. (2014). Pemanfaatan Media Audio Visual sebagai Sumber Pembelajaran
Sejarah. Indonesian Journal of History Education. 3(1): 40-45

ISSN 1410-0053 303


Unik Hanifah S., Maulida Nurus S., Hilda Putri S., Maulida Nurul H.

Bastomi, M.R, Hartoto, Setiyo. (2018). Pengaruh Penerapan Media Audio Visual
Terhadap Hasil Belajar Renang Gaya Dada. Jurnal Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan. 06(01): 5-9

Gani, I.N.F, Rais, Jamaluddin, P. (2017). Penggunaan Media Audiovisual untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pelajaran Membiakan Tanaman dengan
Biji Jurusan Agribisnis Pembibitan dan Kultur Jaringan Kelas X di SMK Negeri
4 Jeneponto. Jurnal Teknologi Pertanian. 3: 49-57

Fujiyanto, Ahmad, dkk. (2016). Penggunaan Media Audiovisual untuk Meningkatkan


Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hubungan Antar Makhluk Hidup. Jurnal Pena
Ilmiah. 1(1): 841-850

Suprihatin. (2017). Penerapan Media Audio Visual Dalam Meningkatkan Keterampilan


Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Palembang. Jurnal Bindo Sastra.
1(1): 45-51
Maryamah, Effendy, M.H. (2019). Penerapan Media Audio Visual dalam Pembelajaran
Keterampilan Membaca Cepat pada Siswa Kelas XI di Ma Al-FalahTlanaka
Pemeksaan. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneia. 1(1): 1-9

Lestari, Arum. (2017). Keefektifan Media Audio Visual sebagai Kreativitas Guru
Sekolah Dasar dalam Menumbuhkan Ketrampilan menulis Puisi Siswa. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. 7(3): 214-225.
https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2017.v7.i3.p214-225

304 Insania, Vol. 25, No. 2, Juli-Desember 2020


Nama : Anita Khoerunnisa Rianto

NIM : 1107720154

Resume Materi Kelompok 6 “Penelitian Studi Kasus”

Penelitian studi kasus adalah riset yang mendalam dan terperinci tentang seseorang atau
sekelompok orang dengan bersifat kualitatif, lantaran menghasilkan deskripsi naratif tentang
perilaku maupun pengalaman yang ditemukan oleh si peneliti. Tujuan studi kasus adalah untuk
memahami individu secara mendalam guna membantu individu mencapai penyesuaian yang
lebih baik. Jenis penelitian studi kasus, yaitu studi kasus eksplanatori, studi kasus eksploratori,
dan studi kasus deskriptif.

Karakteristik penelitian studi kasus, yaitu menempatkan obyek penelitian sebagai


kasus, memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer, dilakukan pada kondisi
kehidupan sebenarnya, menggunakan berbagai sumber, dan menggunakan teori sebagai acuan
penelitian.

Kelebihan penelitian studi kasus, yaitu: Kekurangan penelitian studi kasus, yaitu:

 Studi kasus mengungkapkan hal-hal  Studi kasus dipersoalkan dari segi


spesifik, detail, rinci, dan dapat reliabilitas, validitas, dan generalisasi
dijelaskan dengan penelitian lain. pada penelitian kauntitatif.
 Tak hanya memberi laporan faktual,  Studi kasus tidak selalu cocok dengan
tapi juga memberi suasana dan pikiran penelitian kuantitatif.
yang mampu dikembangkan lebih  Studi kasus bersifat observasional,
menjadi bahan-bahan penelitian lain. mengharuskan peneliti terjun langsung

Langkah-langkah studi kasus, yaitu: Manfaat penelitian studi kasus, yaitu:

 Menentukan dan mendefinisikan  Sarana utama bagi penelitian emik.


pertanyaan penelitian.  Menyajikan uraian menyeluruh yang mirip
 Menentukan desain dan instrumen dengan yang dialami pembaca.
penelitian.  Sarana efektif hubungan antara peneliti
 Mengumpulkan data dengan subjek/informan.
 Menentukan teknik analisis data.  Memungkinkan pembaca untuk
 Mempersiapkan laporan studi kasus. menemukan konsistensi internal.
Contoh Artikel Penelitian Studi Kasus

Judul:

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MEMBACA PERMULAAN DI KELAS SATU


SEKOLAH DASAR

Rumusan Masalah:

Bagaimana kesulitan yang dialami siswa kelas satu sekolah dasar dalam membaca permulaan?

Artikel tersebut termasuk jenis peneliltian studi kasus, karena terdapat kasus yaitu
kesulitasn siswa kelas 1 SD dalam membaca permulaan. Di dalam artikel terdapat beberapa
contoh kasus di lapangan terkait siswa kelas satu yang kesulitan dalam membaca permulaan.

Dalam artikel pada bagian metode dijelaskan bahwa penulis menggunakan metode
studi kasus sebagai penelitian kualitatif. Peneliti mengumpulkan data dengan observasi,
wawancara, dan menganalisis dokumen. Adapun tujuan dari artikel penelitian studi kasus
tersebut adalah untuk mendeskripsikan kesulitan membaca permulaan di kelas 1 SD.

