Anda di halaman 1dari 45

FAKTOR TERJADINYA GELANDANGAN DAN

PENGEMIS DI KECAMATAN SUKAJADI KOTA

BANDUNG PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Metode
Penelitian Pekerja Sosial

Dosen Pengampu : Drs. Edi Suhanda, M.Si.

Oleh :
Fransisco Martin
NRP 2004028

2C PRODI PEKERJAAN SOSIAL


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN
SOSIAL BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas proposal penelitian
yang berjudul “FAKTOR TERJADINYA GELANDANGAN DAN PENGEMIS
DI
KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG” dengan tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Edi Suhanda,


M.Si.selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian Pekerja Sosial, juga semua
pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penyusunan tugas ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ujian Tengah Semesster mata kuliah Penelitian Pekerja Sosial.

Kami menyadari, dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan


dan kelemahannya. Oleh karena itu kami berharap kepada semua pihak agar dapat
menyampaikan kritik dan saran yang membangun untuk menambah
kesempurnaan makalah ini. Namun kami tetap berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bandung, 21 Maret 2022

Fransisco Martin

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1

BAB II..................................................................................................................................7

KAJIAN KONSEPTUAL.........................................................................................................7

2.1 Penelitian Terdahulu................................................................................................7

2.2 Kajian Teori yang Relevan......................................................................................11

2.2.1 kajian tentang Gelandangan dan Pengemis........................................................11

2.2.2 Kajian Tentang Kemiskinan.................................................................................19

2.2.3 Faktor Gelandangan dan Pengemis....................................................................24

2.2.4 Tinjauan Tentang Kesejahteraan Sosial...............................................................27

BAB III...............................................................................................................................32

METODE PENELITIAN.......................................................................................................32

3.1 Metode Pelelitian..................................................................................................32

3.2 Sumber Data..........................................................................................................33

3.3 Definisi Operasional...............................................................................................33

3.4 Populasi dan Sampel.............................................................................................35

3.5 Alat Ukur dan Pengujian Validitas Rehabilitas.......................................................36

3.6 Teknik Pengumpulan Data....................................................................................38

3.7 Teknik Analisa Data................................................................................................39

3.8 Jadwal Penelitian dan Langkah - Langkah..................................................................39

ii
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang


Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta
tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta
mengembara di tempat umum dan pengemis adalah orang-orang yang
mendapat penghasilan meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.
Mengemis merupakan tindak pidana, perbuatan tak terpuji, perbuatan
tercela. Lebih tepatnya, mengemis merupakan tindak pidana berkategori
pelanggaran. Mengemis yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang
berumur di atasenambelas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling
lama tiga bulan. Hanya saja pasal pengemisan di atas dalam praktik banyak
disimpangi atau tidak diterapkan oleh aparat hukum.
Berdasarkan PP No. 31 Tahun 1980, gelandangan didefinisikan sebagai
orangorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat setempat, tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan yang tetap dan hidup mengembara di tempat umum, sedangkan
pengemis adalah orangorang yang mendapatkan penghasilan dengan
memintaminta di tempat umum dengan berbagai cara/ alasan untuk
mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
2

Gelandangan dan pengemis merupakan masalah sosial dengan berbagai


ragam faktor penyebab dan dampak yang dapat ditimbulkan dalam permasalah
sosial. Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) merupakan suatu fenomena
sosial yang harus ditanggapi dengan serius. Permasalahan sosial gelandangan
dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan
seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya ketrampilan kerja,
lingkungan, sosial budaya, kesehatan. Disamping itu, penyimpitan lahan
pertanian-pertanian di desa menjadikannya pemukiman penduduk yang tidak
ada pembatasan dan dijadikannya rumah, keadaan ini mendorong orang-orang
untuk tidak mempunyai penghasilan lebih memilih untuk pergi ke kota dengan
mencari penghasilan namun tidak dibekali dengan keterampilan (skill)
sehingga memilih menjadi gelandangan ataupun pengemis di pinggir jalan
maupun di sudut kota, akibatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
bekerja apa saja yang penting mendapatkan uang termasuk meminta-minta
(mengemis).
Permasalahan Gelandangan dan pengemis yang dapat menimbulkan
masalah umum diperkotaan dengan mengganggu ketertiban dan keamanan
yang pada akhirya mengganggu stabilitas wilayah. dan mempengaruhi
kesejahteraan sosial. “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir
dari pelayanan- pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk
membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan
kesehatan yang memuaskan, relasi-relasi pribadi dan sosial yang
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin,
meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya” Menurut Walter Friedlanter(1961) yang dapat berati pada
kesejahteraan masyarakat yang meliputi bidang ekonomi, pemberdayaa orang
yang dianggap satu kesatuan. Kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi
dimana seseorang merasa nyaman,damai dan mampu memenuhi kebutuhan
mereka
3

Menurut Permensos Nomor 08 Tahun 2012 dan undang-undang tahun


2009 Tentang Kesejahteraan Sosial terdapat peraturan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau yang sekarang berubah nama menjadi
Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan sosial (PPKS) adalah perseorangan,
keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan,
kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga
memerlukan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik
jasmani dan rohani maupun sosial secara memadai dan wajar (Permensos
Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan
Sosial)
Gelandangan dan pengemis sudah diusahan penanggulanganya secara
terpadu tetapi jumlah gepeng di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, diperkirakan
masih ada sekitar 77.500 gelandangan dan pengemis yang tersebar di kota-
kota besar di Indonesia di tahun 2019 ini. "Tapi jumlah ini tidak bisa dijadikan
patokan karena agak sulit mendata populasi gepeng (gelandangan dan
pengemis), apalagi ini naik pada saat hari-hari besar seperti hari raya," katanya
di Jakarta, Kamis (22/8/2019), dikutip dari Antara.
Gelandangan dan pengemis, biasanya muncul dari warga miskin di
perdesaan dan daerah-daerah dengan perekonomian kurang baik mengadu
peruntungan ke kotakota besar. Termasuk di Kota Bandung , Jawa Barat yang
menjadi salah satu kota besar yang terdapat banyak pengemis dan pemulung
yang cukup tinggi .
4

