LAPORAN KASUS 4
PUSKESMAS CARINGIN
Pembimbing:
dr. Florentina
ILUSTRASI KASUS
Nama : Nn.PS
Usia : 22 tahun
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir :-
1.2. Anamnesis
1.2.1. Keluhan
Keluhan utama : Nyeri buang air kecil (BAK) sejak 5 hari yang lalu.
Pasien datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil sejak 5 hari
yang lalu. Nyeri yang dirasakan bersifat tajam, seperti terbakar, dan perih di
daerah kelamin. Nyeri tidak menjalar dan hanya timbul sesaat ketika pasien
selesai BAK. Pasien mengatakan rasa nyeri berada di angka 6 dari 10. Tidak
ada faktor yang memperberat maupun memperingan rasa nyeri. Pasien
mengaku merasa anyang-anyangan dan frekuensi BAK tambah sering yaitu
mencapai 10-12 kali setiap harinya di hari ke-4. Pasien mengatakan BAK
juga dilakukan pada malam hari sehingga mengganggu tidur. Pasien
mengaku kesulitan menahan kecing dan setiap BAK jumlah keluarnya sedikit
sehingga alirannya lemah. Pasien mengatakan warna kencing yang
dikeluarkan kuning pekat, keruh, dengan bau yang menyengat serta
menyangkal adanya darah, pasir, atau nanah. Pasien mengaku adanya tetesan
kencing pada akhir BAK dan mendeskripsikan kondisinya sebagai BAK yang
tidak selesai. Pasien menyangkal adanya rasa gatal pada daerah kelamin atau
keputihan. Pasien juga mengaku adanya nyeri yang berawal di perut bagian
bawah dan tidak menjalar sejak 5 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan seperti
ditekan dan hilang timbul. Nyeri yang dirasakan pasien berada di angka 5
dari 10. Tidak ada faktor yang memperberat maupun memperingan rasa
nyeri. Pasien mengeluhkan adanya demam yang muncul 4 hari yang lalu
tanpa adanya rasa menggigil. Demam datang secara tiba-tiba tetapi pasien
belum mengukur suhu tubuhnya. Pasien belum mengonsumsi obat apapun
untuk mengatasi rasa nyeri atau demam. Pasien menyangkal adanya
gangguan pola menstruasi, dimana menstruasi terakhir adalah 2 minggu yang
lalu. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, batuk, pilek, penurunan nafsu
makan, atau keluhan lainnya. Buang air besar tidak nyeri, tidak bewarna
hitam dan tidak ada darah.
Pasien mengatakan bahwa ibu dari pasien memiliki riwayat penyakit infeksi
saluran kemih. Lain dari itu, keluarga pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, diabetes, asam urat tinggi, kolesterol tinggi, atau Tb paru.
Pasien tinggal di Legok dan menyatakan tidak ada wabah yang sedang
menyebar di sana. Pasien mengatakan tidak mengetahui apakah ada orang di
lingkungan tempat tinggal pasien yang mengalami hal serupa. Pasien tinggal
bersama 6 orang lainnya yaitu ibu, ayah, nenek, dan 2 orang adik. Pasien
mengaku kebersihan lingkungan rumahnya cukup terjamin. Pasien sedang
tidak memiliki pekerjaan tetap. Biaya pengobatan pasien ditanggung BPJS.
Kesan sosial pasien adalah menengah kebawah.
GCS : E4 M6 V5 (15)
Tanda-tanda vital
Berat badan : 46 kg
BMI : 17.97
SISTEM DESKRIPSI
Sianosis (-)*
Edema (-)*
Wajah Simetris
Heave (-)*
Thrill (-)*
Inspeksi Tidak ada bekas luka, caput medusae, kontor usus, hematoma,
maupun hernia umbilicalis*
Bruit (-)
Superior* Inferior*
1.5. Diagnosis
Pyelonephritis
Vaginitis
1.6.2. Medikamentosa
2 dd cap 1
PC
1.8. Resume
Pasien Nn.PS usia 22 tahun datang dengan keluhan nyeri saat urinasi (dysuria)
sejak 5 hari lalu. Nyeri yang timbul sesaat selesai BAK bersifat tajam, seperti terbakar,
dan perih di daerah kelamin. Rasa nyeri yang dirasakan berada di angka 6 dari 10.
