Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL I

OTORITAS WAHYU DAN KREATIVITAS AKAL


DALAM PENETAPAN HUKUM ISLAM
(Tinjauan Epistemologis terhadap Hukum Islam)
Farid &
Mustofa Anshori l
Dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

INTISARI
Penelitian ini bet'tujuan menelaah adanya kreativitas akal dalam penetapan
hukum Islam yang bersumber dati ototitas wahyu Tuhan, baik yang langsung tere-
daksikan dalam AI-Quran, maupun dalam Hadits Nabi. Penelitian berangkat dari
permasalahan bahwa hukum Islam bersumbet· dati wahyu Tuhan yang sifatnya mut-
lak. Oi sisi lain produk hukum tersebut dipemntukkan bagi manusia dengan segenap
kemampuan akalnya. Maka, bagaimana keduanya dikompromikan. Hipotesisnya
adalah bahwa hukum Islam sebenarnya mempakan sistem ilmu yang bersumber dati
ototitas wahyu, namun demikian kreativitas akal mengambil peran interpretasi dan
rekonstmksi dalam pembakuannya.
Penelitian dilakukan dengan cara menempatkan hukum Islam sebagai objek
yang ditelaah, dan epistemologi atau filsafat pengetahuan menjadi sudut pandangnya.
Oalam proses analisis ini unsur metodis penelitian filsafat seperti diskriptif, analisis,
dan sintesis dipergunakan.
[stimbath hukum Islam pada hakikatnya adalah proses pemahaman akal ter-
hadap fit'man Tuhan. Sebagai sebuah ciptaan Tuhan, hukum Islam memuat ptinsip-
ptinsip atura'n yang sifatnya tetap dan abadi, namun pengakuan terhadap eksistensi
akal menjamin pelaksanaannya bersifat fleksibel. Pada \\.rilayah inilah fiqh dipahami
sebagai wujud upaya ilmiah manusia untuk mengkaji dan menyusun ptinsip-prinsip
Tuhan itu ke dalam sistem hukum yang manusiawi. Kreativitas akal (ar-rayu) diper-
gunakanan sebagai sumber pengetahuan hukum Islam ketiga setelah sumber utama
secara hatfiah tidak memuat ketentuan hukum yang diperlukan. Ar-ra 'yu dibu-
tuhkan untuk mengetahui hukum yang tersirat di balik suatu redaksi AI-Quran yang
memerlukan pengkajian lebih, mendalam. Latar belakang dari diakuinya peranan
akal ini adalah kenyataan berkembangnya kehidupan masyarakat yang diikuti oleh
berbagai permasalahan hidup yang tidak ditemui jawabannya secara halfiah dalam
AI-Quran maupun AI-Hadits.
A. Pendahuluan keduanya sama-sama berhubungan de
Ada dua hal ultimate dalam ke- ngan keyakinan dan prinsip, namun ins-
hidupan manusia, vakni agama dan fil- tmmen yang dipergunakan dan cara
safat. Keduanya berhubungan dengan ket:ia untuk mendapatkan kebenaran
persoalan keyakinan dan prinsip hidup. berbeda. Perbedaan ini pada tahap Ianjut
Sesor~ng beraktivitas berdasar pada membawa konsekuensi otientasi yang
keyakinan dan ptinsip itu. Meskipun berbeda pula. Filsafat dengan instmmen
JURNflL fll\AfAT. JUNI 1997 66
utama akal beroreinetasi pada kebenaran rial, nlaka ilmu selain berobjek material
yang rasional dengan member; peluang juga memiliki objek formaL
seluas-Iuasnya pada kreativiatas akal. Hukum Islam adalah jerais pengeta-
Semental'a itu, agama dengan instrumen huan yang selain memiliki objek material
utatna wahyu berorientasi pada kebe- juga mempunyai sudut pandang telaah.
naran yang dogmatis dengan tujuan atau objek formal. Dalam hal ini AI
utama pengabdian sepenuhnya, sehingga Quran dan Al Hadits mernpakan objek
seakan.. akan tidak membeti tempat bagi matel;alnya. Attinya kandungan isi
intelvensi akaL kedua sumber utama Hukum Islam terse-
Dewasa ini telah ter:iadi krisis but menjadi materi yang ditelaah. Se-
kepercayaan terhadap dominasi IITI:K dangkan yang menjadi sudut pandang
yang membuat kehidupan modern telaahnya adalah aspek hukum.
cenderung mekanistis dan rasional. Kon- AI-Qur'an yang merupakan objek
disi demikian menyebabkan tumbuhnya matelial tersebut juga be rkedudukan
harapan lebih terhadap agama dan ke- sebagai sunlber Hukum Islam pertama,
hidupan spilitual sebagai alternatif lain dan sumber dari segala sumber hukum.
yang dianzgap mampu Inenjawab Hal ini beratti apabila suatu perkara
lnasalah yang tak tel:iawab oleh kehidup- hendak ditetapkan hukulnnya, maka tin-
an modern. Persoalannya adalah dapat- dakan peltama adalah mencal; penyele-
kah agama yang dasarnya kebenaran saiannya pada AI-Quran. Mencal; di luar
Inutlak Tuhan itu, dipeltenlukan dengan AI-Qur'an hanya diperkenankan selama
kreativitas akal manusia, sebagai pihak tidak ditemukan jawaban di dalamnya.
pemakai. Sebab bukan tidak mungkin Husaini (1983) menyebutnya sebagai
suatu saat akan terjadi kejenuhan ter- sumber plimer yurisprudensi Islam.