Kota Bandung perlu dilakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial


secara terencana, terarah dan berkelanjutan, yang diarahkan pada peningkatan
kualitas dan kuantitas kesejahteraan sosial perseorangan, keluarga, kelompok
dan pendayagunaan potensi sumber kesejahteraan sosial, bahwa
penyelenggaraan dan penanganan kesejahteraan sosial telah diatur dengan
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 24 tahun 2012. Meningkatnya jumlah
pemerlu pelayanan Kesejahteraan Sosial merupakan fakta yang tak
terbantahkan seiring dengan menguatnya peran Kota Bandung sebagai pusat
pertumbuhan sosial dan ekonomi regional, dimana akses terhadap penguasaan
ekonomi semakin kompetitif. Sebagai salah satu masalah utama di Kota besar
seperti Bandung, menangani permasalahan PPKS harus dengan cara
komprehensif dan dengan adanya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 24 Tahun 2012 tentang satu data pembangunan Jawa Barat .
Terkhusus di Kecamatan Sukajadi, Kota bandung Jawa Barat tepatnya di
RT 9 RW 4 kelurahan Sukabungan, Kecamatan Sukajadi banyak warganya
yang berprofesi sebagai pengemis bahkan warga sekitarnya menyebut
“Kampung Pengemis”. Kebanyakan pendatang yang menjadi Gelandangan
dan pengemis bukan warga asli Kecamatan Sukajadi . gelandangan dan
pengemis tidak hanya berada di RT 9 RW 4 saja, namun juga ada di RT 6, 7
dan 8 namun yang terbanyak ada di RT 9 .
Dengan adanya dorongan, baik yang berasal dari dalam diri maupun diluar
diri peneliti untuk berharap pembaca dapat mengetahui proses faktor penyebab
terjadinya gelandangan dan pengemis yang ada di kecamatan Sukajadi, Kota
Bandung, Provisi Jawa Barat , dengan keinginana untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan merupakan dasar dorongan untuk mengadakan
penelitian ini , mengetahaui fakta fakta menganai faktor penyebab terjadinya
gelandangan dan pengemis yang diharapkan dapat membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan atau memecahakan masalah dan menguruangi jumlah
gelandangan dan pengemis terkhusus di wilayah kecamatan Sukajadi, Kota
Bandung, Jawa Barat dan membantu menanggulangi masalah gelandangan
dan pengemis yang menjadi permasalahn kota besar yang dapat mengganggu
ketertiban dan keamanan perkotaan hingga stabilitas.
5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “ Apa Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan
dan Pengemis Di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung ?”. Selanjutnya
rumusan masalah penelitian ini dirinci ke dalam sub-sub masalah adalah :
1. Apa fenomena gelandangan dan pengemis terjadi di Kecamatan
Sukajadi?
2. Apa penyebab adanya gelandangan dan pengemis di
Kecamatan Sukajadi?
3. Apa faktor mereka menjadi gelandangan dan pengemis ?
4. Apa respon masyarakat terkait fenomena gelandang dan pengemis
di wilayah Kecamata Sukajadi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh gambaran secara empiris tentang
:

1. Mengetahui fenomena geladang dan pengemis yang ada di lingkungan


2. Kecamatan Sukajadi
3. Mengetahui penyebab mereka ada di wilayah Kecamatan Sukajadi
4. Mengetahui faktor penyebab mereka menjadi seorang gelandangan
dan pengemis
5. Mengetahui respon masyarakat dalam menyikapi adanya
gelandangan dan pengemis di wilayah Kecamatan Sukajadi.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a) Hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam pengembangan konsep praktek pekerja sosial, khusunya
tentang penelitian mengenai faktor adanya gelandangan dan pengemis di
suatu wilayah.
2. Manfaat Praktis
6

a) Menambah dan mengembangkan pengetahuan tentang gelandangan dan


pengemis
b) Memberikan acuan pemikiran bagi profesi pekerja sosial dalam
mencegah dan menangani masalah sosial khususnya terkait massalah
gelandangan dan pengemis.
BAB II

KAJIAN KONSEPTUAL

2.1 Penelitian Terdahulu


1. Gerhard Yonatan Yedija Siahaan. 2017. Faktor-faktor Penyebab dan
Dampakdampak terjadinya Gelandangan dan Pengemis di Kota Medan.

Penelitian ini dilakukan di kawasan kecamatan Medan Petisah dan


Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan yang beralamat Jl. K.H.
Wahid Hasyim No.14, Medan. Masalah yang menjadi latar belakang
penelitian ini adalah terdapat banyank Gepeng (gelandangan dan
pengemis) di Kota Medan. Gepeng merupakan suatu fenomena sosial yang
harus ditanggapi dengan serius. Fenomena ini semakin lama semakin
memprihatinkan. Meskipun pemerintah selalu berusaha untuk mengurangi
populasi gepeng melalui operasi penertiban yang dilakukan oleh Satuan
Polisi Pamong Praja maupun Polisi, namun tetap saja jumlah gepeng
seperti tidak pernah berkurang bahkan cenderung bertambah.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan permasalahan yang
terjadi pada gelandangan dan pengemis. Penelitian ini dilakukan melalui
penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan
fenomena yang ada terkait dengan permasalahan Gelandangan dan
Pengemis di kota Medan khususnya di daerah kawasan kecamatan Medan
Petisah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi,
observasi dan wawancara mendalam dari informan.
Hasil penelitian ini menunjukan, faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang menjadi gelandangan dan pengemis ada dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal dimana faktor internal mencakup:
kemiskinan, keluarga, cacat fisik umur, rendahnya pendidikan dan
keterampilan, serta sikap mental sedangkan faktor
eksternalmencakup:lingkungan, letak geografis dan lemahnya penanganan
8

gelandangan dan pengemis. Adapun dampak-dampak yang ditimbulkan


ialah merusak pemandangan dan keindahan kota, masalah kebersihan dan
menganggu stabilitas keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Persamaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh Gerhard
Yonatan Yedija Siahaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti yaitu variabel yang digunakan. Variabel yang digunakan adalah
faktor penyebab, sedangkan perbedaannya adalah penggunaan metode
penelitian, pada hasil penelitian terdahulu metode yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif sedangkan metode yang dilakukan oleh peneliti yaitu
kuantitatif.
2. Gede Sedana. 2018. Faktor terjadinya Gelandangan dan Pengemis: kasus
di Kota Denpasar, Gianyar, Tabanan dan singaraja.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunkan Teknik pengumplan
data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif .
Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosial, ekonomi,
demografi dan teknis dan data lainnya dari sampel yang berkenaan dengan
tujuan penelitian ini. Misalnya mengenai umur, lama pendidikan formal,
jenis kelamin, saat memulai menjadi Gepeng, dsb. Sedangkan data
sekunder mencakup kondisi geografis, demografis daerah asal, daerah
tujuan Gepeng, dan informasi lainnya yang mendukung tujuan penelitian
ini.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor
penyebab terjadinya Gepeng ádalah faktor internal dan eksternal. Faktor-
faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-
sama atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang
lainnya. Faktor internal meliputi :
kemiskinan; (ii) umur; (iii) rendahnya tingkat pendidikan formal; (iv) ijin
orang tua; (v) rendahnya tingkat ketrampilan; (vi) sikap mental.
Sedangkan faktor-faktor eksternal mencakup: (i) kondisi hidrologis; (ii)
kondisi pertanian;
(iii) kondisi prasarana dan sarana fisik; (iv) akses terhadap informasi dan
modal usaha; (v) kondisi permisif masyarakat di kota; (vi) kelemahan
pananganan Gepeng di kota.
Oleh karena itu, pemecahan masalahnya harus mencakup dua
aspek yaitu: (i) kondisi di daerah asal; (ii) kondisi daerah tujuan.
9

