Anda di halaman 1dari 21

RESUME JURNAL PENGARUH MINUM JAHE DICAMPUR

MADU UNTUK MELEGAKAN TENGGOROKAN DAN


MENGURANGI BATUK PADA BALITA YANG MENDERITA ISPA

Disusun oleh :

KRISTINA RATIH DWI SILVADA

2201140677

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN JL

RADEN TUMENGGUNG SURYO NO 06 MALANG 2022/2023


Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TERAPI KOMPLEMENTER MINUMAN JAHE


MERAH DAN MADU DI DESA PASURUAN KECAMATAN PENENGAHAN LAMPUNG
SELATAN

DOI: https://doi.org/10.33024/jkpm.v4i5.2834

Yola Anjani1, Riska Wandini2*


Disubmit: 10 Juni 2020 Diterima: 03 Mei 2021 Diterbitkan: 03 Oktober 2021

Email Korespodensi: riskawandini@gmail.com

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA
adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran
pernapasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai
14 hari. Tujuan Deskripsi hasil Asuhan Keperawatan Komprehenshif Pada Balita
Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Bersih Jalan Nafas (Ispa) Menggunakan
Terapi Komplementer Minuman Jahe Merah Dan Madu Di Desa Pasuruan
Kecamatan Penengahan Lampung Selatan. Metode yang di lakukan dengan
Berikan minuman herbal jahe merah dicampur madu dengan dosis 2 kali sehari
sebanyak 150 ml pada pagi hari dan malam hari sebelum tidur. Hasil kajian
asuhan keperawatan komprehensif pada anak dengan ISPA yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa terjadi perbedaan waktu proses
penyembuhan dengan terapi jahe madu antara pasien pertama dan kedua hal
ini dapat terjadi dikarenakan daya tahan tubuh anak, dan keteraturan dalam
mengikuti terapi jahe madu. Diharapkan ibu balita mengetahui informasi
tentang penyakit ISPA sedang dan informasi tentang perawatan pada anak
dirumah sesuaidengan anjuran petugas kesehatan, sehingga jika ditemukan
tanda bahaya segera membawa ke petugas kesehatan yang terdekat, dan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk terhindar dari penyakit yang
dapat membahayakan balita. Diharapkan orang tua balita dapat memberikan
nimuman jahe+ madu pada balita sebagai penanganan pertama saat gejala
ISPA menyerang anak.

Kata Kunci: ISPA, Komplementer, Jahe

ABSTRACT

Acute Respiratory Infection (ARI) is an acute inflammation of the upper or lower


respiratory tract caused by infection of microorganisms or bacteria, viruses, or
reketsia without or using with inflammation of the lung parenchyma. ARI is the
entry of microorganisms (bacteria, viruses, riketsi) into the respiratory tract that
cause symptoms of a disease that can last up to 14 days. Objective Description of
the results of comprehensive nursing care for toddlers with nursing problems Clean
Airway Disorders (Ispa) Using Complementary Therapy of Red Ginger and Honey
Drinks in PasuruanVillage, Penengah Subdistrict, South
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

Lampung District in 2020. The method used to provide herbal drinks 2 times a
day as much as 150 ml in the morning and evening before going to bed. The
results of studies on the care of children on ARI that have been obtained
obtained results that occur during the process with honey ginger therapy
between the first and second patients this can occur affect the immune system
of children, and regularity in the influence of honey ginger therapy. It is
expected that mothers of toddlers ask for information about moderate ARI and
information about care for children at home according to health workers, so
that danger signs can be found immediately to the nearest health worker, and
health and environmental protection to avoid diseases that can be used by
toddlers. It is expected that parents of toddlers can give ginger + honey to
toddlers as the first treatment when ARI symptoms attack children