hadap agama dan kehidup' spilitual se- Kedudukannya sebagai sumber dali se-
bagilnana kejenuhan terhadap IITI:K gala sunlber hukum berarti penggunaan
tersebut. sumber lain harus sesuai dengan petun-
Persoalan menjadi lebih menalik juk AI-Qur'an dan tidak boleh menyalahi
ketika menyangkut iegalitas agama ter- apa yang ditetapkannya. Al-Qur'an da-
hadap hukum yang ditetapkannya; lam S.An-Nisa': 105 menyatakan
karena di dalamnya terdapat dominasi 'Sungglill telall KunlnJllkan untukl11u
wahyu, sebagaimana dominasi akal ter- Slilltu Kitab (AJ-Qur'all) denga/l kebe-
hadap IITI:K. Dalam penlbicaraan hukuln 11/Jrall,sllpaya kan1ll l11el1gadili tJ./ltara
Islam, mungkinkah otolitas wahyu 1118JIUSia del7g11JI apLI Y/l/Ig telall ditUl1}llk-
dikompl'omikan dengan kreativitas akal kan Allah padanlll:
dalanl penetapannya. AI-Qur'an dengan demikian selain
sumber utama hukum Islam, sekaligus
B. Pembahasan juga berarti sebagai dalil utama hukuln
Islam; dengan arti AI-Qur'an dengan se . .
Objek formal dan material luruh ayatnya membilnbing dan mem-
Hukum Islam berikan petunjuk untuk mellemukan hu-
Objek merupakan syarat ilmiall kum-hukum yang terkandung dalam se-
peltama yang membedakan pengetahuan bagian ayat...ayatnya.
biasa dengan ilmu. Objek dibedakan Kekuatan l1qijal1 AI-Qur'an sebagai
melljadi dua, yakni o~jek formal dan ,ob- sunlber dan dalil hukum dapat dikaji dali
jek mateliaL Objek nlatelial adalall ba- AI-Qur'an itu selldil; yang menyuruh
"han kaiian atau . tnateli telaah ilmu, se- ulnat manusia nlematuhi Allah yang
dangbn objek formal adalah sudut pan- disebut lebih dali 30 kali dalam AI-
dang yang digul1a~an ilmu unt~k ~ene­ Qur'all. Perintah menlatulli Allah beralti
laah objek matellalnya (PoedJaWlJatna, pelintah untuk fllengikuti apa-apa yang
1980). Salah satau perbedaan nlendasar yang diucapkan-Nya dalanl AI-Qur'an.
alltara pengetahuan biasa dengan ilmu Sejarah menunjukkan proses
adalah ada tidaknya kedua objek ini. Bila penulunan AI-Qur'an adalah dellgan
pengetahuan biasa hanya berobjek mate- cara terpisah-pisah dan berangsur-
JURNAL FILS-AFAT. JUNI 1997 67
angsur sesuai dengan keadaan atau Hadits yang diacu sebagai sumber dan
peristiwa yang tetjadi pada masyarakat daHl hukum adalah yang qath'i baik dati
waktu itu. Oleh karena itu pemahaman segi Stwad maupun dari segi dJ1alalmya.
terhadap sebab-sebab tumnnya ayat Keberadaan AI-Quran dan AI-
(asbab AI-J1uzul Al-ayat) sangat penting Hadits atau As-Sunnah sebagai objek
untuk mengetahui konteks tumnnya ayat matet;al yang ditelaah dati aspek hu-
da" maksud hukum yang terkandung di kumnya sebagai objek formal tersebut,
dalamnya. Pemahaman konteks historis menunjukkan bahwa hukum Islam bukan
ayat bermanfaat untuk menangkap sekedar pengetahuan biasa, melainkan
prinsip atau nilai yang mendasari sebuah ilmu, yang karenanya mempunyai
ketentuan-ketentuan, seman, peringatan, bobot ilmiah pula.
dan perintah-perintah AI-Qur'an.
As-Sunah yang kerap disebut Metode Hukum Islam
pula Al-Hadits, arti katanya adalahjalan Syarat pengetahuan ilmiah betikut-
setapak, perilaku, praktek, tindak-tan- nya adalah adanya metode yang dipergu-
duk, dan tingkah laku. Pendapat lain nakan untuk membangun sistem ilmunya
mengartikan jalan yang ditempuh, per- dan untuk mempertanggungjawabkan
buatan yang senantiasa dilakukan, dan kebenarannya. Metode hukum Islam
adat kebiasaan. Menumt Sobhi Mah- didiskusikan berkenaan dengan teori
massani, As-Sunah bera.J;ti sesuatu yang klasik tentang empat sumber hukum Is-
diperoleh dad pembawa syari'at baik be- lam. Pengertian sumber di sini dipahami
mpa ucapan, perbuatan atau penetapan secara lebih spesifik sebagai instmmen
(Husaini, 1983). Dalam kontek Hukum ketetapan yang hasilnya dapat dipergu-
Islam, sunah meliputi segala tingkah laku nakan sebagai dasar hukum atau huikllI
Nabi yang berkenaan dengan hukum (Mas'ud, 1995)
dalam bentuk sabda, perbuatan atau Khallaf (1994) mendekati persoa-
penetapan. Oleh karenanya ada tindakan Ian metode ini dengan mengajukan
nabi yang tidak dijadikan sebagai sumber terlebih dahulu pembagian hukum Islam
hukum Islam, yaitu perbuatan yang di- menjadi empat macam.
