Anda di halaman 1dari 18

CLINICAL EXPOSURE III

LAPORAN KASUS 4
PUSKESMAS CARINGIN

INFEKSI SALURAN KEMIH

Nama: Cindy Clarissa Thandy


NIM: 01071180028

Pembimbing:
dr. Florentina

Faculty of Medicine Universitas Pelita Harapan


Lippo Karawaci, Tangerang
2020
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas Pasien

Nama : Nn.PS

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 22 tahun

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Tempat Tinggal : Legok

Status Pernikahan : Belum menikah

Pendidikan Terakhir :-

Nomor Rekam Medis :-

1.2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 Februari di Puskesmas


Caringin, Tangerang.

1.2.1. Keluhan

Keluhan utama : Nyeri buang air kecil (BAK) sejak 5 hari yang lalu.

Keluhan tambahan : Nyeri perut bagian bawah dan demam.

1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil sejak 5 hari
yang lalu. Nyeri yang dirasakan bersifat tajam, seperti terbakar, dan perih di
daerah kelamin. Nyeri tidak menjalar dan hanya timbul sesaat ketika pasien
selesai BAK. Pasien mengatakan rasa nyeri berada di angka 6 dari 10. Tidak
ada faktor yang memperberat maupun memperingan rasa nyeri. Pasien
mengaku merasa anyang-anyangan dan frekuensi BAK tambah sering yaitu
mencapai 10-12 kali setiap harinya di hari ke-4. Pasien mengatakan BAK
juga dilakukan pada malam hari sehingga mengganggu tidur. Pasien
mengaku kesulitan menahan kecing dan setiap BAK jumlah keluarnya sedikit
sehingga alirannya lemah. Pasien mengatakan warna kencing yang
dikeluarkan kuning pekat, keruh, dengan bau yang menyengat serta
menyangkal adanya darah, pasir, atau nanah. Pasien mengaku adanya tetesan
kencing pada akhir BAK dan mendeskripsikan kondisinya sebagai BAK yang
tidak selesai. Pasien menyangkal adanya rasa gatal pada daerah kelamin atau
keputihan. Pasien juga mengaku adanya nyeri yang berawal di perut bagian
bawah dan tidak menjalar sejak 5 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan seperti
ditekan dan hilang timbul. Nyeri yang dirasakan pasien berada di angka 5
dari 10. Tidak ada faktor yang memperberat maupun memperingan rasa
nyeri. Pasien mengeluhkan adanya demam yang muncul 4 hari yang lalu
tanpa adanya rasa menggigil. Demam datang secara tiba-tiba tetapi pasien
belum mengukur suhu tubuhnya. Pasien belum mengonsumsi obat apapun
untuk mengatasi rasa nyeri atau demam. Pasien menyangkal adanya
gangguan pola menstruasi, dimana menstruasi terakhir adalah 2 minggu yang
lalu. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, batuk, pilek, penurunan nafsu
makan, atau keluhan lainnya. Buang air besar tidak nyeri, tidak bewarna
hitam dan tidak ada darah.

1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien


menyangkal riwayat penyakit hipertensi, diabetes, asam urat tinggi,
kolesterol tinggi, atau Tb paru. Pasien belum pernah menjalani operasi,
maupun rawat inap. Pasien tidak pernah mengalami trauma berat sejauh yang
ia ingat.

1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan bahwa ibu dari pasien memiliki riwayat penyakit infeksi
saluran kemih. Lain dari itu, keluarga pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, diabetes, asam urat tinggi, kolesterol tinggi, atau Tb paru.

1.2.5. Riwayat Pengobatan

Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan secara rutin.


1.2.6. Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

1.2.7. Riwayat Lingkungan Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di Legok dan menyatakan tidak ada wabah yang sedang
menyebar di sana. Pasien mengatakan tidak mengetahui apakah ada orang di
lingkungan tempat tinggal pasien yang mengalami hal serupa. Pasien tinggal
bersama 6 orang lainnya yaitu ibu, ayah, nenek, dan 2 orang adik. Pasien
mengaku kebersihan lingkungan rumahnya cukup terjamin. Pasien sedang
tidak memiliki pekerjaan tetap. Biaya pengobatan pasien ditanggung BPJS.
Kesan sosial pasien adalah menengah kebawah.