Prinsipnya adalah upaya pencegahan dilakukan di daerah asal sehingga


mereka tidak terdorong untuk meninggalkan desanya dan mencari
penghasilan di kota dengan cara membuka pekerjaan di desa. Sedangkan
di sisi lain, prinsipnya adalah penanggulangan yaitu di tempat tujuan
“harus” ditanggulangi atau ditangani sehingga mereka tidak lagi tertarik
untuk menjadi Gepeng di kota, karena tidak akan memperoleh penghasilan
lagi.
Persamaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh Gede
Sedana dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu variabel
yang digunakan. Variabel yang digunakan adalah faktor penyebab .
3. Kamaruddin Sembiring. 2018. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesejahteraan Sosial Rumah tangga di Kabupaten Deki Serdang dengan
Pendekatan Regresi Logistik
Penelitian ini membahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang. Faktor tersebut
antara lain: kependudukan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial
ekonomi, perumahan, teknologi informasi dan komunikasi. Metode yang
digunakan adalah regresi logistik. Hasil yang diperoleh dari model,
berturut-turut adalah jumlah anggota rumah tangga sebesar -0,526
(52,6%), ijazah tertinggi yang dimiliki kepala rumah tangga sebesar 0,139
(13,9%) dan status penguasaan bangunan tempat tinggal sebesar -0,468
(46,8%).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi
logistik . Regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi dengan
variabel respon bersifat kategorik dan variabel prediktor bersifat kategorik,
kontinu atau gabungan antara keduanya. Regresi logistik ini digunakan
untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat
diprediksi dengan variabel bebasnya.
Hasil dari penelitian ini adalah Pendidikan merupakan salah satu
cara untuk menghindari resiko suatu rumah tangga masuk ke dalam
kelompok rumah tangga miskin. Dengan pendidikan yang baik maka
faktor-faktor lain di kehidupan juga akan meningkat seperti pekerjaan dan
lainnya dan Jumlah anggota rumah tangga memiliki pengaruh terhadap
kesejahteraan, kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai/
karyawan yang mempunyai anggota rumah tangga yang lebih sedikit
1

relatif lebih sejahtera dari pada yang lebih banyak, hal ini dapat dikontrol
melalui program keluarga berencana (KB) serta penambahan lapangan
pekerjaan baru untuk menyerap usia angkatan kerja yang baru
Persamaan yang ada pada penelitian yang dilakukan oleh
Kamaruddin Sembiring dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti yaitu variabel dan metode penelitian yang digunakan. Variabel
yang digunakan adalah faktor penyebab, kemudian metode penelitian
yang digunakan adalah metode
kuantitatif.
1

2.2 Kajian Teori yang Relevan

2.2.1 kajian tentang Gelandangan dan Pengemis


A. Pengertian Pengemis dan Gelandangan
Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 Pasal 1
huruf r menyebutkan bahwa “Gelandangan adalah orang-orang
yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah
tertentu dan hidup mengembara ditempat umum” kemudian
disebutkan juga pada huruf s bahwa “Pengemis adalah setiap
orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta
dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain.” Adapun definisi
serupa mengenai gelandangan dan pengemis yang juga
disebutkan di Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan
Pengemis pada Pasal 1 Angka 1 mengenai definisi gelandangan
dan Angka 2 mengenai definisi pengemis.

Gelandangan berasal dari istilah dengan konotasi negatif yang


ditujukan kepada setiap orang yang mengalami keadaan
tunawisma. Sejarawan

Onghokham mendefinisikan gelandangan (tunawisma) sebagai


pengembara. Istilah gelandangan berasal dari gelandang yang
berarti yang selalu mengembara, yang berkelana (lelana)
menurut istilah dahulu dan yang lebih netral sifatnya.
Kemudian istilah pengemis sendiri tidak dibentuk dari kata
dasar yang resmi tercantum dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, melainkan dibentuk dari sejarah pembentukan kata
yang telah terjadi pada masa yang lampau. Pengemis atau
peminta-minta memang sudah menjadi istilah yang akrab
didengar dan dijumpai di kota-kota besar seluruh Indonesia,
kehadiran mereka kerap dianggap mengganggu ketertiban
sosial, namun sebenarnya kehadiran pengemis merupakan suatu
bentuk kegagalan dari
1

pemerintah baik itu pusat atau daerah dalam mensejahterakan


rakyatnya.

B. Peraturan Mengenai Keberadaan Gelandangan dan


Pengemis
Larangan untuk mengemis atau menggelandang diatur dalam
Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”), Buku ke-3

tentang Tindak Pidana Pelanggaran.

Pasal 504 KUHP

1. Barang siapa mengemis di muka umum, diancam


karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan
paling lama enam minggu.
2. Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih,
yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan
pidana kurungan paling lama tiga bulan.

Pasal 505 KUHP

1. Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian,


diancam karena melakukan pergelandangan dengan
pidana kurungan paling lama tiga bulan.
2. Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau
lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam
dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.

C. Ciri-ciri Gelandang dan Pengemis


Terdapat beberapa ciri-ciri yang dapat ditemui pada diri gelandangan
dan pengemis:

1) Tidak memiliki kediaman yang tetap Biasanya para

gelandangan dan pengemis tidak mempunyai tempat tinggal yang

layak. Mereka umumnya menggembara di tempat umum. Biasanya

mereka akan tidur di tepi jalan, terowongan, di stasiun bus, di

emper toko dan lain-lain. Kehidupannya tidak menetap disebabkan


1

keberadaan mereka itu mengganggu ketertiban sehingga biasanya

akan ada patroli dan mereka diharuskan untuk pindah secepatnya.

2) Hidup di bawah garis kemiskinan Para gelandangan dan

pengemis ini tidak mempunyai pendapatan yang tetap dan cukup

dimana hal itu tidak dapat menjamin kehidupan mereka kedepannya

bahkan untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari saja mereka

terpaksa untuk mengemis atau memulung agar dapat membeli

makanan untuk tetap bertahan.

3) Hidup didalam ketidakpastian Kehidupan para

gelandangan dan pengemis sangat memprihatinkan, dimana

kehidupan sehari-harinya tidak dapat dijamin oleh apapun. Bahkan

apabila mereka jatuh sakit, mayoritas dari mereka tidak

mendapatkan jaminan sosial. Hal ini disebabkan oleh rendahnya

pengetahuan mereka mengenai program jaminan sosial yang

diselenggarakan oleh negara. Situasi ini semakin menyulitkan

mereka.

4) Menggunakan pakaian yang tidak layak Gelandangan dan

pengemis biasanya menggunakan baju yang compang camping

sehingga terkesan kotor. Hal ini dapat disebabkan bahwa mereka

memang tidak mempunyai baju yang layak untuk dipakai atau bisa

saja mereka sengaja memakai baju yang compang camping untuk

menarik belas kasihan dari masyarakat setempat

5) Tidak memiliki pekerjaan tetap Cara gelandangan dan

pengemis untuk bertahan hidup adalah mengharapkan belas kasihan

orang lain. Biasanya mereka akan menarik perhatian masyarakat


1

dengan cara mengamen, membersihkan kendaraan di jalan,

memulung, dan lain-lain.