Pasien merasa ragu-ragu ingin berkemih (hesitancy). Frekuensi urinasi pasien
berprogresif bertambah sering yaitu mencapai 10-12 kali setiap hari pada hari ke-4.
BAK juga dilakukan pada malam hari dan mengganggu tidur pasien (nocturia). Pasien
mengaku sulit menahan kencing (urgensi) dan urin yang dikeluarkan sedikit dengan
aliran lemah. Warna urin kuning pekat, keruh, dengan bau menyengat. Ada tetesan
kencing pada akhir urinasi seperti prosesnya tidak tuntas. Pasien mengalami nyeri yang
berawal di perut bagian bawah sejak 5 hari yang lalu. Nyeri seperti ditekan dan hilang
timbul. Rasa nyeri berada di angka 5 dari 10. Pasien mengalami demam yang datang 7
hari yang lalu secara tiba-tiba dan bersifat progresif. Ibu dari pasien memiliki riwayat
penyakit infeksi saluran kemih. Pasien memiliki kebiasaan cebok dengan gerakan dari
anus terlebih dahulu baru ke vagina. Pasien kurang menjaga higenitas genitalia. Pasien
tidak rutin mencuci tangan sebelum dan sesudah BAB, BAK, mau pun aktivitas lainnya.
Pasien mengatakan sering menahan kencing dengan alasan ingin menyelesaikan
pekerjaan di rumah terlebih dahulu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien
underweight, demam dengan suhu 37.8oC, dan nyeri tekan suprapubis positif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Klasifikasi
a. Pielonefritis
b. Prostatitis
c. Abses intrarenal
d. Abses perinefrik
a. Sistitis
b. Uretritis
ISK bergantung pada beberapa faktor seperti usia, prevalensi bakteriuria, dan
faktor predisposisi yang berpengaruh pada modfikasi struktur aluran kemih termasuk
ginjal. ISK lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra
yang lebih pendek dan letak yang berdekatan dengan anus sehingga gampang
terkontaminasi oleh feces. Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria
bermakna pada 1-4% gadis pelajar yang kemudian akan meningkat menjadi 5-10% pada
perempuan usia subur, dan sekitar 10% pada perempuan yang usianya melebihi 60
tahun. Perempuan yang memiliki riwayat bakteriuria akan lebih mudah terkena ISK
berulang terutama di kasus gadis pada masa dewasanya yaitu setelah menikah atau
kehamilan. Hubungan seksual yang sering, kehamilan, keputihan, dan menopause
merupakan faktor risiko ISK. [2]
2.4. Etiologi
Penyebab dari ISK yang paling sering adalah bakteria walaupun bisa disebabkan
juga oleh jamur, virus, dan parasit. Patogen yang umum berperan dalam ISK adalah: [3]
1. Eschericia coli menyebabkan 75% ISK tanpa komplikasi dan bakteri ini sering juga
ditemukan pada ISK dengan komplikasi.
4. Enterococcus merupakan penyebab paling sering ISK akibat gram positif. Infeksi
oleh bakteri ini dapat berakar dari administrasi pengobatan antibiotik sebelumnya,
pemasangan instrumen urologis, serta uropati yang bersifat obstruktif.
2.5. Patofisiologi
Pada pasien dengan ISK, obstruksi dapat menyebabkan retensi urin sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan di vesika urinaria serta penebalan dinding vesika.
Dari sini, kontraksi vesika akan menurun dan menimbulkan tahanan kandung kemih.
Urin yang tertahan pada kandung kemih dalam jangka waktu yang lama yaitu lebih dari
12 jam akan menjadi media yang kondusif bagi perkembangbiakan mikroorganisme. [2,4]
Gejala yang dialami adalah berdasarkan organ apa dari saluran kemih yang terinfeksi: [1]
1. Pielenonefritis akut: demam, mual dan muntah, nyeri abdomen, diare. Dapat
ditemukan juga gejala sistitis. Nyeri ketok CVA juga akan positif dan urinalisis
menunjukan silinder leukosit.
2. Prostatitis: nyeri perineum, demam, prostat. Pada kasus kronik, gejalanya serupa
dengan sistitis.