1.2.8. Riwayat Kebiasaan

Pasien mengatakan bahwa ia tidak merokok atau meminum kopi. Pasien


menyangkal meminum alkohol. Pasien mengatakan tidak sedang aktif
berhubungan seksual maupun mengonsumsi pil KB. Pasien memiliki
aktivitas sehari-hari membantu ibunya dengan pekerjaan rumah
tangga .Pasien mengaku memiliki kebiasaan cebok gerakan belakang ke
depan dan kurang menjaga higenitas genitalia. Pasien tidak selalu mencuci
tangan sebelum atau sesudah BAB, BAK, mau pun aktivitas lainnya. Pasien
mengatakan sering menahan kencing dengan alasan ingin menyelesaikan
pekerjaan di rumah terlebih dahulu.

1.3. Hasil Pemeriksaan Fisik

1.3.1. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Keadaan umum : Sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 M6 V5 (15)

Tanda-tanda vital

Tekanan darah (BP) : 110/80 mmHg

Detak jantung (HR) : 80x/menit


Frekuensi pernapasan (RR) : 15x/menit

Temperatur : 37.8oC per frontal

1.3.2. Data Antopometri

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 46 kg

BMI : 17.97

Status gizi : Underweight (BMI Asia Pacific)

1.3.3. Pemeriksaan Umum

SISTEM DESKRIPSI

*Pemeriksaan tidak dilakukan

Kulit Turgor normal*

Tidak ada hiperpigmentasi*

Sianosis (-)*

Edema (-)*

Tidak terdapat luka bekas operasi maupun trauma*

Wajah Simetris

Kepala Bentuk kepala normal (normocephal)

Tidak terdapat deformitas

Tidak terdapat luka bekas operasi maupun trauma

Rambut tersebar, kuat, tidak mudah rontok*

Kulit kepala normal*

Mata Palpebra simetris

Ukuran pupil normal dan simetris


Konjungtiva sedikit anemis

Sklera tidak ikterik

Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Hidung Simetris tidak terdapat deviasi atau polip

Tidak mengeluarkan sekret maupun darah*

Tidak ada pernapasan cuping hidung*

Telinga Daun telinga simetris antara kiri dan kanan

Fungsi pendengaran normal

Tidak mengeluarkan sekret maupun darah

Mulut Bibir tidak mengalami sianosis

Mukosa mulut tidak hiperemis

Mukosa mulut tampak kering

Tidak ada deviasi uvula

Lidah bersih dan bewarna merah muda

Tidak ada gingivitis

Tenggorokan Tidak ada pembesaran tonsil (T1/T1)

Faring tidak hiperemis

Leher Tidak ada kaku kuduk*

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening*

Tidak terdapat deviasi trakea*

Tidak teraba pembesaram kelenjar tiroid*

Pemeriksaan Fisik Toraks

Inspeksi Tidak ada bekas luka, hiperpigmentasi, atau venektasi*


Bentuk dada normal dan simetris dalam keadaan statis *

Pengembangan dinding toraks simetris*

Retraksi ICS (-)*

Palpasi Tactile vocal fremitus seimbang dan simetris pada seluruh


lapang dada*

Pengembangan dada simetris*

Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan*

Batas paru hepar normal*

Batas paru-gaster normal*

Auskultasi Suara nafas vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)*

Pemeriksaan Fisik Jantung

Inspeksi Tidak ada bekas luka, venektasi, hiperpigmentasi*

Tidak terlihat pergerakan ictus cordis*

Palpasi Pergerakan ictus cordis tidak teraba*

Heave (-)*

Thrill (-)*

Auskultasi Suara jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)*

Pemeriksaan Fisik Abdomen

Inspeksi Tidak ada bekas luka, caput medusae, kontor usus, hematoma,
maupun hernia umbilicalis*

