Anda di halaman 1dari 5

1

Hubungani maqasid asy-syari’`ah dengan ijtihad

Ijjtihad dalam pandang-an asy-Syatibi adalah mencurahkan


segenap kemampuan, baik untuk menggali hukum-hukum
syari`at atau mengaplikasikannya dalam kasus-kasus yang
terjadi.
Menurut asy-Syatibi seseorang untuk bisa mencapai derajat
ijtihad harus memiliki dua kriteria, yaitu:
1. Dapat memahami maqasid asy-syari’`ah secara sempurna.
Apabila seseorang mampu memahami maqasid asy-syari’`ah
dalam segala persoalan, berarti ia telah sampai pada tingkat
pemahaman para khalifah nabi dalam mengajar, berfatwa dan
menetapkan hukum sesuai dengan hukum yang diturunkan
Allah.
2. Mempunyai kemampuan untuk menggali hukum atas dasar
pemahamannya terhadap maqasid asy-syari’ah. Yang dimaksud
oleh asy-Syatibi dengan mempunyai kemampuan di sini adalah
memiliki pengetahuan tentang al-Qur'an dan as-sunnah yang
berkenaan dengan hukum, ijmak, qiyas, metode penelitian, ilmu
bahasa Arab, nasikh mansukh dan kondisi rawi.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa memaha-mi


maqa,-s,.id asy-syari,-`ah dalam pandangan asy-Sya,-t,.ibi,-
meru-pakan syarat yang menentukan keberhasilan sebuah
ijtihad. Kendatipun demikian tidak berarti seorang mujtahid
boleh mencukupkan pada prinsip-prinsip umum dengan
mengenyam-pingkan dalil-dalil khusus. Menurut asy-Sya,-t,.ibi,-
antara prinsip-prinsip umum dengan dalil-dalil khusus harus
dikompromikan pada saat melakukan ijtihad hukum

Hubungan maqashid syari’ah dengan qiyas

1
2

Unsur terpenting dalam qiyas yaitu ‘illah , yaitu sifat yang


menjadi landasan penetapan hukum syar'I. Qiyas bisa
diberlakukan jika ‘illahnya telah ditemukan baik dalam ashl’
maupun far.’ Salah satu syarat ‘illah yaitu: Berupa sifat yang
mengandung munasabah (efektifitas hukum) : Artinya ‘illah itu
berupa sifat yang menjadi indikator (mazinnah) untuk
mewujudkan hikmah hukum. Misalnya illah diharamkannya
khamer adalah karena khamer itu memabukkan. Sesuatu yang
memabukkan diharamkan, hikmahnya adalah untuk memelihara
akal pikiran. Adanya syarat munasabah dalam ‘illah
menunjukkan bahwa qiyas merupakan metode istinbath hukum
yang berorientasi pada pemeliharaan maqasid asy-syari’`ah.

Hubungan maqasid asy-syari’`ah dengan istihsan

Istihsan adalah beralih dari qiyas khafi kepada qiyas jali atau
beralih dari ketentuan umum pada ketentuan khusus
(perkecualian) karena adanya dalil yang menghendaki
perpindahan tersebut.
Contoh penggunaan Istihsan menurut asy-Syatibi antara lain
kebolehan melihat aurat untuk keperluan pengobatan. Pada
dasarnya dalil umum melarang melihat aurat seseorang. Apabila
larangan tersebut diberlakukan secara umum tanpa
perkecualian, termasuk untuk keperluan pengobatan, akan
mengakibatkan hilangnya kemaslahatan yang hendak
diwujudkan oleh dalil itu. Oleh karena itu pemberlakuan
ketentuan dalil umum itu harus ada perkecualiannya, yakni tidak
diterapkan terhadap orang-orang yang dalam pengobatan.
Karena jika tidak dikecualikan akan menimbulkan kesulitan atau
kemudaratan pada jiwa seseorang. Karena memelihara jiwa
adalah daruri sedangkan memelihara pandangan adalah tahsini,
maka pertimbangan tahsini harus ditinggalkan ketika

2
3

berhadapan dengan daruri.