lakukan oleh nabi dalam kedudukannya Pel1ama, ketetapan hukum yang
sebagai manusia biasa seperti cara nabi bersumber dari nash-nash yang qaht'i
makan, mandi, beIjalan, bertani, berda- dala/alI hukumnya. Ketetapan hukum
gang, dan sebagainya. jenis ini tidak mengandung kesamaran
As-Sunnah sebagai o~iek material putusan dan tidak membuka dit; bagi
Hukum Islam berkaitan dengan beberapa upaya diskusi karena dalilnya sudah sa-
hal, yaitu bahwa karena AI-Qur'an ngat jelas. Kedua, hukum yang
diterima secara qath'i (pasti dan jelas) bersumber dal; nash-nash yang dlIaJ111i
sedangkan sunah secara dhanni (samar), dala/ah hukumnya. Dalam menanggapai
adakalanya sunah sebagai penjelas Al- persoalan ini ijtihad diperbolehkan
Qur'an, menerangkan atau mendatang- sebatas pemahaman nash dan
kan hukum bam. Karena itu ke- berkewajiban meyakini kebenaran ijtihad
beradaannya dilihat dari dua segi, yaitu yang dianut. Misalnya dalam berwudhu
pada segi kekuatan periwayatannya apakah hams membasuh sebagian kepala
(sanad) dan segi kekuatan penunjukkan- atau seluruhnya, tergantung bagaimana
nya terhadap hukum (dilalah). Segi sanad mujtahid menetapkan hukumnya. Bila
itu memeri Al-Hadits menjadi mutawatir seseorang sudah menganut salah satu
(keabsahannya tetjamin), masylwr hasH ijtihad, maka ia hams kosekuen
(kuantitas perawinya dati nabi tidak menjalankannya. Ketiga, persoalan
meyakinkan, tapi dati sahabat hukum yang sarna sekali tidak ada
meyakinkan), dan ahad (ditiwayatkan 11aslmya, baik qath'i maupun dllal1l11;
hanya .eleh seorang). Dati segi dilalaJmya tetapi para mujtahid pada petiode tel"-
terba~ dalam penunjukan yang jelas tentu sudah bersepakat menetapkan hu-
(qo!h i) dan samar (dhanm) dalam mem- kumnya. Misalnya dalam persoalan
benkan penjelasan dahl AI-Quran. AI- batalnya pernikahan wanita muslim de-
JURNAl fIL)AFAT. JUNI 1997 68
ngan laki-laki non nluslim. Dalam hal ini dan elang, adalah najis berdasar qiyas
yang ada tinggal keharusan melak- Zahill: dan dihukumi suci berdasar
sanakan kesepakatan hukum tersebut. ihtihsan. Ditetapkan najis karena burung
Keempat, persoalan hukum yang tidak buas tersebut diqiyaskan (analogi) de-
ada naslmya, tetapi juga tidak ada ke- ngan binatang buas, seperti harimau,
sepakatan mujtahid atas hukumnya. yang karena itu daging keduanya hal"am
Pembagian di atas menunjukkan dimakan. Sedangkan hukum suci di sini
metode penetapan hukum dipergunakan ialah berdasar qiyas khafy kepada
dalam corak hukum kedua, ketiga dan manusia, yang haram dagingnya tetapi
keempat, sedangkan persoalan hul'Um bekas mulutnya tetap suci.
yang nas}1 qa.t}1 'inya sudah ada sebagai- c. Istishlah atau Maslahah Mar-
mana pada yang pertama, hukum yang salah. Altinya mencari kemashlahatan.
sudah ditetapkan di dalamnya tinggal Metode ini dipergunakan untuk menarik
dipergunakan. kesimpulan hukum suatu masalah yang
Bilamana nasl1 qatl1 mya tidak di- tidak ada naslmya dan tidak adanya lima
dapatkan maka dipergunakan metode (kesepakatan ulama atas suatu ketentuan
qiyas, istihM!l, dan istisllJah atau mas/a- hukunu, berdasar l11aslal1at yang tak ada
ll/tll JllursaJa.h. dalilnya baik yang membellarkanmau-
ll. Qiyas. Qiyas artinya menya- pun menyalahkan. Khususnya seperti
makan hukum suatu masalah yang tidak yang dilakukan para sahabat Nabi ketika
ada l1/Islmya dengan masalah yang su- menemukan permasalahan yang tak ada
dah ada nash hukumnya, yang dilakukatl dalilnya, namun mereka menetapkan hu-
karena adanya persamaan illat kumnya dengan berdasar maslahat
(penghubung antara hukum dan masla- murni. Misalnya tnenghimpun firman
hat) kedua masalah tersebut (Hanafi, Tuhan dalam bentuk nlushaf, mencetak
1987). uang logam, mendirikan departemen,
Metode ini dipel'~unakan dalam membangun penjara dan sebagainya.
upaya istmbath hukum yang tidak ada Syarat utama dilakukannya maslahah
1I8s}mya, dan merupakan sarana pertama musrsalah adalah adanya manfaat yang
yang paling kongklit dan kuat untuk didapatkan, kemungkinal1 dapat menolak
nlenyimpulkan huk'Um. Seseorang tidak kelugian atau bahaya, dan disepakati
dapat menggunakan metode ini kecuali dalam ijrna ulanla (Khallaf, 1984).