Auskultasi Frekuensi bising usus normal

Bruit (-)

Metallic sound (-)

Perkusi Timpani pada kesembilan region abdomen*


Shifting dullness (-)*

Palpasi Nyeri tekan suprapubic (+)

Nyeri lepas (-)

Tidak terdapat massa*

Tidak teraba adanya pembesaran


hepar, limpa, atau ginjal*
*
Nyeri tekan McBurney (-) *
NT (+)
Rovsing sign (-)* NL (-)

Psoas sign (-)*

Obturator sign (-)*

Blumberg sign (-)*

Murphy sign (-)*

Nyeri ketok CVA (-)

Pemeriksaan fisik ekstremitas

Superior* Inferior*

Akral Hangat -/- +/+

Sianosis -/- -/-

Tidak terdapat deformitas

Tidak terdapat clubbing finger

Penilaian tes CRT normal (<2 detik)

Arteri dorsalis pedis teraba simetris

1.4. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang oleh pihak Puskesmas. Saran pemeriksaan
penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah urinalisis untuk memeriksa
piuria dan bakteriuria serta kultur urin untuk melihat keberadaan dan jumlah koloni
bakteri (cutoff diagnosis UTI: >105 CFU/mL)

1.5. Diagnosis

1.5.1. Diagnosis Kerja

Dysuria et causa cystitis

1.5.2. Diagnosis Banding

Pyelonephritis

Vaginitis

1.6. Tata Laksana

1.6.1. Non Medikmentosa

- Pasien dihimbau untuk mempelajari dan membiasakan membersihkan


daerah kelamin dengan baik dan benar (dari depan ke belakang)

- Pasien disarankan untuk mendapat asupan cairan yang banyak

- Pasien dihimbau untuk menjaga kebersihan dengan rutin mencuci tangan


dengan baik dan benar

1.6.2. Medikamentosa

Tata Laksana Medikamentosa Tata Laksana Medikamentosa Teori


Puskesmas

Broad Spectrum Antibiotic (Fluoroquinolone)

Ciprofloxacin Tabs 500 mg No.VI

2 dd cap 1

PC

Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug

Paracetamol Tabs 500 mg No. X

p.r.n (sekali minum 1 tablet)


1.7. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad fungsionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam

1.8. Resume

Pasien Nn.PS usia 22 tahun datang dengan keluhan nyeri saat urinasi (dysuria)
sejak 5 hari lalu. Nyeri yang timbul sesaat selesai BAK bersifat tajam, seperti terbakar,
dan perih di daerah kelamin. Rasa nyeri yang dirasakan berada di angka 6 dari 10.
Pasien merasa ragu-ragu ingin berkemih (hesitancy). Frekuensi urinasi pasien
berprogresif bertambah sering yaitu mencapai 10-12 kali setiap hari pada hari ke-4.
BAK juga dilakukan pada malam hari dan mengganggu tidur pasien (nocturia). Pasien
mengaku sulit menahan kencing (urgensi) dan urin yang dikeluarkan sedikit dengan
aliran lemah. Warna urin kuning pekat, keruh, dengan bau menyengat. Ada tetesan
kencing pada akhir urinasi seperti prosesnya tidak tuntas. Pasien mengalami nyeri yang
berawal di perut bagian bawah sejak 5 hari yang lalu. Nyeri seperti ditekan dan hilang
timbul. Rasa nyeri berada di angka 5 dari 10. Pasien mengalami demam yang datang 7
hari yang lalu secara tiba-tiba dan bersifat progresif. Ibu dari pasien memiliki riwayat
penyakit infeksi saluran kemih. Pasien memiliki kebiasaan cebok dengan gerakan dari
anus terlebih dahulu baru ke vagina. Pasien kurang menjaga higenitas genitalia. Pasien
tidak rutin mencuci tangan sebelum dan sesudah BAB, BAK, mau pun aktivitas lainnya.
Pasien mengatakan sering menahan kencing dengan alasan ingin menyelesaikan
pekerjaan di rumah terlebih dahulu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien
underweight, demam dengan suhu 37.8oC, dan nyeri tekan suprapubis positif.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan invasi mikroorganisme dalam saluran


kemih mulai dari ginjal, ureter, vesica urinaria, uretra, duktus koligentes, dan prostat. [1]