.
Hubungan maqasid asy-syari’`ah dengan Mashlahah mursalah

Mashlahah mursalah adalah Mashlahah yang tidak didukung


dan tidak bertentangan dengan nash khusus tapi sesuai dengan
tujuan syariah. Kesesuaiannya dengan tujuan syariah tidak
diketahui melalui nas spesifik tapi melalui sejumlah dalil yang
saling memperkuat sehingga mencapai derajat qat’i secara
keseluruhan.
Asy-Syatibi memberikan syarat-syarat berhujah dengan
Mashlahah mursalah sebagai berikut:

1. Sesuai dengan maqasid asy-syari’`ah dengan ketentuan tidak


boleh bertentangan dengan landasan atau dalil syari’`ah.
2. Termasuk dalam ruang lingkup Mashlahah yang dapat dira-
sionalkan, bukan termasuk bidang ibadah dan bidang-bidang
syari`at yang berfungsi seperti ibadah. Karena umumnya
bidang ibadah tidak bisa dirasionalkan.
3. Termasuk Mashlahah atau maqasid asy-syari’`ah pada
ting-katan daruri,- atau haji,-

Contoh dari mashlahah mursalah yaitu pembukuan


al-Qur'an dalam satu mushaf yang dilakukan pada zaman
pemerintahan Abu Bakar atas usulan Umar yang tujuannya
untuk memelihara agama. Contoh lain yaitu penetapan hukum
kisas terhadap komplotan yang melakukan pembunuhan
terhadap satu orang. Penetapan tersebut didasarkan pada mas,.
lah,.ah mursalah karena tidak ada ketentuannya dalam nas,
melainkan dinukil dari Umar. Sisi kemaslahatannya adalah

3
4

bahwa si korban adalah orang yang tidak bersalah yang telah


dibunuh dengan sengaja. Bila pelakunya tidak dikisas akan
mendorong terjadinya pelanggaran terhadap prinsip kisas.
Orang-orang akan terdorong untuk mengadakan persekutuan
dalam melakukan pembunuhan, karena sadar bahwa dengan
bersekutu mereka akan terhindar dari hukuman kisas.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa mas,.la-h,.ah
mursalah merupakan metode ijtihad yang berorientasi pada
pemeliharaan maqa,-s,.id asy-syari,-`ah.

Hubungan maqasid asy-syari’`ah dengan Sadduz Zari’ah


Sadduz-zari’ah adalah menutup/melarang sesuatu yang
mubah yang dapat mengantarkan pada kerusakan/kemudaratan.
Misalnya:
1. Larangan terhadap sesuatu yang secara esensil tidak
merusak(mubah), akan tetapi dapat merusak ketika dipakai
untuk tujuan yang terlarang. Misalnya nikah semata untuk
tujuan tahlil (menghalalkan seorang perempuan untuk kembali
kepada mantan suaminya yang mentalak tiga), jual beli untuk
menghindar dari bentuk formal riba seperti dalam bai al-‘inah (
menjual barang secara kredit/jatuh tempo dengan harga tertentu
(mis. 100.000,-) kemudian membeli barang tersebut kembali
secara tunai dengan harga lebih murah (misalnya Rp.75.000,).
2. Larangan terhadap sesuatu yang secara eseniil tidak merusak
(mubah), tetapi dalam situasi tententu dapat mengantarkan pada
kemudaratan yang lebih besar dari kemaslahatannya. Misalnya
menyewakan rumah untuk germo, menjual senjata bagi
perampok, menjual anggur pada produsen khomer, nikah
dengan wanita kristen dan katolik di Indonesia.

Sadduz-zari’ah hakikatnya melarang perbuatan yang


mengandung potensi mafsadah. Sesuatu yang mengandung

4
5

mafsadah berarti cenderung menghilangkan kemaslahatan yang


merupakan tujuan syari`at, maka demi melindungi tujuan
syari`at, Sesuatu yang mengandung mafsadah tersebut dilarang.

Anda mungkin juga menyukai