Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

Untuk Memenuhi Penilaian Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Pidana
pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Airlangga

OLEH
DEWI K, S.H.
NIM. 231221072
Kelas D

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
a. NAMA : DEWI K
NIM : 231221072
b. TUGAS MATA KULIAH “KAPITA SELEKTA HUKUM PIDANA”
c. TANDA TANGAN

SOAL

1. Sebutkan dan uraikan secara singkat 5 Karakteristik Ketentuan Tindak Pidana


berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 jo
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016.
2. Sebutkan dan uraikan secara singkat 5 Karakteristik Pemidanaan berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
3. Sebutkan dan uraikan secara singkat 5 Karakteristik Tindak Pidana Korupsi.
4. Uraikan dan jelaskan secara singkat, dengan memberikan contoh kasus konkrit
yang terjadi, 2 kasus pidana terkait COVID-19.

JAWABAN
1. Karakteristik Ketentuan Tindak Pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 jo Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah sebagai berikut:
1) Tindak pidana di bidang ITE merupakan tindak pidana biasa dan bukan tindak
pidana aduan sehingga meskipun tidak ada laporan dari masyarakat, jika ada
dugaan atau sangkaan sedang, akan dan sudah terjadi tindak pidana di bidang
ITE, maka penyelidik dan penyidik dapat langsung melakukan penyelidikan dan
penyidikan dan tidak perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat. Hal
tersebut dikecualikan pada ketentuan Pasal 45 ayat (3) berdasarkan Pasal 45
ayat (5) yang merupakan tindak pidana aduan sesuai dengan putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008.
2) Ketentuan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) merupakan Tindak Pidana Khusus yang artinya merupakan
kekhususan dari ketentuan tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUHP

1
yang merupakan perkembangan tindak pidana dalam KUHP yang dilakukan
melalui “media komputer” selain jenis-jenis tindak pidana yang di luar jangkuan
KUHP (Lex specialis derogat legi generalis).
3) Ketentuan pidana dalam UU ITE merupakan Tindak Pidana Khusus namun
bukan merupakan Hukum Pidana Khusus karena UU ITE hanya mengatur jenis
tindak pidana saja dan mengenai proses hukum acara pidana tetap mengacu
pada hukum acara pidana biasa yaitu KUHAP. Dengan demikian proses acara
pidananya tidak memenuhi persyaratan untuk dapat dikategorikan sebagai
hukum pidana khusus yang benar-benar menyimpang dari ketentuan KUHP
(sebagai ketentuan hukum pidana materiil umum) dan KUHAP (sebagai
ketentuan hukum pidana formil umum).
4) Stelsel pidananya merupakan “pidana alternatif kumulatif” yang tampak pada
diaturnya “pidana penjara dan/atau pidana denda” yang mengandung makna
bahwa hakim selain menjatuhkan pidana penjara, yang merupakan pidana
yang harus dijatuhkan maka hakim dapat memilih apakah selain pidana penjara
juga menjatuhkan pidana denda atau cukup pidana penjara tanpa pidana
denda.
5) Diaturnya pidana penjara paling lama. Hal ini memiliki kelebihan adanya
pengaturan dengan ancaman pidana penjara maksimal atau paling lama yaitu
memberikan keleluasaan kepada Hakim untuk menjatuhkan pidana sesuai
dengan tingkat derajat tindakan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana
artinya Hakim dapat mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan
hal-hal yang melingkupi atau aspek internal maupun eksternal pelaku tindak
pidana.
6) Adanya pengaturan tiindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dan adanya
pemberatan pidana terhadap korporasi yaitu pidana pokok ditambah 2/3 (dua
pertiga) namun hal tersebut menimbulkan tidak mungkin dilaksanakan
penjatuhan oleh Hakim karena sesuai dengan KUHP yang dimaksud dengan
pidana pokok adalah pidana penjara, seharusnya dengan tegas diatur bahwa
pidana pokok yang diatur untuk dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana
oleh korporasi adalah pidana denda ditambah 2/3 (dua pertiga).
7) Tidak diaturnya pidana tambahan kepada pelaku tindak pidana dan hanya
berkonsentrasi pada ancaman pidana pokok dan tidak memperhitungkan
pidana tambahan.