2.2. Klasifikasi

Klasifikasi ISK secara anatomis adalah sebagai berikut: [1]

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

a. Pielonefritis

b. Prostatitis

c. Abses intrarenal

d. Abses perinefrik

2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah

a. Sistitis

b. Uretritis

2.3. Epidemiologi dan Faktor Risiko

ISK bergantung pada beberapa faktor seperti usia, prevalensi bakteriuria, dan
faktor predisposisi yang berpengaruh pada modfikasi struktur aluran kemih termasuk
ginjal. ISK lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra
yang lebih pendek dan letak yang berdekatan dengan anus sehingga gampang
terkontaminasi oleh feces. Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria
bermakna pada 1-4% gadis pelajar yang kemudian akan meningkat menjadi 5-10% pada
perempuan usia subur, dan sekitar 10% pada perempuan yang usianya melebihi 60
tahun. Perempuan yang memiliki riwayat bakteriuria akan lebih mudah terkena ISK
berulang terutama di kasus gadis pada masa dewasanya yaitu setelah menikah atau
kehamilan. Hubungan seksual yang sering, kehamilan, keputihan, dan menopause
merupakan faktor risiko ISK. [2]

2.4. Etiologi

Penyebab dari ISK yang paling sering adalah bakteria walaupun bisa disebabkan
juga oleh jamur, virus, dan parasit. Patogen yang umum berperan dalam ISK adalah: [3]
1. Eschericia coli menyebabkan 75% ISK tanpa komplikasi dan bakteri ini sering juga
ditemukan pada ISK dengan komplikasi.

2. Klebsiella sering menyebabkan ISK tanpa komplikasi, yang didapatkan dari


lingkungan komunitas sekitar.
3. Proteus bakteri gram negatif yang menyebabkan urin basah dan berperan banyak
dalam pembentukan batu struvite.

4. Enterococcus merupakan penyebab paling sering ISK akibat gram positif. Infeksi
oleh bakteri ini dapat berakar dari administrasi pengobatan antibiotik sebelumnya,
pemasangan instrumen urologis, serta uropati yang bersifat obstruktif.

5. Pseudomonas sering disebabkan oleh uropati obstruktif.

6. Staphylococcus sering menyerang pada pasien DM.

2.5. Patofisiologi

Dalam proses fisiologis, bakteri dalam kandung kemih dapat dikeluarkan


melalui aliran urin. Kandungan urea dan osmolaritas urin yang tinggi juga menghambat
pertumbuhan bakteri. Namun, karena faktor risiko yang disebutkan di awal
meningkatkan kerentanan kolonisasi mikroorganisme penyebab ISK. Infeksi dapat
terjadi dari 3 cara yaitu: 1. Aliran darah dari usus halus atau lainnya ke saluran kemih;
2. Saluran getah bening dari usus besar ke buli-buli atau ginjal; 3. Secara asendes yaitu
migrasi mikroorganisme melalui saluran kemih mulai dari uretre, ke buli-buli, ke ureter,
lalu ginjal. Cara asendens merupakan cara paling umum penyebaran infeksi bakteri di
kasus ISK. Oleh karena uretra perempuan yang lebih pendek dibanding laki-laki maka
mudah terjadi kontaminasi yang berasal dari vagina dan rektum. Jika dibiarkan bisa ke
bagian tubuh lain lewat vena renalis menyebabkan sepsis.

Patogen yang berhasil berkolonisasi akan mengaktifkan proses inflamasi dimana


sel radang akan bermigrasi ke area tersebut. Bakteri menghindar dari sistem imun
karena faktor virulensi yaitu membuat biofilm dimana bakteri berkumpul dan
menempelkan diri ke dinding saluran kemih sebagai respon pertahanan melawan sel
radang. Perlekatan ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan epitel dinding saluran
kemih dan mengaktifkan proses inflamasi.

Pada pasien dengan ISK, obstruksi dapat menyebabkan retensi urin sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan di vesika urinaria serta penebalan dinding vesika.
Dari sini, kontraksi vesika akan menurun dan menimbulkan tahanan kandung kemih.
Urin yang tertahan pada kandung kemih dalam jangka waktu yang lama yaitu lebih dari
12 jam akan menjadi media yang kondusif bagi perkembangbiakan mikroorganisme. [2,4]

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala yang dialami adalah berdasarkan organ apa dari saluran kemih yang terinfeksi: [1]

1. Pielenonefritis akut: demam, mual dan muntah, nyeri abdomen, diare. Dapat
ditemukan juga gejala sistitis. Nyeri ketok CVA juga akan positif dan urinalisis
menunjukan silinder leukosit.

2. Prostatitis: nyeri perineum, demam, prostat. Pada kasus kronik, gejalanya serupa
dengan sistitis.

3. Sistitis: Trias (disuria, frekuensi, urgensi), nyeri suprabupik atau sering dikatakan
sebagai nyeri pinggang bawah. Urin keruh, berbau tidak sedap, dan mungkin
berdarah. Kemerahan di daerah suprabupik. Dirasakan juga keraguan untuk BAK
(hesitancy) dan tetesan air kemih saat selesai BAK.

4. Uretritis: Trias (disuria, frekuensi, piuria)

2.7. Diagnosis

Diagnosis bisa ditegakkan dengan anamnesis gejala khas untuk membedakan


infeksi saluran kemih terjadi di bagian atas atau bawah. Kemudian dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut: [3]

1. Analisis urin

2. Kultur urin untuk menghitung jumlah koloni. Bakteriuria bermakna atau sering
disebut significant bacrteriuria, menunjukkan hasil pertumbuhan mikroorganisme
murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin.

3. Kultur darah bila diagnosis mengarah ke pielonefritis atau sepsis

4. Radiologi: USG, CT abdomen

2.8. Diagnosis Banding

Diagnosis bandingnya adalah: [5]


1. Infeksi Saluran Kemih Atas
2. Vaginitis

2.9. Tata Laksana

Terapi medikamentosa untuk sistitis akut nonkomplikata: [6]

Antibiotik Rute Durasi


1.Sefaleksin, 250-500 mg/6 jam Oral 1-3 hari
2. Nitrofurantoin (makrokristal), 100 mg/12 jam Oral 7 hari
Terapi
3. Ciprofloxacin, 250-500 mg/12 jam Oral 1-3 hari
4. Levofloxacin, 750 mg/hari Oral 5 hari
5. Trimetoprim-sulfamethoxazole, 160/800 mg, 2 tablet Oral Single dose
nonmedikamentosa untuk ISK adalah:
- Mengedukasi untuk mempelajari dan membiasakan membersihkan daerah
kelamin dengan baik dan benar
- Mengedukasi pasien untuk mendapat asupan cairan yang banyak
- Mengedukasi untuk menjaga kebersihan dengan rutin mencuci tangan
- Mengedukasi pasien untuk selalu voiding setelah berhubungan seksual

2.10. Komplikasi

1. ISK komplikata pada DM memiliki komplikasi emphhysematous cystitis

2. ISK komplikata pada kehamilan berpotensi untuk berprogresi menjadi pielonefritis,


bayi premature, anemia, pregnancy-induced hypertension jika tidak diobati.

3. ISK non-komplikata tidak menyebabkan akibat lanjut jangka panjang. [1]

2.11. Prognosis

ISK sendiri adalah faktor risiko untuk ISK berulang atas maupun bawah. Infeksi pada
umunya merespon baik dan cepat ketika dipaparkan terapi. Kegagalan dalam respon
mengindikasikan resistensi obat. Selain itu, anomali dalam keadaan anatomis
memerlukan pemeriksaan lanjutan. [6]
BAB 3
ANALISA KASUS

Pasien Nn.PS memiliki faktor risiko yang tinggi untuk infeksi saluran kemih dimana jenis
kelaminnya adalah perempuan. Berdasarkan teori, perempuan memiliki prevalensi kejadian ISK
lebih tinggi dibanding pria dengan alasan saluran urethra yang lebih pendek dan terletak dekat
dengan anus. Sehingga, sangat rentan untuk terinfeksi oleh mikroorganisme yang menginvasi secara
asendens. Berdasarkan anamensis juga ditemukan riwayat kebiasaan pasien menahan kencing
sehingga meningkatkan waktu bagi bakteri untuk berkolonisasi dalam lingkungan yang kondusif
baginya. Pasien juga kurang menjaga kebersihan kelamin dan membersihkan dengan arah yang
keliru yaitu dari belakang (anus) ke depan (genital). Hal ini meningkatkan kemungkinan bakteri dari
anus dan feces untuk bermigrasi ke uretra yang menyebabkan ISK.

Available from: http://www.dragung.com/2013/03/infeksi-saluran-kemih-isk.html

Melalui anamnesis, didapatkan gejala dan manifestasi klinis yang sesuai dengan penyakit
infeksi saluran kemih. Pasien mengalami symptom triase yang khas pada sistitis yaitu dysuria, rasa
nyeri saat BAK sejak 5 hari yang lalu, frekuensi BAK meningkat sampai 10-12 kali dengan volume
yang sedikit. Pasien juga mengalami gejala khas yaitu nyeri di region suprapubis dengan
karakteristik seperti ditekan serta nyeri tekan positif. Saat terjadi infeksi, system tubuh merespon
kolonisasi bakteri dengan migrasi sel radang, melekat pada epitel, dan mengaktifkan proses
inflamasi (rubor, dolor, kalor, tumor, dan functio laesa. Rasa nyeri BAK dan suprapubis itu berasal
dari aspek dolor. Proses peradangan juga meningkatkan frekuensi dorongan kontraksi uretra dan
memunculkan persepsi nyeri akibat depresi dari saraf perifer. Aspek tumor dapat menyebabkan
pembengkakan atau edema yang menyempirkan saluran kemih sehingga memperparah disruia.
Respon pertahanan tubuh juga akan merangsang hipotalamus untuk menstimulus sistem
pertahanan tubuh untuk memfagosit antigen tersebut sehingga akan menyebabkan peningkatan
metabolism dan munculnya gejala demam. Pada pasien ditemukan demam dengan suhu 37.8oC.
Sebenarnya, jika antigen tidak mampu difagositosis oleh sistem imun, maka akan muncul
bacteremia sekunder yang menjalar ke ureter sehingga menyebabkan iritasi dan peradangan pada
ureter. Dan pada umumnya, hal ini akan menyebabkan oliguria pada pasien. Namun, pasien tidak
mengalami flank pain atau nyeri di bagian pinggir pinggang, yang menandakan infeksi saluran
kemih bawah berasal dari kandung kemih, bukan ureter. Infeksi pada ureter akan menimbulkan
nyeri di ipsilateral abdomen bagian bawah dan groin inguinal oleh karena inervasi saraf simpatetis
T11-L2, yang menurut dermatom akan menimbulkan nyeri di area tersebut. Sedangkan infeksi pada
kandung kemih tidak menyebabkan referred pain ke area tersebut, seperti halnya pasien Ny.PS
tidak mengalaminya. Urin pasien yang keruh, pekat, dan berbau menandakan adanya infeksi. Pasien
juga mengalami gejala iritatif seperti ragu untuk BAK atau sering disebut sebagai anyang-
anyangan.

Diagnosis banding ISK bawah adalah vaginitis dimana terjadi peradangan di vagina.
Vaginitis memiliki gejala serupa dengan ISK bawah yaitu nyeri saat BAK. Namun, melalui
anamnesis diketahui bahwa pasien tidak merasa gatal pada vagina dan menyangkal adanya
keputihan yang keluar dari vagina. Oleh karena itu, pasien Nn.PS tidak didiagnosis dengan
vaginitis.