Keyword: ISPA, Complementary, Ginger

1. PENDAHULUAN
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2015), 29,47% (2014) dan 63,45%
(2016). Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak di rumah sakit (Kemenkes RI, 2017).
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan
tubuh anak masih rendah. Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk-pilek 3 sampai 6 kali setahun. Penyakit ISPA dapat
ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman
yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran
pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi
pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut menjadi Pneumonia
sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene (Wong, 2011).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan
kematian karena ISPA, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar
risiko), pemberian ASI (ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A
(mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan
lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi
udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur
(meningkatkan risiko) (Kartika, 2017).
Strategi untuk pengobatan, pencegahan dan melindungi anak dari ISPA
adalah dengan memperbaiki manajemen kasus pada semua tingkatan, vaksinasi,
pencegahan dan manajemen infeksi HIV, dan memperbaiki gizi anak. Pemberian
antibiotika segera pada anak yang terinfeksi pneumonia dapat mencegah
kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan pedoman untuk diagnosis
dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk negara berkembang yang telah
terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran. Antibiotika yang dianjurkan
diberikan untuk pengobatan pneumonia di negara berkembang adalah
kotrimoksasol dan amoksisilin. (Kemenkes RI, 2013).
Pengobatan yang dilakukan untuk menangani batuk pada ISPA diantaranya
dengan pengobatan tradisional, World Health Organization (WHO)
merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat


tradisional (WHO, 2013).
Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di
dunia, negara- negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat
herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Afrika,
sebanyak 80 persen dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer. Negara Cina dari total konsumsi obat, sebesar 30 sampai 50 persen
menggunakan obat-obat tradisional (WHO, 2013).
Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan
salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA, diantaranya
dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur
anak pada malam hari. Penelitian Yulvina (2011), pemberian minuman jahe
juga efektif untuk menurunkan keparahan batuk pada anak dengan ISPA. Jahe
memiliki efek yang menghangatkan dan melegakan saat batuk, demam, flu, dan
masalah pernapasan lainnya. Madu memiliki efek sedatif sehingga dapat
menyebabkan tidur nyenyak. Di dalam tubuh, madu dimetabolosir seperti
halnya gula sehingga menyebabkan kadar sinotonin (suatu senyawa yang dapat
meredakan aktivitas otak) dalam otak meninggi yang menginduksi pada
relaksasi dan keinginan untuk tidur (Sarwono, 2012).
Penelitian Ramadani (2015) dengan judul efektifitas pemberian minuman
jahe madu terhadap keparahan batuk pada anak dengan ISPA dengan hasil
penelitian minuman jahe madu oleh peneliti gejala keparahan batuk seperti
batuk berdahak, pilek, rewel, tidak nafsu makan dan gejala lainnya menjadi
berkurang. Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan batuk
pada anak dengan ISPA.

2. MASALAH
Alasan saya memilih tempat penyuluhan kesehatan tentang terapi
komplementer minuman jahe merah dan madu untuk meringankan gejala ISPA
di desa pasuruan kecamatan penengahan lampung selatan. Saya memilih
penelitian tentang terapi komplementer minuman jahe merah dan madu ini
dikarenakan banyaknya masalah dalam kesehatan keluarga dengan ISPA dan
cara untuk tetap mengontrol tekanan darah tanpa menggunakan farmakologi
dalam waktu jangka panjang. Dimana tujuan umum dalam penelitian mampu
melaksanakan asuhan keperawatan komprehensif terhadap penderita ISPA
dengan menggunakan terapi terapi komplementer minuman jahe merah dan
madu, Dan tujuan khusus dalam kegiatan yaitu klien mengerti dan memahami
pengertian ISPA, mengerti dan memahami cara penanganannya, mengerti dan
memahami pencegahan, dan mengetahui pengobatan ISPA.
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

Gambar 2.1 Lokasi Penyuluhan Kesehatan


3. METODE
1. Berikan minuman herbal jahe merah dicampur madu dengan dosis 2 kali
sehari sebanyak 150 ml pada pagi hari dan malam hari sebelum tidur.
2. Pemberian minuman herbal jahe merah dicampur madu
dilakukan selama 5 hari berturut-urut. (Setyaningrum, 2019).