D. Kesejahteraan Sosial bagi Gelandangan dan Pengemis


Kesejahteraan Sosial merupakan suatu kondisi yang harus
diwujudkan bagi seluruh warga negara di dalam pemenuhan
kebutuhan material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup layak
dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.”12 Untuk lebih jelasnya, hal
ini tertuang dalam salah satu amanat pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945
alinea keempat yang menyatakan “bahwa negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.” Namun, fakta yang terjadi menunjukkan
bahwa permasalahan yang berkaitan dengan kesejahteraan
sosial cenderung meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
Masyarakat yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
masih terbilang banyak, oleh karena kondisinya yang
mengalami hambatan fungsi sosial. Hal ini mengakibatkan
mereka kesulitan untuk mengakses sistem pelayanan sosial dan
tidak dapat menikmati kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan.13 Didalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 4
menjelaskan bahwa:

“Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan


kesejahteraan sosial.” Kemudian pada Pasal 5 menjelaskan
objek yang dituju dan kriteria masalah sosial sebagai berikut:
1

(1) “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada: a)


perseorangan b) keluarga c) kelompok; dan/atau d) masyarakat

(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana


dimaksud pada Ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan
memiliki kriteria masalah sosial: a) kemiskinan b) ketelantaran
c) kecacatan d) keterpencilan e) ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku f) korban bencana; dan/atau g) korban
tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.”

Dalam Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11


Tahun 2009

Tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa:

“Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:

a) rehabilitasi sosial

b) jaminan sosial

c) pemberdayaan sosial

d) perlindungan sosial.”

“Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial


untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.” 14 Pemerintah
mempunyai tugas untuk memberikan perlindungan bagi para
fakir miskin termasuk gelandangan dan pengemis. Perlu
diketahui bahwa keadaan
1

gelandangan dan pengemis yang biasanya tidak cukup untuk


memenuhi kebutuhan mereka bahkan tidak mempunyai tempat
tinggal ataupun pekerjaan yang tetap itu sangat sulit untuk
mendapatkan hakhak mereka. Oleh sebab itu, Pemerintah telah
membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS
yang merupakan lembaga yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia
menurut Undangundang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2011. Bagi warga miskin, iuran BPJS
ditanggung pemerintah melalui Program Bantuan Iuran. Sesuai
dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 1 Angka 7 menyebutkan
definisi bantuan iuran sebagai berikut

“Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah


bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta
program Jaminan Sosial “

Kemudian dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang


Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 14 menyebutkan:

(1) “Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima


bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

(2). Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada Ayat


(1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

(3). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat


(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
1

Tetapi kenyataannya, masih banyak masyarakat miskin yang


diperkirakan tidak dapat mengakses layanan Jaminan
Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan karena
adanya kendala dalam proses administrasi. Terutama para

gelandangan dan orang terlantar yang mayoritas tidak memiliki


identitas diri serta luput dari pendataan. Hal ini menyulitkan
mereka mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas
maupun rumah sakit karena tidak terdaftar sebagai salah satu
peserta BPJS Kesehatan. Rumah sakit tidak akan memberikan
pelayanan dalam bentuk apapun apabila orang yang
bersangkutan tidak membawa kartu peserta BPJS sekalipun
ia/yang sakit merupakan golongan orang yang tidak mampu.
Padahal para gelandangan dan pengemis tergolong dalam
Penerima Bantuan Iuran (PBI), yaitu orang miskin dan kurang
mampu yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Tetapi
karena minimnya pengetahuan mereka menjadikannya tidak
mendapatkan hak-hak yang semestinya

Selanjutnya ada program rehabilitasi sosial yang dijelaskan


dalam Pasal 7 berbunyi:

(1) “Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan


mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.

(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)


dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik
dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.”
1

(3) “Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat 2


diberikan dalam bentuk:

a) motivasi dan diagnosis psikososial

b) perawatan dan pengasuhan

c) pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan

d) bimbingan mental spiritual

e) bimbingan fisik

f) bimbingan sosial dan konseling psikososial

g) pelayanan aksesibilitas

h) bantuan dan asistensi sosial

i) bimbingan resosialisasi

j) bimbingan lanjutan

k) rujukan.
1

2.2.2 Kajian Tentang Kemiskinan

1. Pengertian Kemiskinan
Terdapat beberapa definisi kemiskinan menurut para
ahli:

1. Hall dan Midgley20 “Menurut Hall dan


Midgley pengertian kemiskinan adalah kondisi
deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan
individu hidup di bawah standar kehidupan
yang layak, atau kondisi di mana individu
mengalami deprivasi relatif dibandingkan
dengan individu yang lainnya dalam
masyarakat.”
2. Faturachman dan Marcelinus Molo21
“Menurut Faturachman dan Marcelinus Molo,
pengertian kemiskinan adalah
ketidakmampuan seseorang atau beberapa
orang (rumah tangga) untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya.”
3. Reitsma dan Kleinpenning22 “Menurut
Reitsma dan Kleinpenning pengertian
kemiskinan adalah ketidakmampuan individu
untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang
bersifat material maupun non-material.”
Dapat disimpulkan dari pengertian para ahli
yang Peneliti uraikan diatas, kemiskinan adalah
keadaan dimana seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya, ia hidup
berada di bawah rata-rata kehidupan normal
masyarakat setempat. Indonesia tidak pernah
luput dari yang namanya kemiskinan. Ciri-ciri
Kemiskinan Sulit memperoleh informasi secara
jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi-
indikasi seperti apa yang dapat digunakan
sebagai pegangan, sementara orang-orang itu
disebut tidak miskin. untuk menyatakan secara
2

akurat, bahwa orang seperti inilah yang disebut


sebagai orang miskin. Suatu studi
menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan,
yakni:
1. Mereka yang hidup di bawah
kemiskinan pada umumnya tidak
memiliki faktor produksi sendiri,
seperti tanah yang cukup luas, modal
yang memadai, ataupun keterampilan
yang memadai untuk melakukan suatu
aktivitas ekonomi sesuai dengan mata
pencahariannya.
2. Mereka pada umumnya tidak
mempunyai kemungkinan atau peluang
untuk memperoleh assest produksi
dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya
rendah, misalnya tidak sampai tamat
SD, atau hanya tamat SD.
4. Pada umumnya mereka masuk ke
dalam kelompok penduduk dengan
kategori setengah menganggur.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di
kota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki keterampilan atau pendidikan
yang memadai.

Identik dengan ciri-ciri kemiskinan sebagimana


telah dikemukakan, Emil Salim mengemukakan lima
karakteristik kemiskinan, yaitu:

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak


memiliki faktor-faktor produksi.
2. Penduduk miskin pada umumnya juga tidak
mempunyai kemungkinan untuk memperoleh
asset produksi jika dengan kekuataan sendiri.
2

3. Penduduk miskin pada umumnya memiliki


tingkat pendidikan yang rendah.
4. Banyak di antara penduduk miskin tidak
mempunyai fasilitas sehingga hidupnya tidak
layak.
5. Di antara penduduk miskin terdapat kelompok
dengan usia relatif muda dan tidak mempunyai
keterampilan atau pendidikan yang memadai
(Salim dalam Siagian, 2012:23-24)

2. Jenis – jenis Kemiskinan


Terdapat beberapa jenis kemiskinan yang dapat ditemukan
di dalam masyarakat Indonesia, sebagai berikut:

1) Kemiskinan Subjektif

Jenis kemiskinan ini sering terjadi karena beberapa orang


menganggap bahwa kebutuhannya belum terpenuhi secara
penuh, padahal sebenarnya ia bukanlah seseorang yang
hidup terlalu miskin. Hal ini terjadi karena anggapan dari
asumsi/pemikirannya sendiri. Contohnya adalah pengemis
musiman yang muncul pada saat bulan Ramadhan
dekat/tiba.

2) Kemiskinan Absolut

Jenis kemiskinan ini terjadi pada saat seseorang/ orang


yang menghidupi sebuah keluarga yang pendapatannya
dibawah rata-rata atau di bawah garis kemiskinan. Hal ini
menyebabkan ia tidak sanggup untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan sandang, pangan,
papan, kesehatan dan pendidikan. Jenis kemiskinan ini
yang biasanya kita sebut dengan keluarga yang tergolong
kurang mampu.

3) Kemiskinan Relatif

Jenis kemiskinan relatif terjadi karena adanya pengaruh


kebijakan pembangunan yang tidak menjangkau seluruh
lapisan masyarakat Indonesia sehingga menyebabkan
2

adanya ketimpangan pendapatan setiap orang atau


ketimpangan standar kesejahteraan. Contohnya adalah
lapangan kerja yang tidak memadai sehingga banyak
pengangguran di Kota Batam.

4) Kemiskinan Alamiah

Jenis kemiskinan alamiah disebabkan oleh keadaan


alamnya sendiri yang miskin atau langka akan sumber
daya alam. Hal ini menyebabkan produktivitas masyarakat
di daerah tersebut menjadi rendah. Contohnya adalah
penduduk Gambia di Negara terkecil di benua Afrika.
Mata pencaharian penduduk setempat adalah pertanian
dan peternakan, tetapi hal tersebut tidak didukung oleh
iklim dan kondisi tanah yang kurang subur. Hal ini
membuat masyarakat setempat hidup di bawah garis
kemiskinan.

5) Kemiskinan Kultural
Jenis kemiskinan ini dapat terjadi apabila
masyarakatnya memiliki sikap atau kebiasaan yang
malas, dimana ia tidak mau berusaha untuk
melakukan sesuatu agar dapat memperbaiki
kehidupannya. Adat istiadat setempat juga dapat
menjadi alasan utama para penduduknya menolak
ajaran modern untuk mengikuti zaman.

3. Fakir Miskin

Dinas Sosial Kepulauan Riau mengungkapkan


penyumbang terbesar angka kemiskinan berdasarkan
kabupaten/kota di Kepulauan Riau adalah Kota Batam.
Salah satu penyebabnya, karena banyaknya pendatang
dari berbagai daerah lain di Indonesia yang masuk dan
menggantungkan hidup di kota industri ini. Kemiskinan
menjadi faktor utama maraknya anak jalanan,
gelandangan, dan pengemis di jalan-jalan, pusat
pembelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Sebab masalah
utama yang hinggap
2

pada mereka ialah kemiskinan ini. Jika masalah itu tidak


tertangani, walaupun mereka ditangkap dan diberikan
pembinaan, kelaknya mereka pasti akan kembali ke jalan.

Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.”

Sehingga dengan jelas bahwa pemerintah pusat dan daerah


mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa para
fakir miskin dapat memperoleh hak-haknya, diantaranya
adalah memperoleh pelayanan perumahan yang layak dan
sehat. Jika hak tersebut tidak dipenuhi, maka amanat dari
Undang-Undang Dasar 1945 dan UndangUndang Nomor
3 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin belum
dilaksanakan dengan semestinya.18 Kemudian definisi
masyarakat miskin telah dijelaskan pada Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin dengan mengartikan fakir
miskin sebagai:

“Orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata


pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata
pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan
dirinya dan/atau keluarganya.”

Selanjutnya pada Pasal 1 angka 2 dijelaskan apa yang


dimaksud dengan penanganan fakir miskin sebagai
berikut:

“Upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang


dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan
kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi
untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.”
2

4. Hak-Hak Fakir Miskin


Hak-hak yang dimiliki oleh para fakir miskin juga
dijelaskan pada Pasal 3 Undang- Undang tentang
Penanganan Fakir Miskin yang berbunyi: “Fakir miskin
berhak:

A. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan


perumahan;
B. memperoleh pelayanan kesehatan;
C. memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan
martabatnya;
D. mendapatkan perlindungan sosial dalam
membangun, mengembangkan, dan
memberdayakan diri dan keluarganya sesuai
dengan karakter budayanya;
E. mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial
dalam membangun, mengembangkan, serta
memberdayakan diri dan keluarganya;
F. memperoleh derajat kehidupan yang layak;
G. memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
H. meningkatkan kondisi kesejahteraan yang
berkesinambungan; dan memperoleh pekerjaan
dan kesempatan berusaha.

2.2.3 Faktor Gelandangan dan Pengemis

Gelandangan dan pengemis disebut sebagai salah satu


penyakit sosial atau penyakit sosial (Patologi Sosial). Segala
bentuk tingkah lakudan gejalagejala sosial yang dianggap tidak
sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum
formal, atau tidak bisa di integrasikan dalam pola tingkah laku
umum dikatagorikan sebagai penyakit sosial atau penyakit
masyarakat. Pada umumya penyebab munculnya gelandangan dan
pengemis bisa dilihat dari faktor internal dan ekternal. Faktor
internal berkaitan dengan kondisi diri yang peminta-minta,
sedangkan faktor ekternal
2

berkaitan dengan kondisi diluar yang bersangkutan. Menurut


Dimas Dwi Irawan, ada beberapa faktor yang menyebabkan orang-
orang melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis tersebut,
yaitu;

a) Merantau dengan modal nekad Dari gelandangan dan


pengemis yang berkeliaran dalam kehidupan masyarakat
khususnya di kota-kota besar, banyak dari mereka yang
merupakan orang desa yang ingin sukses di kota tanpa
memiliki kemampuan ataupun modal yang kuat.
Sesampainya di kota, mereka berusaha dan mencoba
meskipun hanya dengan kenekatan untuk bertahan
menghadapi kerasnya hidup di kota. Belum terlatihnya
mental ataupun kemampuan yang terbatas, modal nekat,
dan tidak adanya jaminan tempat tinggal membuat mereka
tidak bisa berbuat apa-apa di kota sehingga mereka memilih
menjadi gelandangan dan pengemis.
b) Malas Berusaha Prilaku dan kebiasaan meminta-minta agar
mendapatkan uang tanpa usaha, payah cendrung membuat
sebagian masyarakat menjadi malas dan ingin enaknya saja
tanpa berusaha terlebih dahulu.
c) Cacat fisik Adanya keterbatasan kemampuan fisik dapat
juga mendorong seseorang untuk memilih seseorang
menjadi gelandangan dan pengemis dibidang kerja.
Sulitnya lapangan kerja dan kesempatan bagi penyandang
cacat fisik untuk medapatkan pekerjaan yang layak
membuat mereka pasrah dan bertahan hidup dengan cara
menjadi gelandangan dan pengemis.
d) Tidak adanya lapangan pekerjaan akibat sulit mencari kerja,
apalagi yang tidak sekolah atau memiliki keterbatasan
kemampuan akademis akhirnya membuat langkah mereka
sering kali salah yaitu menjadikan minta-minta sebagai
satu- satunya pekerjaan yang bisa dilakukan.
e) Tradisi yang turun temurun Menggelandang dan mengemis
merupakan sebuah tradisi yang sudah ada dari
zaman
2

kerajaan dahulu bahkan berlangsung turun temurun kepada


anak cucu.
f) Mengemis dari pada menganggur Akibat kondisi kehidupan
yang serba sulit dan didukung oleh keadaan yang sulit
untuk mendapatkan pekerjaan membuat beberapa orang
mempunyai mental dan pemikiran dari pada menganggur
maka lebih baik mengemis dan menggelandang.
g) Kemiskinan dan terlilit masalah ekonomi yang akut
Kebanyakan gelandangan dan pengemis adalah orang tidak
mampu yang tidak berdaya dalam menghadapi masalah
ekonomi yang berkelanjutan. Permasalahan ekonomi yang
sudah akut mengakibatkan orang-orang hidup dalam krisis
ekonomi hidupnya sehingga menjadi gelandangan dan
pengemis adalah sebagai jalan bagi mereka untuk bertahan
hidup.
h) Ikut-ikutan saja Kehadiran pendatang baru bagi
gelandangan dan pengemis sangat sulit dihindari, apalagi
didukung oleh adanya pemberitaan tentang gelandangan
dan pengemis yang begitu mudahnya mendapat uang di
kota yang akhirnya membuat mereka yang melihat
fenomena tersebut ikutikutan dan mengikuti jejak teman-
temannya yang sudah lebih dahulu menjadi gelandangan
dan pengemis.
i) Disuruh orang tua Biasanya alasan seperti ini ditemukan
pada pengemis yang masih anak-anak mereka bekerja
karena diperintahkan oleh orang tuanya dan dalam kasus
seperti inilah terjadi eksploitasi anak. Sementara itu,
Artidjo Alkostar dalam penelitiannya tentang kehidupan
gelandangan melihat bahwa terjadinya gelandangan dan
pengemis dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi sifat-sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang
tidak kuat, adanya cacat fisik ataupun cacat psikis.
Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, kultural,
ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan letak
geografis.
2

2.2.4 Tinjauan Tentang Kesejahteraan Sosial


2.2.5 Relevansi Praktek Pekerjaan Sosial

Kesejahteraan sosial berasal dari kata “sejahtera” yang


mengandung pengertian orang yang sejahtera yaitu hidupnya
bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, kekhawatiran
sehingga hidupnya aman, tentram baik lahir maupun batin. UU
No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1
menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
diri sehingga dapat melaksanakan fungsi

sosialnya.

Tujuan kesejahteraan sosial (Fahruddin, 2012:12) yaitu untuk


mencapai:

1. Kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya


standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan,
pangan, kesehatan dan relasi-relasi sosial yang
harmonis dengan lingkungannya.
2. Penyesuaian diri yang baik khususnya dengan
masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan
menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan
mengembangkan taraf hidup yang memuaskan

Friedlander dan Apte menyatakan bahwa adapun fungsi-


fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi tekanantekanan yang diakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan sosial-ekonomi, menghindarkan
terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif akibat
pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Fungsi-fungsi kesejahteraan tersebut antara lain:


2

1. Fungsi Pencegahan Kesejahteraan sosial ditujukan


untuk memperkuat individu, keluarga dan masyarakat
supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.
Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan
ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu
menciptakan pola- pola baru dalam hubungan sosial
serta lembaga-lembaga sosial baru.
2. Fungsi Penyembuhan Kesejahteraan sosial ditujukan
untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan
fisik, emosional dan sosial agar orang yang menglami
masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar
dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga
fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3. Fungsi Pengembangan Kesejahteraan sosial berfungsi
untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak
langsung dalam proses pembangunan atau
pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial
dalam masyarakat.
4. Fungsi Penunjang, Fungsi ini mencakup kegiatan-
kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau
bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain
(Fahrudin, 2012:12)

2.2.5 Relevansi Praktek Pekerjaan Sosial

1. Definisi Pekerja Sosial


“Pekerjaan sosial merupakan kegiatan profesional untuk
membantu individuindividu, kelompok-kelompok dan
masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta
menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan
mereka mencapai tujuan.” Sedangkan pekerjaan sosial
menurut Max Siporin (1975) dalam Adi Fahrudin (2012:61)
adalah:
“Pekerjaan sosial didefinisikan sebagai metode
kelembagaan sosial untuk membantu orang untuk
mencegah dan
2

memecahkan masalah-masalah sosial mereka, untuk


memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial
mereka.” Berdasarkan definisi diatas, kedua ahli
menyatakan bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu
profesi yang didalamnya melakukan kegiatan profesional
untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat guna
untuk memulihkan, memperbaiki, dan meningkatkan
keberfungsian sosial mereka.
2. Tujuan Pekerja Sosial
Pekerja sosial mempunyai tujuan “Perubahan yang
terkendali dan berencana dalam sistem kepribadian individu
dan sistem sosial”. Pekerjan sosial adalah profesi
pertolongan. Tujuan utama pekerja sosial adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan, terutama untuk populasi yang paling rentan.
Tujuan praktik pekerjaan sosial menurut Nation Association
of Social Worker (NASW) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang
untuk memecahkan
masalah, mengatasi, perkembangan.
b. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang
memberikan kepada mereka sumber-sumber, pelayanan-
pelayanan, dan kesempatankesempatan.
c. Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara
manusiawi dari sistemsistem yang menyediakan orang
dengan sumber-sumber dan pelayananpelayanan.
d. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial.
3. Prinsip Dasar Pekerja Sosial
Prinsip praktik pekerjaan sosial dan etika praktik
merupakan landasan bagi seorang pekerja sosial dalam
melakukan hubungan pertolongan dengan klien. Adapun
sikap yang harus dikembangkan oleh pekerja sosial saat
melakukan hubungan dengan klien diantaranya adalah,
3

Nonjudgemental, yakni pekerja sosial menerima klien


dengan apa adanya tanpa disertai prasangka ataupun
penilaian.
a) Penerimaan (Acceptance), yaitu prinsip pekerjaan
sosial yang fundamental yaitu dengan menunjukkan
sikap toleran terhadap keseluruhan dimensi klien.
b) Individualisasi, yaitu memandang dan
mengapresiasi sifat unik dari
c) klien.
d) Genuine/congruence, yaitu berarti pekerja sosial
sebagai seorang manusia yang berperan apa adanya,
alami dan tidak memakai topeng, serta pribadi yang
aseli dengan segala kekurangan dan juga
kelebihannya.
e) Self Determination, yaitu memberikan kebebasan
dalam mengambil keputusan oleh klien.
f) Mengontrol keterlibatan emosional, berarti pekerja
sosial mampu bersikap objektif dan netral.
g) Komunikasi (communication)
h) Prinsip komunikasi ini berkaitan erat dengan
kemampuanpekerja sosial untuk menangkap
informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh
klien. Pesan yang disampaikan klien dapat
berbentuk pesan verbal dan non-verbal. Pekerja
sosial perlu memperhatikan dan menyadari harapan
(ekspektasi) klien, sehingga komunikasi antara
praktisi dengan kliennya dapat tetap terjaga.
i) Kerahasiaan (confidentiality), yaitu pekerjaan sosial
harus menjaga kerahasiaan informasi seputar
identitas, isi pembicaraan dengan klien, dan juga
pendapat professional lain maupun catatan-catatan
kasus mengenai diri klien.
4. Peran Pekerja Sosial Dengan Gelandang dan Pengemis
3

Menurut Edi Suharto (2013: 97-103)


mendefinisikan beberapa peranan pekerjaan sosial yang
terkait dengan penanggulangan gelandangan dan pengemis
yaitu:

1) Fasilitator
Fasilitator sebagai tanggungjawab untuk
membantu klien menjadi mampu menangani
tekanan situasional atau transisional.
2) Broker
Menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga
atau pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber
yang diperlukan.
3) Mediator
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
melaksanakan peran mediator meliputi kontrak
perilaku, negosiasi, perdamaian pihak ketiga, serta
berbagai macam konflik.
4) Advocator
Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah
satu praktik pekerjaan sosial yang bersentuhan
dengan kegiatan politik untuk membela hak-hak
yang seharunya didapatkan oleh fakir miskin.
5. Keberfungsian Sosial
Max Siporin (1975) dalam Adi Fahrudin (2012:62)
menyatakan bahwa
“Keberfungsian sosial merujuk pada cara individu-individu
atau kolektivitas, seperti keluarga, perkumpulan,
komunitas, dan sebagainya berperilaku untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas kehidupan mereka dan
memenuhi kebutuhan- kebutuhan mereka.”
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan interaksi
antara orang dengan lingkungan sosialnya. Jadi orang yang
bermasalah adalah orang yang yang kurang mampu
3

berinteraksi dengan lingkungan sosialya dimana ia berada.


Oleh sebab itu, kegiatan pekerjaan sosial diarahkan untuk
membantu orang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
secara memadai.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pelelitian


Dalam penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode-metode untuk
menguji teori- teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel.
Variabel-variabel ini diukur sehingga data yang terdiri dari angka-angka
dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistic (Creswell, 2012 : 5).
Menurut Azwar (2011: 5) Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan
pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan
menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan
penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh
signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel
yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian
sampel besar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional dengan


tujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor
berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan
pada koefisien korelasi.

Dari jenis masalah yang ingin dikaji, penelitian ini merupakan penelitian
korelasi. Dimana penelitian korelasi, menurut Arikunto, adalah penelitian
yang dimaksud untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan atau pengaruh
antara dua variabel atau lebih (Arikunto, 2006 : 37).
3

3.2 Sumber Data


Sumber data dalam penelitian terdiri dari sumber data primer
dan data sekunder. Menurut Faisal, 2001:67 “Sumber data sekunder
adalah sumber data yang diperoleh dari studi dokumentasi baik dari
jurnal maupun dari referensi lainnya mengenai faktor terjadinya
gelandangan dan pengemis. Sumber sekunder merupakan subjek
penelitian menggunakan teknik purposive, yaitu penentuan subjek
ditetapkan secara sengaja oleh peneliti didasarkan atas kriteria atau
pertimbangan tertentu”

1. Data primer diperoleh berdasarkan hasil penyebaran kuesioner

(angket) kepada responden yaitu, warga yang menjadi

gelandangan dan pengemis terdiri dari gelanadanan dan pengemis

di Rukun Tetangga (RT) 06, 07, 08, dan 09 Rukun Warga 004

Kecamatan Sukajadi Kota Bandung. Sumber data primer

merupakan data yang langsung atau diperoleh dari sumber

pertama.

2. Data sekunder yang digunakan adalah dokumen-dokumen


mengenai

gelandangan dan pengemis serta penelitian terdahulu yang


aspeknya relative sama sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dan perbandingan. Sumber data sekunder
merupakan data yang tidak langsung diperoleh dari sumber
pertama dan digunakan peneliti sebagai data penunjang data
primer yang diperoleh
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang digunakan
oeneliti untuk memberikan keterangan dan Batasan mengenai
variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-
karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Peneliti
harus memilih dan menentukan definisi operasional yang
paling relevan bagi variabel yang ditelitinya (Azwar, 2011 :
74). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut
3

1. Faktor adalah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut

menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Faktor

dapat diartikan hal-hal di luar variabel yang akan kita ukur,

yang memengaruhi (menghambat, atau mendukung)

variabel yang akan kita ukur tersebut. Faktor bukanlah suatu

hal yang menggambarkan variabel kita, tapi justru hal-hal

yang akan memengaruhi variabel kita. Factor yang

dimaksud adalah mengenai factor pernyebab terjadinya

gelandangan dan pengemis

2. Penyebab adalah yang menyebabkan. Penyebab berasal dari

kata dasar Sebab. Penyebab memiliki arti dalam kelas

nomina atau kata benda sehingga penyebab dapat

menyatakan nama dari seseorang,tempat, atau semua benda

dan segala yang dibendakan. Penyebab yang dimaksud

adalah mengenai penyebab terjadinya gelandangan dan

pengemis

3. Gelandangan

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan


yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan
tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.
Gelandangan yang dimaksud adalah Gelandangan yang
tinggal dan mengembara di Kecamatan Sukajadi Kota
Bandung.

4. Pengemis

pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan

meminta-minta atau mengemia ditempat umum dengan

berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan


3

orang lain. Pengemis yang dimaksud adalah pengemis yang

tinggal atau mengembara di wilayah Kecamatan Sukajadi

Kota Bandung

5. Kecamatan Sukajadi

Kecamatan Sukajadi merupakan salah satu kecamatan di


Kota Bandung dan merupakan lokasi penelitian yang dipilih
oleh peneliti.

3.4 Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek


yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang
sama (Latipun, 2011 : 25). Sedangkan menurut Azwar
populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang
hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Kelompok
subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-
karakteristik bersama yang membedakannya dari
kelompok subjek yang lain (Azwar, 2011 : 77).
Adapun, populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat
warga
Kecamatan Sukajadi Kota Bandung
2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi


yang akan diteliti (Arikunto, 2006 : 131). Apabila
subyek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil
semua, sedangkan untuk subyek yang lebih dari 100
maka dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %
(Arikunto, 2006 : 134).

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini


dengan menggunakan random sampling atau sampel
acak. Dalam pengambilan sampelnya, peneliti
mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga
semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka
peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek
3

untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel


(Arikunto, 2010: 177).

3.5 Alat Ukur dan Pengujian Validitas Rehabilitas

3.5.1 Alat Ukur


Alat ukur yang akan digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan
skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur alasan , sebab,
sikap pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut
sebagai variabel penelitian.

Pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan faktor penyebab


terjadinya gelandangan dan pengemis di Kecamatan Sukajadi Kota
Bandung akan dituangkan dalam bentuk kuisioner. Kuisioner yang
digunakan disusun berdasarkan skala likert dengan kategori jawaban
dalam instrumen tersebut berupa sangat setuju, setuju, kurang setuju,
tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Skala likert memiliki banyak keuntungan, sehingga skala ini cukup


popular. Skala tersebut dengan mudah dan cepat bisa dibuat. Setiap
butir yang dimasukkan telah memenuhi uji empiris mengenai
kemampuan membedakannya. Karena responden akan menjawab
setiap butir, maka mungkin standar ini telah lebih andal dan
memberikan data yang lebih banyak. Skala ini mudah dipakai untuk
penelitian yang berfokus pada objek. Sehingga, kita dapat mempelajari
bagaimana respon berbeda dari satu orang ke orang lain dan
bagaimana respon berbeda antara berbagai objek.

Ukuran yang akan digunakan untuk menilai jawaban-jawaban yang


diberikan dalam menguji yaitu lima tingkatan, bergerak dari satu
sampai lima. Semua pertanyaan menggunakan pertanyaan positif,
maka untuk pertanyaan positif alternatif jawaban adalah (5-1).
3

3.5.2 Pengujian Validitas Rehabilitas


1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur,
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan
sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2007: 5).
Uji Validitas yanga akan digunakan oleh penelitian ini adalah uji Validitas
konstruk yang merupakan tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes
mengungkap suatu konstruk teoritik yang hendak diukur.
2. Reabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang


mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi
disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Walaupun reliabilitas
mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan,
kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam
konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya
(Azwar, 2007: 4).
Dalam penelitian ini, untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah dengan
menggunakan teknik ulangan. Dalam teknik ulangan alat ukur yang sama
diberikan kepada sejumlah subyek yang sama pada saat yang berbeda, dalam
kondisikondisi pengukuran yang relatif sama. Untuk mengetahui koefisien
korelasinya antara skor- skor pada tes pertama dan kedua dikorelasikan. Jika
koefisiennya tinggi maka reliabilitas alat ukur tersebut berarti tinggi.
3

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian faktor
penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis di Kecamatan Sukajadi,
Kota Bandung adalah sebagai berikut:

1. Angket (Kuesioner)

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam


penelitian ini mengenai faktor terjadinya gelandangan dan pengemis di
Kecamatan Sukajadi Kota Bandung . Kuesioner ini berisi item-item
pertanyaan tentang karakteristik responden, tempat tinggal asal responden,
alasan responden menjadi gelandangan dan pengemis, hambatan yang
dialami respondens dan harapan responden.

2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk


memperoleh informasi dari subjek (Arikunto, 2006 : 155). Adapun tujuan
dari metode wawancara ini digunakan untuk menggali data awal dalam
penelitian dan untuk melengkapi data. Untuk memperoleh informasi
mengenai faktor penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis di
Kecamatan Sukajadi Kota Bandung.

3. Observasi

Menggunakan observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya


dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen pertimbangan
kemudian format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau
tingkah laku yang digambarkan. Dari peneliti berpengalaman diperoleh
suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat,
tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian
kepada skala bertingkat. Misalnya memperhatikan proses kegiatan
gelandangan dan pengesmis pada saat bekerja bukan hanya mencatat
proses kerja tetapi, juga menilai proses kerja tersebut .

4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari


bahan bacaan, literatur, buku, dokumen, maupun data yang berkaitan
dengan faktor terjadinya gelandangan dan pengemis. Dalam penelitian ini
metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh informasi dari data
3

tertulis yang ada pada subyek penelitian dan yang mempunyai relevansi
dengan data yang dibutuhkan.

3.7 Teknik Analisa Data


Teknik analisis data merupakan langkah yang digunakan untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu Teknik


Skriptif yaitu statistik yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian
data sehingga dapat memberikan informasi yang berguna untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi. Teknik analisis ini juga memberikan deskripsi
awal untuk faktor terjadinya gelandangan dan pengemis di Kecamatan
Sukajadi Kota Bandung dalam penelitian.

3.8 Jadwal Penelitian dan Langkah - Langkah


Penelitian dijadwalkan selama dua bulan di. Balai Rehabilitasi
Sosial Penyandang Disabilitasi Sensorik Netra Wyata Guna
Bandung.

Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut:


a. Studi lapangan
Melalui studi lapangan, peneliti mempelajari dan memahami
situasi serta kondisi lokasi yang dijadikan sebagai latar
penelitian, yaitu Kecamatan Sukajadi Kota Bandung.terutama
berkaitan dengan variabel serta sasaran yang dijadikan sebagai
judul penelitian.

b. Penjajagan
Peneliti melakukan kunjungan langsung ke Kecamatan
Sukajadi Kota Bandung untuk menjelaskan maksud serta
tujuan dari kunjungan yang dilakukan.

c. Seminar proposal
Seminar proposal dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
melakukan penelitian yaitu dengan memaparkan rencana
penelitian. Seminar proposal dilakukan pada Mei 2022.

d. Penyusunan instrument penelitian


4

Penyusunan instrument penelitian dilakukan dengan


membuat pedoman wawancara, pedoman observasi, dan
pedoman studi dokumentasi.

e. Pengumpulan data lapangan


Proses pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara
wawancara mendalam, observasi partisipatif, serta studi
dokumentasi. Proses ini dilakukan sesuai dengan rencana
peneliti, namun masih dapat diubah sesuai dengan kondisi
lapangan.

f. Pengolahan dan analisis data


Pengelolaan data merupakan salah satu tahapan penelitian
untuk mengolah dan menguji data yang telah ditemukan.

g. Bimbingan dan Penulisan Laporan Penelitian


Bimbingan dan penulisan laporan penelitian dilakukan agar
skripsi yang akan disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah
imiah.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Jumlah Kemiskinan,


dapat diakses di
http://www.bps.go.id/releases/files/kemiskinan-01juli08,pdf,
(diakses padatanggal 20 mei 2021 pukul 16.21 Wib).

Peraturan mengenai gelandangan dan pengemis dapat diakses di http://pp31-


1980.doc (peraturan.go.id) (diakses padatanggal 20 mei 2021
pukul 16.21 Wib).

Peraturan laranagan gelandangan dan pengemis dapat diakses di


RUU KUHP: Tak Lagi Dipenjara, Gelandangan Maksimal
Didenda Rp 1 Juta (detik.com) , (diakses padatanggal 20 mei
2021 pukul 16.21 Wib).

Dampak gelandangan dan pengemis dapat diakses di


eprints.upnjatim.ac.id/4918/1/file1.pdf , (diakses padatanggal
29 mei 2021 pukul 16.21 Wib).

Analisis permasalahan sosial dapat diakses di


repositori.usu.ac.id/handle/123456789/17235 , (diakses
padatanggal 29 mei 2021 pukul 16.21 Wib).

Faktor Terjadinya Gelandangan dapat di akses di


https://wwwdayatranggambozo.blogspot.com/2011/05 ,
(diakses padatanggal 30 mei 2021 pukul 16.21 Wib).

Permasalahan kesejahteraan sosial dapat di akses di


4b5de9d0155400474419a0e41f71e1a9.pdf (unud.ac.id) ,
(diakses padatanggal 01 Juni 2021 pukul 16.21 Wib).

32

Anda mungkin juga menyukai