Penelitian di lakukan berdasarkan kenyataan yang ada dengan partisipan yaitu 4 siswa
kelas 1 A dan 5 siswa kelas 1 B yang memiliki kesulitan membaca atau masalah dalam
membaca yang dilihat dari nilai tes membaca siswa.
ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MEMBACA PERMULAAN
DI KELAS SATU SEKOLAH DASAR

Inne Marthyanne Pratiwi


Vina Anggia Nastitie Ariawan

Universitas Pendidikan Indonesia


Jln. Setia Budhi No. 229 Bandung 40154
e-mail: sayainne@gmail.com1

Abstract: This study is designed to describe the reading difficulties on basic reading within
first graders of elementary school. The research used the qualitative approach with case study
method. The subject of this study is first graders of elementary school. The data collection were
gerenated from observation and interviews. The thematic analysis and the validity of the data
were using triangulation and reflexivity. The results showed that the difficulty in basic reading
of first graders of elementary school are: (1) inability to identify diphthong, vocal double, and
consonant cluster, (2) inability to read a sentence, (3) reading haltingly, (4) inability to mention a
few consonants, (5) inability to spell well, (6) reading carelessly, (7) quickly forgeting the word
he or she has been spelled, (8) adding and replacing words, (9) long-period of spelling, and (10)
inability to read thoroughly.

Keywords: trouble, basic reading, elementary school, spell, ideas, elementary school

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan membaca permulaan di


kelas I SD. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek
siswa kelas I. Teknik pengumpulan data observasi dan wawancara. Analisis tematik sedangkan
validitas data menggunakan triangulasi dan refleksivitas. Hasil menunjukkan bahwa kesulitan
dalam membaca permulaan siswa kelas I SD yaitu: (1) belum mampu membaca diftong, vokal
rangkap, dan konsonan rangkap, (2) belum mampu membaca kalimat, (3) membaca tersendat-
sendat, (4) belum mampu menyebutkan beberapa huruf konsonan, (5) belum bisa mengeja, (6)
membaca asal-asalan, (7) cepat lupa kata yang telah diejanya, (8) melakukan penambahan dan
penggantian kata, (9) waktu mengeja cukup lama, dan (10) belum mampu membaca dengan
tuntas.

Kata kunci: kesulitan, membaca permulaan, sekolah dasar , mengeja, gagasan

Kebiasaan membaca permulaan di awal merupa- Silverman, dkk (2017:118) merupakan pengkajian
kan salah satu cara untuk keterampilan dan kema- yang sesuai dengan prinsip kemandirian. Kemam-
hiran dalam kemampuan untuk merancang gagasan puan untuk keterampilan dan kemandirian dalam
utama. Curtain, dkk (2016:23) mengungkapkan berbahasa menjadi strategis. Dalam artian kemam-
bahwa keterampilan dalam menuliskan gagasan puan tersebut meski dijadikan padanan dalam ke-
terkait dengan kemampuan membaca. Untuk itu- mahiran berbahasa di sekolah dasar. Fokus utama
lah, pengembangan gagasan memegang peranan adalah kemampuan dalam pengusaan kosa-kata dan
utama dalam proses penggagasan ide. Dalam kajian penguasaan dasar-dasar kebahasaan.