3. Sistitis: Trias (disuria, frekuensi, urgensi), nyeri suprabupik atau sering dikatakan
sebagai nyeri pinggang bawah. Urin keruh, berbau tidak sedap, dan mungkin
berdarah. Kemerahan di daerah suprabupik. Dirasakan juga keraguan untuk BAK
(hesitancy) dan tetesan air kemih saat selesai BAK.
2.7. Diagnosis
1. Analisis urin
2. Kultur urin untuk menghitung jumlah koloni. Bakteriuria bermakna atau sering
disebut significant bacrteriuria, menunjukkan hasil pertumbuhan mikroorganisme
murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin.
2.10. Komplikasi
2.11. Prognosis
ISK sendiri adalah faktor risiko untuk ISK berulang atas maupun bawah. Infeksi pada
umunya merespon baik dan cepat ketika dipaparkan terapi. Kegagalan dalam respon
mengindikasikan resistensi obat. Selain itu, anomali dalam keadaan anatomis
memerlukan pemeriksaan lanjutan. [6]
BAB 3
ANALISA KASUS
Pasien Nn.PS memiliki faktor risiko yang tinggi untuk infeksi saluran kemih dimana jenis
kelaminnya adalah perempuan. Berdasarkan teori, perempuan memiliki prevalensi kejadian ISK
lebih tinggi dibanding pria dengan alasan saluran urethra yang lebih pendek dan terletak dekat
dengan anus. Sehingga, sangat rentan untuk terinfeksi oleh mikroorganisme yang menginvasi secara
asendens. Berdasarkan anamensis juga ditemukan riwayat kebiasaan pasien menahan kencing
sehingga meningkatkan waktu bagi bakteri untuk berkolonisasi dalam lingkungan yang kondusif
baginya. Pasien juga kurang menjaga kebersihan kelamin dan membersihkan dengan arah yang
keliru yaitu dari belakang (anus) ke depan (genital). Hal ini meningkatkan kemungkinan bakteri dari
anus dan feces untuk bermigrasi ke uretra yang menyebabkan ISK.
Melalui anamnesis, didapatkan gejala dan manifestasi klinis yang sesuai dengan penyakit
infeksi saluran kemih. Pasien mengalami symptom triase yang khas pada sistitis yaitu dysuria, rasa
nyeri saat BAK sejak 5 hari yang lalu, frekuensi BAK meningkat sampai 10-12 kali dengan volume
yang sedikit. Pasien juga mengalami gejala khas yaitu nyeri di region suprapubis dengan
karakteristik seperti ditekan serta nyeri tekan positif. Saat terjadi infeksi, system tubuh merespon
kolonisasi bakteri dengan migrasi sel radang, melekat pada epitel, dan mengaktifkan proses
inflamasi (rubor, dolor, kalor, tumor, dan functio laesa. Rasa nyeri BAK dan suprapubis itu berasal
dari aspek dolor. Proses peradangan juga meningkatkan frekuensi dorongan kontraksi uretra dan
memunculkan persepsi nyeri akibat depresi dari saraf perifer. Aspek tumor dapat menyebabkan
pembengkakan atau edema yang menyempirkan saluran kemih sehingga memperparah disruia.
Respon pertahanan tubuh juga akan merangsang hipotalamus untuk menstimulus sistem
pertahanan tubuh untuk memfagosit antigen tersebut sehingga akan menyebabkan peningkatan
metabolism dan munculnya gejala demam. Pada pasien ditemukan demam dengan suhu 37.8oC.
Sebenarnya, jika antigen tidak mampu difagositosis oleh sistem imun, maka akan muncul
bacteremia sekunder yang menjalar ke ureter sehingga menyebabkan iritasi dan peradangan pada
ureter. Dan pada umumnya, hal ini akan menyebabkan oliguria pada pasien. Namun, pasien tidak
mengalami flank pain atau nyeri di bagian pinggir pinggang, yang menandakan infeksi saluran
kemih bawah berasal dari kandung kemih, bukan ureter. Infeksi pada ureter akan menimbulkan
nyeri di ipsilateral abdomen bagian bawah dan groin inguinal oleh karena inervasi saraf simpatetis
T11-L2, yang menurut dermatom akan menimbulkan nyeri di area tersebut. Sedangkan infeksi pada
kandung kemih tidak menyebabkan referred pain ke area tersebut, seperti halnya pasien Ny.PS
tidak mengalaminya. Urin pasien yang keruh, pekat, dan berbau menandakan adanya infeksi. Pasien
juga mengalami gejala iritatif seperti ragu untuk BAK atau sering disebut sebagai anyang-
anyangan.