4. HASIL PENELITIAN
Pengkajian
Pada asuhan komprehensif pada ISPA yang telah dilakukan pada tanggal 2
Mei pada 2 pasien didapatkan hasil pada kasus pertama Menurut kasus An. N
umur 3 tahun dengan ISPA sedang pada data subyektif ibu mengatakan keadaan
An. N umur 3 tahun, nafsu makan anak menurun, batuk dan pilek. Pada data
o
obyektif keadaan umum baik, kesadaran composmentis, Suhu 38,8 C,
pernafasan 29X/i, Nadi 87X/i tenggorokan berwarna merah, anak rewel , pada
hidung terdapat cairan jernih dan encer kulit bagian luar tampak kemerahan,
pernafasan sesak terdengar bunyi mengi, conjungtiva merah muda.
Pada kasus kedua menurut kasus An. M umur 6 tahun dengan ISPA sedang
pada data subyektif ibu mengatakan keadaan An. M umur 6 tahun, nafsu makan
anak menurun, batuk dan pilek disertai demam. Pada data obyektif keadaan
o
umum baik, kesadaran composmentis, pemeriksaan suhu 37,6°C. Suhu : 37,8 C,
Pernafasan 28 X/i, Nadi 70 X/i tenggorokan berwarna merah, pernafasan
32x/menit, pada hidung terdapat cairan jernih dan encer, batuk terus menerus,
pernafasan sesak terdengar bunyi Ronchi , sehingga anak rewel dan tidak nafsu
makan.
Setelah dilakukan intervensi sesuai dengan anjuran dokter dan pemberian
terapo nonfarmokologi berupa minuman jahe + madu pada anak sebagai salah satu
terapi melegakan tenggorokan dan mengurangi batuk, ternyata terlihat adaya
perbedaan waktu pemulihan diantara kedua pasien tersebut. Pada pasien pertama
yakni An. N usia 3 tahun dengan proses penyembuhan membutuhkan waktu 4 hari di
rumah, dan porsi batuk berkurang setelah 3 hari, dan pada pasien kedua yakni AN. M
usia 6 tahun dengan proses penyembuhan membutuhkan waktu 2 hari dengan porsi
batuk berkurang terlihat setelah diberikan terapi jahe madu.
Hasil kajian asuhan keperawatan komprehensif pada anak dengan ISPA yang
telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terjadi perbedaan waktu proses
penyembuhan dengan terapi jahe madu antara pasien pertama dan kedua hal ini
dapat terjadi dikarenakan daya tahan tubuh anak, dan keteraturan dalam
mengikuti terapi jahe madu.
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
a. Dari hasil pengkajian didapatkan diklasifikasikan sebagai balita sakit
ISPA. Dari data subyektif ibu mengatakan keadaan anaknya batuk,
pilek, panas, nafsu makan menurun, dan rewel.
b. Dari hasil interpretasi data didapatkan diagnosa ISPA sedang, masalah
yang muncul adalah batuk, pilek, panas dan rewel (Kebutuhan yang
diperlukan adalah informasi tentang perawatan anak dengan ISPA
c. Diagnosa potensial dapat terjadi ISPA
d. Upaya antisipasi yaitu dengan pemberian obat penurun panas obat
pereda batuk pilek
e. Perencanaan tindakan telah sesuai teori yaitu terapi non
farmakologi yakni minuman jahe + madu.
f. Pelaksanaan tindakan dapat dilakukan dengan baik sesuai
rencana yang telah disusun karena adanya dukungan keluarga.
g. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan balita,
dan hasilnya keadaan

Saran
Umum baik, kesadaran composmentis, nafsu makan anak baik,
pemeriksaan fisik dan TTV baik, dan anak dinyatakan sembuh. Diharapkan
ibu balita mengetahui informasi tentang penyakit ISPA sedang dan
informasi tentang perawatan pada anak dirumah sesuaidengan anjuran
petugas kesehatan, sehingga jika ditemukan tanda bahaya segera
membawa ke petugas kesehatan yang terdekat, dan menjaga kebersihan
diri dan lingkungan untuk terhindar dari penyakit yang dapat
membahayakan balita. Diharapkan orang tua balita dapat memberikan
nimuman jahe+ madu pada balita sebagai penanganan pertama saat gejala
ISPA menyerang anak.