jika hukunl yang tersebut dalam 11as/1
dapat diketahui II/atnya oleh rasio. Alti- Sistematika Hukum Islam
nya pengeltian hukum itu bisa diterima Aspek epistemologi lain yang ter-
akal, dan akal mampu menyelidiki kan- dapat dalam hukunl Islam adalah me-
dungan attinya. Misalnya huk'Um mua- nyangkut persoalan sistematika. Artinya,
l11alat (ketentuan yang me ngatur Huk'llm Islam sebagai produk ilmiall
hubungan antar manusia). Tetapi jib mensyaratkan susunan yang harmonis
rasio tak mampu menjangkaunya, atau dali bagian-bagian menurut aturan ter-
hanya Penciptanya yang tahu, maka hu- tentu yang ada hubungannya satu
kum tersebut terkatagorikan. dalam dengan lain, sehingga semua bagian
ibadat (ketentuan mengatur hu'bungan merupakan kesatuan yang tidak
nlanusia dengan Tuhan). l\1isalnya me- kOlltradiktif (The Liang Gie, 1987).
ngenai bilangall shalat. Sistematika pengetahuan hukum
b. Istihs811. Istihsa/l arti katallya Islanl terlihat dalam hal susunan pemba-
Inengikuti sesuatu yang baik. Secara ter- hasan yang teratur dan berhubungan.
lllinologi berarti pindah dari satu hukum Dali IIasll-nasl! al-Quran dan teks-teks
lllasalah kepada hukum yang lain karena Hadits yang secara umum tadinya me-
ada dalll sYt-'lr'i yang mengharuskan ngandullg berbagai persoalan mengellai
denlikiatl (Khallaf, 1984). kehidupan, oleh para ulama dikeluarkan,
Sebagai contoh ulama Hanafiyah disistematisasikan, selia diklasifikasikall
Inengatakan bahwa bekas patukan bu- menjadi 11,.nnpun-rumpun keilmuan.
rung buas, sepelti falcon, garuda, gagak, Pembicaraan tentang ketuhanan, ketau-
JURNAl FILS"AFAT. JUNI 1997 69
hidan, hal kewahyuan dan kenabian ter- diyakini berlaku dan mengikat untuk se-
kelompok dalam ilmu aqidah, sedang mua umat yang beragama Islam
ketetuan-ketentuan yang menyangkut (Husaini, 1983). Pemahaman ini Iebih
persoalan hubungan manusia dengan menunjuk kepada istilah fiqh dalam a1'ti
Tuhannya (ibadat), hubungan anta1' produk hukum sistematis yang disusun
manusia (muamalahJ munakahah, dan manusia berdasa1' sumbe1' utama ajaran
jinayatj berada dalam kelompok hukum. Islam, yakni Al Quran dan Al Hadits.
lni menunjukkan adanya pembahasan Penelitian menunjukkan bahwa
yang padu dan berhubungan dalam pengetahuan hukum Islam memiliki
setiap kelompok. Secara lebih detail per- sumber yang sangat spesifik, ka1'ena
soalan mengenai pe1'niagaan misalnya, keempat sumber yang dikemukanan oleh
terbahas secara tind dan sistematis mulai epistemolclgi, yakni ototitas, rasio, intuisi,
masalah ta~i{ (definisi) hingga proses dan empili, terpenuhi semua. Ini be1'beda
istJinbath hukumnya. dengan pengetahuan pada umumnya
Sistematisasi ini akan menjadi jelas yang hanya bersumber dali salah satu
manakaia diadakan perbandingan' de- atau gabungan dati dua sumber saja.
ngan pengetahuan biasa yang merupakan U1'aian belikut akan menjelaskan ini.
cerapan indra atas fenomena empirik. Pengeliian hukum Islam meru-
Pengetahuan mana terakumulasi ke pakan seperangkat aturan yang berasal
memori otak dalam bentuk segmentasi- dali Allah, melalui Nabi-Nya untuk di-
segmentasi pengalaman, tanpa diklasifi- sampaikan kepada seluruh manusia,
kasikan terlebih dahulu. Dalam tahap ini menunjukkan sumbemya berasal dati
pengetahuan tel'cerap secara acak, tidak otOlitas. Otodtas sendiri dibedakan men-
terkool'dinil' dan tentunya juga tidak ter- jadi dua jenis. Peliama, berasal dati
sistem. Seseorang yang berbicara me- manusia yang kecakapannya atas bidang
ngenai persoalan hukum namun kemu- tertentu menjadikan orang lain percaya
dian menyambungnya dengan pengeta- padanya. Dengan kata lain, orang terse-
huannya . mengenai elektronika, but memiliki otoritas pada bidang yang ia
adalah contoh kasus tidaksistematisnya kuasai. Dalam hal urusan penyakit dan
pengetahuan. Dalam tahap ini, tahap di- kesehatan, orang lebih percaya pada
mana pengetahuan biasa belum bersifat dokter dibanding pada insinyur, karena
ilmiah, adalah sah saja. Namun bila ber- dokter lebih menguasai, atau dokter
hubungan dengan produk ilmu tidak da- memiliki otOlitas dalam bidang pengeta-
pat dibenarkan, karena syarat sistemati- huan penyakit dan kesehatan. Demikian
kanya tidak terpenuhi. pula seorang psikolog dalam hal ilmu
jiwa, semang ulama dalam hukum-hu-
Sumber Pengetahuan Hukum Islam kum agama, ahli falak dalam ilmu per-
Dalam kajian epistemologi, struktul' bintangan dan sebagainya. Kedua, ot01i-
sebuah pengetahuan dilacak berdasar tas yang berasal dati Tuhan dalam
sumbe1' atau asal mulanya, yang secal'a bentuk wahyu. Otoritas jenis peltama -
garis besar be1'asal dad pengalaman em- yang terbentuk oIeh kesepakatan
piris, 1'asio (akal), otol'itas, dan intuisi bel'Sama, yang termasuk ke dalamnya
(ritus dkk, 1984). Dali sumber ini akan sal:iana, ilmuwan, dan orang yang
diketahui bagaimana sifat-sifatnya dan berilmu pada umumnya dapat
kemungkinan kebenal'an yang ada di dipel'Soalkan oleh nalar dan pengalaman.