Diagnosis banding ISK bawah adalah vaginitis dimana terjadi peradangan di vagina.
Vaginitis memiliki gejala serupa dengan ISK bawah yaitu nyeri saat BAK. Namun, melalui
anamnesis diketahui bahwa pasien tidak merasa gatal pada vagina dan menyangkal adanya
keputihan yang keluar dari vagina. Oleh karena itu, pasien Nn.PS tidak didiagnosis dengan
vaginitis.
ISK atas pielonefritis atau peradangan pada jaringan ginjal merupakan diagnosis banding
dari kasus ini karena terdapat gejala serupa seperti nyeri saat BAK dan demam. Namun,
pielonefritis bisa disingkirkan karena pasien mengalami demam yang tidak setinggi seharusnya
pada pasien pielonefritis serta tidak disertai menggigil, tidak muntah, serta tidak ada nyeri di bagian
punggung bawah. Pasien hanya merasakan nyeri pada suprapubic yang bisa diperkirakan adalah
lokasi dari kantung kemih yang mengalami peradangan oleh infeksi. Pemeriksaan fisik nyeri ketok
CVA pada pasien juga negatif, maka bisa disingkirkan kecurigaan pielonefritis pada pasien ini.
Pemeriksaan penunjang urinalisis diperlukan untuk memeriksa piuria dan bakteriuria serta
kultur urin untuk melihat keberadaan dan jumlah koloni bakteri (cutoff diagnosis UTI: >10 5
CFU/mL).
Saran tata laksana medikamentosa pasien adalah dengan ciprofloxacin Tabs 500 mg 2 kali
sehari selama 3 hari. Dasar pemilihan obat ini adalah karena memiliki sifat bakteriostatik dan
bakterisidal dengan kamdungan HCl untuk membunuh bakteri dan mekanisme kerja yang umum
enzim DNA girase yang berperan dalam pembelahan sel bakteri. Ciprofloxacin merupakan
antibiotik yang dapat bekerja di bakteri gram positif maupun negatif dan terbukti efektivitasnya
dalam mengatasi ISK. Pasien hanya diberikan obat untuk dikonsumsi selama 3 hari karena kasusnya
merupakan uncomplicated UTI. Menurut teori, first line terapi untuk ISK adalah TMP-SMX.
Tetapi, karena Indonesia merupakan daerah yang sudah tinggi angka resistensi terhadap obat
tersebut, maka second line therapy langsung digunakan oleh Puskesmas. Pasien diberikan NSAID’s
Paracetamol Tabs 500 mg untuk mengatasi rasa nyeri. Dosis obat Paracetamol adalah 10 mg/kgBB,
dimana berat badan pasien 46 kg, maka diberikan tablet sediaan 500 mg. Paracetamol dikonsumsi
bila diperlukan, yakni bila rasa nyeri masih berlanjut. Dosis yang diberikan adalah 1 tablet setiap
konsumsi.
Pasien juga diajarkan cara membersihkan alat kelamin dengan benar yaitu dari arah depan
ke belakang (vagina terlebih dahulu kemudian anus). Hal ini diajarkan dengan tujuan menghindari
kemungkinan terjadinya ISK berulang. Bakteri dari anus dapat berpindah ke vagina untuk
menyebabkan ISK bila pasien membersihkan dari arah yang salah. Fenomena ini bisa menimbulkan
ascending infection. Pasien dihimbau untuk minum air yang cukup karena dapat menurunkan resiko
ISK berulang dan mempercepat pemulihan. Dengan meminum air, laju bakteri dari dalam kandung
kemih akan meningkat, juga konsentrasi bakteri yang masuk ke dalamnya. Dari sini, kesempatan
bagi bakteri untuk menempel pada dinding sel yang melapisi saluran kemih juga berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B,Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam, 6 ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2017
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep kilnis proses-proses penyakit, 6 ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012
6. Papadakis MA, McPhee SJ. Current Medical Diagnosis & Treatment. New York: McGraw-
Hill Education; 2017