ISK atas pielonefritis atau peradangan pada jaringan ginjal merupakan diagnosis banding
dari kasus ini karena terdapat gejala serupa seperti nyeri saat BAK dan demam. Namun,
pielonefritis bisa disingkirkan karena pasien mengalami demam yang tidak setinggi seharusnya
pada pasien pielonefritis serta tidak disertai menggigil, tidak muntah, serta tidak ada nyeri di bagian
punggung bawah. Pasien hanya merasakan nyeri pada suprapubic yang bisa diperkirakan adalah
lokasi dari kantung kemih yang mengalami peradangan oleh infeksi. Pemeriksaan fisik nyeri ketok
CVA pada pasien juga negatif, maka bisa disingkirkan kecurigaan pielonefritis pada pasien ini.

Pemeriksaan penunjang urinalisis diperlukan untuk memeriksa piuria dan bakteriuria serta
kultur urin untuk melihat keberadaan dan jumlah koloni bakteri (cutoff diagnosis UTI: >10 5
CFU/mL).

Saran tata laksana medikamentosa pasien adalah dengan ciprofloxacin Tabs 500 mg 2 kali
sehari selama 3 hari. Dasar pemilihan obat ini adalah karena memiliki sifat bakteriostatik dan
bakterisidal dengan kamdungan HCl untuk membunuh bakteri dan mekanisme kerja yang umum
enzim DNA girase yang berperan dalam pembelahan sel bakteri. Ciprofloxacin merupakan
antibiotik yang dapat bekerja di bakteri gram positif maupun negatif dan terbukti efektivitasnya
dalam mengatasi ISK. Pasien hanya diberikan obat untuk dikonsumsi selama 3 hari karena kasusnya
merupakan uncomplicated UTI. Menurut teori, first line terapi untuk ISK adalah TMP-SMX.
Tetapi, karena Indonesia merupakan daerah yang sudah tinggi angka resistensi terhadap obat
tersebut, maka second line therapy langsung digunakan oleh Puskesmas. Pasien diberikan NSAID’s
Paracetamol Tabs 500 mg untuk mengatasi rasa nyeri. Dosis obat Paracetamol adalah 10 mg/kgBB,
dimana berat badan pasien 46 kg, maka diberikan tablet sediaan 500 mg. Paracetamol dikonsumsi
bila diperlukan, yakni bila rasa nyeri masih berlanjut. Dosis yang diberikan adalah 1 tablet setiap
konsumsi.

Pasien juga diajarkan cara membersihkan alat kelamin dengan benar yaitu dari arah depan
ke belakang (vagina terlebih dahulu kemudian anus). Hal ini diajarkan dengan tujuan menghindari
kemungkinan terjadinya ISK berulang. Bakteri dari anus dapat berpindah ke vagina untuk
menyebabkan ISK bila pasien membersihkan dari arah yang salah. Fenomena ini bisa menimbulkan
ascending infection. Pasien dihimbau untuk minum air yang cukup karena dapat menurunkan resiko
ISK berulang dan mempercepat pemulihan. Dengan meminum air, laju bakteri dari dalam kandung
kemih akan meningkat, juga konsentrasi bakteri yang masuk ke dalamnya. Dari sini, kesempatan
bagi bakteri untuk menempel pada dinding sel yang melapisi saluran kemih juga berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B,Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam, 6 ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2017

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep kilnis proses-proses penyakit, 6 ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012

3. Saputra L. Intisari ilmu penyakit dalam. Tangerang: Binarupa Aksara; 2011

4. Samirah, Darmawati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivities kuman di penderita


infeksi saluran kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory;
2006

5. McCance K, Huether S, Brashers V, Rote N. Pathophysiology: The Biologic Basis for


Disease in Adults and Children 7th edition. Missouri: Elsevier; 2014

6. Papadakis MA, McPhee SJ. Current Medical Diagnosis & Treatment. New York: McGraw-
Hill Education; 2017

Anda mungkin juga menyukai