dalamnya. setiap sumbe1' membawa im- Tetapi ot01itas jenis kedua, yang juga
plikasi yang berbeda terhadap corak dikukuhkan oleh kesepakat3n umum,
pengetahuannya, sehingga sifat dan bersifat mutlak. Kedua ienis oto1'itas ini
karaktelistik kebebenarannya pun ber- menjadi sumber pengetahuan hukum
beda. Islam.
Hukum Islam merupakan sepe- Otoritas jenis kedua, yakni yang
rangkat peraturan be1'dasa1'kan wahyu berasal dari manusia, biasa disebut juga
Allah dan s':!nnah Rasul tentang tingkah kesaksian (ritus dkk., 1984). Ia menjadi
laku manusla mukaIIaf yang diakui dan sumber pengetahuan dalam alii se-
JURNAL Fll~AFAT. JUNI 1997 70
seorang dapat memeperoleh pengetahuan hukum). Dalam hal ini kehendak Allah
berdasar kesaksian orang lain yang ter- untuk memberikan sifat ma'sum pada
percaya. Kepercayaan inilah yang men- Nabi, menunjukkan bahwa otoritas Allah
jadikan orang lain itu dianggap memiliki berperan memberikan petunjuk atas se-
otoritas. Pengetahuan seorang anak mua tindakan Nabi, yang lalu terfol'mu-
bahwa orang tuanya adalah yang ia ke- lasi dalam Hadits atau Sunnahnya itu.
naI selama ini bukanlah berasal dari Otori~ wahyu memiliki
pengalaman empil'ik atau hasil olah akal jangkauan rentang waktu abadi dan
(rasio) si anak, melainkan atas kesaksian bersifat universal sehingga formatnya
(otol'itas) orang lain. demikian simpel atau sederhana.
Fenomena ini berlaku pula pada Ke~derhanaan ini berhubungan dengan
pengetahuan hukum Islam, yaitu ketika plinsip-prinsip pokok yang menyangkut
terbentang jarak ruang dan waktu yang penyelesaian persoalan hidup secara
cukup jauh antara kehidupan Rasulullah umum. Namun di sisi lain, sifatnya yang
dimana AI-Qul"an dan Hadits berada, global juga potensial menimbulkan
dengan kehidupan para mujtahid kala kekaburan makna sehubungan dengan
melakukan istimbath· Bagaimana penge- keterbatasan manusia memahami
tahuan yang berada di Iuar ruang-wak.'tu keseluruhan maksud yang
mujtahid dapat sampai pada mereka, dikandungnya.
dengan cara apa mereka dapatkan, dan Dalam hal ini AI-Hadits kemudian
sejauh mana validitas kebenarannya ter- berperan memberikan penjelasan yang
jaga, merupakan persoalan yang muncul. lebih bersifat prahis dan mendetail.
Dalam kerangka inilah otmitas jenis Peran hadits ini secara epistemologis me-
kedua menjadi sumber pengetahuan hu- nempatkannya sebagai sumber otmitas
kum Islam. Artinya, keotentikan pengeta- kedua setelah AI-Quran. Penetapan Al-
huan AI-Quran dan Hadits sampai pada Hadits ini lebih mudah dipahami karena
dili muitahid adalah atas dasar otoritas langsung merujuk pada pemecahan
orang lain yang ahli dan terpercaya da- problema kesehalian yang dihadapi
lam bidangnya. manusia, dan lebih dari itu karena ber-
Otmitas Allah sebagai sumber sumber dati seorang manusia juga, yakni
utama pengetahuan hukum Islam meng- utusan Tuhan.
ambil bentuk wahyu AI-Qul-oan dan Ha- Berbeda dengan pandangan ilmu
dits. Jaminan Allah atas kemurnian Al- dan filsafat modern dalam hal sumber
Qur'an serta universalitas kandung-an- dan metode ilmu, otmitas, sepelti halnya
nya yang dijanjikan berlaku sepanjang intuisi, akal dan pengalaman, juga
masa, menunjukkan betapa hanya ot01i- memiliki tingkatan. Terlepas dari otmitas
tas Allah sajalah yang dapat melakukan- orang yang berilmu pada umumnya,
nya. Otolitas Allah memberikan sifat tingkat otmitas teltinggi bagi pengeta-
mutlak pada kebenaran syali'ah dan huan hukum Islam adalah AI-Quran dan
memungkinkan didapatkannya prinsip- Sunnah Nabi SAW., termasuk pribadi
plinsip dasar dalam hukum Islam. Dise- suci Rasulullah. Keduanya mewakili
but plinsip dasar karena secara universal otmitas tidak hanya dalam peJageltian
mampu melandasi perkembangar. dina- melwampaikan kebenaran, tetapi juga
mis persoalan-persoalan hidup manusia membentuk kebenaran. Keduanya
baik detail apalagi global. Prinsip dasar mewakili otmitas yang dibangun di atas
ini tidak boleh berubah, dan memang tingkat-tingkat kognisi intelek.wal dan
tidak akan pernah berubah. ruhaniah yang lebih tinggi, dan di atas
AI- Hadits sebagai sumber kedua pengalaman transendental yang tidak
hukum Islam meskipun nampaknya dapat disempitkan hanya pada tingkat
merupakan perbuatan manusiawi yang akal dan pegalaman biasa.