69
70 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 69-76

Pendapatan Granger (2016:2) mengunakan anak sesuai dengan bunyinya. Setelah anak diper-
gagasan yang menyesuakan varisties kebahasaan. kenalkan dengan bentuk huruf abjad dan melafal-
Dalam proses pembelajaran bahasa. Hal ini me- kannya langkah selanjutnya anak diperkenalkan
megang prinsip bahwa keberadaan data-data yang dengan mengeja suku kata, membaca kata, dan
disesuaikan menjadi pemegang kunci dalam membaca kalimat pendek berdasarkan pendapat
proses pembelajaran berbahasa melintas budaya. Dalman (2014). Misalnya, kata /kaki/ anak dilatih
Pada prinsipnya kemampuan untuk melakukan mengeja suku kata /ka/ dan /ki/. Suku kata /ka/ dieja
editing menjadi kemampuan berbahasa. Pendapat /ka-a/ ® [ka] dan suku kata /ki/ dieja /ka-i/ ® [ki]
dari Schleppegrell (2016:118) merupakan salah lalu dibaca kaki. Selain mengeja dan membaca,
satu fungsi dalam kegiatan dalam kegiatan peran- membaca permulaan juga menitikberatkan pada
cangan yang memadai. Dalam artian, penggunaan penguasaan aspek bersifat teknik yang bertujuan
konten dalam tata bahasa merupakan tujuan dalam melatih siswa menyuarakan lambang-lambang tu-
pengembangan keterampilan yang sesuai dengan lisan dengan tepat, lafal yang baik, serta intonasi
prinsip pembelajaran kebahasaan. Pada prinsipnya, yang wajar menurut Rosdiana, dkk (2011).
keterampilan untuk berbahasa merupakan kemam- Pada tahap membaca permulaan, anak diberi
puan dalam prinsip keterampilan dan kemahiran bekal untuk mengetahui sistem tulisan, cara men-
berbahasa. capai kelancaran membaca, memusatkan kata-kata
Membaca merupakan kemampuan yang harus lepas dalam cerita sederhana, dan belajar menginte-
dikuasai siswa di sekolah dasar karena kemampuan grasikan bunyi dan sistem tulis berdasarkan kajian
membaca secara langsung berkaitan dengan selu- dari Slavin, dkk (2014). Ketepatan dan keberhasilan
ruh proses belajar siswa (Rahim, 2008). Siswa di- pada tahap membaca permulaan akan berdampak
kategorikan siap membaca ketika mereka mampu besar terhadap peningkatan kemampuan membaca
mengidentifikasi atau memahami makna kata dari selanjutnya. Dalam proses pembelajaran membaca
benda-benda yang disebut oleh orang lain, meski- permulaan siswa sering mengalami kesalahan ber-
pun siswa belum mampu membunyikan huruf dari dasarkan kajian dari Petersen, et. al (2016) Hal ini
nama benda tersebut (Bond, dkk, 1994). Misalnya, dikarenakan siswa kelas permulaan pada umumnya
ketika guru mengatakan sabun maka siswa dapat belum dapat membaca tulisan atau lambang bunyi
menunjukkan sabun. Ketika siswa sudah mampu dengan baik. Kesalahan yang terjadi dapat berupa
mengidentifikasi makna kata maka siswa mulai me- kesalahan mengenali huruf, kata, dan kalimat yang
masuki tahap membaca permulaan. semuanya terlihat dalam bunyi yang diucapkan
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca menurut Zubaidah (2013).
belum memiliki kemampuan membaca sesung- Kesalahan membaca permulaan apabila tidak
guhnya tetapi masih dalam tahap belajar untuk segera diatasi tentunya akan berdampak pada ke-
memperoleh kemampuan membaca (Abidin, 2010). mampuan membaca siswa. Siswa yang tidak mam-
Membaca permulaan adalah salah satu aspek keter- pu membaca dengan baik akan mengalami kesuli-
ampilan berbahasa yang berlangsung selama dua ta- tan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Rahim,
hun untuk jenjang kelas satu dan kelas dua sekolah (2008). Siswa yang tidak mampu membaca juga
dasar. Membaca pada tingkat permulaan merupakan akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan
kegiatan belajar mengenal bahasa tulis dan siswa di- memahami informasi yang disajikan dalam ber-
tuntut untuk menyuarakan lambang-lambang bunyi bagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang,
bahasa (Zubaidah. 2013). Membaca permulaan di dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain Abidin
sekolah dasar mencakup (a) pengenalan bentuk hu- (2010). Kesulitan membaca merupakan suatu kead-
ruf; (b) pengenalan unsur linguistik; (c) pengenalan aan individu yang memiliki kemampuan membaca
hubungan ejaan dan bunyi (menyuarakan tulisan); rendah berdasarkan rerata kemampuan membaca
dan (d) melancarkan bacaan dalam taraf lambat se- yang telah ditetapkan Lyon, et. al (2003) Sementara
bagaimana yang dikaji oleh Tarigan (2008). itu, menurut Snowling (2013) kesulitan membaca
Tahap awal membaca permulaan yaitu anak merupakan suatu keadaan ketika siswa tidak mam-
dikenalkan dengan bentuk huruf abjad dari A/a pu mengidentifikasi kata sehingga siswa memiliki
sampai dengan Z/z. Huruf tersebut perlu dilafalkan kecepatan membaca yang lambat dan memiliki
pemahaman bacaan yang rendah.
Pratiwi, dkk, Analisis Kesulitan Siswa dalam Membaca Permulaan ... 71