6. DAFTAR PUSTAKA

Akut, I. S. P., Di Bpm, H. A. K., Aini, N. N., & Gombong, M. Karya Tulis Ilmiah
Penggunaan Minuman Herbal Jahe Madu Untuk Kenyamanan Dan
Kenyenyakan Tidur An. N Umur 4 Tahun 4 Bulan Selama Mengalami.
Aini, N. N. (2016). Penggunaan Minuman Herbal Jahe Madu Untuk Kenyamanan
Dan Kenyenyakan Tidur An. N Umur 4 Tahun 4 Bulan Selama Mengalami
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Bpm Hariyati Adimulyo
Kebumen (Doctoral Dissertation, Stikes Muhammadiyah Gombong).
Brunnner & Suddarth. (2012). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. (ed. 8).
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hidayat, Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Maula, E. R., & Rusdiana, T. (2016). Terapi Herbal dan Alternatif pada Flu
Ringan atau ISPA non- spesifik. Majalah Farmasetika, 1(2), 7-10.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Kepera watan Klien dengan Gangguan
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.


Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Noorhidayah, N., Yasmina, A., & Santi, E. (2016). Terapi Kompres Panas
Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Klien Lansia Dengan Nyeri Rematik.
Dunia Keperawatan, 1(1), 73-79.
Price and Wilson. (2012). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2.
Jakarta : EGC.
Rahmadhani, A. N. (2014). Efektifitas pemberian minuman jahe madu Terhadap
keparahan batuk pada anak dengan ispa. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Ilmu Keperawatan, 1(2), 1-7.
Setyaningrum, R. (2019). Aplikasi Pemberian Minuman Herbal Jahe Merah Dan
Madu Untuk Mengatasi KetidakefektifanBersihan Jalan Napas Pada Balita
Dengan Ispa (Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Magelang).
WHO. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Alih Bahasa: Trust
Indonesia. Jakarta.
Wong, D, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1.
Penerbit.
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

RESUME JURNAL PENGARUH MINUM JAHE DICAMPUR MADU UNTUK


MELEGAKAN TENGGOROKAN DAN MENGURANGI BATUK PADA BALITA
YANG MENDERITA ISPA

1.1 KONSEP DASAR ISPA

1.1.1 Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara-negara
berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak terkendali
mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertata baik dari segi
aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya & Chiao, 2017). Kondisi ini akan
bertambah buruk dengan status sosial ekonomi keluarga yang rendah atau berada dibawah
garis kemiskinan karena tidak dapat memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat untuk
balita ditambah dengan kondisi fisik rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole,
Oguntoye, Dam, & Chunara, 2017).(Mahendra & Farapti, 2018).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Inveksi ini
disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila ketahanan
tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di
bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al.
2016) (Suriani, 2018).
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2015), 29,47% (2014) dan 63,45% (2016).
Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak dirumah
sakit (Kemenkes RI,2017). Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian batuk pilek pada balita diIndonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat
serangan batuk-pilek 3 sampai 6 kali setahun. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air
ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang
berlanjut menjadi Pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi
kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene (Wong,2011).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan
kematian karena ISPA, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko),
pemberian ASI (ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi
risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah
(meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar
terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko) (Kartika, 2017).
Strategi untuk pengobatan, pencegahan dan melindungi anak dari ISPA adalah
dengan memperbaiki manajemen kasus pada semua tingkatan, vaksinasi, pencegahan dan
manajemen infeksi HIV, dan memperbaiki gizi anak. Pemberian antibiotika segera pada
anak yang terinfeksi pneumonia dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah
mengembangkan pedoman untuk diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas
untuk negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran.
Antibiotika yang dianjurkan diberikan untuk pengobatan pneumonia di negara
berkembang adalah kotrimoksasol dan amoksisilin. (Kemenkes RI, 2013).
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada balita. Jika tidak
segera ditangani, ISPA akan menginfeksi paru-paru dan menjadi penyebab kematian pada
bayi dan balita karena memiliki dampak pada gangguan fungsi pernapasan yang akan
menyebabkan masalah pada ketidakefektifan bersihan jalan napas, ketidakefektifan pola
napas, dan gangguan pertukaran gas. Gangguan pada pernapasan menempati urutan
pertama penyebab kematian pada bayi dan anak. Penyakit tersebut menyebabkan
obstruksi jalan napas terganggu karena adanya akumulasi sekret yang berlebih. Masalah
keperawatan yang mungkin muncul akibat akumulasi sekret yang berlebih antara lain
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebih (Israfil, Arief,
& Krisnana, 2019). ISPA yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
komplikasi yang lebih serius. Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi dan
berbahaya dari penyakit ISPA adalah pneumonia. Pneumonia dapat menyebabkan
kematian khususnya pada balita di antara penyakit ISPA lainnya yaitu sekitar 80-90%
(Lidia & Rahmadiyah, 2018).
Pengobatan tradisional terhadap ISPA dapat menggunakan minuman herbal jahe
madu karena sangat efektif dan lebih aman untuk digunakan. Madu mengandung
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