dilakukan oleh Rasulullah, namun secara
hakiki adalah di bawah otoritas Allah, Kedudukan Akal terhadap Wahyu
sehingga kebenamnnya pun mutlak dan AI-Quran lebih belisi plinsip
karenanya dapat dijadikan lwj/ah (dalil umum dan mendasar, sedangkan AI-
JURNAL FIL\AFAl JUNI 1997 71
Hadits sendiri kadar berlakunya terbatas, hami maksud hukum-hukum Allah tel'Se-
artinya meskipun ia mengadung prinsip- but.
prinsip umum penyelesai masalah, na- Dengan kata lain, kreativitas akal
mun tidak untuk semua persoalan hidup diperlukan untuk mengetahui hukum
manusia sepaf\jang jaman secara detail. yang tel'Sirat di balik suatu redaksi AI-
Di sisi lain muncul pertanyaan seberapa Quran yang memerlukan pengkajian le-
jauh manusia yang serba terbatas dapat bih mendalam. Latar belakang dali ini
menangkap hukum-hukum Allah sebagai adalah kenyataan berkembangnya ke-
Dzat transedental yang serba tak terbatas. hidupan masyarakat yang diikuti oleh
Mungkinkah manusia menangkapnya, berbagai permasalahan hidup yang tidak
dan media apakah yang dapat menjem- ditemui jawabannya secara harfiah da-
batani kesenjangan transendensi Tuhan lam AI-Quran maupun AI-Hadits.
dan keterbatasan manusia ini? Kreativitas akal di sini tidak di-
Bagaimana halnya dengan penge- maksudkan hanya dalam alti terbatas
tahuan Hukum Islam? Apakah hanya pada unsur-unsur inderawi, atau mental
bersumber dad otOlitas wahyu, ataukah yang secara logis mensistematisasi dan
melibatkan pula kreativitas rasio, empili, menafsirkan hukum-hukum Allah men-
dan intuisi manusia. Jika dalam formu- jadi suatu citra akliah, atau secara ab-
lasinya ternyata melibatkan rasio straktif mengaturnya dalam suatu aturan
manusia, maka sejauh mana akal atau yang menghasilkan hukum-hukum yang
rasio yang terbatas itu dapat menangkap dapat dipahami. Kreativitas akal (Ar-
ototitas wahyu yang datangnya d~ui Tu- ra}'uJ harus dipahami lebih dati itu,
han sebagai Dzat transenden yang serba yakni sebagai suatu substansi mental
tak terbatas. yang melekat dalam organ ruhaniah pe-
Dalam hukum Islam, baik otoritas mahaman yang disebut hati atau kalbu,
wahyu dan kesaksian ahli bukanlah se- yang merupakan tempat terjadinya in-
suatu yang harus ditel1ma begitu saja. tuisi. Dengan begitu, dalam proses
Kesaksian ahli harus disikapi secara menangkap otoritas Allah dan memfor-
klitis, sementara otoritas wahyu, sesuai mulasikan menjadi hukum fiqh ini, in-
sifatnya yang mendasar dan global, tuisi tidak dapat diabaikan peranannya.
menuntut keseliusan manusia untuk Karena itu intuisi tidak datang pada sem-
memikirkan dan merenungkan, sehingga barang orang, melainkan hanya pada
kemutlakannya tidak melulu bersifat mereka yang secara terus-menerus mere-
dogmatis-statis, melainkan dinamis-ra- nungkan dan memikirkan hakikat
sional. Karena itulah manusia diberi hukum yang diturunkan oleh Allah.
wewenang untuk menyelesaikan probl- Aktivitas rasio ini terlihat dalam
ema hidup yang terus berkembang, de- proses penetapan hukum Islam yang di-
ngan tetap berpegang pada pdnsip-prin- dasarkan pada qiyas, iStJ11Stlll, l111lStllahah
sip utama Al-Quran dan Sunnah. Arah 111ursalah, dan ijma: Artinya, dalam
dali ini adalah penggunaan rasio kegiatan tel'Sebut keterlibatan akal sangat
manusia dalam menetapkan hukum yang dibutuhkan. Adanya peranan ak."tivitas
secara qath'i tidak tersurat dalam kedua akal untuk merekontruksikan pengala-
sumber utama. Dalam kerangka inilah man indra menjadi susunan pengetahuan
Ar-ra}'u atau ak."tivitas rasio berperan yang sistematis dan verificable (teruji ke-
sebagai sumber pengetahuan hukum Is- benarannya) tel'Sebut menempatkan hu-
lam ketiga. Tanpa adanya keterlibatan kum Islam dalam posisi sulit ketika hen-
akal, hukum Allah yang diturunkan se- dak dibawa ke dalam kerangka keilmuan.
cara otoritatif inihanya akan menjadi Kesulitan pertama muncul sehubungan
sesua~ yang sifatnya o~iektif-mutlak di dengan sumber hukum Islam yang
luar Jangkauan manusia, yang kon- berasal dad otOlitas transendental Tuhan
sekuensi logisnya tak terpahami dan yang menjadikannya sebagai par ex-
karena itu gugur sebagai norma hukum. celellce atau hukum suci yang bel'Sifat
Peranan akal dengan demikian meru- sempurna, abadi, dan tidak membu-
pakan keniscayaan dalam proses mema- tuhkan perubahan. Schacht menyebutnya
JURNAL fll)AfAT. JUNI 1997 72
sebagai bukan hukum resmi (official) hadap kemenduaan eara pandang terse-
untuk melawankan dengan hukum biasa but ditempuh dengan menelusuri segi
yans eksistensinya dijamin oleh legislator esensial hukum sebagai tatanan yang in-
dumawi. Dalam rangka mempertegas hern memuat dimensi ideal dan sekaligus
sifat negatif hukum Tuhan tersebut ia praksis. Hukum memuat cita-cita luhur
bahkan menga~ap prinsip-prinsip ya~ das Sollen termanifes dalam realitas
semisal istihsan, istislah, dan sunnah bu- kehidupan.
kannya instrumen pembah hukum, Produk aturan apa pun, baik dari
melamkan lebih untuk menafsirkan dan wahyu maupun rasio manusia, bila aspek
menjustifikasi ketetapan-ketetapan yang idealitasnya seeara praksis tidak dapat
digariskan Tuhan dalam Kitab Suci-Nya diaktualisasikan, maka sebagai sebuah
(Mas'ud, 1985). hukum telah gU$ur. Artinya, aturan yang
Inti kesulitan ini sebenarnya terle- ditetapkannya tidak dapat dipergunakan
tak pada ambiguitas pandangan yang sebagai norma pegangan dan tolok ukur
meletakkan wewenang mutlak Tuhan untuk menilai perbuatan manusia. Dalam
atas intervensi manusia, berhadapan hukum yan$ dimensi idealnya terputus
dengan kemampuan-kemampuan l'e- dati dimenSl praksisnya seperti ini, para
flektif manusia itu sendiri. Apabila hu- pelakunya akan kesulitan memahami
kum secara sempit dipahami sebagai hakikat tujuannya dan terlebih melak-
upaya ilmiah-raslonal manusia untuk sanakan. Bila ini menyangkut hukum Tu-
membuat tatanan hidup yang ideal, dan han, maka sifat abadi dan tetap dati hu-
hukum Islam dipandang sebagai suatu kum itu akan hilang dengan sendirinya,
aturan kehidupan yang datang dari Tu- karena tidak dapat dipakai untuk mere-
han dan dijaga oleh otoritas absolut-Nya, spek dinamika sosial dan pembahan ja-
maka mendiskusikan hukum Islam dalam man.
kerangka pemikiran manusia tidaklah Seeara lebih jelas dapat dikatakan,
dimungkinkan. Tidak berlebihan bila be- bila sisi ideal hukum tertutup dati inter-
berapa ahli hukum mengatakan fiqh ti- vensi akal, maka aturan-aturannya akan
dak dapat disebut sebagai hukum dalam menjadi irasional, dan dimensi praksis-
pengertian modern, karena istilah hukum nya kalaupun hidup akan tanpa
(law) memiliki pengertian khusus yang semangat kesadaran, terlebih
tidak dikandung dalam istilah-istilah hu- dilaksanakan.
kum Islam. G.H Bousquet mempertegas Dalam hukum Islam, qiyas, is-
pernyataan ini dengan men~afirmasikan fih.san, istisJah, adalah seperangkat me-
hukum Islam sebagai bersifat idealistik tode untuk mengantisipasi perubahan
dan kasuistik, berlandaskan pada hipote- sosial. Ketiga metode ini mejadi instru-
sis-hipotesis imajiner, non diskursif, dan men yang menjembatani nilai ideal deng-
seringkali secara rasional absurd. an nilai praksis. Bukti lebih terang adalah
Ambiguitas dengan kadar yang le- diakuinya keberadaan Ar-ra'yu
bih samar juga muncul di kalangan sar- (penggunaan akal) sebagai sumber hu-
jana muslim, yaitu anggapan bahwa kum ketiga setelah putusan
syaliah semata-mata sebagai formulasi permasalahan tidak termuat secara
firman Tuhan yang sama sekali bebas eksplisit dalam sumber utama, AI-Qur'an
dati campur tangan manusia, dan di sisi dan AI-Hadis.
lain fiqh adalah semata-mata hasH karya Kenyataan di atas menunjukan
rasio manusia yang sekaligus meniadi adanya wilayah dalam hukum Islam yang
instrumen untuk memahami hukum 'Tu- memberi tempat bagi kreativitas akal
han. Arti pertama membawa konsek."Uensi manusia. Fenomena muneulnya berbagai
sifat abadi, murni, dan tetapnya huk.-um madzhab (aliran) fiqh dalam Islam
Islam hingga menafikan pembahan-pe- membuktikan adanya upaya dialogis un-
mbahan, dan yang kedua mengacu pada tuk mempraksiskan aturan hukum itu
dinamika hukum Islam dalam kaitannya dalam realitas hidup. Sejarah kebudayaan
dengan tuntutan pembahan sosial. Islam sendil; mencatat betapa pemikiran
Pendekatan yang lebih rasional tel'- di bidang hukum saat itu berkembang
JURNAL fIL~AfAT. JUNI 1997 73
demikian pesat ..1ust1"u ketika kekebasan ha1.8G, Penerbit Remadja Karya,
berpikir ditradisikan, dan segel"a menjadi Bandung.
stagnan begitu pintu ijtijad dinyatakan Hanafi, 1987, Usul Fiqil1, cetakan kesenl-
tertutup. bilan, , Ilal. 125,126,128, Penerbit
Widjaya, Jakarta.