2
8) Keberadaan ketentuan pidana UU ITE meletakkan fungsi sanksi pidana
sebagai ultimum remedium sehingga keberadaan sanksi pidana diletakkan
sebagai saksi terakhir, dan yang diatur pertama kali adalah saksi perdata,
seperti dalam Bab VIII tentang Penyelesaian Sengketa, kemudian pada Bab XI
tentang Ketentuan Pidana.
9) UU ITE menempatkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah
sesuai dalam ketentuan Pasal 5 UU ITE. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP.
10) UU ITE tidak mengatur secara tersendiri tentang percobaan atau pembantuan
sehingga terkait dengan percobaan atau pembantuan berlaku ketentuan pasal
86 KUHP, sehingga apabila ada siapapun yang membantu atau mencoba
melakukan tindak pidana bidang ITE maka akan tetap dijatuhi pidana dengan
ancaman maksimum pidana pokok dikurangi 1/3 sesuai dengan ketentuan
Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
11) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu menurut UU ITE
kewenangannya mirip penyidik POLRI tetapi tidak dapat melakukan
penangkapan dan penahanan.

2. Karakteristik Pemidanaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012


tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) adalah sebagai berikut:
1) jenis pidana yang diatur dalam UU SPPA :
Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
1. Pidana peringatan;
2. Pidana dengan syarat:
a. pembinaan di luar lembaga;
b. pelayanan masyarakat; atau
c. pengawasan.
3. Pelatihan kerja;
4. Pembinaan dalam lembaga; dan
5. Penjara.
Pidana tambahan terdiri atas:
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
2. Pemenuhan kewajiban adat.
Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan
denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

3
Ketentuan tentang pidana penjara
1. Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir
2. Hanya dapat dijatuhkan apabila pelaku tindak pidana berumur 14 dan belum
berumur 18 tahun. (kurang dari 14 tahun tidak dapat dijatuhi pidana penjara,
hanya tindakan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 69 (2) UU SPPA.
3. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak
akan membahayakan masyarakat.
4. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu
perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
5. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas)
tahun.
6. Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di
LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat
(KUHP➔ 2/3 dari pidana maksimal).
7. Apabila tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana
yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Berdasarkan UU SPPA, maka pelaku tindak pidana anak, tikda dapat
dijatuhi pidana mati, seumur hidup dan pidana penjara 20 tahun. hanya
naksimum 10 tahun.
Dalam surat dakwaan, misalnya kasus di malang, syah-syah saja jpu,
mendakwa terdakwa anak dengan pasal 340 kuhp dengan ancaman pidana
mati, sumur hidup atau 20 tahun. namun dalam requisitoir, jpu wajib
menuntut paling lama 10 tahun penjara, demikian juga hakim wajib
menjatuhkan pidana penjara maksimum 10 tahun.
8. Dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau
mengenakan tindakan:
1. ringannya perbuatan,
2. keadaan pribadi anak,atau
3. keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau
4. yang terjadi kemudian
5. dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
9. Ciri khas pidana tambahan:

4
1. Tidak dapat dijatuhkan secara mandiri, artinya harus menyertai pidana
pokok;
2. Baru dapat dijatuhkan, manakala diatur dalam undang- undang tersebut;
3. Hakim bebas menjatuhkan pidana tambahan atau tidak menjatuhkan
pidana tambahan.
10. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18
(delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang
bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, anak tetap diajukan ke
sidang anak (pasal 20 sppa).
11. Melalui penafsiran secara a contrario, manakala dalam hal tindak pidana
dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan
diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui
batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi sudah mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun, anak tetap diajukan ke sidang dewasa.
12. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 102 UU SPPA yang berbunyi “pada
saat undang-undang ini mulai berlaku, perkara anak yang:
1. Masih dalam proses penyidikan dan penuntutan atau yang sudah
dilimpahkan ke pengadilan negeri tetapi belum di sidang harus
dilaksanakan berdasarkan hukum acara undang-undang ini; dan
2. Sedang dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan
berdasarkan hukum acara yang diatur dalam undang-undang tentang
pengadilan anak.
13. Ada 3 (tiga) predikat terkait “Anak Yang Berhadap Dengan Hukum” yaitu :
1. Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum (dalam KUHAP sama dengan
Tersangka atau Terdakwa).
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana.
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana.
14. Berdasarkan UU SPPA, maka anak yang belum berumur 12 tahun, yang
melakukan tindak pidana misalnya pembunuhan:
1. Berdasarkan sppa, maka anak yang belum berumur 12 tahun, yang
melakukan tindak pidana misalnya pembunuhan tetap tidak dapat
diproses secara pidana.

5
2. penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional
mengambil keputusan untuk:
- menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau .
- mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan
pembimbingan di instansi pemerintah atau lpks di instansi yang
menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat
maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan. (Pasal 21 UU SPPA).
15. Adanya Diversi yaitu merupakan kewajiban penyidik dan penuntut umum,
dengan ancaman sanksi manakala tidak dilaksanakan dengan ancaman
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak rp 200
juta, hakim, tidak ada kewajiban melaksanakan proses diversi. hal ini
berdasarkan putusan m.k nomor 110/puu-x/2012,
tanggurtghfdfmngmgmnjcnxctfgal 28 maret 2013. Diversi dilaksanakan
dalam hal tindak pidana yang dilakukan (kumukatif dan bukan alternatif):
A. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
B. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
16. Adanya Konsep Restorative Justice (RJ) yang merupakan kewajiban
penyidik dan penuntut umum, dengan ancaman sanksi manakala tidak
dilaksanakan dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak Rp.200.000.000.- (dua ratus juta rupiah). Dalam
hal ini, Hakim tidak ada kewajiban melaksanakan proses diversi. hal ini
berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110/PUU-X/2012,
tanggal 28 Maret 2013.

3. Karakteristik Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut:


1) Lex Spesialis (KUHP Genus)
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi merupakan aturan yang mempunyai
sifat kekhususan, baik menyangkut Hukum Pidana Formal (Acara) maupun
Materil (Substansi). Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari
hukum pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang
berbeda dengan hukum pidana umum. Tindak pidana korupsi mempunyai
hukum acara khusus yang menyimpang dari ketentuan hukum acara pada
umumnya. Hukum Acara Pidana yang diterapkan lex specialist adalah
penyimpangan-penyimpangan yang dimaksudkan untuk mempercepat

6
prosedur dan memperoleh penyidikan penuntutan serta pemeriksaan disidang
dalam mendapatkan bukti-bukti suatu perkara pidana korupsi.
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengambil semua unsur-unsur tindak
pidana korupsi yang diatur dalam KUHP untuk selanjutnya diatur secara
khusus dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
2) Extraordinary crime
Tindak pidana korupsi bersifat tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary
crimes) karena bersifat sistemik, endemik yang berdampak sangat luas
(systematic dan widespread) yang tidak hanya merugikan keuangan negara
tetapi juga melanggar hak sosial dan ekonomi masyarakat luas sehingga
penindakannya perlu upaya comprehensive extra ordinary measures sehingga
banyak peraturan, lembaga dan komisi yang di bentuk oleh pemerintah untuk
menanggulanginya.
3) Transnational crime
Korupsi sebagai kejahatan internasional yang bersifat transnasional
(transnational crime) terorganisir secara tegas dirumuskan dalam Preambule
United Nation Convention Against Corruption 2003 yang meyakini bahwa
korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal tetapi merupakan fenomena
Internasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat ekonomi yang
menjadikan kerjasama Internasional untuk mencegah dan mengendalikan
sangat penting. Mendasar pada preambule UNCAC menunjukkan bahwa
alasan dikualifikasikannya korupsi sebagai kkejahatan Internasional dan
Transnasional yaitu akibat korupsi dapat mengancam perdamaian dan
keamanan Internasional dan adanya hasil tindak pidana korupsi yang disimpan
pada bank negara lain (money laundering) yang pada akhirnya melibatkan
negara dan warganegara lain.
4) Sistematically crime
Tindak pidana korupsi bersifat sistemik, endemik yang berdampak sangat luas
(systematic dan widespread) yang tidak hanya merugikan keuangan negara
tetapi juga melanggar hak sosial dan ekonomi masyarakat luas. Bentuk
kejahatan struktural sebagai korupsi sistemik inilah yang memasukkan format
korupsi sebagai bagian dari kejahatan yang terorganisasi. Korupsi yang
melanda hampir seluruh dunia ini merupakan kejahatan struktural yang meliputi
sistem, organisasi, dan struktur kekuasaan. Karena itu, korupsi begitu menjadi

7
sangat kuat dalam konteks perilaku politik dan sosial. Yang dimaksud ”sistem”
memiliki makna yang komprehensif, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu
proses yang signifikan. ”Korupsi” sudah menjadi bagian dari ”sistem” yang ada.
Dalam hal ini, Korupsi kelembagaan merupakan bentuk kejahatan yang sulit
pembuktiannya karena tumbuh dan berdampak pada aspek ekonomi, hukum,
dan politik.
5) Organized Crime
Korupsi merupakan tindak pidana terorganisir yang berkaitan dengan pejabat
publik atau pelayanan publik baik dalam tingkat Nasional dan atau Internasional
yang mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Adanya suatu kelompok terstruktur dalam periode waktu tertentu;
2. Adanya kelompok tertentu yang tergabung dalam suatu korporasi yang
melakukan tindak pidana korupsi;
3. Mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial secara
langsung atau tidak langsung.
6) Crime No Victimization
Korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan tanpa korban karena
merupakan kejahatan yang tidak menimbulkan penderitaan terhadap korban
secara langsung. Dalam hal ini, korban yang ditimbulkan adalah si pelaku
sendiri yaitu keuangan Negara atau perekonomian Negara. Korupsi sebagai
Kejahatan tanpa korban merupakan perbuatan melawan hukum yang dimulai
dari keinginan pelaku tindak pidana untuk mendapatkan sesuatu dengan cara
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara.
7) Meskipun Uang Hasil Korupsi Dikembalikan, Tidak Menghapus Sifat Melawan
Hukum Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang tipikor dirumuskan pengembalian
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan
dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3. Bahwa penjelasan Pasal 4 menyebutkan :
Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
dan Pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian
kerugian negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana
terhadap pelaku tindak pidana tersebut pengembalian kerugian keuangan

8
negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang
meringankan.
Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan penjelasan Pasal 4 Undang-
Undang tipikor di atas, nampak bahwa dengan tegas bahwa Undang-Undang
tersebut mengatur meskipun tersangka / terdakwa sudah mengembalikan
“hasil korupsinya”, maka hal ini tidak menghilangkan sifat melawan hukum
tindak pidana yang dilakukan tersangka / terdakwa, namun hanya menjadikan
keringanan pidana (klementie).
8) Penyidiknya Ada 3 Yaitu POLRI, Kejaksaan Dan KPK
Kewenangan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi bagi
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diinstruksikan dalam
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi, Huruf Kesebelas butir 10 diinstruksikan
kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lembaga lain yang berwenang menurut lingkup tupoksi atau tugas dan
fungsi Kejaksaan Agung Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Selain itu, menurut Undang- Undang No. 30 Tahun 2002 dibentuk
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), yang merupakan
lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun sehingga
pembentukan komisi ini bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
9) Alat bukti Elektronik dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi secara tegas menjelaskan bahwa
informasi elektronik dan dokumen elektronik merupakan perluasan dari alat
bukti petunjuk berdasarkan Pasal 184 Ayat (1) huruf d KUHAP.

4. Kasus pidana terkait COVID-19


1) Wakil Ketua DPRD Tegal, Wasmad Edi Susilo, S.H Bin (alm) SUDARNO
menjadi tersangka pelanggaran protokol kesehatan berdasarkan Undang-
Undang Kekarantinaan Kesehatan setelah menggelar konser dangdut saat
pandemi. Konser dangdut itu digelar di lapangan Tegal Selatan pada tanggal

9
23 September 2020. Berdasarkan gelar perkara, polisi mengetahui bahwa
Wasmad tidak meminta izin penyelenggaraan konser musik. Ia hanya meminta
izin untuk menggelar hajatan pernikahan sang anak dan khitanan sang cucu,
tanpa mengatakan akan menggelar konser dangdut. Kemudian, berdasarkan
Putusan Pengadilan Tegal Nomor: Nomor 123/Pid.Sus/2020/PN Tgl tanggal 12
Januari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tegal menjatuhkan putusan
sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa Wasmad Edi Susilo,S.H Bin (alm) SUDARNO. telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Kekarantinaan Kesehatan dan Tidak mematuhi perintah yang diberikan
oleh Pejabat yang sah, sebagaimana dalam dakwaan ke- I dan dakwaan
ke-II Penuntut Umum;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 6 (enam) Bulan dan Denda sejumlah Rp. 50.000.000,-
(Lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak
dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) Bulan;;
3. Menetapkan Pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari
ada putusan Hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana
melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 (satu)
Tahun berakhir;
4. Menetapkan barang bukti berupa:
- Asli 1 ( satu ) lembar surat keterangan pengantar yang di terbitkan Ketua
RT 01 Rw. 1, nomor : B/107/VIII/2020 tertanggal 30 Agustus 2020
- Asli 1 ( satu ) lembar surat keterangan pengantar yang di terbitkan
Kelurahan kalinyamat wetan kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal
Nomor : 730/10/IX/2020 tertanggal 01 September 2020.
- Asli 1 ( satu ) lembar surat pernyataan yang di tanda tangani oleh
terdakwa Wasmad Edi Susilo tertanggal 01 September 2020.
- Asli 1 ( satu ) lembar surat ijin yang diterbitkan Polsek Tegal Selatan
nomor : SI/43/IX/2020/Sek. Galsel tertanggal 01 September 2020.
- Asli 2 ( dua ) lembar surat yang diterbitkan Polsek Tegal Selatan nomor
: B/53/IX/2020/Sek. Tegal Selatan tertanggal 23 September 2020 perihal
peninjauan ulang atas surat ijin nomor : SI/43/IX/2020/Sek. Galsel.
Terlampir dalam Berkas Perkara

10
- 1 ( satu ) keping DVD berisi rekaman video ulasan acara hajatan
pernikahan dan khitanan yang diadakan oleh terdakwa Wasmad Edi
Susilo, SH pada hari Rabu tanggal 23 September 2020 berdurasi 15
menit 16 detik.
Dirampas untuk dimusnahkan
- 2 ( dua ) buah buku tamu.
- 1 ( satu ) lembar undangan pernikahan Mella Audina Kusuma, A.Md,
Kep dan Sultanul Faqih dan Khitanan Billy Sandi yang diadakan oleh
Saudara Wasmad Edi Susilo, SH pada hari Rabu tanggal 23 September
2020.
Dikembalikan kepada Terdakwa Wasmad Edi Susilo, S.H Bin (alm)
SUDARNO.
5. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah
Rp. 5000,- (lima ribu rupiah);

Bahwa terdakwa Wasmad Edi Susilo, S.H Bin (alm) SUDARNO telah terbukti
secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana kekaratinaan
kesehatan dan tidak mematuhi perintah yang diterbitkan oleh pejabat yang sah
sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekaratinaan Kesehatan jo. Pasal 14 huruf a KUHP.

2) Tokoh Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab menjadi tersangka dalam
perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Perkara pertama, yaitu
pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di Petamburan, Jakarta. Pada
tanggal 14 November 2020, beberapa hari setelah Rizieq Shihab kembali ke
Tanah Air, ia menggelar acara Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus
pernikahan putrinya. Acara ini menimbulkan kerumunan massa karena dihadiri
masyarakat dengan jumlah yang masif tanpa memperhatikan protokol
kesehatan. Dalam perkara ini, ia ditetapkan sebagai tersangka bersama lima
orang lainnya. Rizieq didakwa melanggar Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 93
UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP dan Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, tersangka HU, MS, AAA, ASL, dan IAH didakwa melanggar
Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal

11
55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bahwa untuk kasus kerumunan Petamburan, Habib Rizieq Shihab (HRS) dkk
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Nomor:221/Pid.Sus/2021/PN Jkt.Tim tanggal 27 Mei 2021 Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa MOH.RIZIEQ Bin SAYYID HUSEIN SHIHAB Alias


HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan pada
dakwaan Kelima Pasal 82 A ayat (1) Jo Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2017 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2
tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 17 tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-undang Jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 10 Huruf b KUHP Jo Pasal 35 ayat (1) KUHP;
2. Menyatakan membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Kelima tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa MOH.RIZIEQ Bin SAYYID HUSEIN SHIHAB Alias
HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB, tersebut diatas telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Tidak mematuhi
kekarantinaan kesehatan dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana
didakwakan pada dakwaan Ketiga Pasal 93 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo. Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP ;
4. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa dengan pidana penjara selama 8
(delapan) bulan;
5. Menyatakan lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan;
6. Menetapkan Terdakwa agar tetap dalam tahanan;
7. Menetapkan barang bukti berupa :

1) 1 (satu) buah flashdisk merk sandisk warna hitam ukuran 128 GB berisi
50 FILE Rekaman CCTV chanel 01 dengan ukuran 58,6 GB, yang
berisikan video CCTV yang terdapat pada sebuah rumah yang
beralamat di Jl. K.S. Tubun Raya Nomor 6, Slipi, Jakarta Pusat;

12
2) 1 (satu) buah USB 3.0 Hard Drive Merk Toshiba Ukuran 1 TB warna
hitam dengan Nomor seri Y9IBT0HGTRPG yang berisikan antara lain
Video CCTV milik PT. Wahana Jaya Kirana Jl. K.S. Tubun Raya Nomor
72, Slipi, Jakarta Pusat, Video yang bersumber dari akun youtube Front
TV dan Front Chanel dengan berjudul diantaranya HADIRI &
SYIARKANLAH MAULID AKBAR BERSAMA FRONT PEMBELA
ISLAM, HIMBAUAN KETUA PANITIA NABI MUHAMMAD SAW,
PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW-DPP FPI, AKAD
NIKAH PUTRI HABIB RIZIEQ SYIHAB DENGAN HABIB IRFAN
ALAYDRUS, PERINGATAN MAULID MAJELIS TAKLIM AL AFAF
ALHABIB ALI BIN ABDURRAHMAN ASSEGAF yang berisi undangan
Rizieq kepada jamaah untuk menghadiri akad nikah putrinya dan maulid
Nabi Muhammad di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat;
3) 1 (satu) lembar asli Surat Pernyataan bermaterai Rp.6000,- (enam ribu
rupiah) tulisan tangan atas nama Muhammad Alatas, tanggal 15
November 2020;
Dan seterusnya … sampai dengan barang bukti nomor 112.
Barang bukti keseluruhan tersebut di atas dipergunakan dalam
pembuktian perkara terpisah atas namaTerdakwa H. HARIS
UBAIDILLAH, S.Pdi Dkk Nomor Register Perkara
222/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM,
8. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,-
(lima ribu rupiah).

13

Anda mungkin juga menyukai