pinobanksine dan vitamin C sebagai antioksidan dan antibiotik. Kandungan tersebut


berfungsi untuk menurunkan tingkat keparahan batuk tanpa menimbulkan efek samping
yang dapat mengganggu kesehatan anak (Goldman, 2014). Penelitian lain menyatakan
bahwa madu mengandung vitamin C yang berfungsi untuk mengatasi batuk, tanpa
menimbulkan suatu efek samping. Madu tersebut dapat diberikan dengan dosis 2,5-10 mg
pada anak usia di atas 12 bulan (Allan & Arroll, 2014). Sedangkan kandungan yang ada
pada jahe adalah minyak atsiri yang mengandung komponen utama berupa senyawa
zingiberen dan zingiberol yang mempunyai efek antiseptik, antioksidan, dan mempunyai
aktifitas terhadap bakteri dan jamur yang digunakan sebagai peluruh dahak atau obat
batuk (Ramadhan, 2013).
Jahe merupakan salah satu obat herbal yang sangat efektif untuk mengatasi batuk
karena mengandung minyak atsiri yang merupakan zat aktif untuk mengatasi batuk,
sedangkan madu mengandung antibiotik yang berfungsi untuk meredakan batuk, madu
yang ditambahkan pada rebusan jahe akan menambah cita rasa dibandingkan dengan
hanya rebusan jahe itu sendiri, sehingga kombinasi minuman herbal jahe
madu efektif untuk menurunkan keparahan batuk tanpa menimbulkan efek samping
(Qamariah, Mulyani, & Dewi, 2018). Penelitian lain juga menyatakan bahwa pemberian
minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak dengan
ISPA, karena kandungan minyak atsiri dalam jahe yang merupakan zat aktif dapat
mengobati batuk, sedangkan zat antibiotik pada madu dapat menyembuhkan beberapa
penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA, zat antibiotik ini mengandung zat inhibine
sebagai bahan antimikroba yang bertanggung jawab menghambat pertumbuhan
organisme baik gram positif dan gram negatif yang kemudian menjadi efektif karena
hidrogen peroksida (Ramadhani et al., 2014).
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

1.1.2 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis,
yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
(Nursing Students, 2015)
1) Hidung

Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga hidung.
Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang
mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada saat udara
masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam
Vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2) Faring

Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak
sampai dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring (di belakang
hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).
3) Laring (tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas dua
lamina yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika
orang sedang menelan. Saluran Pernapasan Bagian Bawah Saluran pernapasan
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen bronkhus, dan
bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
5) Trachea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki Panjang kurang
lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis kelima.
Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak
lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri
atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
6) Bronchus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari
pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan
bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan
bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang
disebut sebagai bronkhiolus.
7) Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri di dalam
rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri
atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura
viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan. Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan
dan paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta
pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
2. Fisiologi
Pernafasan / respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Oksigen diambil melalui mulut dan
hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari
darah, oksigen menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

jantung dan dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Di paru-paru karbondioksida


merupakan hasil buangan menembus membran alveoli dan kapiler darah di keluarkan
melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. (Saputro. R, 2013).
1.1.3 Klasifikasi

Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran pernafasan.
Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu
(Cahyaningrum, 2012) :
1) Ispa-Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan
pilek (common cold)
2) ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut :
a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi nafas
60 kali per menit atau lebih.
b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke
dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
b. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
a) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada dan
bagian bawah ke dalam.
b) Pneumonia
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat, frekuensi
nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per menit atau
lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat,
frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12 bulan dan
kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.