Bertitiktolak dari penelitian sebelumnya maka Data dikumpulkan melalui observasi dan
peneliti mencoba melakukan penelitian serupa wawancara. Observasi adalah proses melihat,
dengan subjek penelitian yang berbeda. Peneliti mengamati, mencermati, dan merekam perilaku
hendak melakukan penelitian tentang kesulitan secara sistematis untuk memperoleh data sehingga
siswa dalam membaca permulaan di kelas satu dapat digunakan untuk memberikan suatu kesim-
sekolah dasar. Selain itu, penelitian sebelumnya pulan atau diagnosis (Suharsaputra, 2014). Dalam
menganalisis kesulitan membaca siswa dalam observasi ini, peran peneliti yaitu mengamati dan
bahasa Inggris sedangkan peneliti akan menganalisis mencatat/merekam fenomena yang sedang diteliti
kesulitan membaca siswa dalam bahasa Indonesia. tanpa berperan sebagai partisipan. Hasil observasi
Analisis kesulitan membaca permulaan di kelas dicatat dalam catatan lapangan.
satu sekolah dasar dilakukan mengingat belum ada Wawancara dalam penelitian ini adalah
yang melaksanakan penelitian ini. Oleh sebab itu, wawancara dengan pertanyaan terbuka (open-ended
peneliti akan mengadakan penelitian dengan tujuan questions) yang diberikan oleh peneliti kepada par-
untuk mengeksplorasi atau menemukan kesulitan tisipan sehingga partisipan dapat menyalurkan pen-
siswa dalam membaca permulaan di kelas satu galamannya dengan sebaik-baiknya tanpa dibatasi
sekolah dasar. oleh perspektif peneliti atau temuan peneliti sebel-
umnya. Jawaban terbuka (open-ended response) ter-
METODE hadap pertanyaan memungkinkan partisipan untuk
menciptakan opsi-opsi untuk merespons (Creswell,
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan
2015).
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
Dalam menganalisis data, peneliti mengguna-
penelitian untuk memahami fenomena tentang apa
kan tematik analisis dengan mengadaptasi enam
yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara
langkah dalam proses analisis dan interpretasi data
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa ber-
kualitatif menurut Creswell (2014). Keenam lang-
dasarkan hasil pengamatan Margono, (2014). Se-
kah tersebut adalah (1) mempersiapkan, mengor-
mentara itu, metode yang digunakan adalah studi
ganisasikan data, mentranskrip wawancara, dan
kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian den-
mengetik ulang catatan lapangan; (2) coding; (3)
gan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tu-
menggunakan kode untuk membangun deskripsi
juan untuk mengeksplorasi kehidupan nyata, sistem
dan tema; (4) merepresentasikan temuan dalam
terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem
tampilan visual; (5) menginterpretasi temuan den-
terbatas (berbagai kasus), melalui pengumpulan
gan mengemukakan pandangan pribadi, membuat
data secara detail dan mendalam yang melibatkan
perbandingan antara temuan dengan kepustakaan,
beragam sumber informasi dan melaporkannya se-
dan menyebutkan keterbatasan; dan (6) memvalida-
cara deskripsi Creswell, (2015). Dalam penelitian
si keakuratan temuan dengan menerapkan prosedur
ini, peneliti tidak melakukan tindakan untuk mem-
triangulasi dan refleksivitas.
buktikan suatu strategi atau metode pembelajaran.
Validitas data dalam penelitian kuallitatif ada-
Namun, peneliti melakukan observasi, wawancara,
lah kegiatan untuk menilai keakuratan suatu temuan
dan menganalisis dokumen untuk menemukan ke-
yang telah dideskripsikan oleh peneliti berdasarkan
sulitan siswa dalam membaca permulaan di kelas
hasil pengumpulan data Creswell (2014). Validitas
satu sekolah dasar.
data dalam penelitian ini menggunakan triangu-
Penelitian diadakan di salah satu sekolah dasar
lasi dan refleksivitas. Triangulasi merupakan suatu
kecamatan Lembang. Partisipan dari penelitian ini
proses pemanfaatan persepsi yang beragam untuk
ialah empat siswa kelas 1A dan lima siswa kelas 1B
mengklarifikasi makna, memverifikasi kemungki-
yang memiliki kesulitan membaca atau memiliki
nan pengulangan dari suatu observasi atau interpre-
masalah dalam membaca. Identifikasi siswa yang
tasi dengan prinsip tidak ada observasi dan interpre-
memiliki kesulitan membaca didasarkan pada
tasi yang dapat diulang (Denzin & Lincoln, 2009).
nilai tes membaca siswa yang kurang dari kriteria
Triangulasi merujuk pada pengumpulan informasi
ketuntasan minimal serta berdasarkan informasi
sebanyak mungkin dari berbagai sumber melalui
yang diperoleh dari guru kelas. Partisipan lainnya
berbagai metode (Cohen, et. al, 2007). Penelitian ini
dalam penelitian ini ialah guru kelas 1A dan kelas
menggunakan triangulasi jenis data yang diperoleh
1B.
72 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 69-76

dari catatan lapangan dan hasil wawancara. Selain bedakan huruf vokal tetapi tidak mampu menyebut-
itu, peneliti juga memperoleh data dari sumber yang kan beberapa huruf konsonan. Siswa C belum bisa
beragam yaitu guru kelas dan siswa kelas 1A dan mengeja sehingga guru memberikan gambar untuk
1B sekolah dasar. ditebak. Siswa C bisa menyebutkan nama-nama
Refleksivitas mengacu pada kesadaran peneliti gambar dengan lancar. Hal ini membuktikan bahwa
dalam memosisikan diri pada tulisannya dimana Siswa C sebenarnya sudah siap untuk belajar mem-
peneliti sadar akan bias, nilai, dan pengalaman yang baca akan tetapi waktu yang dibutuhkan tidak sece-
dia bawa (Creswell, 2015). Peneliti sangat penting pat teman-teman yang lain.
untuk tidak hanya menerangkan pengalamannya Catatan Lapangan 4. Siswa D sudah mampu
dengan fenomena yang sedang diteliti tetapi membaca kata serta frasa dengan lancar. Namun,
peneliti juga menyadari bahwa pengalaman ini siswa D belum mampu membaca kalimat dengan
sangat mungkin memengaruhi temuan, kesimpulan, lancar khususnya kalimat yang tidak ada suku
dan penafsirannya dalam penelitian. Peneliti harus kata terbukanya, seperti “seragam”. Ketika siswa
menjaga sikap, menunjukkan persahabatan, dan D membaca kalimat yang menurutnya sulit
berusaha tak terlihat di kelas agar pembelajaran tampak siswa D mengerutkan dahi seperti sedang
berjalan natural atau tidak dibuat-buat. Peneliti tidak memikirkan perkiraan bacaan yang tepat. Kemudian
berhak ikut campur dan memaksa partisipan untuk siswa D membaca kalimat tersebut berdasarkan
melakukan kegiatan yang dikehendaki peneliti. hasil pemikirannya sendiri.
Catatan Lapangan 5. Siswa E sudah lancar
HASIL DAN PEMBAHASAN dalam membaca kata dan frasa. Namun, ketika
membaca kalimat masih cukup tersendat-sendat dan
Peneliti melakukan observasi ketika guru
lupa kata yang telah diejanya terutama kata yang
memberi tes membaca pada siswa kelas I
ada di depan kalimat. Penambahan dan penggantian
khususnya pada siswa yang mengalami kesulitan
kata juga dilakukan oleh siswa E ketika membaca
membaca. Peneliti mencatat kesulitan yang dialami
kalimat. Contohnya, ketika ada kalimat “Bobi
siswa berdasarkan kategori kesulitan membaca
membeli buku” menjadi “Bobi membeli baju” atau
yang telah ditentukan. Berikut ini hasil observasi
“Sepatu Dona baru” menjadi “Sepatu punya Dona
terhadap sembilan siswa yang mengalami kesulitan
baru.
membaca.
Catatan Lapangan 6. Siswa F sudah cukup
Catatan Lapangan 1. Siswa A sudah mampu
lancar dalam membaca. Namun, siswa F terlihat
membedakan huruf dan melafalkan huruf secara
sangat terburu-buru ketika membaca. Terutama
jelas. Siswa A sudah mampu membaca kata terbuka
ketika membaca kalimat. Siswa F seringkali
yang terdiri dari dua suku kata. Kesulitan yang
melakukan penggantian atau penambahan kata
dialami siswa A yaitu belum mampu membaca
dalam membaca kalimat. Contohnya, “Bobi
kata yang terdiri dari 3 suku kata. Selain itu, siswa
membeli buku” menjadi “Bobi membaca buku”
A juga belum mampu membaca diftong serta
atau “Seragam Cika bersih” menjadi “Seragam
konsonan dan vokal rangkap. Siswa A hanya bisa
Cika yang bersih”. Konsentrasi siswa F juga mudah
membaca kalimat dengan kata yang terdiri dari suku
teralihkan jika mendengar teman-temannya sedang
kata terbuka. Kalimat-kalimat lain dibaca Siswa A
gaduh.
dengan sembarangan (tidak sesuai/ mengarang).
Catatan Lapangan 7. Siswa G sudah bisa
Catatan Lapangan 2. Siswa B sudah mampu
membaca kata meskipun mengeja dengan waktu
mengeja dengan baik dan lafal yang jelas. Siswa
yang cukup lama. Begitu juga dengan membaca
B lancar dalam membaca dua suku kata terbuka.
frasa. Hampir semuanya bisa ia baca dengan jelas.
Namun, tersendat-sendat dalam membaca kata
Namun, siswa G menolak untuk membaca kalimat
yang terdiri dari tiga suku kata dan membaca kata
dengan alasan susah dan panjang”.
berakhiran vokal-diftong. Siswa B belum bisa
Catatan Lapangan 8. Siswa H bisa mengeja akan
membaca kata menjadi satu kalimat. Apabila guru
tetapi belum bisa menggabungkan suku kata depan
meminta siswa untuk membaca dari awal, ia akan
dan terakhir yang telah ia eja. Siswa H terkadang
mengulang bacaan dengan cara mengeja”.
mengingat suku kata depan atau belakangnya saja
Catatan Lapangan 3. Siswa C sudah bisa mem-
sehingga ketika diminta menggabungkan ejaan ia
Pratiwi, dkk, Analisis Kesulitan Siswa dalam Membaca Permulaan ... 73

asal menyebutkan kata. Terkadang guru membantu sangat sering dilakukan siswa yang sebenarnya
siswa H untuk menyebutkan kata yang tepat sesuai sudah bisa membaca tetapi tidak bisa fokus”.
bacaan dengan menyebutkan salah satu suku kata. P: “Bagaimana usaha Ibu untuk mengatasi
Misalnya, siswa H hanya mengingat kata “da” lalu kesulitan membaca siswa?”
guru menyebutkan kata “si”. Kemudian, siswa H G: “Kadang-kadang setiap pulang sekolah saya
akan menyebutkan kata “dasi”. Begitu juga ketika memberi jam tambahan pada siswa yang belum
membaca frasa, guru selalu membantu siswa H bisa membaca. Tapi bergilir, tidak sekaligus supaya
untuk menyebutkan kata dan membaca frasa dengan fokus”.
tepat. Sementara itu, ketika membaca kalimat siswa
H tidak mampu membacanya karena selalu lupa Wawancara Guru B
kata yang ada di awal kalimat. P:”Apa yang Ibu ketahui tentang kesulitan
Catatan Lapangan 9. Siswa I membutuhkan membaca?”
waktu yang cukup lama untuk mengeja kata. G:”Kesulitan membaca itu masalah yang
Apabila siswa I tidak mampu mengeja, ia akan dihadapi siswa terkait kemampuan membacanya.
melafalkan kata berdasarkan tebakannya. Kata-kata Kalau di kelas I kesulitan membaca itu wajar karena
yang tidak mampu dieja siswa I berupa kata yang kan kelas I itu baru belajar membaca”.
terdiri dari tiga suku kata dengan huruf tertutup. P:“Bagaimana cara Ibu mengetahui siswa yang
Siswa I juga melakukan hal sama ketika membaca mengalami kesulitan membaca?”
frasa. Siswa I hanya bisa membaca satu kata dalam G:“Ketika saya meminta siswa untuk membaca
frasa dan kalimat. Siswa I tidak membaca frasa bersama, biasanya siswa yang mengalami kesulitan
dengan kalimat secara tuntas. hanya ikut melafalkan tapi tidak melihat tulisan.
Selain catatan lapangan tentang kesulitan mem- Kadang kan saya juga adakan tes membaca secara
baca yang dialami siswa, peneliti juga melakukan individual jadi saya tahu siswa yang belum bisa
wawancara pada guru kelas. Berikut ini merupakan membaca”.
transkrip wawancara peneliti dengan guru kelas P:”Kesulitan apa saja yang dialami siswa dalam
terkait kesulitan membaca yang dialami siswa. membaca?”
G:”Ada yang belum bisa merangkai ejaan terus
Wawancara Guru A ada juga yang belum bisa mengeja sama sekali.
P:”Bagaimana pendapat Ibu tentang kesulitan Saya juga berusaha memberi jam tambahan sama
membaca yang dialami siswa?” siswa yang belum bisa membaca. Namanya juga
G:”Kesulitan membaca sebenarnya wajar siswa kelas I teh, kita tidak bisa memaksa mereka.
karena memang kelas satu baru diajar membaca. Kadang ketika bersemangat mereka bisa mengikuti
Tapi kan namanya juga anak jelas kemampuannya saya dan mampu mengeja. Tapi kalo sedang malas,
beda-beda. Jadi ada yang cepat bisa ada juga yang jangankan mengeja teh menyebut nama huruf saja
lamban”. malas”.
P: “Jadi dapat dikatakan siswa yang sulit P:”Luar biasa ya Bu siswa kelas I”.
membaca itu termasuk lamban?” G:”Itulah teh kebanyakan orangtua siswa
G: “Bukan lamban dalam artian lamban belajar hanya menitip anaknya pada kami. Terus inginnya
teh (panggilan pada perempuan dalam bahasa mereka cepet bisa baca tapi orangtua kadang tidak
Sunda) tapi memang proses bisa membacanya tidak tahu karakter anaknya sendiri. Ada yang mampu
cepat. Soalnya kalo dibilang lamban belajar tidak dengan tenang mengikuti, ada yang cepat hilang
juga karena mereka bisa mengikuti pelajaran lain. konsentrasi, ada juga yang seenaknya sendiri. Yang
Bisa saja ketika di rumah mereka kurang banyak jelas saya sebagai guru sudah berusaha”.
latihan membaca”. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
P: “Kesulitan apa saja yang dialami siswa kelas maka dapat diketahui bahwa kesulitan membaca
I dalam membaca Bu?” yang dialami siswa kelas I sekolah dasar sangat
G: “Biasanya siswa kelas I belum bisa mengeja, beragam. Hasil observasi menunjukkan kesulitan
lupa kata yang sudah dia eja, membaca asal-asalan membaca yang dialami siswa kelas I sekolah dasar
jadi kadang kata-katanya mereka menambahkan yaitu: (1) belum mampu membaca diftong, vokal
sendiri. Penambahan kata atau penggantian kata rangkap, dan konsonan rangkap; (2) belum mampu
74 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 69-76

membaca kalimat; (3) membaca tersendat-sendat; mengeja dan membaca dapat dikatakan memiliki
(4) belum mampu menyebutkan beberapa huruf kesulitan membaca tetapi guru-guru tidak menyadari
konsonan; (5) belum bisa mengeja; (6) membaca hal tersebut dan menganggap mereka akan lancar
asal-asalan; (7) cepat lupa kata yang telah diejanya; membaca jika naik kelas berikutnya.
(8) melakukan penambahan dan penggantian kata; Liu, dkk (2008) menyatakan bahwa kesulitan
(9) mengeja dengan waktu yang cukup lama; (10) membaca pada anak terbagi ke dalam dua jenis yaitu
belum mampu membaca dengan tuntas. kesulitan membaca dikarenakan suatu kelainan
Kesulitan membaca yang dialami siswa di In- genetika dan kesulitan membaca dikarenakan
donesia hampir serupa dengan kesulitan membaca rendahnya kemampuan membaca siswa (poor
dialami siswa di luar negeri. Salah satu contohnya reading). Kesulitan membaca yang disebabkan
yaitu kesulitan membaca yang dialami siswa kelas kelainan genetika biasanya terjadi pada anak
empat sekolah dasar di Ogong, Namibia. Hasil pe- penderita disleksia sedangkan poor reading terjadi
nelitian Mule (2014) menunjukkan beberapa jenis pada anak yang mempunyai kemampuan membaca
kesulitan membaca sebagai berikut: (a) siswa mem- lebih rendah dari kemampuan membaca normal
baca kata secara terbalik seperti /on/ menjadi /no/ (Gillet, dkk, 2012).
atau /who/ menjadi /how/; (b) siswa menghilangkan Dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran
kata dalam kalimat, misalnya ada kalimat “semua di sekolah kesalahan-kesalahan yang sering
anak mengambil balon dan membawanya ke dalam dilakukan siswa ketika membaca dapat dikategorikan
ruangan” menjadi “anak mengambil balon ke dalam sebagai kesulitan membaca Zubaidah (2013). Siswa
ruangan”; (c) siswa mengubah makna kalimat, mis- yang mengalami kesulitan membaca memiliki
alnya ada kalimat “Samson menendang batu” men- kemampuan membaca lebih lamban daripada siswa
jadi “Samson ditendang batu”; (d) siswa menam- yang tidak mengalami kesulitan membaca Nathan
bahkan kata dalam kalimat, misalnya ada kalimat (2006). Oleh sebab itu, perlu adanya tindakan untuk
“Samson duduk di tribun” menjadi “Samson duduk menganalisis kesulitan membaca yang dialami
di atas tribun”. siswa. Kesulitan menbaca yang dialami siswa SD
Kesulitan membaca yang dialami siswa sekolah menurut hasil penelitian Basuki (2011) dikaitkan
dasar sesuai dengan pendapat Abdurrahman (2012) dengan pola pembelajaran yang dilakukan guru.
serta Bond, dkk (1994) yang meliputi: (1) vowel Dinyatakan bahwa pola pembelajaran membaca
errrors, tidak dapat melafalkan beberapa huruf yang dilakukan guru cenderung bersifat statis dan
vokal dan tidak mampu membaca vokal rangkap; (2) klasik. Semua aktivitas dilakukan tanpa adanya
consonant errors, tidak mampu membaca diftong upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca.
serta beberapa huruf konsonan; (3) tidak mampu Siswa cenderung membaca dengan caranya sendiri.
membaca huruf gabungan; (4) penambahan huruf, Analisis kesulitan membaca sangat penting di-
misal bau menjadi batu; (5) penghilangan huruf, lakukan guru maupun orangtua untuk mengenali ke-
misal tuan menjadi tua; (6) penambahan kata, misal sulitan yang dimiliki siswa sehingga mereka dapat
“suatu hari ada seorang Raja” menjadi “suatu hari diberi penanganan secara tepat (Slavin, dkk, 2014).
ada seorang Putri Raja”; (7) penghilangan kata, misal Analisis kesulitan membaca telah dilakukan Mule
“tidak ada ibu” menjadi “ada ibu”; (8) tidak mampu (2014) di Ogong, Namibia. Mule (2014) melakukan
mengidentifikasi huruf atau mengeja lebih dari 15 penelitian untuk menemukan jenis kesulitan mem-
detik (lamban membaca); (i) membaca tersendat- baca dan penyebabnya dalam bahasa Inggris di kelas
sendat.Hasil ini selaras dengan beberapa penelitian 4 sekolah dasar. Mule (2014) menemukan beberapa
yang sudah dilaksanakan secara terdahulu. jenis kesulitan membaca sebagai berikut (a) siswa
Kesulitan membaca biasanya dianggap hanya membaca kata secara terbalik seperti /on/ menjadi
terjadi pada siswa yang memiliki kelainan seperti /no/ atau /who/ menjadi /how/; (b) siswa meng-
disleksia atau ADHD padahal banyak ditemukan hilangkan kata dalam kalimat, misalnya ada kalimat
kasus-kasus kesulitan membaca yang dialami “semua anak mengambil balon dan membawanya
siswa tanpa riwayat kelainan apapun. Hal ini ke dalam ruangan” menjadi “anak mengambil ba-
sejalan dengan pendapat Slavin, dkk (2014) yang lon ke dalam ruangan”; (c) siswa mengubah makna
menyatakan bahwa siswa yang kurang lancar kalimat, misalnya ada kalimat “Samson menendang
Pratiwi, dkk, Analisis Kesulitan Siswa dalam Membaca Permulaan ... 75

batu” menjadi “Samson ditendang batu”; (d) siswa Saran


menambahkan kata dalam kalimat, misalnya ada ka-
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di-
limat “Samson duduk di tribun” menjadi “Samson
uraikan peneliti memberi saran agar guru memberi
duduk di atas tribun”. Upaya peningkatan kemam-
sosialisasi pada orangtua siswa tentang kesulitan
puan membaca dilakukan pada penelitian Muslich
membaca yang dialami siswa. Kesulitan membaca
(2010) yang hasilnya peningkatan kemampuan
bukan hanya tanggung jawab guru tetapi tanggung
membaca permulaan siswa kelas I dengan metode
jawab bersama sehingga akan lebih jika diatasi ber-
Mueller ini dilakukan guru dengan menggabungkan
sama. Siswa yang mengalami kesulitan membaca
beberapa aktivitas dalam metode Mueller. Untuk
perlu diberi perlakuan lebih di rumah dan di sekolah.
memudahkan siswa, guru menggunakan tulisan dan
Guru dapat memberi waktu tambahan untuk men-
ejaan.
gajarkan siswa membaca. Kemudian guru memberi
Analisis kesulitan membaca dalam bahasa
buku penghubung dan menulis hal-hal yang perlu
Inggris juga dilakukan oleh Hartney (2011) di kelas 3
diajarkan orangtua di rumah sehingga terjalin sin-
sekolah dasar Namibia. Hartney (2011) menemukan
ergi antara guru dan orangtua siswa. Siswa yang
beberapa kesulitan membaca bahasa Inggris di
mengalami kesulitan membaca sebaiknya mendapat
kelas 3 sekolah dasar di antaranya (a) siswa tidak
penilaian berbeda dengan siswa lain. Penilaian bagi
mampu membunyikan huruf dengan tepat, ketika
siswa yang mengalami kesulitan membaca diukur
guru menulis huruf /b/ mereka bukan membunyikan
berdasarkan kemampuan membaca siswa tersebut.
/bi/ tetapi /ha/ atau /ka/; (b) siswa tidak mampu
Sebagai contoh, siswa yang belum bisa mengeja
membaca dua vokal yang bersisian seperti /ee/ atau /
sama sekali diberi kartu bergambar untuk ditebak
ea/; (c) siswa tidak mampu membaca kalimat secara
siswa.
tuntas; (d) dan siswa memiliki kecepatan membaca
yang lamban atau berada pada tingkat frustrasi.
DAFTAR RUJUKAN
SIMPULAN DAN SARAN Abdurrahman, M. 2012. Anak Berkesulitan Belajar:
Teori, Diagnosis, dan Remediasinya. Jakarta:
Simpulan
Rineka Cipta.
Kesulitan membaca adalah suatu keadaan Abidin, Y. 2010. Strategi Membaca Teori dan
ketika siswa tidak mampu mengidentifikasi kata Pembelajarannya. Bandung: Rizqi Press.
sehingga siswa memiliki kemampuan membaca Basuki, A.I. 2011. Profil Pembelajaran Membaca
rendah berdasarkan rerata kemampuan membaca Pemahaman di Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah
yang telah ditetapkan. Kesulitan membaca perlu Dasar Th.20 No.2 Nov 2011, hal 77-85. Malang:
dilakukan agar guru dapat mengidentifikasi kesulitan Prodi PGSD FIP UM.
yang dialami siswa sehingga dapat memberi tindak Bond, G.L. 1994. Reading Difficulties Their
lanjut yang tepat. Diagnosis and Correction. Needham Heights:
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara Allyn and Bacon.
yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan Cohen, L., Manion, L., & Marrison, K. 2007.
bahwa kesulitan siswa kelas I sekolah dasar dalam Research in Education Sixth Edition. Newyork:
membaca permulaan yaitu: (1) belum mampu Routledge. Contemporary View. Journal of
membaca diftong, vokal rangkap, dan konsonan Research in Special Educational Needs, 13,
rangkap; (2) belum mampu membaca kalimat; 7–14.
(3) membaca tersendat-sendat; (4) belum mampu Creswell, J. W. 2014. Penelitian Kualitatif dan
menyebutkan beberapa huruf konsonan; (5) belum Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
bisa mengeja; (6) membaca asal-asalan; (7) cepat Creswell, J. W. 2015. Riset Pendidikan: Peren-
lupa kata yang telah diejanya; (8) melakukan canaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset
penambahan dan penggantian kata; (9) mengeja Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka
dengan waktu yang cukup lama; (10) belum mampu Pelajar.
membaca dengan tuntas. Curtain, H., Donato, R., & Gilbert, V. 2016.
Elementary School Foreign Language
76 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 69-76

Programs in the United States. In Foreign Nathan, K. 2006. Reading Difficulties and Social
Language Education in America (pp.19-41). Problems. (Online) (http://www.ir.canterbury.
Palgrave Macmillan UK. ac.nz/bitstream/handle/10092/1339/thesis_
Dalman. 2014. Keterampilan Membaca. Jakarta: fulltext.pdf) diakses 21 Januari 2017.
Raja Grafindo Persada. Petersen, D.B., Alen, M., & Spencer, T.D. 2016.
Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. 2009. Handbook of Predicting Reading Difficulty in First Grade
Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Using Dynamic Assesment of Decoding in Early
Pelajar. Kindergarten: A Large-Scale Longitudinal
Gillet, J.W. 2012. Understanding Reading Problems Study. Journal of Learning Disabilities,
Assesment and Instruction Eight Edition. 49(2):200-215.
Boston: Pearson. Rahim, F. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah
Granger, L. A. 2016. Encouraging the Use and Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Activation of Heritage Languages in the Schleppegrell, M. J. 2016. Content-based language
Broader Educational System. In Handbook of teaching with functional grammar in the
Research and Practice in Heritage Language elementary school. Language Teaching,
Education (pp.1-21). Springer International 49(1):116-128.
Publishing. Silverman, R. D., Martin-Beltran, M., Peercy, M.
Hartney, R.N. 2011. Investigating Reading M., Hartranft, A. M., McNeish, D. M., Artzi,
Difficulties in English Second Language of L., & Nunn, S. 2017. Effects of a Cross-Age
Grade 3 Learners in One Primary School in Peer Learning Program on the Vocabulary and
the Khomas Education Region of Namibia. Comprehension of English Learners and Non-
(Online) (http://wwwisis.unam.na/theses/ English Learners in Elementary School. The
hartney2011.pdf ) diakses 12 Januari 2017 . Elementary School Journal, 117(3), 000-000.
Liu, Y.J. 2008. From Early Childhood Special Slavin, E.R. 2014. Membaca Membuka Pintu Dunia
Education to Special Education Resources Program Success for All Model yang Jelas
Room Identification, Assessment, and Eligibility dan Kuat untuk Meningkatkan Kemampuan
Determinations for English Language Learners Membaca Anak Sekolah Dasar. Edisi kedua.
with Reading Related Disabilities. Assessment Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
for Effective Intervention, 33(3):177-187. Snowling, M. J. 2013. Early Identification and
Lyon, G., Shaywitz, S. E., & Shaywitz, B. A. 2003. Interventions for Dyslexia: A
A Definition of Dyslexia. Annals of Dyslexia, Suharsaputra, U. 2014. Metode Penelitian
53(1):1–14. Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung:
Margono, S. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Refika Aditama.
Jakarta: Rineka Cipta. Tarigan, H.G. 2008. Membaca sebagai Suatu
Mule, K. 2014. Types and Cause of Reading Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Difficulties Affecting the Reading of English Zubaidah, E. 2013. Kesulitan Membaca Permulaan
Language: a Caseof 4 Grade Learners in pada Anak Diagnosa dan Cara Mengatasinya.
Selected Schools in Ogong Circuit of Namibia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
(Online). (http://uninam.na/theses/mule2014.
pdf) diakses 2 Februari 2017.
Muslich, M. 2010. Upaya Peningkatan Kemampuan
Membaca Permulaan Siswa Kelas I SD dengan
Metode Mueller. Jurnal Sekolah Dasar Th.19
No.1: hal 81-90. Malang: Prodi PGSD FIP UM.

Anda mungkin juga menyukai