C. Penutup Husaini, S.\Vaqer Alunad, 1983, SiS/COl
Dimensi epistemologis daalm hu- Pembi118811 Masyarakaf Muslim,
kum Islam terdapat dalam objek formal Alaih bahasa Anas Mahyudi, Cetakan
I, haL76, Pustaka.
dan objek material , sumber ketetapan, Khalaf, Abdul Wahab,1984, SUlllber-SUltl-
dan meetode penetapan yang digunakan. her Hukunl Is/am, ha1.23-34, Pener-
Hukum Islam merupakan pengetalluan bit Risalah, Bandung.
yang spcsisfik dan berbeda dengan Lelubaga Pellyelen§?ara Penterjemah Kitab
pengetahauan pada umumnya, karena Suci AI-Qur anul Kariln, 1975, AI-
berasal dati empat sumber pengetahuan Qllr'all da/l Terjema!18111Iya, hal.1 03,
sekaligus, yakni otoritas, rasio, intuisiln 789, Proyek Pengadaan Kitab Suci
dan empili (pengalaman). AI-Qur'an Departenlen Aganla, Ja-
Sumber utama hukum Islam adalah karta.
otolitas Allah yang telwujud dalam kitab Machfudz, Sahal dan· Mustofa Bisri, 1 987,
Suci Al-Qur'an dan Al-Hadits; barulah EllSiklopedi I.jnlak Kesepakal811
kemudian rasio (ar-ra'yu) dalanl ijtihad Ulama dolam Hukum Islam, cetakan
ulama. Dalam proses ijtihad itu intuisi pertalna, hal.xxx,xxxviii, Pustaka
selia pengalaman (empiri) sosial muj- Firdaus, Jakarta.
tahid berperan di dalamnya. Dalam Poedjawijatna, 1980, Penlbilnbi/Ig Ke Ara!1
penetapan hukum, metode yang diper- Alslll Filsafal,cetakan kelill1a,
gumkan adalah qiyllS, il1tisall, dan ha1.5,6, PT Penlbangunan, Jakarta.
The Liang Gie, 1987, PCllgalliar /}1safai
lilaslahall 11lursalall. Ilmu, cetakan I, llal.33, Yayasan
Pembahasan hu~um Islam dalam Studi Ilnlu dan Teknologi,
kerangka ilmu berada dalam wilayah \Togyakarta.
pemahaman akal terhadap fitman Tuhan. Titus, Slnit11, Nolan, 1984, Persoalol1-per-
Sebagai sebuah ciptaan Tuhan hukulTI soala11 Filsafal, alill bahasa oleh
Islam memuat prinsip-prinsip atu.ran Prof.Dr.H.M. Rasyidi, cetakan per-
yang sifatnya temp dan abadi, namun talna, ha1.187-243, 197-211, PT
pengakuan terhadap eksistensi aktivitas Bulan Binlang, Jakarta.
akal menjamin pelaksanaannya bersifat \Tafie, Mullall1ll1ad Ali, 1994, MC11ggagas
fleksibel. Pada .wilayah inilah fiqh dipa- Fiqll Sosial· Dari $oal Lil1gkulIglln
hami sebagai wujud upaya ilmiah Hidup, Asurallsi HiJzsga Uklluwall,
manusia untuk mengkaji dan mellyusun cetakan perfanla, Mlzan, Bandung,
prinsip-prinsip Tuhan itu ke dalam hal. 23.
sistem hukum yang manusiawi. \Tazdi, Melldi Ha'iri, 1994, Ilmu Hudlluri
Prillsip-pnilsip EpisteoloJogi dalam
DAITAR PUSTAKA fi.lsafat Islam, diterlelnahkan oleh
Ahsin Muha1l11l1ad dari The Princi-
Anshari, Endang Saifuddin, 1991, limu pIes of Epistelnology in Islanlic Phi-
filsafatdan Agama, haL175, cetakan losophy, Knowledge by Presence, hal.
l~esenlbilan, PT. Bina lhnu, Surabaya.
55,~~zan,Bandung.
Az-Zuhail, Wahbah, 1996, Al Qaral1 dal1 Zein, Satria Effendi M, 1991, Fiqi1111Idone-
Paradigma Peradaban, cetakan per- sis dolanl Tall/alzgBll, dolam "Hi1171m
. falna, ha1.36, Dinalnika, \:"ogyakarta. lsalaol,; Perkenlbsl1gal1 dall Pelak-
BaSYlr, Ahnlad Azhar, 1984, Pokok-pokok SBllalll1ya di Illdollesia'; hal.
PersoaJanFilsafa/ Hukum L~/am, hal. 25,24,23, rIAl UMS, Surakarta.
19,18, Bagian Perpustakaan dan Rid1o, Sayid Rasyid, 1373 H, Tafsir Al
Penerbitan Fakultas Huku1l1 Univer- MSllsr, PeneIjenlah Maktabh Al-
. . si.ta.s Islalll Indonesia, \'ogyakarta. Qahirah, lUz V, lla1.187, (tanpa
DlrdJoSls~oro, Soedjono, 1985, Pel7g1111Il1r
EplstemoJogi daillogika Siudi Oriell- nallla dan kota penerbit).
lasi Filsafat IImil PC/wcill/lua/l,
JURNPL FllS-AFAT. JUNI 1997 74

Anda mungkin juga menyukai