1.1.4 Manifestasi Klinis ISPA pada anak


Sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas disebabkan oleh virus dan pada
umumnya tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Penyebab ISPA paling berat disebabkan
infeksi Streptococus pneumonia atau Haemophillus influenzae. Banyak kematian yang
diakibatkan oleh pneumonia terjadi di rumah, diantaranya setelah mengalami sakit selama
beberapa hari. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian
yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping
itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus,
daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama
yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,ß
clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian
pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran
dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat
keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya
edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asma, serta kongesti paru. Infeksi saluran
pernafasan biasanya terjadi pada saat perubahan musim, tetapi juga biasa pada musim
dingin.
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

1.1.5 Tanda dan gejala ISPA pada anak


Biasanya tanda-tanda infeksi pernapasan atas di mulai dengan adanya keluhan dan
gejala ringan, tapi dapat berangsur-angsur menjadi semakin parah dan bisa menyebabkan
kegagalan pernafasan dan bahkan meninggal dunia. Sebaiknya penderita yang masih
mengalami gejala ringan segera di tangani karena bila terlambat bisa menyebabkan
kematian akibat sulitnya penanganan..
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan,
bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum.
a. Tanda dan gejala yang muncul ialah :
1) Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,50C-40,50C.
2) Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah
nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda
kernig dan brudzinski.
3) Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan.
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
9) Suara nafas, biasa terjadi wheezing, stridor, crackless dan tidak terdapatnya
suara pernafasan
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

b. Tanda klinis ISPA pada anak :


1) Pada sistem respiratorik : takipneu, napas tidak teratur (apnea), retraksi
dinding torax, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, dan wheezing.
2) Pada sistem cardial : takikardi, bradikardi, hipertensi, dan hipotensi.
3) Pada sistem cerebral : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
dan kejang.
4) Pada hal umum : letih dan berkeringat banyak.

c. Tanda laboratoris ISPA


1) Hypoxemia
2) Hypercapnia
d. Tanda pada anak umur 2 bulan - 5 tahun :
1) Tidak bisa minum
2) Kejang
3) Kesadaran menurun
4) Stridor
5) Gizi buruk
e. Tanda bayi umur kurang dari 2 bulan :
1) Kejang
2) Kesadaran menurun
3) Stridor
4) Wheezing
5) Demam dan dingin

1.1.6 Patofisiologi

Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi
4 tahap yaitu :
1) Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2) Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

3) Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala


demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh
dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri mudah
terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang
terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan
gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,
sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat yang ada di
saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi
ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak.
Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien
keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA
dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

1.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi lain
yang dapat timbul yaitu:
1) Otitis media
2) Croup
3) Gagal nafas
4) Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu (Wuandari.D &
Purnamasari. L, 2015).
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

1.1.8 Penatalaksanaan
1) Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya dengan
cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
e. Membiasakan anak mencuci tangan secara teratur menggunakan air
dan sabununtuk mencegah ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
f. Hindari menyentuh mulut dan hidung setelah kontak dengan flu.
g. Apabila anda sakit gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar
tidak menulari anak anda atau keluarga lainnya.
2) Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3) Penatalaksaan medis: pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.

1.2 KONSEP DASAR JAHE DAN MADU


1.2.1 konsep dasar jahe dan madu
Penatalaksanaan non farmakologi dapat mnggunakan jahe, jahe dapat hidup di
daerah tropis dan subtropis, kandungan kimia yang terkandung dalam jahe yang dapat
mengurangi batuk adalah minyak atsiri alfa zingiberen, beta bisabolene. Sehingga jahe
bermanfaat untuk meredakan batuk karena bersifat antitussive untuk mengurangi gejala
asma (Jahan, 2015).
Banyak orang tua yang menggunakan jamu tradisional untuk meredakan sesak
nafas seperti jahe, madu, jeruk nipis dan kecap (Soedibyo, 2013). Jahe (Zingiber
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat. Rimpang
jahe banyak digunakan pada pengolahan makanan sebagai bumbu masak. Selain
digunakan sebagai bumbu masak, rimpang jahe juga digunakan dalam pengobatan
tradisional Rimpang jahe di Indonesia digunakan secara tradisional untuk meredakan
asma, bengkak, iritasi, muntah, flu, sebagai peluruh kentut, stimulansia, peluruh haid, dan
peluruh air liur (Badan POM RI, 2010).
Rimpang jahe memiliki beberapa aktivitas farmakologi diantaranya antiemetik,
antiinflamasi, efek analgetik, mengurangi osteoarthritis, antioksidan, antikanker, asma,
antitrombotik, efek hipolipidemia dan hipoglikemi, efek terhadap kardiovaskular,
antineoplastik, antiinfeksi, efek hepatoprotektif, dan immunomodulator (Ali, 2008).
Salah satu khasiat utama rimpang jahe adalah sebagai analgetik dan antiinflamasi.
Senyawa kimia yang memiliki efek antiinflamasi pada rimpang jahe adalah gingerol (6,8,
dan 10)-gingerol dan (6)-shogaol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis
prostaglandin melalui penghambatan enzim siklooksigenase2 (COX-2). Prostaglandin
merupakan mediator yang berperan dalam proses terjadinya inflamasi. Rimpang jahe
sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sediaan obat herbal terstandar dan
fitofarmaka. Salah satu bentuk sediaan yang potensial untuk dikembangkan adalah bentuk
sediaan topikal. Sediaan topikal dapat digunakan sebagai salah satu formulasi sediaan
obat antiinflamasi (Dugasani, 2010).
Pengertian madu cairan kental alami yang secara umum berasa manis. Madu
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman (Ihsan,
2011). Madu bermanfaat untuk mengurangi sesak nafas yang sering dialami penderita
penyakit asma. Madu bekerja dengan cara melunturkan polutan terdapat pada saluran
pernafasan yang menyebabkan adanya sumbatan (Aden, 2010).
1.2.2 Cara Pembuatan
Cara pembuatan dan pemberian obat herbal air rebusan jahe dan madu menurut
(Setyaningrum, 2019) sebagai berikut :
1) Kupas jahe dan cuci jahe hingga bersih kemudian digeprek
2) Rebus jahe dengan air 150 ml hingga air menjadi 100 ml
3) Kemudian saring dan tambahkan 1 sendok madu
4) Minum larutan herbal air rebusan jahe dan madu 100 - 150 ml tersebut untuk
pagi dan malam hari sebelum tidur.
5) Pemberian dapat dilakukan selama 5 hari berturut turut.
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

DAFTAR PUSTAKA

Akut, I. S. P., Di Bpm, H. A. K., Aini, N. N., & Gombong, M. Karya Tulis Ilmiah
Penggunaan Minuman Herbal Jahe Madu Untuk Kenyamanan Dan Kenyenyakan
Tidur An. N Umur 4 Tahun 4 Bulan Selama Mengalami.
Aini, N. N. (2016). Penggunaan Minuman Herbal Jahe Madu Untuk Kenyamanan Dan
Kenyenyakan Tidur An. N Umur 4 Tahun 4 Bulan Selama Mengalami Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Bpm Hariyati Adimulyo Kebumen (Doctoral
Dissertation, Stikes Muhammadiyah Gombong).
Brunnner & Suddarth. (2012). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. (ed. 8).
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hidayat, Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Maula, E. R., & Rusdiana, T. (2016). Terapi Herbal dan Alternatif pada Flu Ringan atau
ISPA non- spesifik. Majalah Farmasetika, 1(2), 7-10.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Kepera watan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Noorhidayah, N., Yasmina, A., & Santi, E. (2016). Terapi Kompres Panas Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Klien Lansia Dengan Nyeri Rematik. Dunia
Keperawatan, 1(1), 73-79.
Price and Wilson. (2012). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta :
EGC.
Rahmadhani, A. N. (2014). Efektifitas pemberian minuman jahe madu Terhadap
keparahan batuk pada anak dengan ispa. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Ilmu Keperawatan, 1(2), 1-7.
Setyaningrum, R. (2019). Aplikasi Pemberian Minuman Herbal Jahe Merah Dan Madu
Tahun [JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(PKM), P-ISSN:

Untuk Mengatasi KetidakefektifanBersihan Jalan Napas Pada Balita Dengan Ispa


(Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang).
WHO. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Alih Bahasa: Trust Indonesia. Jakarta.
Wong, D, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1.
Penerbit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai